Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN ATELEKTASIS

Disusun oleh: Kelompok II kelas IV B

PRODI S-1 ILMU KEPERAWATAN STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA 2013

Anggota kelompok II
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. GABRIEL GIO GEDALYA A M NALLE I KADEK WAHYU ADI GUNA ICHANA DESSI INDRATRI IMELDA DEWI SUSANTI IRENE ERIKA BUDIONO KATRISIA NOVITA MBANI KETUT SANJAYA MARIA JANEKE M MARLYN NIJA MUDE MAYLANDANI LINGGIH A MONICA TUNJUNG RIASTUTI NI MADE ASRI WIANITA NI MADE FRANSISCA INDAH NINDYA YULIANA RIZKI PATRICIA YULISTIYANI M PENTANA AKHIR P RATNA PUSPITA ADIYASA 1002049 1002051 1002054 1002056 1002057 1002058 1002062 1002063 1002067 1002069 1002070 1002073 1002076 1002077 1002078 1002080 1002081 1002084

ATELEKTASIS
I. Konsep Medis A. Pengertian Atelektasis sebenarnya bukan merupakan penyakit, tetapi ada kaitannya dengan penyakit parenkim paru. Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru-paru yang tidak sempurna dan menerangkan arti bahwa alveolus pada bagian paru-paru yang terserang tidak mengandung udara dan kollaps. Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps tidak mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas. Kondisi ini mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan berkurang (Elizabeth J.Corwin, 2009).

B. Anatomi dan Fisiologi Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. 1. Pernapasan dada Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut : a. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk. b. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar

daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar. 2. Pernapasan perut Pernapasan perut adalah pernapasan yang melibatkan otot diafragma. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut : a. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot diafragma sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk. b. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot diaframa ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.

Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air. Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa bernapas terjadi pelepasan energi. a. Rongga Hidung Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung. b. Pangkal Tenggorok Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan

bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara. c. Batang tenggorok Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus). d. Paru-paru Paru-paru terletak di dalam rongga dada. Rongga dada dan perut dibatasi oleh siuatu sekat disebut diafragma. Paru-paru ada dua buah yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru kanan terdiri atas tiga gelambir (lobus) yaitu gelambir atas, gelambir tengah dan gelambir bawah. Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir yaitu gelambir atas dan gelambir bawah. Paru-paru diselimuti oleh suatu selaput paru-paru (pleura). Alveolus dalam paru-paru jumlahnya sangat banyak, lebih kurang 300 juta alveolus. Luas permukaan seluruh alveolus diperkirakan 100 kali lebih besar daripada permukaan tubuh. Alveolus dikekelingi pembuluh-pembuluh kapiler darah.

3. Saluran Nafas Atas a. Hidung 1) Terdiri atas bagian eksternal dan internal 2) Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago 3) Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum 4) Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung 5) Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia 6) Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru 7) Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru 8) Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia b. Faring 1) Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring 2) Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring) 3) Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif c. Laring 1) Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea

2) Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas : a) Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan b) Glotis : ostium antara pita suara dalam laring c) Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adams apple) d) Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid) e) Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid f) Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring) 3) Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi 4) Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.

d. Trakea 1) Disebut juga batang tenggorok 2) Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

4. Saluran Nafas Bawah a. Bronkus 1) Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri 2) Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri(2 bronkus) 3) Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental 4) Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf

b. Bronkiolus 1) Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus 2) Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas

c. Bronkiolus Terminalis Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus

terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia) d. Bronkiolus respiratori Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas e. Duktus alveolar dan Sakus alveolar 1) Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar dan kemudian menjadi alveoli f. Alveoli 1) Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2 2) Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2 3) Terdiri atas 3 tipe : Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps) Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan selsel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan 5. PARU 1) 2) Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut Terletak dalam rongga dada atau toraks

3)

Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar

4) 5)

Setiap paru mempunyai apeks dan basis Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris

6) 7)

Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya

6. PLEURA Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis. Terbagi menjadi 2 : Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada,Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paruparu.Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paruparu.

C. Epidemiologi Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis yang perlu pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di dalam merawat klien dengan penyakit paru yang mengalami atelektasis secara komprehensif bio psiko sosial dan spiritual. Penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut

menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).

D. Klasifikasi 1. Berdasarkan Faktor yang Menimbulkan Atelektasis Neonatorum Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam otak tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas. Faktor pencetus termasuk komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia intrauter. Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non crepitant, lembek dan alastis. Yang khas paru ini tidak mampu mengembang di dalam air. Secara histologis, alveoli mempunyai paru bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi dindingin septa yang tebal yang tampak kisut. Epitel kubis yang prominem melaposi rongga alveoli dan sering terdapat edapan protein granular bercampur dengan debris amnion dan rongga udara. Atelektasi neonatorum pada sistem, gawat napas, telah di bahas disebelumnya. a. Atelektasis Acquired atau Didapat Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang menyebabkan kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah berkembang. Jadi terbagi atas atelektasis absorpsi, kompresi, kontraksi dan bercak. Istilah ini banya menyangkut mechanisme dasar yang menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari perubahan tersebut.

1) Altelektasis absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali tersumbat sehingga udara tidak dapat memasuki bagian distal parenkim. Udara yang telah tersedia secara lambat laun memasuki aliran darah, disertai dengan kolapsnya alveoli. Tergantung dari tingkat obstruksi saluran udara, seluruh paru, merupakan lobus yang lengkap, atau bercak segmen dapat terlibat. Penyebab tersering dari kolaps absorbsi adalah abstruksi bronchus oleh suatu sumbatan mucus. Hal ini sering terjadi pasca operasi. Asma bronchial, bronkiektasis dan bronchitis akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis. Dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi karena sumbatan bahan mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi disebabkan oleh

aspirasi benda asing atau bekuan darah, terutama pada anak atau selama operasi rongga mulut atau anestesi. Saluran udara dapat juga ter sumbat oleh tumor, terutama karsinoma bronkogenik dengan pembesaran kelenjar getah bening (seperti pada tuberculosis, contohnya) dan oleh aneurisma pembuluh darah. 2) Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan

penimbunan cairan darah atau udara dalam kavum pleura, yang secara mekanis menyebabkan kolaps paru di sebelahnya. Ini adalah kejadian yang sering pada efusi pleura dari penyebab apa pun, namun mungkin yang paling sering dihubungkan dengan hidrotoraks pada payah jantung kongesti. Pneumotoraks dapat juga menyebabkan atelektasis kompresi pada penderita dengan tirah baring dan penderita denan asites, atelaktasis basal menyebabkan posisi diafragma yang lebih tinggi. 3) Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru dan pleura yang menghambat ekspensi dan meningkatkan daya pegas pada ekspirasi. 4) Atelektasis bercak bearti adanya daeah kecil-kecil dari kolaps paru, sepeti terjadi pada obstruksi bronkioli yang multiple

karena sekresi atau eksudat pada kedua sindrom gawat napas orang dewasa dan bayi. Pada sebagian kecil kasus, atelektasis terjadi karena patogenesis tertentu yang menyertai jelas pada dinding dada. Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya timbul karena sumbatan mucus yang relatif akut, yang menjadi manifest karena mendadak timbul sesak napas. Memang peristiwa sesak napas akut dalam 48 jam setelah satu prosedur pembedahan, hampir selalu didiagnosis sebagai atelektasis. Yang penting adalah atelektasis dapat didiagnosis dini dan terjadi reekspensi yang tepat dari paru yang terkena, karena perenkim yang kolaps amit peka terhadap infeksi yang menunggagi. Atelektasis persisten segmen paru mungkin merupakan bagian penting untuk terjadinya karsinoma bronkogenik yang diam-diam. 2. Berdasarkan luasnya atelektasis a) Massive atelectase, mengenai satu paru Gambaran khas yaitu inverted S sign tumor ganas bronkus dengan atelectase lobus superior paru. d) Satu segmen segmental atelectase e) f) Platelike atelectase, berbentuk garis Misal : Fleischner line oleh tumor paru

b) Satu lobus, percabangan main bronchus c)

g) Bisa juga terjadi pada basal paru post operatif

3. Berdasarkan lokasi atelektasis a) Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri, maka akan tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada foto thorak PA hamya memperlihatkan diafragma letak tinggi. b) Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar.

c)

Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas tinggi dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke arah atelektasis.

d) Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraj PA, maka perlu pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue), yang memperlihatkan bagian uang terselubung dengan penarikan fissure interlobularis. e) Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila

penyumbatan terjadi pada bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan horizontal tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan dengan proses fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya tidak ada keluhan. f) Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini meliputi bagian anterior, superior dan medial. Pada foto thorak PA tergambarkan dengan fisura minor bagian superior dan mendial yang mengalami pergeseran. Pada foto lateral, fisura mayor bergerak ke depan, sedangkan fisura minor dapat juga mengalamai pergeseran ke arah superior.

E. Etiologi Penyebab dari atelektasis adalah : 1. Obstruktif :

Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil. Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening. Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut

dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi. Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bias berasal di dalam bronkus seperti tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif. Dan penyumbatan bronkus akibat panekanan dari luar bronkus seperti tumor sekitar bronkus, kelenjar yang membesar. Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang berupa mukus. Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorah, cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga thorak, tumor thorak seperti tumor mediastinum. Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan

perkembangan paru yang tidak sempurna, misalkan pada kasus poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak napas yang terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan memperberat keadaan atelektasis. Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang menahan rasa sakit, keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat memperberat terjadinya atelektasis 2. Non-obstruktif : a) Pneumothoraks b) Tumor c) Pembesaran kelenjar getah bening. d) Pembiusan (anestesia)/pembedahan e) Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi f) Pernafasan dangkal

g) Penyakit paru-paru

F. Patofisiologi Setelah penyumbatan bronchial yang terjadi secara mendadak sirkulasi darah perifer akan diserap oleh udara dari alveoli, yang akan menyebabkan terjadinya kegagalan pernapasan dan penarikan kembali paru-paru dalam beberapa menit, hal ini tanpa desebabkan adanya infeksi. Paru-paru akan menyusut secara komplek. Dalam tingkat awal, perfusi darah paru-paru akan kekurangan udara yang menyebabkan hipoksemi arterial. Jika kapiler dan jaringan hipoksia mengakibatkan timbulnya transudat berupa gas dan cairan serta udem paru. Pengeluaran transudat dari alveoli dan sel merupakan pencegahan komplit kolaps dari atelektasis paru. Daerah sekitar paru-paru yang mengalami udem kompensata sebagian akan kehilangan volume. Bagaimanapun juga pada kasus kolaps yang luas diafragma mengalami paninggian, dinding dada nyeri dan hal ini akan mempengaruhi perubahan letak hati dan mediastinum. Sesak yang disebabkan merupakan variasi perubahan stimulus pusat respirasi dan kortek serebral. Stimulus berasal dari kemoreseptor di mana terdapat daerah atelektasis yang luas yang menyebabkan tekanan O2 kurang atau berasal dari paru-paru dan otot pernapasan, dimana paru-paru kekurangan oksigen tidak terpenuhi dan penambahan kerja pernapasan. Kiranya aliran darah pada daerah yang mengalami atelektasis berkurang. Tekanan CO2 biasanya normal atau seharusnya turun sedikit dari sisa hiperventilasi parenkim paru-paru yang normal.

G. Manifestasi klinis 1. Mungkin tidak mengalami gejala 2. Sesak nafas yang ringan : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru. 3. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini untuk membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulenta (menghasilkan sputum) 4. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. 5. Malaise : ditemukan berupa anorexia, nafsu makan menurun, BB menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat di waktu malam hari 6. Takikardi 7. Sianosis 8. Panas atau temperature tinggi : subfebril, febril ( 38-40 0C) hilang timbul 9. Syok atau penurunan kesadaran 10. Letak diafragma akan meninggi, berkurangnya gerakan dada pada sisi yang sakit. 11. Mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser ke arah yang sakit. 12. Bunyi pekak atau datar pada sisi yang mengalami atelektasis. 13. Suara nafas tambahan (ronkhi) 14. Pada atelektaksis yang luas bising nafas melemah atau sama sekali tidak terdengar 15. Terdapat perbedaan pada gerak dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma. Pada orang yang normal gerakan dada akan seirama sewaktu inspirasi dan ekspirasi namun pada klien atelektasis gerakan dada pada sisi yang sakit akan tertinggal dari pada gerakan dada pada sisi yang sehat.

H. Pemeriksaan Diagnostik Paru dapat dikatakan mengalami atelektasis bilamana seluruh/ sebagian paru-paru mengempis, akan ada suatu bayangan homogen pada belah itu, dengan jantung dan trakhea beranjak ke jurusan itu dan diafragma terangkat. Bilamana hanya satu lobus yang atelaktasis disebabkan oleh penyumbatan bronkhial, mungkin kelihatan dua kelainan yang

karakteristik. Kelainan pertama adalah suatu bayangan yang homogen daripada lobus yang kempis itu sendiri, yang akan menempati ruangan yang lebih kecil daripada bilamana ia berkembang sama sekali. Lobus kiri atas bilamana kempis biasanya mencakup lingula, dan bayangan yang diakibatkannya adalah lebih tidak tegas tanpa batas bawah yang tegas. Akan tetapi pada proyeksi lateral akan kelihatan suatu bayangan berbentuk lidah dengan puncaknya dekat diafragma; di sebelah anterior, ini mungkin sampai kepada sternum, atau mungkin dipisahkan oleh suatu daerah yang translusen yang disebabkan oleh paru-paru kanan yang menyelip diantaranya dan sternum di sebelah posterior bayangan itu mempunyai batas yang tegas dengan batas konkaf yang disebabkan oleh fisura besar yang terdesak ke depan. Suatu lobus tengah akan menyebabkan suatu bayangan yang sangat tidak tegas pada proyeksi anterior, akan tetapi mungkin mengaburkan batas daripada jantung kanan, pada proyeksi lateral ia akan kelihatan sebagai suatu bayangan berbentuk pita yang membujur dari hilus ke angulus sterno-diafragmatikus. Batas atasnya yang tegas dibentuk oleh fisura horizontalis yang terdekat, sedangkan batas belakangnya yang konkaf oleh fisura mayor yang terdesak ke depan. Lobus bawah yang kempis menyebabkan suatu bayangan berbentuk segitiga, dengan batas lateral yang tegas yang membujur ke bawah dan keluar dari daerah hilus ke diafragma. Oleh karena ia biasanya terletak di belakang bayangan jantung, ia hanya dapat dilihat bilamana radiograf adalah baik. Pada proyeksi lateral bayangan mungkin kabur sekali, akan tetapi biasanya kehadirannya memberikan tiga gambar; vertebrae torakalis di sebelah bawah akan kelihatan lebih berwarna abu-abu daripada hitam

daripada vertebrae di sebelah tengah; bagian posterior daripada bayangan diafragma kiri akan tidak dapat dilihat; dan akhirnya, daerah vertebrae bawah di belakang bayangan jantung akan kurang hitam daripada daerah translusen di belakang sternum. Gejala-gejala yang karakteristik lainnya adalah konsekuensi daripada bayangan-bayangan vaskuler menjadi kabur di dalam opasitas umum daripada lobus yang tidak mengandung udara, sedangkan bayangan pembuluh-pembuluh darah di dalam lobus yang lain adalah lebih memencar oleh karena ia mengisi suatu volume yang lebih besar. Pembuluh-pembuluh darah hilus pada sebelah yang terkena penyakit akan menunjukkan suatu konveksitas lateral dan bukan suatu konkafitas seperti dalam keadaan normal pada tempat dimana grup daripada lobus atas bertemu dengan arteria basalis di samping itu, hilus akan menjadi lebih kecil daripada di sebelah yang lain, sedangkan pembuluh-pembuluh darah paru-paru akan lebih memencar sehingga per unit daerah akan kelihatan lebih sedikit daripada di sebelah yang lain (normal). Hanya akan ada sedikit atau sama sekali tidak ada translusensi yang relatif, oleh karena aliran kapiler bertambah besar, sedangkan pendesakan trakhea atau peninggian diafragma biasanya sedikit dan jantung beralih hanya sedikit ke jurusan lobus yang kempis yaitu pada kolaps daripada lobus bawah, atau yang lebih sering sama sekali tidak pada kolaps daripada lobus atas. 1. Kolaps Lobus Atas Kanan

Foto PA Densitas uniform akibat lobus kanan yang kolaps dan mengkerut (panah). Fisura interlobaris kanan bergeser ke atas ke arah mediastinum (panah lebar)

Foto Lateral Lobus yang kolaps tidak terlihat. Ini akan membedakannya dengan pneumonia.

Konsolidasi akan bisa dilihat dari kedua proyeksi tetapi kolaps mungkin hanya bisa dilihat dari satu proyeksi saja.

2. Kolaps Lobus Medius Kanan

Foto PA

Terlihat densitas didekat jantung pada lapangan tengah dekat hilus. Bentuknya mirip segitiga. Bagian paru yang lain nampak bersih.

Foto Lateral

Kolaps lobus medius selalu lebih jelas terlihat pada proyeksi lateral, terutama pada anak-anak.

Terlihat

densitas

berbentuk

segitiga

dibagian depan, menunjukkan kolaps lobus medius (panah).

Foto PA Hipertranslusen pada lobus kanan atas, terjadi karena adanya peningkatan volume sebagai kompensasi. Lobus bawah kanan kolaps ke arah jantung dan mediastinum (panah) dan menghilangkan sinus cardiophrenicus. Batas lateralnya tegas. Hilus kanan menghilang karena pembuluh darah paru pindah ke arah jantung sebagai akibat kolaps paru.

Foto PA Hipertranslusen lobus atas kanan (panah lebar). Bila dibandingkan dengan kolaps lobus bawah kanan saja, densitas pada foto ini lebih luas dan batasnya kurang tegas.

Foto PA Terlihat pergeseran ringan jantung dan mediastinum ke kiri. Hilus kiri turun dibawah hilus kanan (panah). Terlihat penurunan corakan vaskular pada bagian paru kiri yang over-expanded (panah lebar). Lobus bawah yang kolaps tidak terlihat pada foto yang kurang keras ini (bandingkan dengan foto keras dibawah ini).

I. Penatalaksanaan Penatalaksaan Atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut: 1. Medis a) Pemeriksaan bronkoskopi b) Pemberian oksigenasi c) Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan kortikosteroid) d) Fisioterafi (masase atau latihan pernapasan) e) Pemeriksaan bakteriologis 2. Keperawatan a) Teknik batuk efektif b) Pegaturan posisi secara teratur c) Melakukan postural drainase dan perkusi dada

J. Komplikasi Menurut Madappa (2010), komplikasi atelektaksis di antaranya adalah : 1. Pnemonia akut 2. Bronkietaksis 3. Hipoksemia dan gagal nafas 4. Sepsis

5. Efusi plura dan empiema

K. Pencegahan Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis : 1. Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin. 2. Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan. 3. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus-menerus ke paru-paru, sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut.

II. Asuhan Keperawatan pada pasien Atelektasis A. Pengkajian Pemeriksaan inspeksi pada klien dengan atelektasis akan terlihat adanya peningkatan frekuensi pernapasan, pergerakan napas dari sisi paru yang sakit sedikit tertinggal dari sisi paru yang sehat. Pada palpasi ditemukan adanya ruang antar-iga yang menyempit dan cekung pada sisi sakit akibat kolapsnya alveoli, pada trakhea ditemukan adanya deviasi ke arah sisi paru yang mengalami atelektasis. Pemeriksaan taktil fremitus berkurang sampai menghilang sesuai banyaknya lobos yang mengalami atelektasis. Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi paru yang sakit.

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Bersihan Jalan Nafas tidak efektif NOC: berhubungan dengan: Respiratory status : - Infeksi, disfungsi neuromuskular, Ventilation hiperplasia dinding bronkus, alergi Respiratory status : Airway jalan nafas, asma, trauma patency - Obstruksi jalan nafas : spasme Aspiration Control jalan nafas, sekresi tertahan, Setelah dilakukan tindakan banyaknya mukus, adanya jalan keperawatan selama nafas buatan, sekresi bronkus, ..pasien menunjukkan adanya eksudat di alveolus, keefektifan jalan nafas dibuktikan adanya benda asing di jalan nafas. dengan kriteria hasil : DS: Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang - Dispneu bersih, tidak ada sianosis DO: dan dyspneu (mampu - Penurunan suara nafas mengeluarkan sputum, - Orthopneu bernafas dengan mudah, - Cyanosis tidak ada pursed lips) - Kelainan suara nafas (rales, Menunjukkan jalan nafas wheezing) yang paten (klien tidak - Kesulitan berbicara merasa tercekik, irama nafas, - Batuk, tidak efekotif atau tidak ada frekuensi pernafasan dalam - Produksi sputum rentang normal, tidak ada - Gelisah suara nafas abnormal) - Perubahan frekuensi dan irama Mampu mengidentifikasikan nafas dan mencegah faktor yang penyebab. Saturasi O2 dalam batas normal Foto thorak dalam batas normal
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Intervensi Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning. Berikan O2 l/mnt, metode Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Berikan bronkodilator : - - . - Monitor status hemodinamik Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Berikan antibiotik : . . Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.

Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan : - Hiperventilasi - Penurunan energi/kelelahan - Perusakan/pelemahan muskuloskeletal - Kelelahan otot pernafasan - Hipoventilasi sindrom - Nyeri - Kecemasan - Disfungsi Neuromuskuler - Obesitas - Injuri tulang belakang DS: - Dyspnea - Nafas pendek DO: - Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi - Penurunan pertukaran udara per menit - Menggunakan otot pernafasan tambahan - Orthopnea - Pernafasan pursed-lip - Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama - Penurunan kapasitas vital - Respirasi: < 11 24 x /mnt Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

NOC: Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway patency Vital sign Status Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil: Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

NIC: Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Berikan bronkodilator : -.. . Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea Pertahankan jalan nafas yang paten Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Monitor vital sign Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas. Ajarkan bagaimana batuk efektif Monitor pola nafas

Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi NIC : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Berikan bronkodilator ; -. -. Barikan pelembab udara Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal Monitor suara nafas, seperti dengkur Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental Observasi sianosis khususnya membran mukosa

Gangguan Pertukaran gas Berhubungan dengan : ketidakseimbangan perfusi ventilasi perubahan membran kapiler-alveolar DS: sakit kepala ketika bangun Dyspnoe Gangguan penglihatan DO: Penurunan CO2 Takikardi Hiperkapnia Keletihan Iritabilitas Hypoxia kebingungan sianosis warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) Hipoksemia hiperkarbia AGD abnormal pH arteri abnormal frekuensi dan kedalaman nafas abnormal

NOC: Respiratory Status : Gas exchange Keseimbangan asam Basa, Elektrolit Respiratory Status : ventilation Vital Sign Status Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . Gangguan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasi: Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Tanda tanda vital dalam rentang normal AGD dalam batas normal Status neurologis dalam batas normal

Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi) Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung

III.

Sumber Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC Simon, G. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1981 : 275 Harrison. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995 : 1287 Palmer, P.E.S. Petunjuk Membaca Foto Untuk Doker Umum. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995 : 45-50 Soemantri,Irman.(2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan Edisi 2.Salemba Medika :Jakarta.

Smeltzer.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Stuart and Sudden. EGC:Jakarta http://www.scribd.com/doc/143708944/Woc-Atelektasis-Deal diakses tanggal 24 September 2013

Anda mungkin juga menyukai