Anda di halaman 1dari 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Jintan Hitam Jintan hitam adalah suatu tanaman obat dengan biji hitam yang berasal dari kawasan Mediterania. Jintan hitam kini telah banyak ditanam di berbagai belahan dunia. Jintan hitam juga dikenal dengan nama-nama lain seperti Black cumin atau Black Seed, Habbatul Baraka (Inggris dan Amerika Serikat); Kalonji, Azmut, Gurat, Aof, dan Aosetta (Urdu, Hindi, Srilangka); Syuniz, Shonaiz, Al-Habbah AlSawada, Habbet el-baraka dan Khondria (Persia dan Pakistan) (Permata, 2009). 2.1.1 Taksonomi Jintan Hitam (Nigella sativa)

Kingdom : Plantae Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Ranunculales : Ranunculaceae : Nigella : Nigella sativa Tanaman ini mempunyai tinggi sekitar 20-30cm. Tanaman yang juga dikenal dengan nama black seed ini mempunyai bunga yang lembut, dengan 5-10 kelopak, dan biasanya berwarna biru atau putih. Bagian dari jintan hitam yang sering digunakan sebagai obat tradisional adalah bijinya (Permata, 2009).

Gambar 3. Tanaman Jintan Hitam (Nigella sativa) (habbats.com, 2007). 2.1.2 Komposisi Kimia Biji Jintan Hitam Beberapa kandungan jintan hitam yang telah ditemukan antara lain adalah fixed oils, saponin, karbohidrat, air, minyak nabati, asam-asam lemak jenuh seperti asam palmitat, asam stearat, dan asam miristat; asam lemak tak jenuh seperti asam arakidonat, asam linoleat, asam oleat, dan asam almioleat; minyak atsiri yang mengandung nigellone, thymoquinone, thymohydroquinone,

dithymoquinone, thymol, carvacrol, dan -pinene, d-limonene, d-citronellol, pcymene dan 2-(2-methoxypropyl)-5-methyl-1,4-benzenediol; asam amino seperti arginin, lisin, leusin, metionin, tirosin, prolin dan treonin; alkaloid seperti koumarin; nigellicine, nigellidine, dan nigellimine-N-oxide; koumarin; mineral seperti kalsium, pospat, natrium dan zat besi; serat; dan air (Permata, 2009). Dari kandungan-kandungan kimia di atas, dilaporkan bahwa komponen utama ekstrak biji jintan hitam adalah p-cymene (7.1% - 15.5%), carvacrol (5.8% -11.6%), dan yang terbesar adalah thymoquinone (27.8% - 57.0%) (Permata, 2009).

2.1.3

Manfaat Jintan Hitam Berbagai penelitian telah memperlihatkan efek jintan hitam sebagai

antioksidan, analgesik, antipiretik, antihipertensi, bronkodilator, antibakteri,

imunomudulator, anti ulkus, anti jamur, antihelmintes, berpotensi meningkatkan sistem kekebalan tubuh, antitumor, antidiabetik, efek menurunkan kadar lemak, menurunkan cholesterol serum, menurunkan triglyserid, menurunkan lemak total, meningkatkan serum insulin yang berefek sebagai hipoglikemik, menghambat nekrosis hepar, renoprotektif, dan menaikan konsentrasi T3 serum yang menurun serta mempunyai efek yang berpengaruh terhadap sistem saraf (Sopia, 2009). Pada penelitian pemberian ekstrak jintan hitam terhadap profil lemak tikus albino yang diberi diet tinggi lemak memberikan hasil penurunan yang signifikan kadar kolesterol, trigliserida, dan konsentrasi (LDL), sekaligus meningkatkan kadar (HDL). Selain itu jintan hitam mengandung kholerektil yang mempunyai efek hipotrigliseridemia dan menghambat reabsorsi kolesterol di usus halus. Reduksi lipid oleh jintan hitam menghasilkan efek hipolipidemia sedangkan asam oleat dan linoleat, sebagai asam lemak-tidak jenuh (unsaturated fatty acid), yang merupakan komponen utama minyaknya berperan dalam proses sintesis hormon testosteron (Sopia, 2009). Thymoquinone, dithymoquinone, thymohydroquinone dan thymol yang terkandung dalam minyak Jintam Hitam (Nigella sativa) memiliki aktivitas farmakologi. Secara khusus tymoquinone memiliki efek anti oksidan,

antimikroba, hipoglikemik, antitumor, efek hepatoprotektif, inhibisi generasi eikosanoid dan peroxidasi membrane lipid, efek antinociceptive dan kontrasepsi post koitus pada tikus (Sopia, 2009). Selain itu pada keadaan hiperlipidemia terjadi pula penurunan yang signifikan kadar testosteron plasma. Penurunan ini terjadi akibat dari degenerasi sel Leydig, reduksi nukleus sel Leydig, atau karena penurunan kadar LH dan

penurunan aktivitas testikular oleh aktivitas 17- hidroksisteroid dehidrogenase. Asam lemak-tidak jenuh yang terkandung dalam Nigella sativa dapat menstimulasi aktivitas 17-hydroxysteroid dehidrogenase, enzim penting dari jalur sintesis testosteron (Sopia, 2009). 2.1.4 Mekanisme Antimikroba Jintan Hitam Ekstrak tanaman Jintan Hitam (N.sativa) telah dipelajari secara intensif aktivitas antimikrobanya dalam melawan berbagai bakteri, jamur dan organism parasit baik secara in vitro. Pada umumnya aktivitas antimikroba tersebut disebabkan oleh komponen utamanya di antaranya Thymoquinone, dithymoquinone,

thymohydroquinone dan thymol dengan cara menghambat pembentukan asam nukleat (RNA) dan sintesis protein (Alsawaf & Alnaeni, 2010). Kekuatan penghambatan dan spectrum aktivitas antimikroba dari ekstrak jintan hitam menunjukkan bahwa interaksi yang kompleks di antara tiap komponen menyebabkan aktivitas secara keseluruhan (Singh et al., 2005). Thymoquinone sebagai komponen utama dapat menyebabkan tidak aktifnya protein bakteri dengan membentuk kompleks irreversible dengan asam amino nukleofilik, sehingga protein kehilangan fungsinya (Stern et. al., 2000). Selain itu senyawa kuinon ini juga meniadakan substrat bagi mikroorganisme.

2.2 Streptococcus mutans 2.2.1 Morfologi Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk kokus yang sendirian berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun dalam rantai. Bakteri ini tumbuh

secara optimal pada suhu sekitar 180C-400C. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk email gigi (Nugraha, 2008). Streptococcus mutans adalah bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam, asidodurik, mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu polisakarida yang lengket disebut dextran. Oleh karena kemampuan ini, Streptococcus mutans bisa menyebabkan lengket dan mendukung bakteri lain menuju ke email gigi, pertumbuhan bakteri asidodurik yang lainnya, dan asam melarutkan email gigi (Nugraha, 2008).

Gambar 1. Streptococcus mutans (Nugraha, 2008).

2.2.2 Klasifikasi Bakteri Streptococcus mutans diklasifikasikan sebagai berikut (Nugraha, 2008): Kingdom : Monera Divisio Class Order Family : Firmicutes : Bacilli : Lactobacilalles : Streptococcaceae

Genus Species 2.2.3

: Streptococcus : Streptococcus mutans

Sifat Streptococcus mutans secara Mikroskopis Semua streptococcus mutans tidak bergerak aktif, tidak membentuk spora,

gram positif, dan mempunyai susunan rantai dua atau lebih. Berbentuk bulat dengan diameter 0,5-0,7 mm. Kadang bentuknya mengalami pemanjangan menjadi batang pendek, tersusun berpasangan atau membentuk rantai pendek. Susunan rantai panjang diperoleh jika Streptococcus mutans berada dalam media Brain Heart Infusion atau BHI (Basson, 1987) 2.2.4 Penyakit yang Disebabkan oleh Streptococcus mutans Penyakit yang disebabkan adalah karies gigi, beberapa hal yang menyebabkan karies gigi bertambah parah adalah seperti gula, air liur, dan juga bakteri pembusuknya. Setelah memakan sesuatu yang mengandung gula, terutama adalah sukrosa, dan bahkan setelah beberapa menit penyikatan gigi dilakukan, glikoprotein yang lengket (kombinasi molekul protein dan karbohidrat) bertahan pada gigi untuk mulai pembentukan plak pada gigi. Pada waktu yang bersamaan berjuta-juta bakteri yang dikenal sebagai Streptococcus mutans juga bertahan pada glycoprotein itu. Walaupun, banyak bakteri lain yang juga melekat, hanya Streptococcus mutans yang dapat menyebabkan rongga atau lubang pada gigi (Nugraha, 2008). Pada langkah selanjutnya, bakteri menggunakan fruktosa dalam suatu metabolisme glikolosis untuk memperoleh energi. Hasil akhir dari glikolisis di bawah kondisi-kondisi anaerob adalah asam laktat. Asam laktat menciptakan kadar keasaman yang ekstra, sehingga pH dalam rongga mulut menjadi turun dan

dalam jumlah tertentu dapat menghancurkan zat kapur dalam email gigi, yang kemudian membentuk suatu rongga atau lubang pada gigi. Streptococcus mutans mempunyai suatu enzim yang disebut glukosil transferase pada permukaannya, yang dapat menyebabkan polimerisasi glukosa pada sukrosa dengan pelepasan dari fruktosa, sehingga dapat mensintesa molekul glukosa yang memiliki berat molekul yang tinggi yang terdiri dari ikatan glukosa alfa (1-6) dan alfa (1-3). Pembentukan alfa (1-3) ini sangat lengket, sehingga tidak larut dalam air. Hal ini dimanfaatkan oleh bakteri Streptococcus mutans untuk berkembang dan membentuk plak pada gigi (Nugraha, 2008).

Gambar 2. Plak yang Dibentuk oleh Streptococcus mutans (Nugraha, 2008). Enzim yang sama melanjutkan untuk menambahkan banyak molekul glukosa ke satu sama lain untuk membentuk dextran, yang memiliki struktur sangat mirip dengan amylose dalam tajin. Dextran bersama dengan bakteri melekat dengan erat pada gigi enamel dan menuju ke pembentukan plak pada gigi. Hal ini merupakan tahap dari pembentukan rongga atau lubang pada gigi (Nugraha, 2008). 2.3. Antibiotik Antibiotik adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh berbagai spesies mikroorganisme dan bersifat toksik terhadap spesies mikroorganisme lain. Sifat

10

toksik senyawa-senyawa yang terbentuk mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri (efek bakteriostatik), dan bahkan ada yang langsung membunuh bakteri (efek bakterisid) yang kontak dengan bakteri tersebut (Sumardjo, 2008). Bahan antibiotik yang ideal haruslah memenuhi kriteria yaitu (Fenny, 2006) : a. Dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri pada pengenceran yang tinggi. b. Stabil dalam bentuk larutan. c. Tetap aktif walaupun ada darah, serum, derivate protein jaringan. d. Mempunyai tegangan permukaan rendah. e. Tidak mengganggu proses perbaikan jaringan. f. Tidak menyebabkan perubahan warna. g. Tidak menginduksi respon imun jaringan. h. Tidak menyebabkan reaksi toksisitas. i. Tidak mahal Berdasarkan luas kerjanya antibiotik dibedakan atas antibiotik dengan kerja sempit, yakni antibiotik yang hanya mempunyai spektrum sempit, karena hanya aktif terhadap satu atau bakteri saja dan antibiotik dengan kerja luas, yakni antibiotik yang mempunyai spektrum luas karena aktif membunuh banyak bakteri. Streptomisin dan griseofulvin termasuk antibiotik yang mempunyai kerja sempit, sedangkan tetrasiklin dan kloramfenikol mempunyai kerja yang luas (Sumardjo, 2008).

11

Sejak 1942 antibiotik mulai popular dalam pengobatan penyakit infeksi. Obat antibiotik tidak selalu dalam keadaan bebas, ada yang terdapat dalam bentuk garamnya ataupun dalam bentuk esternya. Meskipun zat-zat kimia ini dapat memberikan hasil-hasil yang memuaskan penggunaannya harus dibatasi, hanya untuk infeksi bakteri-bakteri yang peka terhadapnya. selain toksik, pemakaian yang sembarangan dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan bagi pasien, misalnya berkembangnya resistensi bakteri dan timbulnya superinfeksi dan suprainfeksi (Sumardjo, 2008). Mekanisme kerja antibiotik dalam pengobatan infeksi bakteri yaitu menyerang sintesis dinding sel, mengganggu sintesis protein, mengganggu pembentukan asam nukleat, menghambat jalur metabolism penting pada bakteri tetapi tidak pada sel inang, dan penghambatan dari membran dengan tidak bekerja lebih baik (Todar, 2008) Antibiotik mempunyai sifat toksik yang berbahaya apabila masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar. Efek toksik antibiotik dapat mempengaruhi bagian-bagian tubuh tertentu. kloramfenikol mempunyai efek toksik pada sumsum tulang belakang sehingga pembentukan sel-sel darah merah terganggu, sedangkan streptomisin dapat merusak organ keseimbangan dan pendengaran sehingga menyebabkan pusing, bising telinga, kemudian menjadi tuli. Pemberian penisilin sebagai obat kepada seseorang yang tidak tahan atau peka dapat menimbulkan gatal-gatal, bintik-bintik merah pada kulit, bahkan menyebabkan pingsan (Sumardjo, 2008). Resistensi bakteri dapat terjadi jika pengobatan dengan antibiotik tidak mencukupi misalnya, karena terlalu singkat atau terlalu lama dengan dosis yang

12

terlalu rendah. dalam hal ini bakteri akan memberikan perlawanan terhadap kerja antibiotik sehingga khasiat antibiotik akan menjadi berkurang, atau tidak berkhasiat sama sekali. Bila suatu antibiotik tidak mampu membunuh bakteri atau bakteri menjadi kebal, pemgobatan selanjutnya harus dilakukan dengan menggunakan antibiotik lain (Sumardjo, 2008). Pengobatan dengan antibiotik oral spektrum luas kemungkinan dapat menimbulkan suprainfeksi. Karena luasnya kerja antibiotik ini, flora bakteri usus dapat mati dan keseimbangan normal bakteri terganggu. Tetrasiklin digunakan untuk membunuh bakteri usus yang rentan terhadapnya, tetapi jika cara penggunaan tidak benar, kemungkinan akan menyebabkan bakteri lain atau jamur tumbuh lebih bebas dan terjadi infeksi yang lebih berat (Sumardjo, 2008).

2.3.1 Penentuan Sensitivitas Antibiotik Sebagian besar infeksi odontogenik disebabkan oleh mikroorganisme seperti streptococci yang tidak memiliki banyak variasi pada pola sensitivitas terhadap antibiotik. Streptococcus viridans yang telah terekspos antibiotik lactam dapat menjadi resisten dalam waktu singkat (2 hingga 4 hari). Resistensi Streptococcus viridans dapat menyebabkan infeksi serius pada beberapa pasien. Beberapa perbedaan kerentanan terhadap antibiotik merupakan hal yang penting. Penicillin tepat digunakan untuk menangani infeksi Streptococcus dan cukup baik untuk menangani infeksi odontogenik yang diakibatkan oleh sebagian besar bakteri anaerob. Erythromycin efektif melawan Streptococcus, Peptostreptococcus, dan Prevotella tetapi tidak efektif melawan Fusobacterium. Clindamycin baik untuk Streptococcus dan untuk lima kelompok besar bakteri anaerob. Cephalexyn hanya bersifat moderat terhadap Streptococcus (kurang lebih 10% turunannya resisten, 70% sensitif menengah, dan 20% sensitif) dan cukup baik untuk melawan lima kelompok bakteri anaerob. Metronidazole tidak

13

memiliki efektivitas melawan Streptococcus tetapi sangat efektif untuk menangani lima kelompok bakteri anaerob tersebut.

14

Anda mungkin juga menyukai