Anda di halaman 1dari 10

ISBN : 978-979-17490-0-8

SKENARIO PERUBAHAN VARIABILITAS IKLIM INDONESIA


Mahmud
Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN

ABSTRACT
Variability is defined by the inter-annual standard deviation s.d. over 20-year intervals. While variability changes are expressed as ratios; i.e., future s.d. divided by initial (present-day) s.d. minus 1, expressed as a percentage. A zero value therefore represents no change, while positive or negative values represent increases or decreases in variability respectively. Indonesia variability changes obtained by doing model scenario use MAGICC model (Model for the Assessment of Greenhouse-gas Induced Climate Change) is a set of coupled gas-cycle, climate and ice-melt models that allows the user to determine the global-mean temperature and sea-level consequences of user-specified greenhouse gas and sulphur dioxide emissions, then continued with usage SCENGEN model( SCENario GENerator), SCENGEN constructs a range of geographically-explicit climate change scenarios for the world by exploiting the results from MAGICC and a set of AOGCM experiments, and combining these with observed global and regional climate data sets. Scenario results is variability chage projection for all Indonesia regions up to year 2050 are increase, as Sumatera islands have variability chage 0.01 7.86 %, Java, Bali and NTB islands have variability chage 0.01 5.20 %, Kalimantan island have variability chage 2.34 5.20 %, Maluku have variability chage 5.20 7.85 %, and Papua have variability chage 5.20 8,63 %. CO2 emmisions projection up to year 2050 is 0.3 GT C( policy deforestation), while 15 GT C (policy fossil fuel), CO2 consentrations is 512 ppmv, CH4 emmisions projection is 770 Tg CH4 with consentrations is 2300 ppbv, at condition of temperature change 1.45 oC and sea level change 16 cm. Keywords : Climate variability, Scenario.

ABSTRAK
Variabilitas iklim merupakan standar deviasi iklim inter tahunan selama interval waktu lebih dari 20 tahun, sedangkan perubahan variabilitas iklim dinyatakan sebagai ratio standar deviasi iklim yang akan datang dibagi dengan standar deviasi iklim sekarang dikurangi 1 dan diekspresikan sebagai persentase. Nilai nol menunjukkan tidak ada perubahan iklim, sedangkan positif atau negatif menunjukkan adanya peningkatan atau penurunan variabilitas iklim. Perubahan variabilitas iklim di Indonesia diperoleh dengan melakukan skenario model menggunakan model MAGICC (Model for the Assessment of Greenhouse-gas Induced Climate Change), yaitu tool yang mengintegrasikan model siklus gas, iklim dan pencairan es yang memperkenankan user mendapatkan suhu global rata-rata dan level muka laut akibat dari emisi GRK dan SO2, kemudian dilanjutkan dengan pemakaian model SCENGEN ( SCENario GENerator), juga merupakan tool untuk medapatkan suatu range geografis skenario perubahan iklim dunia yang akan datang berdasarkan eksploitasi hasil eksperimen model iklim global ataupun sederhana yang dikombinasikan dengan data pengamatan iklim lokal dan global. Hasil skenario kedua model tersebut proyeksi perubahan variabilitas sampai dengan tahun 2050, untuk seluruh wilayah Indonesia ada peningkatan yang bervariatif, seperti di Sumatera mempunyai perubahan variabilitas 0.01 7.86 %, di Pulau Jawa, Bali dan NTB mempunyai perubahan variabilitas 0.01 5.20 %, di Kalimantan mempunyai perubahan variabilitas 2.34 5.20 %, di Maluku mempunyai perubahan variabilitas 5.20 7.85 %, dan di Papua mempunyai nilai variabilitas perubahan 5.20 8,63 %. Proyeksi emisi CO2 pada tahun 2050 sebesar 0.3 GT C karena kebijakan deforesasi, sedangkan dengan kebijakan bahan bakar fosil menjadi 15 GT C dengan konsenfrasi CO2 nya sebesar 512 ppmv. Emisi CH4 sebesar 770 Tg CH4 dengan konsentrasi nya sebesar 2300 ppbv. Pada kondisi temperatur menjadi 1.45 oC dan tinggi muka air laut ada kenaikan sebesar 16 cm. Kata kunci : Variabilitas iklim, Skenario

1.

PENDAHULUAN

Iklim erat kaitannya dengan kehidupan manusia, sebagai bagian tak terpisahkan, memegang peranan penting dalam pengelolaan ekonomi pembangunan, menjadi salah satu faktor penting dalam aspek kemakmuran ketahanan nasional, karena peningkatan kebutuhan manusia akan meningkatkan aktivitas industri, pembukaan hutan, usaha pertanian dan rumah tangga yang melepaskan Gas Rumah Kaca (GRK), dimana suatu perubahan kecil dari kondisi rata-rata yang
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi 123

ISBN : 978-979-17490-0-8

meningkatkan GRK dapat menyebabkan suatu perubahan yang besar dalam frekuensi kejadian ekstrim. Iklim didefinisikan sebagai keragaman keadaan fisik atmosfer dan perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang(Tremberth, Houghton and Filho, 1995) . Secara Statistik Perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsurnya yang mempunyai kecenderungan naik atau turun secara nyata yang menyertai keragaman harian, musiman maupun siklus Variabilitas iklim merupakan standar deviasi iklim inter tahunan selama interval waktu lebih dari 20 tahun, sedangkan perubahan variabilitas iklim dinyatakan sebagai ratio standar deviasi iklim yang akan datang dibagi dengan standar deviasi iklim sekarang dikurangi 1 dan diekspresikan sebagai persentase. Nilai nol menunjukkan tidak ada perubahan iklim, sedangkan positif atau negatif menunjukkan adanya peningkatan atau penurunan variabilitas iklim Indonesia mempunyai karakteristik khusus, baik dilihat dari posisi, maupun keberadaanya, sehingga mempunyai karakteristik iklim yang spesifik, sebagaimana hasil dari Edvin A. Et al (2003), bahwa Indonesia terbagi menjadi 3 (tiga) daerah iklim, yaitu daerah Selatan A, daerah Utara Barat B dan daerah Moluccan C, sebagai mana dituangkan pada gambar 1.

Gambar 1 Tiga daerah iklim menggunakan metoda korelasi ganda, yang membagi Indonesia menjadi daerah A (garis tegas), daerah monsun selatan; daerah B (titik garis putus-putus), daerah semi-monsun; dan daerah C (garis putus-putus), daerah anti monsun.

Akhir-akhir ini di isukan perubahan besar telah terjadi yang menimbulkan dampak krisis bagi kehidupan manusia. Krisis yang terjadi banyak sekali penyebab dan macamnya , seperti yang berkaitan langsung dengan masyarakat luas adalah adanya penurunan produksi pangan , daerah terpolusi, wabah penyakit, meningkatkan ketinggian permukaan air laut, musim kemarau yang semakin panjang, serta periode musim hujan yang pendek namun intensitasnya semakin tinggi. Sehubungan dengan meningkatnya konsentrasi GRK akan menaikan temperatur global. Ada ketidak yakinan dalam mengestimasi bagaimana iklim akan berubah pada skala regional (IPCC, 1996a). karena belum tersedia metoda yang culup baik untuk memprediksi perubahan iklim pada skala ini, pendekatan alternatif untuk mengspesifikasikan iklim yang akan datang adalah dengan cara skenario iklim. Skenario iklim adalah representasi logis yang akan datang yang konsisten terhadap asumsi emisi GRK yang akan datang dan polutan lain, berdasarkan pemahaman efek peningkatan konsentrasi GRK pada iklim global. Scenario iklim adalah suatu kondisi iklim yang akan datang yang logis, dibangun secara tegas digunakan dalam penelitian konsekwensi potensi perubahan iklim antropogenik ( IPCC, 2001) Range skenario dapat digunakan untuk mengidentifikasi sensitifitas suatu unit penunjukan perubahan iklim dan untuk menolong pengambil kebijakan memutuskan suatu respon. Range skenario ini penting untuk menunjukkan bahwa skenario iklim bukanlah prediksi.
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi 124

ISBN : 978-979-17490-0-8

Skenario iklim menghasilkan indikasi logis dari apa yang akan terjadi pada satu dekade atau satu abad berdasarkan sekumpulan asumsi yang spesifik. Skenario dapat dinyatakan sebagai alternatif kejadian yang akan datang. Kesesuaian dalam hal perubahan iklim adalah dalam penyediaan informasi bagaimana aktivitas manusia diperkirakan mengubah komposisi atmosfer, bagaimana dapat mempengaruhi iklim global, dan bagaimana perubahan pada iklim bisa mempengaruhisistem alam dan aktivitas manusia. Skenario dari Peter Whetton (1993) menggunakan GCM, untuk wilayah Indonesia menunjukkan ada peningkatan suhu sekitar 0.1oC 0.5oC pada tahun 2010 dan tahun 2070 sekitar 0.4oC 3.0oC, sedangkan secara global terjadi peningkatan suhu antara 0.6oC 1.7oC pada tahun 2030 dan 1.0oC 4.0oC pada tahun 2070. R.L. Naylor et al (2007) telah memproyeksikan sampai dengan tahun 2050 untuk bulan April, Mei dan Juni akan terjadi peningkatan curah hujan di Jawa dan Bali, sedangkan pada bulan Juli, Agustus dan September diproyeksikan kondisinya luar biasa kering. Curah hujan musiman untuk wilayah Jawa Barat/ Tengah (cm)

Curah hujan musiman untuk wilayah Jawa Timur / Bali (cm)

Gambar 2 Curah hujan bulan April Mei Juni (AMJ), dan Juli Agustus September (JAS) untuk iklimsekarang(garis titik-titik) dan untuk prediksi iklim yang akan dating menggunakan scenario A2.

2.

METODOLOGI

IPCC merekomendasikan melakukan proses skenario menggunakan model yang diantaranya yang dikembangkan oleh Hulme et al., 2000, yaitu MAGICC (Model for the Assessment of Greenhouse-gas Induced Climate Change), merupakan tool yang mengintegrasikan model siklus gas, iklim dan pencairan es yang memperkenankan user mendapatkan suhu global rata-rata dan level muka laut akibat dari emisi GRK dan SO2 dengan tujuan Untuk membandingkan skenario emisi kebijakan terhadap skenario referensi (efektivitas kontrol kebijakan emisi relatif terhadap baseline kebijakan non- iklim) dan menentukan sensitivitas hasil ketidakpastian parameter model. kemudian dilanjutkan dengan menggunakan
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi 125

ISBN : 978-979-17490-0-8

SCENGEN ( SCENario GENerator), juga merupakan tool untuk medapatkan suatu range geografis skenario perubahan iklim dunia yang akan datang berdasarkan eksploitasi hasil eksperimen model iklim global ataupun sederhana yang dikombinasikan dengan data pengamatan iklim lokal dan global. Hasil skenario kedua model tersebut untuk probabilitas curah hujan tahunan untuk semua wilayah Indonesia. Magicc merupakan suatu model primer yang digunakan IPCC untuk menghasilkan proyeksi temperatur global rata-rata dan tinggi muka laut yang akan datang. Skema Magicc adalah sebagai berikut :

MAGICC
Library of Emissions Scenarios Gas Cycle Models User Choices of Model Parameters

Atmospheric Composition Changes Global-mean Temperature And Sea Level Model Global-mean Temperature and Sea Level Output

User Choices Of Model Parameters

Gambar 3 Skema model MAGICC

SCENGEN ( SCENario GENerator), juga merupakan tool untuk medapatkan suatu range geografis skenario perubahan iklim dunia yang akan datang berdasarkan eksploitasi hasil eksperimen model iklim global ataupun sederhana yang dikombinasikan dengan data pengamatan iklim lokal dan global. Skema Scengen adalah sebagai berikut :

SCENGEN
Global-mean Temperature from MAGICC
User Choices

Library of GCM Data Sets Regionalization Algorithm Library of Baseline Climatology Data (1961-90)

GCMs to use, Future time slice, Region,

Regional Climate or Climate Change Output

Gambar 4 Skema model SCENGEN

Skema skenario yang dilakukan oleh IPCC dalam Special Report on Emission Scenarios (SRES) adalah pada uraian berikut.
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi 126

ISBN : 978-979-17490-0-8

2.1.

Skenario A1

Pertumbuhan ekonomi kuat dan globalisasi liberal dikarakterisasikan berdasarkan pada petumbuhan populasi yang rendah, pertumbuhan GDP yang sangat tinggi, penggunaan energi yang sangat tinggi, perubahan rendah ke medium dalam penggunaan lahan, ketersediaan sumber daya yang menengah sampai tinggi (dari sumber daya konvensional dan inkonvensional minyak dan gas), dan kemajuan teknologi yang cepat. Skenario AI mengasumsikan konvergensi antara wilayah, termasuk reduksi substansial dalam perbedaan wilayah dalam pendapatan perkapita dimana perbedaan antara negara kaya dan negara miskin biasanya diselesaikan; meningkatkan kapasitas bangunan; dan meningkatkan interaksi soasial dan kebudayaan. A1 menekankan solusi berbasis pasar; dan mobilitas internasional dari menusia, gagasan, dan teknologi. 2.2. A1F1 A1B A1T HS OS Famili A1 Mengkarakteristikan pengembangan alternatif teknologi energi pada : : Bahan bakar Fosil intensif; : Seimbang; : Sebagian besar bahan bakar bukan fosil : Asumsi Keselarasan pada populasi global, mendapat keuntungan kotor produk dunia, dan energi akhir. : Skenario yang menyelidiki ketidakpastian daya penggerak diluar skenario keselarasan. Skenario B1

2.3.

Menggambarkan dunia konvergen yang menekankan solusi global pada ekonomi, sosial, dan kesesuaian lingkungan. Menitik beratkan pada sensitivitas lingkungan dan relasi global yang kuat, B1 dikarakteristikkan dengan pertumbuhan populasi yang rendah, pertumbuhan GDP yang tinggi, penggunaan energi yang rendah, perubahan yang tinggi pada penggunaan lahan, ketersediaan sumber daya yang rendah dari sumber daya konvensional dan inkonvensional minyak dan gas, kemajuan teknologi yang menengah. Skenario B1 mengasumsikan penyesuaian yang cepat dalam ekonomi pada sektor jasa dan informasi, penurunan intensitas material, dan pengenalan teknologi yang bersih dan sumber daya yang efisien. Tema utama dari skenario B1 adalah kesadaran sosial dan lingkungan yang lebih tinggi yang dikombinasikan dengan pendekatan global untuk pengembangan yang berkelanjutan 2.4. Skenario A2

Menggambarkan suatu dunia dengan pertumbuhan ekonomi regional yang dikarakteristikan pada pertumbuhan populasi yang tinggi, pertumbuhan GDP yang menengah, penggunaan energi yang tinggi, perubahan medium sampai tinggi pada penggunaan lahan, ketersediaan sumber daya yang rendah (dari sumber daya konvensional dan inkonvensional minyak dan gas), dan kemajuan teknologi yang rendah. Skenario ini mengasumsikan suatu dunia heterogen yang menitik beratkan pada kemandirian dan penjagaan identitas lokal, dan mengasumsikan pada pertumbuhan ekonomi perkapita dan perubahan teknologi yang lebih terbagi dan lebih lambat daripada skenario yang lain. 2.5. Skenario B2

Menggambarkan dunia konvergen yang menekankan solusi global pada ekonomi, sosial, dan kesesuaian lingkungan. Menitik beratkan pada sensitivitas lingkungan dan relasi global yang kuat, B1 dikarakteristikkan dengan pertumbuhan populasi yang rendah, pertumbuhan GDP yang
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi 127

ISBN : 978-979-17490-0-8

tinggi, penggunaan energi yang rendah, perubahan yang tinggi pada penggunaan lahan, ketersediaan sumber daya yang rendah dari sumber daya konvensional dan inkonvensional minyak dan gas, kemajuan teknologi yang menengah. Skenario B1 mengasumsikan penyesuaian yang cepat dalam ekonomi pada sektor jasa dan informasi, penurunan intensitas material, dan pengenalan teknologi yang bersih dan sumber daya yang efisien. Tema utama dari skenario B1 adalah kesadaran sosial dan lingkungan yang lebih tinggi yang dikombinasikan dengan pendekatan global untuk pengembangan yang berkelanjutan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem MAGICC mempunyai fleksibilitas pemilihan model GCM, skenario emisi gas rumah kaca, parameter model dan output tahun yang diharapkan. Banyak kombinasi skenario gas rumah kaca dan model GCM yang dapat digunakan untuk merefleksikan cakupan ketidaktentuan pada sain perubahan iklim sekarang, dalam skope ulasan disini tidak menganalisis dan membandingkan setiap kemungkinan kombinasi skenario yang ada. Skenario gas rumah kaca dan model GCM yang digunakan adalah nilai default IPCC pada global dan regional yang masih berlaku pada peningkatan efek gas rumah kaca untuk 100 tahun kedepan. Opsional skenario yang digunakan adalah menggunakan nilai default IPCC: Skenario Emisi: Skenario Kebijakan: B2-AIM, Skeanario referensi: WRE350 Carbon Cycle: Mid, C-Cyclus climate feetback : On , Aerosol forcing : Mid Parameter Iklim : Sensitivitas (deltaT2x): 2.5 C, Diffusivitas(K): 2.3 cm2/sec Sirkulasi termohalin : variable, Ice melt : Mid Model : BMRCTR98 : CCC1TR99 : CCSRTR96 : CERFTR98 : CSI2TR96 : CSM_TR98 : ECH3TR95 : ECH4TR98 : GFDLTR90 : GISSTR95 : HAD2TR95 : HAD3TR00 : IAP_TR97 : LMD_TR98 : MRI_TR96 : PCM_TR00 : W&M_TR95 :

Gambar 5 Emisi karbon Dioksida, Gt C (A), Emisi Methan, Tg CH4 (B), Konsentrasi karbon Dioksida, ppmv (C), Konsentrasi Emisi Methan, ppbv (D), Perubahan temperatur, oC (E), Perubahan permukaan laut, cm (F)

Berdasarkan kriteria di atas didapat bahwa emisi CO2 berdasarkan scenario referensi karena pembabatan hutan ada penurunan dari 1 Gt C pada tahun 1990 menjadi 0.4 Gt C pada tahun 2050, dan karena bahan bakar fosil terjadi penurunan yang signifikan dari 5 Gt C menjadi
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi 128

ISBN : 978-979-17490-0-8

1.8 Gt C, sedangkan menurut scenario kebijakan untuk pembabatan hutan ada penurunan dari 1 Gt C pada tahun 1990 menjadi 0.1 Gt C pada tahun 2030 tapi terjadi kenaikan kembali menjadi 0.3 Gt C pada tahun 2050, dan karena bahan bakar fosil terjadi kenaikan dari 6 Gt C pada tahun 1990 menjadi 15 Gt C pada tahun 2050. (gambar 5 A). Konsentrasi CO2 dengan scenario referensi terjadi kenaikan menjadi 412 ppmv, sedangkan menggunakan kebijakan terjadi kenaikan yang tajam menjadi 512 ppmv pada tahun 2050 dari 350 ppmv pada tahun 1990 (gambar 5 C). Emisi methan(CH4) berdasarkan scenario referensi terjadi kenaikan dari 593 Tg CH4 pada tahun 1990 menjadi 810 Tg CH4 pada tahun 2050, sedangkan menurut scenario kebijakan juga terjadi kenaikan menjadi 770 Tg CH4 pada tahun 2050 dari 593 Tg CH4 pada tahun 1990. (gambar 5 B). Konsentrasi CH4 baik menggunakan scenario referensi ataupu scenario kebijakan terjadi kenaikan menjadi 2400 ppbv pada tahun 2050 dari 1700 ppbv pada tahun 1990, sedangkan dengan skenariokebijakan didapat lebih rendah dari pada scenario referensi, yaitu sekitar 2300 ppbv pada tahun 2050 (gambar 5 D). Pada tahun 2050 terjadi perubahan temperature sebesar 1.45 oC berdasarkan skenario kebijakan, 0.9 oC berdasarkan scenario referensi (gambar 5 E), begitu juga dengan tinggi muka laut terjadi kenaikan menurut skenario kebijakan setinggi 16 cm sedangkan berdasarkan scenario referensi setinggi 12.5 cm pada tahun 2050 (gambar 5 F). Suatu alternative proses untuk mendapatkan perubahan variabilitas, probabilitas dan nilai curah hujan, yaitu menggunakan model SCANGEN, dilanjutkan dengan menggunakan GIS maka didapat peta proyeksi distribusi probabilitas peningkatan perubahan variabilitas hujan (gambar 6), peta proyeksi distribusi perubahan variabilitas hujan, meliputi distribusi perubahan variabilitas, probabilitas dan nilai curah hujan untuk wilayah Indonesia tahun 2050 (gambar 7). Proyeksi hujan Indonesia tahunan pada tahun 2050 umumnya mengalami peningkatan, (gambar 6), dengan tingkat probabilitas dibagi menjadi 3 tingkatan. Probabilitas terbesar dengan range 0.91 1.0 terjadi di sebagian besar Sumatra mulai dari DI Aceh sampai dengan Jambi, Kalimantan Barat, setengah Kalimantan Tengan bagian utara dan Kalimantan Timur, Selawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, dan sebagian besar Papua. Probabilitas peningkatan kedua pada range 0.55 0.91, terjadi di Bengkulu bagian utara, Jambi selatan, Sematra selatan, Lampung utara, Bangka, Belitung, Kalimantan selatan, Kalimantan tengah bagian selatan, Sulawesi selatan, Sulawesi Utara bagian Utara, Papua timur bagian selatan. Probabilitas terkecil terjadi Lampung Selatan, Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT dan Selawesi selatan bagian selatan dalam range 0.0 0.55. Indonesia mempunyai 3 pola hujan , pola A, B dan C(gambar 1), daerah monsun selatan, daerah semi monsun dan anti monsun , sedangkan berdasarkan proyeksi probabilitas kenaikan hujan Indonesia untuk tahun 2050 (gambar 7) dilihat dari tingkat probabilitas kenaikan hujannya, mempunyai 3 tingkatan daerah berpeluang hujannya meningkat. Dilihat dari tingkat probabilitasnya terjadi sebagaimana di atas, hal ini disebabkan sangat dipengaruhi oleh keberadaanya yaitu ada di daerah khatulistiwa. Tahun 2050 berdasarkan scenario kebijakan menggunakan B2-AIM dengan skenario referensi kondisi CO2 sebesar 350, kondisi hujan wilayah Indonesia sangat dipengaruhi oleh keberadaan posisi daerah, dan yang mempunyai tingkat hujan tertinggi adalah di daerah Khatulustiwa. Keterkaitan tingkat probabilitas dengan perubahan variabilitas hujan berdasarkan gambar 7, untuk Daerah Istimewa Aceh mempunyai potensi curah hujan meningkat, dengan peningkatan yang berbeda, untuk sebagian besar Aceh barat diproyeksikan mempunyai potensi perubahan variabilitas meningkat dengan range antara 5.2 7.85 %, mempunyai probabilitas peningkatan sebesar 0.91 1.0 dengan nilai peningkatan sebesar 9.53 11.96 , sedangkan untuk sebagian kecil Aceh Timur diproyeksikan mempunyai potensi perubahan variabilitas meningkat dengan range antara 2.34 - 5.20 %, mempunyai probabilitas peningkatan sebesar 0.91 1.0 dengan nilai peningkatan sebesar 9.53 11.96.

Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi

129

ISBN : 978-979-17490-0-8

Gambar 6 Peta proyeksi probabilitas peningkatan variabilitas hujan Indonesia tahun 2050

Daerah Sumatra Utara, Riau, Riau Kepulauan, Sumatra Barat, Jambi dan sebagian besar Kalimantan Barat mempunyai potensi curah hujan meningkat, dengan peningkatan yang berbeda, diproyeksikan mempunyai potensi perubahan variabilitas meningkat dengan range antara 2.34 5.2 %, mempunyai probabilitas peningkatan sebesar 0.91 1.0 dengan nilai peningkatan sebesar 9.53 11.96 , Jambi Barat laut, Sumatra Selatan bagian utara, Bengkulu Utara, dan Bangka Belitung, Kalimantan Barat bagian barat, Kalimantan tengah bagian tengah, sebagian besar Kalimantan selatan bagian utara, dan Sulawesi Selatan bagian utara diproyeksikan mempunyai potensi perubahan variabilitas meningkat dengan range antara 2.34 - 5.20 %, mempunyai probabilitas peningkatan sebesar 0.78 - 0.91 % dengan nilai peningkatan sebesar 77.7 - 9.53, sedangkan Bengkulu tengah, Sumatra selatan bagian tengah, Kalimantan Tengah bagian selatan, Kalimantan Selatan, Sulawesi selatan bagian tengah, Sulawesi tengah bagian tengah proyeksi perbedaanya hanya pada probabilitas kenaikan, yaitu sebesar 0.67 0.78, juga untuk daerah Sumatra Selatan bagian selatan, Sulawesi Selatan bagian tengah, Bengkulu selatan bagian tengah mempunyai nilai probabilitas peningkatan sebesar 0.55 0,67. Khusus untuk propinsi Lampung, terkelompok menjadi 5 lokasi yang berbeda, yaitu Lampung Utara dan Tengah yang berbeda adalah probabilitas peningkatan range 0,55 0.67 dengan 0.44 0.54, sedangkan variabilitas perubahan dan nilai peningkatannya adalah sama yaitu 2.34 3.20 % dengan 7.77 9.53. Untuk Lampung Barat dan Lampung tengah nilai perubahan variabilitas dan probabilitasnya sama, yaitu sebesar 0.01 2.34 % dengan 0,44 0.55, yang berbeda adalah nilai peningkatannya adalah 7.77 9.53 dengan 6.57 7.77. Untuk Lampung Selatan mempunyai variabilitas perubahan 0.01 2.34 % probabilitas 0.32 0.44 dan nilai peningkatanya adalah 6.57 7.77, hal ini berarti Lampung Utara berpotensi mempunya perubahan variabilitas lebih besar dibandingkan dengan Lampung Tengah apalagi dengan lampung lainya.
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi 130

ISBN : 978-979-17490-0-8

Gambar 7 Peta proyeksi perubahan variabilitas hujan Indonesia tahun 2050

Untuk Propinsi Banten, DKI dan Jawa Barat bagian Barat diproyeksikan adanya kenaikan walaupun kenaikannya kecil baik dilihat dari perubahan variabilitas 0.01 2.34 %, probabilitas 0.20 0.32 dan nilai numeriknya sebesar 6.56 7.77, sedikit untuk Banten sebelah utara ada perbedaaan probabilitas kenaikan yaitu 0.32 0.44. Untuk Jabar utara sekitar Subang mempunyai perubahan variabilitas 2.34 5.20 %, probabilitas 0.20 0.32 dan nilai numeriknya sebesar 6.56 7.77. Bedalagi dengan Jawa Barat Bagian Selatan mempunyai perubahan variabilitas 0.01 2.34 %, probabilitas 0.08 - 0.20 dan nilai numeriknya sebesar 5.89 6.56, kecuali Jawa Barat (Pangandaran) mempunyai nilai numerik 3.35 5.89 dan Jawa Barat sekitar Bandung mempunyai nilai probabilitas 0.20 0.32, Jawa Barat (Ciamis & Banjar) mempunyai nilai perubahan variabilitas 0.34 - 0.52 %, dan Jawa Barat (Cirebon) mempunyai nilai perubahan variabilitas 0.34 - 0.52 % dengan probabilitas 0.20 0.32. Sebagian propinsi Jawa tengah dan sebagian besar Jawa Timur mempunyai perubahan variabilitas 0.01 2.34 %, probabilitas 0.08 - 0.20 dan nilai numeriknya sebesar 3.35 - 5.89, kecuali Jawa tengah bagian utara dengan nilai numeriknya sebesar 5.89 6.56. Sedangkan Jawa Timur bagian Selatan, Bali dan NTB bagian Selatan mempunyai perubahan variabilitas 2.34 5.20 %, probabilitas 0.00 0.08 dan nilai numeriknya sebesar 3.35 5.89. kecuali NTB utara dan tenggara mempunyai nilai numeriknya sebesar 5.89 6.56, NTB timur laut dan NTB selatan dengan nilai nilai numeriknya sebesar 6.56 7.77. NTB timur mempunyai nilai mempunyai perubahan variabilitas 5.20 7.85 %, probabilitas 0.08 - 0.20 dan nilai numeriknya sebesar 7.77 9.53 Sebagian besar Propinsi Maluku, Papua Barat bagian barat daya diproyeksikan terjadi perubahan variabilitas iklim, mempunyai nilai variabilitas perubahan 5.20 7.86 %, probabilitas peningkatan 0.91 -1 dengan nilai peningkatan sebesar 7.77 9.53, kecuali Maluku Tenggara, Papua Barat bagian timur laut, barat daya dan Papua tengah bagian selatan mempunyai nilai peningkatan numerik sebesar 11.96 13.89. Sedangkan untuk propinsi Papua Barat bagian Timur, Papua tengah bagian utara dan Papua Timur mempunyai nilai variabilitas perubahan 7.86 8,63 %, probabilitas peningkatan 0.91 -1 dengan nilai peningkatan sebesar 11.96 13.89.
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi 131

ISBN : 978-979-17490-0-8

4.

KESIMPULAN

Hasil skenario model MAGICC dan SCENGEN berupa proyeksi perubahan variabilitas sampai dengan tahun 2050, untuk seluruh wilayah Indonesia ada peningkatan yang bervariatif, seperti di Sumatra mempunyai perubahan variabilitas 0.01 7.86 %, di Pulau Jawa, Bali dan NTB mempunyai perubahan variabilitas 0.01 5.20 %, di Kalimantan mempunyai perubahan variabilitas 2.34 5.20 %, di Maluku mempunyai perubahan variabilitas 5.20 7.85 %, dan di Papua mempunyai nilai variabilitas perubahan 5.20 8,63 % Peningkatan perubahan terbesar terjadi di wilayah Indonesia bagian Timur (Papua), yaitu mempunyai nilai variabilitas perubahan 5.20 8,63 %, probabilitas peningkatan 0.68 -1.0 dengan nilai peningkatan sebesar 9.53 13.89. sedangkan Peningkatan perubahan terkecil terjadi di wilayah Indonesia bagian Selatan ( Pulau Jawa, Bali dan NTB), yaitu mempunyai nilai perubahan variabilitasnya adalah 0.01 5.20 %, probabilitas peningkatan 0.00 -0.32 dengan nilai peningkatan sebesar 3.35 7.77. Daerah yang berlokasi di sekitar khatulistiwa berpeluang mempunyai perubahan variabilitas yang tinggi. Proyeksi emisi CO2 pada tahun 2050 sebesar 0.3 GT C karena kebijakan deforesasi, sedangkan dengan kebijakan bahan bakar fosil menjadi 15 GT C dengan konsenfrasi CO2 nya sebesar 512 ppmv. Emisi CH4 sebesar 770 Tg CH4 dengan konsentrasi nya sebesar 2300 ppbv. Pada kondisi temperatur menjadi 1.45 oC dan tinggi muka air laut ada kenaikan sebesar 16 cm. DAFTAR PUSTAKA Santer, B.D., Wigley, T.M.L., Schlesinger, M.E. and Mitchell, J.F.B., 1990: Developing Climate Scenarios from Equilibrium GCM Results. Max-Planck-Institut fr Meteorologie Report No. 47, Hamburg, Germany, 29 pp (IPCC) Intergovernmental Panel on Climate Change, 2000: Emission Scenarios: Special Report on Emissions Scenarios, Cambridge, Cambridge University Press. Hulme, M., Wigley, T.M.L., Barrow, E.M., Raper, S.C.B., Centella, A., Smith, S.J. and Chipanshi, A.C., 2000: Using a Climate Scenario Generator for Vulnerability and Adaptation Assessments: MAGICC and SCENGEN Version 2.4 Workbook. Climatic Research Unit, Norwich UK, 52 pp. Hidayati, Rini, 2001: Masalah Perubahan Iklim di Indonesia Beberapa Contoh Kasus. Makalah Falsafah Sains (PPs 702). Edvin Aldrian, 2003, http://www.mpimet.mpg.de/fileadmin/publikationen/Reports/max _scirep_346.pdf Susandi, Armi. 2004: The Impact of International Green House Gas Emmisions Reduction on Indonesia. Report on System Science. Max Planck Institute for Meteorology. Hamburg, Jerman. Rosamond L. Naylor*et all, 2007 http://www.pnas.org/cgi/content/full/0701825104/DC1.

Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi

132

Anda mungkin juga menyukai