Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang selaput yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi toksik seperti konjungtivitis vernal, dan moluscum contangiosum. 1 Konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivits musim kemarau, adalah penyakit bilateral yang jarang yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam tahun- tahun prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penyakit ini perlu mendapatkan penekanan khusus. Hal ini karena penyakit ini sering kambuh dan menyerang anak-anak, dengan demikian, memerlukan pengobatan jangka panjang dengan obat yang aman. 2 Allergen sulit dilacak, namun pasien konjuntivitis vernalis kadang-kadang menampakkan manifestasi alergi lainnya yang berhubungan dengan sensitivitas tepung sari rumput. Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada daerah dingin. 2

BAB II KONJUNGTIVITIS VERNALIS

II.1 DEFINISI

Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.
Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. 1

II.2 Anatomi dan fisiologi konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus.1 Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu : Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.

Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.2

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan : Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen. Stroma konjungtiva, dibagi menjadi : Lapisan adenoid (superficial) 3

Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa (profundus) Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata. Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.1

II.3 Etiologi dan Predisposisi

Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat alergi. 1,2. Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.2

II.4 PATOFISIOLOGI

Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobbles tone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea. Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi. 3 II.5 Manifestasi Klinis

Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda asing yang masuk dan bertahi mata berserat-serat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam
jerami, eczema, dan lain-lain) dan kadang-kadang pada pasien muda juga. Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk poligonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler.

Gambar 1. konjungtivitis vernalis. Papilla batu bata di konjungtiva tarsalis superior.

Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat beraktivitas normal.1,2,3 Terdapat dua bentuk klinik, yaitu : Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. sekret yang

Terdapat pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi

mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak (polygonal) dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler ditengahnya.1,2

Gambar 2. Konjungtivitis vernal bentuk palpebral

Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat

membentuk jaringan hiperplastik gelatin (nodul mukoid), dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.1,2

Gambar 3. Konjungtivitis vernal bentuk limbal

II.6 Pemeriksaan Penunjang Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Pada pemeriksaan darah ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.

II.7 PENATALAKSANAAN Karena konjungtivitis vernalis adalah penyakit yang sembuh sendiri, perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai jangka panjang. 1 Opsi perawatan konjungtivitis vernalis berdasarkan luasnya symptom yang muncul dan durasinya. Opsi perawatan konjungtivitis vernalis yaitu :

a. Terapi lokalis Steroid topical penggunaannya efektif pada keratokonjungtivitis vernal, tetapi harus hati-hati kerana dapat menyebabkan glaucoma. Pemberian steroid dimulai dengan pemakaian sering (setiap 4 jam) selama 2 hari dan dilanjutkan dengan terapi maintainance 3-4 kali sehari selama 2 minggu. Steroid yang sering dipakai adalah fluorometholon, medrysone, betamethasone, dan dexamethasone. Fluorometholon dan medrysone adalah paling aman antara semua steroid tersebut.1,2,3 Mast cell stabilizer seperti sodium cromoglycate 2% Antihistamin topical Acetyl cysteine 0,5% Siklosporin topical 1% Anti histamine oral untuk mengurangi gatal Steroid oral untuk kasus berat dan non responsive Apabila terdapat papil yang besar, dapat diberikan injeksi steroid supratarsal atau dieksisi. Eksisi sering dianjurkan untuk papil yang sangat besar. Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator -mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah super infeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.

b. Terapi sistemik;

c. Terapi lain dan pencegahan

Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuk sari dan hindari penyebab dari alergi itu sendiri.

Kaca mata gelap untuk fotofobia dan untuk mengurangi kontak dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi allergen.

Kompres dingin dapat meringankan gejala. Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen.

Pasien dianjurkan pindah ke daerah yang lebih dingin yang sering juga disebut sebagai climato-therapy.

II.8. Komplikasi Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi sekunder. Sedangkan, komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat mengganggu penglihatan.4

II.9. Prognosis Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan baik.2,5

BAB III KESIMPULAN Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20. Gejala yang spesifik berupa rasa gatal yang hebat, sekret mukus yang kental dan lengket, serta hipertropi papil konjungtiva. Tanda yang spesifik adalah Trantas dots dan coble stone. Terdapat dua bentuk dari konjungtivitis vernalis yaitu bentuk palbebra dan bentuk limbal. Konjungtivitis vernalis pada umumnya tidak mengancam penglihatan, namun dapat menimbulkan rasa tidak enak. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Namun tetap dibutuhkan perawatan agar tidak terjadi komplikasi dan menurunkan tingkat ketidaknyamanan dari pasien. Perawatan yang dapat diberikan menghindari menggosok-gosok mata, kompres dingin di daerah mata, memakai pengganti air mata, memakai obat tetes seperti asetil sistein, antihistamin, NSAID steroid, stabilisator sel mast, obat oral (seperti antihistamin dan steroid), dan pembedahan.

10

DAFTAR PUSTAKA 1. Ilyas S., 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hal : 133-134. 2. Vaughan, Daniel G., 2000. Oftalmologi Umum edisi ke-4. Jakarta : Penerbit Widya Medika, hlm : 115-116. 3. Medicastore. Available on: http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.html

4. Konjungtivitis. 5. Ventocillia M, Roy H.

2010. Allergic

Diunduh Conjunctivitis. 2012. Diunduh

dari dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf. http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview#a0104.

11

Anda mungkin juga menyukai