Anda di halaman 1dari 41

Fungsi Sinusoida 1.

Bentuk Arus dan Tegangan Sinusoida Gaya gerak listrik dapat dihasilkan oleh kumparan yang bergerak diantara medan magnet. Gaya gerak listrik (ggl) yang dihasilkan berupa tegangan yang dapat dilukiskan pada gambar 2.1 berikut. Tegangan listrik yang berubah dengan waktu seperti gambar tersebut sering disebut dengan tegangan bolakbalik (AC = Alternating Current). Jika kumparan tersebut berputar dengan frekuensi sudut , maka persamaan tegangan bolak-balik dapat dinyatakan dengan fungsi sinusoida sebagai berikut :

Keterangan :

v Vm f

= Tegangan sesaat = Tegangan Maksimum = Frekuensi = waktu untuk satu

T = Periode gelombang

w = kecepatan sudut per detik

= 2p = 2p/T = radian

Frekuensi dalam listrik AC merupakan banyaknya gelombang yang terjadi dalam satu detik. Jika waktu yang diperlukan oleh satu gelombang disebut periode (T) maka. t =1/T atau T = 1 / f

jika generator mempunyai P kutub dan berputar sebanyak N kali dalam satu menit, maka frekuensi mempunyai persamaan sebagai berikut :

Keterangan : P = Jumlah kutub generator

N = Jumlah putaran permenit (rpm)

2. Respon Arus/Tegangan Bolak Balik terhadap R, L dan C Dalam arus bolak-balik gelombang sinusm impedansi didefinisikan sebagai perbandingan antara fasor tegangan terhadap fasor arus. Dari hubungan tegangan dengan arus , terlihat bahwa pada: R = fasa tegangan adalah sefasa dengan fasa arus. L = fasa tegangan mendahului 900 terhadap fasa arus. C = fasa tegangan tertunda (tertinggal,delay) 900 terhadap fasa arus.

3. Respon Tegangan Bolak Balik terhadap R L Seri Sebuah resistor R ohm dan Induktor L henry diseri dan dihubungkan dengan sebuah sumber tegangan arus bolak balik seperti gambar di bawah ini.

Gambar 1. Rangkaian dengan beban R dan L

Drop tegangan seperti terlihat pada D OAB . Drop tegangan pada R = VR digambarkan oleh vektor OA, dan drop tegangan pada L = VLdigambarkan oleh vektor AB. Tegangan Sumber V merupakan jumlah secara vektor dari VR dan VL.

4. Respon Tegangan Bolak Balik terhadap R C Seri Sebuah resistor R dan kapasitor C diseri dan diberi tegangan bolak-balik seperti ditunjukkan pada gambar 2 berikut:

Gambar 2. Rangkaian RC seri dan diagram phasornya VR = I.R = drop tegangan pada R (fasa sama denagn nol) VC = I.XC = drop tegangan pada C (ketinggalan terhadap I dengan sudut /2)

XC = reaktansi kapasitif (diberi tanda negatif) karena arah VC pada sudut negatif

5. Respon Tegangan Bolak Balik terhadap R L C Seri Sebuah rangkaian seri RLC dengan sumber tegangan bolak-balik seperti ditunjukkan gambar 3 di bawah ini:

Gambar 3.Rangkaian R-L-C seri VR= I. R = drop tegangan pada R sefasa dengan I VL= I. XL= drop tegangan pada L mendahului I dengan sudut 900 VC = I. XC = drop tegangan pada C ketinggalan terhadap I dengan sudut 900 V = tegangan sumber yang merupakan jumlah semua vector dari VR, VC, dan VC seperti ditunjukkan pada gambar 4. berikut ini:

Gambar 4.Diagram phasor

Sehingga arus mempunyai persamaan

Tanda positif bila arus mendahului tegangan XL < XC atau beban bersifat kapasitif Tanda negatif bila arus ketinggalan terhadap tegangan XL > XCatau beban bersifat induktif

6.

Bilangan Kompleks

Bilangan kompleks Z = X + jY dimana X dan Y adalah bilangan real. Dalam bilangan kompleks X + jY, maka suku pertama yaitu X dinamakan bagian real dan suku kedua jY dinamakan imajiner. Bila X=0; maka bilangan kompleks adalah imajiner murni dan terletak pada sumbu j, bila Y=0 maka bilangan kompleks adalah bilangan real dan terletak pada sumbu real. Standar

Analisa Mesh & Node Voltage

JULI 30, 2013DIDIKARIBOWORANGKAIAN LISTRIK 1TINGGALKAN KOMENTAR

Analisa Mesh Analisis ini memanfaatkan KVL (Kirchoffs Voltage Law). Yang mana berbunyi Jumlah tegangan pada suatu rangkaian tertutup adalah nol. Untuk menggunakan analisa Mesh, tulis persamaan KVL untuk setiap putaran tertutup (closed loop) dalam suatu rangkaian. Langkah-langkah menyelesaikan masalah dengan metode mesh: 1. Pastikan bahwa jaringan adalah sebidang. Jika tidak sebidang, maka analisis mesh tidak dapat dipakai. 2. Buat diagram rangkaian yang rapih dan sederhana. Tunjukkan harga semua elemen dan sumber. Harga tahanan lebih disukai daripada harga konduktansi. Setiap sumber harus mempunyai simbol referensinya. 3. Dengan menganggap bahwa rangkaian mempunyai M mesh, tentukan arus mesh searah dengan perputaran jarum jam dalam setiap mesh, i1, i2, , iM. 4. Jika rangkaian hanya mengandung sumber tegangan, gunakan hukum tegangan Kirchoff mengelilingi setiap mesh, samakan jumlah semua tegangan tahanan jika rangkaian hanya mempunyai

sumber tegangan bebas, samakan jumlah semua tegangan tahanan di dalam arah jarum jam, dengan semua berlawanan dengan arah jarum jam, dan aturlah suku-suku tersebut, dari i1, ke iM. Untuk setiap variabel i1, i2, , iM, jika belum berada dalam bentuk tersebut. 5. Jika rangkaian hanya mengandung sumber tegangan, gunakan hukum tegangan Kirchoff mengelilingi setiap mesh, samakan jumlah semua tegangan tahanan jika rangkaian hanya mempunyai sumber tegangan bebas, samakan jumlah semua tegangan tahanan di dalam arah jarum jam, dengan semua berlawanan dengan arah jarum jam, dan aturlah suku-suku tersebut, dari i1, ke iM. Untuk setiap variabel i1, i2, , iM, jika belum berada dalam bentuk tersebut.

Tahap I. Langkah pertama dalam analisa mesh ialah menggambar dan memberi nama arus putarannya seperti pada gambar diatas. Arah putaran tidak harus searah jarum jam dan dalam satu rangkaian, arah tidak harus sama semua. Tapi untuk contoh ini,

semua searah jarum jam dikarenakan hanya mempunyai 1 sumber tegangan yang di bebani beberapa tahanan seperti diatas.

Tahap II. Langkah kedua adalah menandai polaritas dari tiap komponen dalam rangkaian tersebut. Saat menandai polaritas pada satu putaran, abaikan putaran yang lain. Dimulai dari putaran yang terdapat sumber tegangan. Pada putaran 1 (l1), polaritas pada kaki R1 yang terhubung ke sumber tegangan menjadi positif karena polaritas tegangan adalah positif. Disusul dengan negatif pada kaki R1 yang terhubung dengan R2. Pada R1, R2, R3 memiliki polaritas yang berbeda dari sudut pandang putaran yang berbeda. Jangan bingung dengan hal ini, karena ini hanya membantu untuk menentukan persamaan nantinya. Analisa Node Voltage Node atau titik simpul adalah titik pertemuan dari dua atau lebih elemen rangkaian. Junction atau titik simpul utama atau titik percabangan adalah titik pertemuan dari tiga atau lebih elemen rangkaian.

Untuk lebih jelasnya mengenai dua pengertian dasar diatas, dapat dimodelkan dengan contoh gambar berikut. Contoh :

Jumlah node Jumlah junction

: 5, yaitu : a, b, c, d, e=f=g=h : 3, yaitu : b, c, e=f=g=h

Analisis node berprinsip pada Hukum Kirchoff I/KCL dimana jumlah arus yang masuk dan keluar dari titik percabangan akan samadengan nol, dimana tegangan merupakan parameter yang tidak diketahui. Atau analisis node lebih mudah jika pencatunya semuanya adalah sumber arus. Analisis ini dapat diterapkan pada sumber searah/ DC maupun sumber bolak-balik/ AC. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada analisis node, yaitu : 1. Analisis node berprinsip pada Hukum Kirchoff I/ KCL

1. Jumlah arus yang masuk dan keluar dari titik percabangan akan samadengan nol 2. Tegangan merupakan parameter yang tidak diketahui. 2. Analisis node lebih mudah jika pencatunya semuanya adalah sumber arus 3. Analisis node dapat diterapkan pada sumber searah/ DC maupun sumber bolak-balik/ AC. 4. Menentukan node referensi sebagai ground/ potensial nol. 5. Menentukan node voltage, yaitu tegangan antara node non referensi dan ground. 6. Asumsikan tegangan node yang sedang diperhitungkan lebih tinggi daripada tegangan node manapun, sehingga arah arus keluar dari node tersebut positif. 7. Jika terdapat N node, maka jumlah node voltage adalah (N-1). Jumlah node voltage ini akan menentukan banyaknya persamaan yang dihasilkan.

Theorema node Voltage atau metode arus cabang adalah metode untuk menentukan tegangan (beda potensial) antara node (titik-titik di mana unsurunsur atau cabang terhubung) dalam sebuah sirkuit listrik dalam hal cabang arus. Dalam menganalisis suatu rangkaian yang menggunakan rangkaian Hukum Kirchoff, salah satu sentral dapat melakukan analisis menggunakan hukum arus Kirchoff (KCL) atau analisis mesh menggunakan hukum tegangan Kirchoff (KVL). Standar

Teorema Norton
JULI 30, 2013DIDIKARIBOWORANGKAIAN LISTRIK 1TINGGALKAN KOMENTAR

Teorema Norton

Theori Norton Teorema Norton merupakan salah satu pokok bahasan dalam rangkaian listrik yang perlu difahami oleh mahasiswa Teknik Elektro. Anda masih bingung? coba yang ini. Materi Flash

http://www.wisconline.com/objects/ViewObject.aspx?ID=DCE10004 Teori Norton menyatakan bahwa dimungkinkan untuk menyederhanakan suatu rangkaian yang linier, tidak peduli seberapa kompleks rangkaian itu, menjadi sebuah rangkaian ekivalen yang terdiri dari sebuah sumber arus yang disusun paralel dengan sebuah resistansi yang biasanya dihubungkan juga ke beban. Seperti pada teorema Thevenin, kualifikasi linier disini identik dengan yang ditemukan pada Teorema Superposisi : semua persamaan harus linier (tidak mengandung perpangkatan atau akar). Misalkan ada rangkaian seperti pada gambar berikut ini:

Setelah konversi Norton

Ingat bahwa sebuah sumber arus adalah sebuah komponen yang kerjanya untuk menyediakan arus yang nilainya konstan, seberapapun tegangan yang diperlukan beban,sumber arus yang ideal akan tetap menyuplai arus yang konstan. Seperti pada teorema thevenin, semua yang ada pada rangkaian asli kecuali resistansi beban disederhanakan dan direduksi menjadi suatu rangkaian yang ekivalen yang lebih sederhana untuk dianalisa. Juga sama seperti teorema Thevenin, cara untuk mendapatkan rangkaian pengganti Norton harus menghitung nilai arus Norton (INorton) dan resistansi nortonnya (RNorton). Sama seperti sebelumnya, langkah pertama adalah memngidentifikasi resistansi beban dan menyingkirkannya dari rangkaian asli:

Kemudian, untuk menghitung nilai arus Norton (sebagai sumber arus pada rangkaian ekivalen Nortonnya), ubah terminal terbuka yang ditempati resistansi beban tadi dengan hubung singkat (short circuit) sedangkan pada teorema Thevenin tadi, terminal resistansi beban dibuat open circuit. Dengan menggunakan analisa apa saja, anda akan memperoleh rangkaian seperti pada gambar ini:

Maka sumber arus Nortonnya adalah 14 A.

Untuk menghitung resistansi Nortonnya (RNorton), kita melakukan hal yang sama sperti saat menghitung resistansi Thevenin : dari rangkaian yang asli (tanpa resistor beban), singkirkan/matikan semua beban (dengan aturan yang sama seperti Teorema Superposisi : sumber tegangan diganti short circuit sedangkan sumber arus: open circuit) lalu hitung resistansi yang terlihat dari titik-titik yang ditempati resistansi beban. Setelah sumber-sumbernya dimatikan, maka resistor R1 dan R3 akan tampak tersusun paralel bila dilihat dari tempat resistansi beban. Maka resistansi Norton dapat dihitung

RNorton = R1 || R3 = 4 || 1 = 0.8 Sekarang, rangkaian ekivalen Nortonnya yang dihubungkan juga dengan resistansi beban (R 2) tampak seperti pada gambar berikut ini:

Sekarang, kita akan lebih mudah menghitung arus dan tegangan resistor beban (R2). IR2 = INorton (RNorton) / (RNorton + R2) = 14 (0.8) / (2 + 0.8) = 4 A VR2 = IR2 R2 = (4 A) (2 ) = 8 V Sama seperti pada rangkaian ekivalen Thevenin, kita hanya bisa memperoleh informasi dari analisa ini yaitu tegangan adan arus dari R2. Namun perhitungan ini lebih sederhana, apabila resistor beban ini berubah-ubah nilainya. Jadi kita tidak perlu menganalisa rangkaian secara keseluruhan apabila resistansi bebannya berubah. Ekivalensi (Kesamaan) Thevenin-Norton Karena teorema Thevenin dan Norton adalah metode yang sama dalam mereduksi rangkaian yang kompleks menjadi rangkaian yang lebih sederhana, maka ada suatu cara untuk mengkonversikan rangkaian ekivalen Thevenin menjadi rangkaian ekivalen Norton, begitu pula sebaliknya. Anda dapt memperhatikan bahwa prosedur untuk menghitung resistansi Thevenin adalah sama

dengan prosedur untuk menghitung resistansi Norton: matikan semua sumber dan hitung resistansi yang terlihat dari titik beban yang terbuka. Seperti pada contoh sebelumnya, resistansi Norton dan thevenin memiliki nilai yang sama. Dari kedua contoh sola sebelumnya, diketahui bahwa

Rthevenin = RNorton = 0.8

Berdasarkan fakta ini, rangkaian ekivalen kedua teorema sama-sama terdiri dari sebuah sumber tunggal yang dirangkai dengan resistansi tunggal. Hal ini berarti baik itu teorema Thevenin maupun Norton memiliki rangkaian ekivalensi yang harusnya bisa memproduksi tegangan yang nilainya sama

pada terminal yang terbuka (tanpa terhubung dengan beban). Jadi, tegangan Thevenin sama dengan arus Norton dikalikan dengan resistansi: Ethevenin = INorton RNorton Jadi, apabila kita ingin mengubah rangkaian ekivalen Norton menjadi rangkaian ekivalen Thevenin, kita bisa menggunakan resistansi yang sama dan menghitung sumber tegangan Thevenin dengan hukum Ohm).

Begitu juga sebaliknya, apabila kita ingin mengubah rangkaian ekivalen Thevenin menjadi rangkaian ekivalen Norton, kita bisa menggunakan hukum Ohm untuk menghitung nilai arus Nortonnya: INorton = Ethvenin / Rthevenin Sumber http://airlangga25.wordpress.com/2011/08/1 4/teorema-rangkaian-listrik-bagian-3/ Standar

Teorema Thevenin
JULI 30, 2013DIDIKARIBOWORANGKAIAN LISTRIK 1TINGGALKAN KOMENTAR

Teorema Thevenin Teorema Thevenin menyatakan bahwa dimungkinkan untuk menyederhanakan suatu rangkaian yang linier, seberapa rumit sekalipun rangkaian itu, menjadi sebuah rangkaian ekivalen yang berisi sumber tunggal yang disusun seri dengan sebuah beban (resistor). Kata-kata linier adalah identik dengan yang ditemukan pada teorema superposisi, dimana semua persamaan dasarnya harus linier (tidak ada bentuk eksponen atau akar). Bila kita menjumpai rangkaian pasif (seperti resistor, induktor, dan kapasitor), teorema ini bisa dipakai. Namun, ada beberapa komponen seperti komponen semikonduktor adalah tidak linier.

Teorema Thevenin ini berguna untuk menganalisa sistem daya dan rangkaian lainnya dimana terdapat satu resistor pada rangkaian tersebut (biasa disebut resistor beban) yang dijadikan subjek perubahan, sehingga apabila nilai resistor beban itu diubahubah, kita tidak perlu susah-susah menganalisa rangkaian secara menyeluruh.

Perhatikan gambar rangkaian berikut ini:

Misalkan kita memilih R2 sebagai beban pada rangkaian ini. Kita bisa menyelesaikan rangkaian semacam ini dengan berbagai cara (arus cabang, arus mesh, teorema superposisi) untuk menghitung tegangan dan arus R2, tetapi metode-metode ini banyak memakan waktu apabila nilai dari beban R2 ini diuba-ubah (tiap kali nilai R2berubah, maka kita harus menganalisa ulang rangkaian secara menyeluruh). Jadi, bila beban ini dirubah, kita harus menganalisanya lagi, Nilai beban berubah, kita harus ,menganalisa lagi. Begitu seterusnya, dan ini tidaklah praktis dan membuang banyak waktu. Teorema Thevenin membuat masalah ini menjadi sederhana yaitu dengan membuang resistansi beban ini dari rangkaian aslinya dan mereduksi rangkaian yang sudah dibuang bebannya itu hingga menyisakan sebuah sumber yang tersusun seri dengan sebuah resistor. Kemudian resistansi beban yang telah dibuang tadi disambung ulang ke rangkaian yang telah terduksi. Maka rangkaian ini disebut rangkaian ekivalen Thevenin. Rangkaian

Thevenin ini ekivalen/sama dengan/ sudah mewakili rangkaian yang asli. Rangkaian Asli

Setelah diubah menjadi rangkaian ekivalen Thevenin

Rangkaian ekivalen Thevenin adalah rangkaian ekivalen dari B1, R1, R3, dan B2 yang terlihatdari dua titik dimana resistor beban (R2) terhubung. Rangkaian ekivalen Thevenin, bila diturunkan

dengan benar, akan mempunyai sifat yang sama dengan rangkaian aslinya yang terdiri dari B1, R1, R3, dan B2. Dengan kata lain, resistor beban (R2) tegangan dan arusnya haruslah sama dengan nilai R2 saat berada pada rangkaian aslinya. Keuntungan menggunnakan konversi Thevenin adalah untuk menyederhankan rangkaian, tentu saja agar nilai tegangan dan arus bisa dihitung lebih mudah dari pada dihitung dengan rangkaian aslinya. Untuk mendapatkan sumber tegangan dan resistor Thevenin adalah hal yang mudah. Pertama-tama, pilih resistor bebannya dan singkirkan dari rangkaian aslinya. Selanjutnya, tegangan di antara dua titik yang ditempati oleh resistor beban tadi dihitung nilainya. Gunakan analisa apa saja untuk menghitung tegangan ini. Untuk kasus ini, rangkaian yang telah dibuang resistor bebannya ini hanyalah sebuah rangkaian seri, sehingga kita bisa menghitung tegangan di terminal beban yang terbuka tadi dengan mudah

Baterai B1 dan B2 tersusun seri, bisa digantikan dengan sumber tegangan tunggal yaitu E = 28 7 V = 21 V. Dengan pembagi tegangan VR3 = (21 V) (1 / 1 + 4 ) = 4.2 V, tegangan terminal terbuka ini paralel dengan B2 yang seri dengan R3, maka Vthevenin = VR3 + B2 = 4.2 V + 7 V = 11.2 V

11.2 V adalah nilai tegangan thevenin pada rangkaian ekivalen seperti :

Selanjutnya, untuk menghitung resistansi seri (Rthevenin), kita kembali ke rangkaian asli (tanpa resistor beban), singkirkan sumber-sumber nya (sama seperti aturan pada teorema Superposisi : sumber tegangan di short circuit dan sumber arus di open circuit), berarti rangkaian tersebut hanya menyisakan resistor-resistor saja, lalu hitung resistansi penggantinya. Dengan dibuangnya kedua baterai, total resistansi yang terukur adalah Rthevenin = R1 || R3 = 4 || 1 = 0.8

Setelah mendapatkan tegangan thevenin dan resistansi thevenin, maka rangkaian pengganti Theveninnya adalah

Rangkaian pengganti ini terhubung dengan resistor beban (2 ) , kita dapat menghitung tegangan dan arus resistor beban ini. Perhitungan menjadi mudah,

karena sekarang rangkaian sudah menjadi rangkaian seri yang sederhana. Itotal = Ibeban = Ethevenin / Rthevenin + Rbeban = 11.2 V / (0.8 + 2 ) = 4 A Vbeban = Itotal Rbeban = (4 A) (2 ) = 8 V Perhatikan bahwa nilai tegangan dan arus R 2 (8 V, dan 4 A) adalah identik apabila anda menghitungnya dengan menggunakan metode analisa yang lainnya. Tapi, keuntungan teorema ini adalah anda dapat dengan cepat menghitung arus dan tegangan apabila nilai resistor beban ini berubah, jadi anda dapt langsung menghitungnya tanpa menganalisa rangkaian secara menyeluruh.

Soal-soal contoh di atas adalah rangkaian yang berisi sumber independen. Namun pada gambar 328, rangkaian yang kita analisa mengandung sumber dependen. Kita ingin merubah rangkaian tersebut menjadi rangkaian ekivalen Theveninnya. untuk menentukan vTh (selanjutnya kita sebut vTh = voc , OC singkatan dari open circuit) , kita perhatikan bahwa vx = voc, dan arus yang dihasilkan dari dependen source mau tidak mau harus mengalir melewati resistor 2 k karena arus tidak bisa

mengalir ke arah kanan (rangkaian yang kanan open). Dengan menerapkan KVL terhadap loop yang terluar, kita dapatkan -4 + 2 103 (-vx / 4000) + 3 103 (0) + vx = 0 diperoleh vx = voc = 8 V (ini adalah nilai vTh) Dengan menggunakan teorema Thevenin, rangkaian ekivalennya dapat dibentuk dari rangkaian yang telah dimatikan sumbernya (sumber tegangan independen 4V dishort) seri dengan sumber tegangan 8V, seperti ditunjukkan gambar 3-28 b. Rangkaian ini sudah benar, tetapi pada rangkaian linier, rangkaian ini masih belum sederhana. Kita masih harus menentukan RTh. Maka untuk mendapatkannya kita harus mencari nilai i sc (sc singkatan dari short circuit). Caranya adalah dengan membuat short terminal yang terbuka di sebelah kanan pada gambar rangkaian 3-28 a, jadi nilai v x = 0 sehingga sumber arus dependen ini nilainya juga nol (open circuit). Maka nilai isc = 4 / (5103) = 0.8 mA. Sehingga RTh= voc/isc = 8 V / (0.8 mA) = 10 k, dan rangkaian ekivalen Theveninnya ditunjukkan pada gambar 3-28 c.

Contoh rangkaian berikutnya lebih sulit. Pada gambar 3-29 a rangkaian yang akan dianalisa hanya mengandung sumber dependen (tidak ada sumber independen) . Sehingga rangkaian ini sudah dalam kondisi mati (tidak ada sumber lagi yang bisa dimatikan, ingat bahwa sumber dependen tidak dapat dimatikan) dan nilai voc = 0. Jadi, kita harus menentukan nilai RTh. Pada contoh sebelumnya, RTh dapat dihitung dari hasil pembagian voc dengan isc (hukum Ohm). Namun, untuk kasus rangakaian ini, nilai voc dan isc nya sudah jelas adalah nol karena tidak ada sumber independen. Maka kita harus melakukan suatu trik. Kita menggunakan sumber

arus eksternal sebesar 1 A. Kemudian hitung nilai tegangan v pada sumber arus eksternal ini seperti ditunjukkan pada gambar 3-29 b. Pada gambar itu kita lihat i = -1. nilai v pada gambar 3-29 b dapat dihitung (pakai KCL) (v (1.5) (-1)) / 3) + (v/2) = 1 diperoleh v = 0.6 V Sehingga RTh dapat dihitung dengan cara RTh = v / sumber arus eksternal = 0.6 V / 1 A = 0.6 Jadi kita peroleh rangkaian ekivalen Theveninnya seperti pada gambar 3-29 c. perhatikan bahwa rangkaian itu tidak memiliki sumber tegangan (v Th) alias vTh = 0. Catatan Praktek: Sebuah baterai (misal baterai ukuran D) dapat direpresentasikan sebagai rangkaian ekivalen Thevenin seperti ditunjukkan gambar berikut ini.

Tegangan Thevenin (ETH) menunjukkan tegangan open circuit (tidak berbeban) dari baterai, sedangkan resistansi Thevenin (RTH) adalah resistansi internal dari baterai. Ketika resistansi beban dihubungkan pada terminal baterai, tegangan Vab akan berkurang karena terjadi drop tegangan pada resistansi internal baterai. Dengan melakukan dua pengukuran, kita dapat menentukan rangkaian ekivalen thevenin dari baterai. Ketika terminal baterai tidak dibebani, tegangan terminalnya haruslah Vab = 1.493 V. Ketika resistansi beban , RL = 10.6 dihubungkan pada terminal baterai, tegangan yang terukur menjadi Vab = 1.430 V. Maka, dari dua pengukuran tegangan ini (saat tanpa beban dan saat diberi beban) dapat ditentukan nilai resistansi internal dari baterai. Hasil pengukuran tegangan Saat tidak dibebani, berarti ini adalah nilai tegangan Thevenin

ETH = 1.493 V Saat diberi beban, tegangan yang terukur menjadi 1.430 V. Maka nilai arus pada rangkaian tersebut VRL = 1.430 V I = VRL / RL = 1.430 V / 10.6 = 0.135 A Drop tegangan pada resistansi internal baterai adalah VRTH = 1.493 V 1.430 V = 0.063 V, maka resistansi internal baterai (atau resistansi Thevenin) adalah RTH = VRTH / I = 0.063 V / 0.135 A = 0.467 .

sumber: Airlangga.wordpress.com Standar

Teorema Superposisi
JULI 30, 2013DIDIKARIBOWORANGKAIAN LISTRIK 1TINGGALKAN KOMENTAR

Teorema Superposisi Teorema superposisi adalah salah satu cara pintar yang membuat suatu rangkaian yang terlihat kompleks dijadikan lebih sederhana. Strategi yang digunakan pada teorema Superposisi adalah mengeliminasi semua sumber tetapi hanya disisakan satu sumber yang hanya bekerja pada

waktu itu juga dan menganalisa rangkaian itu dengan konsep rangkaian seri-paralel masingmasing saat sumber bekerja sendiri-sendiri. Lalu setelah masing-masing tegangan dan/atau arus yang tidak diketahui telah dihitung saat sumber bekerja sendiri-sendiri, masing-masing nilai yang telah diperoleh tadi dijumlahkan sehingga diperoleh nilai tegangan/arus yang sebenarnya. Perhatikan contoh rangkaian berikut ini, kita akan menganalisanya menggunakan teorema superposisi:

Karena terdapat dua sumber pada rangkaian ini, kita akan menghitung dua set nilai tegangan dan arus, masing-masing saat sumber 28 Volt bekerja sendirian (sumber tegangan 7 V mati)

Dan dihitung pada saat sumber 7 volt bekerja sendirian (sumber 28 V mati).

Saat kita menggambar ulang rangkaian seri/paralel dengan hanyasatu sumber seperti pada rangkaian di atas, semua tegangan yang lainnya dimatikan, apabila sumber itu adalah sumber tegangan maka cara mematiikannya adalah dengan cara menggantinya dengan short circuit (hubung pendek). Pertama-tama analisa rangkaian yang hanya mengandung sumber baterai 28 V, kita akan mendapatkan nilai tegangan dan arus :

Maka dengan analisa seri-paralel Rtotal = [R2 ||R3]- R1 = [(2 1) / (2 + 1)] + 4 = 4.667 Itotal = E / Rtotal = 28 V / 4.667 = 6 A IR2 = Itotal (R3 / R2 + R3) = 6 A (1 / 1+2) = 2 A (pembagi arus) IR3 = Itotal (R2 / R2 + R3) = 6 A (2 / 1+2) = 4 A (pembagi arus) Jadi, drop tegangan pada masing-masing resistor dapat dihitung VR1 = Itotal R1= (6 A) (4 ) = 24 V (hukum Ohm) VR2 = IR2 R2 = (2 A) (2 ) = 4 V (hukum Ohm) VR3 = IR3 R3 = (4 A) (1 ) = 4 V (hukum Ohm) Setelah ditentukan semua nilai arus dan tegangan saat sumber 28 Volt bekerja, berikutnya adalah menganalisa saat sumber 7 V saja yang bekerja

(sumber 28 V dimatikan dengan cara di ganti short circuit)

Analisa seri-paralel, RT = [R1||R2] R3 = [(4 2)/(4 + 2)] + 1 = 2.333 Itotal = E/RT = 7 V / 2.333 = 3 A = IR3 IR1 = Itotal [R2 / (R1 + R2)] = 3 [(2 / (4 + 2)] = 1 A (pembagi arus) IR2 = Itotal [R1 / (R1 + R2)] = 3 [(4 / (4 + 2)] = 2 A (pembagi arus) VR1 = IR1 R1 = (1 A) (4 ) = 4 V VR2 = IR2 R2 = (2 A) (2 ) = 4 V VR3 = IR3 R3 = (3 A) (1 ) = 43V Setelah mendapatkan nilai-nilai saat sumber bekerja sendiri-sendiri. Kita tinggal menjumlahkannya untuk memperoleh nilai yang sebenarnya. Namun, perhatikan polaritas tegangannya dan arah arusnya sebelum nilai-nilai ini dijumlahkan secara aljabar.

Setelah kita menjumlahkan nilai-nilai tegangan secara aljabar, kita dapatkan rangkaian seperti pada gambar ini:

VR1 = VR1(saat sumber 28 V menyala) + VR1 (saat sumber 7 V menyala) = 24 V + (-4 V) = 20 V

VR2 = VR2(saat sumber 28 V menyala) + VR2 (saat sumber 7 V menyala) = 4 V + 4 V = 20 V VR3 = VR3(saat sumber 28 V menyala) + VR3 (saat sumber 7 V menyala) = 4 V + (-3 V) = 1 V Begitu juga dengan nilai-nilai arusnya, ditambahkan secara aljabar, namun perhatikan arah arusnya juga.

IR1 = IR1(saat sumber 28 V menyala) + IR1 (saat sumber 7 V menyala) = 6A + (-1 A) = 5 A IR2 = IR1(saat sumber 28 V menyala) + IR1 (saat sumber 7 V menyala) = 2A + (2 A) = 4 A IR3 = IR3(saat sumber 28 V menyala) + IR3 (saat sumber 7 V menyala) = 4A + (-3 A) = 1 A Setelah arus-arusnya dijumlahkan secara aljabar, diperoleh rangkaian seperti gambar berikut ini:

Begitu sederhana dan bagus bukan?Namun perlu anda perhatikan, bahwa teorema Superposisi hanya dapat digunakan untuk rangkaian yang bisa direduksi menjadi seri-paralel saja saat salah satu sumber yang bekerja. Jadi, teorema ini tidak bisa digunakan untuk menganalisa rangkaian jembatan Wheatstone yang tidak seimbang. Karena rangkaian tersebut tidak bisa direduksi menjadi kombinasi seriparalel. Selain itu, teorema ini hanya bisa menghitung persamaan-persamaan yang linier. Jadi, teorema ini tidak bisa digunakan untuk menghitung dissipasi daya, misal pada resistor. Ingat, rumus menghitung daya adalah mengandung elemen kuadrat (P = I2R = V2 / R). Teorema ini juga tidak berlaku apabila dalam rangkaian itu mengandung komponen yang nilai tegangan dan arusnya berubah-ubah. Teorema ini bisa digunakan untuk menganalisa rangkaian yang didalamnya mmengandung sumber dc dan ac. Kita matikan sumber ac nya, lalu hanya sumber dc yang bekerja. Setelah itu sumber dc yang dimatikan, sumber ac nya yang bekerja. Masing-

masing hasil perhitungan bisa dijumlahkan untuk memperoleh nilai yang sebenarnya. Review : Teorema superposisi menyatakan bahwa suatu rangkaian dapat dianalisa dengan hanya satu sumber bekerja pada suatu waktu, masing-masing tegangan dan arus komponen dijumlahkan secara aljabar untuk mendapatkan nilai sebenarnya pada saat semua sumber bekerja. Untuk mematikan sumber, sumber tegangan diganti short circuit (hubung singkat), sumber arus diganti open circuit (rangkaian terbuka).

Anda mungkin juga menyukai