Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Sendi temporomandibula atau Temporomandibular Joint (TMJ) adalah suatu persendian yang sangat kompleks di dalam tubuh manusia. Selain gerakan membuka dan menutup mulut, sendi temporomandibula juga bergerak meluncur pada suatu permukaan (ginglimoathrodial). Selama proses pengunyahan sendi temporomandibula menopang tekanan yang cukup besar. Oleh karena itu, sendi temporomandibula mempunyai diskus artikularis untuk menjaga agar kranium dan mandibula tidak bergesekan 1. Gangguan temporomandibular adalah istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan yang mengganggu sendi temporomandibular, otot pengunyah, dan struktur terkait yang mengakibatkan gejala umum berupa nyeri dan keterbatasan membuka mulut.2 Biasanya pada praktek umum (general practitioner) pasien dengan gangguan ini mengeluhkan gejala yang persisten atau nyeri wajah yang kronik. Biasanya nyeri pada gangguan temporomandibular disertai suara click pada sendi rahang dan keterbatasan membuka mulut.2 Salah satu penyebab nyeri kronik yang cukup sering adalah kelaian pada TMJ (temporomandibular junction)., Kira-kira 60-70% populasi umum mempunyai setidaknya satu keluhan gangguan TMJ, namun hanya seperempat saja menyadari akan keluhannya itu. Lebih jauh lagi, hanya 5% dari kelompok orang dengan sedikitnya satu gangguan tersebut yang mencari pertolongan pengobatan ke dokter. Salah satu keluhan dari gangguan TMJ ini adalah nyeri yang sifatnya kronik.3 Gambaran radiografi panoramik memberikan gambaran kondilus, ramus, dan badan mandibula dalam satu foto. Gambaran ini biasanya penting untuk mengevaluasi kondilus yang mengalami erosi tulang yang luas, pertumbuhan atau patahan dari fraktur.4 Selain itu, di dalam foto panoramik terlihat regio prossessus kondilaris dan subkondilaris pada kedua sisi sehingga bisa langsung dilakukan
1

perbandingan antara kondilus kanan dan kiri. Hal ini sangat bermanfaat untuk mendiagnosa fraktur kondilus. Sedangkan perbandingan sendi penting dalam hubungannya dengan pertumbuhan yang abnormal, seperti yang diperlihatkan pada agenesis kondilaris, hyperplasia, atau hipoplasia serta ankilosis.5

1.2 Batasan Masalah Referat ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinik, diagnosis, pemeriksaan penunjang radiologi, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis Temporomandubular Jungtion Disorder. 1.3 Tujuan Penulisan Menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis khususnya tentang Temporomandibular Jungtion Disorder terutama dalam bidang radiologi 1.4 Metode Penulisan Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai literatur. 1.5 Manfaat Penulisan Memberikan pengetahuan mengenai Temporomandubular Jungtion Disorder, terutama gambaran radiologi dari penyakit tersebut.

Tatalaksana : Kasus-Kasus Temporomandibular Joint disorder kebanyakan sembuh (selflimiting) dengan sendirinya atau tidak menyadi bertambah parah. Perawatan sederhana, rehabilitasi yang bertujuan untuk menghilangkan kejang otot, memperbaiki kordinasi, semua hal tersebut di perlukan. Pengobatan dengan Nonsteroidal anti-inflammatory analgesics (NSAIDs) digunakan dalam jangka pendek untuk menghidari efek samping.6 Medikamentosa :6 Obat obatan yang di gunakan adalah Nonsteroidal anti-inflammatory analgesics (NSAIDs), muscle relaxants, dan antidepresan trisiklik. Baru baru ini suntikan botulinum toksik, dalam beberapa kasus sebagai tambahan untuk arthrocentesis. NSAID yang sering di gunakan adalah ibuprofen dan naropen. Obatoabtan ini bekerja dengan baik pada pemberian 2-4 minggu dengan dosis yang di turukan bertahap, dari pada pengunaan yang tidak teratur. Pengunakan obat obatan diperhatikan secara seksama. Muscle Relaxants yang sering digunakan diazepam, Methocarbamol, dan cyclobenzaprine. Dosis efektif terendah harus digunakan pada awalnya. Efek sampingnya berupa sedasi, depresi dan kecanduan. Antidepresan trisiklik, pengunaan dalm dosis rendah telah digunakan secara efektif untuk waktu yang lama pada kondisi kronis. Amitriptyline dan nortriptyline, dalam dosis kecil, adalah antidepresan trisiklik yang paling umum digunakan untuk kondisi kronis. Botulinum toxin. Seperti disebutkan dalam artikel oleh Schwartz dan Freund, penyuntikan harus dilakukan pada otot yang talah terisolasi, dan mengunakan dosis yang tepat. Para penulis tahu tidak ada uji coba terkontrol double-blind skala besar mengenai hal ini, tetapi beberapa studi open-label telah tampak menjanjikan. Sebuah penelitian terkontrol menyebutkan bahwa pada nyeri wajah terkait dengan pengunyahan narkotik untuk pengunaan akut harus

hiperaktif memang menunjukkan manfaat yang signifikan untuk penyuntikan botulinum toksin. Namun, pasien tidak didiagnosis dengan TMD dan tidak mungkin untuk membedakan mana pasien memenuhi kriteria diagnostik untuk TMD. Tatalaksana Bedah :6 Pada kasus kasus TMD Kronis yang sulit di obatai dengan medika mentosa, mungkin di butuhkan terapi bedah. arthrocentesis Sebuah jarum berukuran 22 dimasukkan perlahan di ruang sendi superior dan sejumlah kecil saline disuntikkan untuk menggelembungkan ruang sendi, setelah cairan yang ditarik dan dievaluasi. kemudian jarum kedua ditempatkan dalam ruang sendi yang sama untuk pembilasan sendi, steroid dan / atau obat bius lokal dapat disuntikkan ke dalam ruang sendi pada akhir prosedur. arthrocentesis telah sangat efektif pada pasien dengan riwayat inkoordinasi condylomeniscal, hasilnya sudah sebanding dengan operasi arthroscopic. Arthroscopic Surgery Indikasinya termasuk internal adhesi, fibrosis, dan penyakit sendi degeneratif. Arthroscopic Surgery memiliki efisiensi yang sama dengan operasi terbuka dan memiliki manfaat tambahan komplikasi parah lebih sedikit dan morbiditas rendah. Open Surgery Hemijoint replacement dilakukan pada pasien dengan osteoartritis yang berat pada TMJ, dan hasilnya cukup memuaskan

Total alloplastic replacement (arthroplasty) menunjukan hasil yang aman dan efektif pada pasien dengan reankylosis TMJ.

BAB III PENUTUP 3. 1 Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA


1. Snell S Richard.1997. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed.3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 1-216

2. Holdcroft A, Power I. Management of pain. BMJ 2003;326:635-9 3. Dimitroulis G. Temporomandibilar disorders: a clinical update. BMJ 1998;317:190-4
4. 5starhealt com. Denstistry and oral sciences. Temporomandibular Antomy. Melalui : E:\httpwww.starhealth.com/dentistry/tmj/tmj/anatomi.html.html

5. Chusid. J.G.1991. Neuroanatomi Korelatif & Neurologi Fungsional . Ed. 3.Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal 125-131, 173-175

6. http://emedicine.medscape.com/article/1143410-treatment

Anda mungkin juga menyukai