Anda di halaman 1dari 32

SEL DARAH MERAH

1. Struktur Hemoglobin Hemoglobin adalah molekul protein dalam sel merah yang membawa oksigen dari paruparu ke jaringan tubuh dan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. Hemoglobin terdiri dari empat molekul protein (rantai globin) yang terhubung bersama-sama. Hemoglobin dewasa normal mengandung 2 rantai globulin alfa dan 2 rantai beta globulin. Pada janin dan bayi terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Saat bayi tumbuh, rantai gamma secara bertahap diganti dengan rantai beta. Setiap rantai globulin berisi struktur pusat penting yang disebut molekul heme. Tertanam di dalam molekul heme adalah besi yang mengangkut oksigen dan karbon dioksida dalam darah. Besi yang terkandung dalam hemoglobin juga bertanggungjawab untuk warna darah merah. Hemoglobin juga memainkan peran penting dalam mempertahankan bentuk sel dara merah. Struktur hemoglobin abnormal bisa mengganggu pembuluh darah.

Gambar 1: struktur hemoglobin

2. Proses eritropoeisis
1

Setiap orang memproduksi sekitar 1012 eritrosit baru tiap hari melalui proses eritropoesis yang kompleks dan teratur dengan baik. Eritropoesis berjalan dari sel induk melalui sel progenitor CFUGEMM (unit pembentuk koloni granulosit eritrosit, monosist dan megakaryosit), BFUE (unit pembetuk eritroid) dan CFU eritroid yang menjadi precursor eritrosit dan dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang yaitu pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua dengan inti di tengah dan nucleoli serta kromatin yang sedikit menggumpal. Pronormoblas menyebabkan terbentuknya satu rangkaian normoblas yang semakin kecil melalui sejumlah pembelahan sel. Normoblas ini juga mengandung hemoglobin yang makin banyak dalam sitoplasma , warna sitoplasma biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan apparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi semakin padat. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas dan kemudian berlanjut di dalam sumsum tulang dan menghasilkan retikulosit yang masih mengandung sedikit RNA ribosom dan masih mampu mensistesis hemoglobin. Sel ini sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1 2 hari dalam sumsum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1 2 hari sebelum menjadi matur, terutama berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit matur berwarna merah muda seluruhnya memiliki bentuk cakram bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel darah merah berinti (normoblas) tampak dalam darah apabila eritropoesis terjadi diluar sumsum tulang (eritropoesis ekstramedullar) dan juga terdapat pada beberapa penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak ditemukan dalam darah tepi manusia normal. Prekurosr eritrosit paling awal adalah proeritroblas. Sel ini relatif lebih besar dengan garis tengah 12 m sampai 15 m. Kromatin dalam intinya yang bulat besar tampak berupa granula halus dan biasanya terdapat dua nukleolus nyata. Sitoplasmanya jelas basofilik. Sementara proeritroblas berkembang, jumlah ribosom dan polisom yang tersebar merata makin bertambah dan lebih menonjolkan basofilianya Turunan proeritroblas disebut eritroblas basofilik. Sel ini agak lebih kecil daripada proeritroblas. Intinya yang lebih bulat lebih kecil dan kromatinnya lebih padat. Sitoplasmanya bersifat basofilik merata karena banyak polisom, tempat pembuatan rantai globin untuk hemoglobin. Sel pada tahap perkembangan eritroid disebut eritroblas polikromatofilik. Warna prokrormatofilik yang tampak terjadi akibat polisom menangkap zat warna basa pada pulasan darah, sementara hemoglobin yang dihasilkan mengambil eosin. Inti eritroblas prokromatofilik seidkit lebih kecil daripada inti eritroblas basofilik dan granula kromatinnya yang kasar
2

berkumpul sehingga mengakibatkan inti tampak sangat basofilik. Pada tahap ini tidak tampak anak inti. Eritroblas polikromatofilik merupakan sel paling akhir pada seri eritroid yang akan membelah. Pada tahap pematangan berikutnya disebut dengan normoblas inti yang terpulas gelap mengecil dan piknotik. Inti ini secara aktif dikeluarkan sewaktu sitoplasmanya masih agak polikromatofilik, dan terbentuklah eritrosit polikromatofilik. Eritrosit polikromatofilik lebih mudah dikenali sebagai retikulosit dengan polisom yang masih terdapat dalam sitoplasma berupa retikulum.

Gambar 2: proses eritropoiesis

ANEMIA
1. Definisi
3

Anemia didefinisikan sebagai penurunan kadar Hb di bawah normal sehingga terjadi penurunan kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan. Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang. Manifestasi klinik yang timbul tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, umur individu, serta mekanisme kompensasi tubuh seperti peningkatan curah jantung dan pernapasan, meningkatkan pelepasan oksigen oleh hemoglobin, mengembangkan volume plasma, redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.1,4 2. Klasifikasi Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian:1,3,4 Anemia defisiensi, anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor pematangan eritrosit, seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan sebagainya. Anemia aplastik, yaitu anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan sel darah oleh sumsum tulang. Anemia hemoragik, anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau perdarahan yang menahun. Anemia hemolitik, anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Bisa bersifat intrasel seperti pada penyakit talasemia, sickle cell anemia/ hemoglobinopatia, sferosis kongenital, defisiensi G6PD atau bersifat ektrasel seperti intoksikasi, malaria, inkompabilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi darah.

Menurut morfologi eritrosit: 1. Anemia mikrositik hipokromik (MCV < 80 fl ; MCH < 27 pg)
4

Anemia defisiensi besi Thalassemia Anemia akibat penyakit kronis Anemia sideroblastik

2. Anemia Normokromik Normositik (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg) Anemia pasca perdarahan akut Anemia aplastik-hipoplastik Anemia hemolitik Anemia akibat penyakit kronik Anemia pada gagal ginjal kronik Anemia pada leukemia akut

3. Anemia Makrositik Anemia megaloblastik Anemia defisiensi asam folat Anemia defisiensi vitamin B12

4. Nonmegaloblastik Anemia pada penyakit hati kronik


5

Anemia pada hipotiroid

Anak didiagnosa menderita anemia, menurut *Word Health Organization* jika kadar Hb kurang dari 12 g/dL untuk usia lebih dari 6 tahun dan kurang dari 11 g/dL usia di bawah 6 tahun. Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing, lemah, gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau syok, dan pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan konjungtiva). Selain itu juga terdapat gejala lain tergantung dari penyebab anemia seperti jaundice, urin berwarna hitam, mudah berdarah dan pembesaran lien. Untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan sel darah merah secara lengkap, pemeriksaan kadar besi, elektroforesis hemoglobin dan biopsi sumsum tulang.1,4 Untuk penanganan anemia diadasarkan dari penyakit yang menyebabkannya seperti jika karena defisiensi besi diberikan suplemen besi, defisiensi asam folat dan vitamin B12 dapat diberikan suplemen asam folat dan vitamion B12, dapat juga dilakukan transfusi darah, splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang.5

ANEMIA DEFISIENSI BESI

1. Definisi Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Sebelum timbul gejala, terdapat 2 stadium awal yaitu stadium deplesi besi (iron depletion state) yang di tandai dengan penurunan kadar serum tanpa penurunan kadar besi serum (SI) maupun Hb, dan stadium kekurangan besi (iron deficiency state) yang ditandai oleh penurunan ferritin serum dan SI tanpa penurunan kadar hemoglobin.

2. Epidemiologi Berdasarkan hasil di Indonesia pada tahun 1980-an, prevalensi anemia pada wanita hamil 50-70%, anak balita 30-40%, anak sekolah 25-35% dan pekerja fisik berpenghasilan rendah 3040% (Husaini 1989). Menurut SKRT 1995, prevalensi ratarata nasional pada ibu hamil 63,5%, anak balita 40,1% (kodyat, 1993). Prevalensi ADB pada anak di Negara sedang berkembang masih tinggi. Pada anak sekolah dasar umur 7-13 tahun di Jakarta(1999) di dapatkan 50% dari seluruh anak penderita anemia adalah ADB.

3. Etiologi Menurut Komite Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian (1992), ADB dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor penyebab langsung dan tidak langsung.Faktor penyebab
7

langsung meliputi jumlah Fe dalam makanan tidak cukup, absorbsi Fe rendah, kebutuhan naik serta kehilangan darah, sehingga keadaan ini menyebabkan jumlah Fe dalam tubuh menurun. Menurunnya Fe (zat besi) dalam tubuh akan memberikan dampak yang negatif bagi fungsi tubuh. Hal ini dikarenakan zat besi merupakan salah satu zat gizi penting yang terdapat pada setiap sel hidup, baik sel tumbuh-tumbuhan, maupun sel hewan.Di dalam tubuh, zat besi sebagian besar terdapat dalam darah yang merupakan bagian dari protein yang disebut hemoglobin di dalam sel-sel darah merah, dan disebut mioglobin di dalam sel-sel otot. Beberapa penyebab anemia defisiensi besi menurut umur: Bayi umur < 1 tahun o Persediaan besi yang kurang : BBLR atau bayi kembar, ASI eksklusif tanpa supplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, anemia semasa kehamilan Anak umur 1-2 tahun o Masukan besi kurang karena tidak dapat makanan tambahan (hanya minum susu) o Kebutuhan meningkat : infeksi berulang/menahun o Malabsorbsi Anak umur 2-5 tahun o Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-heme o Kebutuhan meningkat karena infeksi menahun/berulang o Perdarahan hebat Anak umur 5 tahun - masa remaja o Kehilangan besi akibat perdarahan: infeksi parasit dan polip Usia remaja dewasa
8

o Pada wanita, karena menstruasi berlebihan 4. Faktor resiko Diet Minum susu sapi Susu formula rendah besi ASI eksklusif supplementasi besi Prenatal/perinatal Anemia semasa hamil Bayi berat badan lahir rendah tanpa Prematuritas Kehamilan kembar Sosial Sosial ekonomi rendah Pertumbuhan cepat

5. Metabolisme besi dalam tubuh Besi diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan yeyenum) proksimal. Besi yang terkandung dalam makanan ketika dalam lambung dibebaskan menjadi ion fero dengan bantuan asam lambung (HCL). Kemudian masuk ke usus halus dirubah menjadi ion fero dengan pengaruh alkali, kemudian ion fero diabsorpsi, sebagian disimpan sebagai senyawa feritin dan sebagian lagi masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein (transferin) yang akan digunakan kembali untuk sintesa hemoglobin. Sebagian dari transferin yang tidak terpakai disimpan sebagai labile iron pool. Penyerapan ion fero dipermudah dengan adanya vitamin atau fruktosa, tetapi akan terhambat dengan fosfat, oksalat, susu, antasid. Berikut bagan metabolisme besi :

Dalam makanan terdapat 2 macam zat besi yaitu besi heme dan besi non hem.Besi non heme merupakan sumber utama zat besi dalam makanannya.Terdapat dalam semua jenis sayuran misalnya sayuran hijau, kacang-kacangan, kentang dan sebagian dalam makanan hewani. Sedangkan besi heme hampir semua terdapat dalam makanan hewani antara lain daging, ikan, ayam, hati dan organ-organ lain. Setiap hari turnover besi ini berjumlah 35mg, tetapi tidak semuanya harus di dapatkan dari makanan. Sebagian besar yaitu sebanyak 34mg didapat dari penghancuran sel-sel darah merah tua, yang kemudian di saring tubuh untuk dapat dipergunakan lagi oleh sumsum tulang untuk pembentukan sel-sel darah merah yang baru.

10

Penyerapan Zat besi Absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu : Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan.Bila besi simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat. Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan penyerapan Asam klorida akan mereduksi Fe3+menjadi Fe2+ yang lebih mudah diserap oleh mukosa usus. Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat meningkatkan bsorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar 25 50 % Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks besi fosfat yang tidak dapat diserap.
11

Adanya fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe. Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe

Pada bayi absorbsi zat besi dari ASI meningkat dengan bertambah tuanya umur bayi perubahan ini terjadi lebih cepat pada bayi yang lahir prematur dari pada bayi yang lahir cukup bulan. Jumlah zat besi akan terus berkurang apabila susu diencerkan dengan air untuk diberikan kepada bayi. Walaupun jumlah zat besi dalam ASI rendah, tetapi absorbsinya paling tinggi. Sebanyak 49% zat besi dalam ASI dapat diabsorbsi oleh bayi. Sedangkan susu sapi hanya dapat diabsorbsi sebanyak 10 12% zat besi. Kebanyakan susu formula untuk bayi yang terbuat dari susu sapi difortifikasikan dengan zat besi. Rata rata besi yang terdapat diabsorbsi dari susu formula adalah 4%. Pada waktu lahir, zat besi dalam tubuh kurang lebih 75 mg/kg berat badan, dan reserve zat besi kira-kira 25% dari jumlah ini. Pada umur 6 8 mg, terjadi penurunan kadar Hb dari yang tertinggi pada waktu lahir menjadi rendah. Hal ini disebabkan karena ada perubahan besar pada sistem erotropoiesis sebagai respon terhadap deliveri oksigen yang bertambah banyak kepada jringan kadar Hb menurun sebagai akibat dari penggantian selsel darah merah yang diproduksi sebelum lahir dengan selsel darah merah baru yang diproduksi sendiri oleh bayi. Persentase zat besi yang dapat diabsorbsi pada umur ini rendah karena masih banyaknya reserve zat besi dalam tubuh yang dibawah sejak lahir. Sesudah umur tersebut, sistem eritropoesis berjalan normal dan menjadi lebih efektif. Kadar Hb naik dari terendah 11 mg/100 ml menjadi 12,5 g/100 ml, pada bulanbulan terakhir masa kehidupan bayi. Bayi yang lahir BBLR mempunyai reserve zat besi yang lebih rendah dari bayi yang normal yang lahir dengan berat badan cukup, tetapi rasio zat besi terhadap berat badan adalah sama. Bayi ini lebih cepat tumbuhnya dari pada bayi normal, sehingga reserve zat besi lebih cepat bisa habis. Oleh sebab itu kebutuhan zat besi pada bayi ini lebih besar dari pada bayi
12

normal. Jika bayi BBLR mendapat makanan yang cukup mengandung zat besi, maka pada usia 9 bulan kadar Hb akan dapat menyamai bayi yang normal. Prevalensi anemia yang tinggi pada anak balita umumnya disebabkan karena makanannya tidak cukup banyak mengandung zat besi sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya, terutama pada negara sedang berkembang dimana serelia dipergunakan sebagai makanan pokok. Faktor budaya juga berperanan penting, bapak mendapat prioritas pertama mengkonsumsi bahan makanan hewani, sedangkan anak dan ibu mendapat kesempatan yang belakangan. Selain itu serat yang biasanya terdapat dalam makanannya turut pula menghambat absorbsi zat besi.

6. Patofisiologi Deplesi Fe ditandai dengan penurunan cadangan Fe yang tercermin dari berkurangnya konsentrasi serum ferritin. Selanjutnya terjadi peningktan absorpsi Fe akibat menurunnya level Fe tubuh. Manifestasi keadan ini menimbulkan eritropoeisis defisiensi Fe (defisiensi Fe tanpa anemia), cadangan Fe menipis dan produksi Hb terganggu. Meskipun konsentrasi Hb di atas cut off point kategori anemia, namun terjadi pengurangan transferin saturasi yaitu jumlah suplai Fe ke sumsum tulang tidak cukup, meningkatnya konsentrasi eritrosit protoporfirin karena kekurangan Fe untuk membentuk Hb. Di akhir tahapan defisiensi Fe, anemia ditandai dengan konsentrasi Hb atau hematokrit di bawah batas normal.

7. Gejala Klinis Lemas, pucat dan cepat lelah Sering berdebar-debar Sakit kepala dan iritabel Pucat pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku Konjungtiva okuler berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white) Adanya koilnikia, glositis dan stomatitis angularis
13

Papil lidah atrofi : lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah, meradang dan sakit. Jantung dapat takikardi Jika karena infeksi parasit cacing akan tampak pot belly Limpa dapat membesar tapi umumnya tidak teraba

8. Diagnosis Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan suatu anemia defisiensi Fe : 1. Menurut WHO Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata menurun Kadar Fe serum menurun Saturasi transferin <15 % (N : 20-50 %) 2. Menurut Cook dan Monsen Anemia hipokrom mikrositer Saturasi transferin menurun Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit Kadar feritin serum menurun Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria harus dipenuhi. 3. Menurut Lankowsky Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar MCV, MCH, dan MCHC yang menurun
14

FEP meningkat Feritin serum menurun Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST menurun Respon terhadap pemberian preparat besi o Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi. o Kadar Hb meningkat 0,25-0,4 g/dl atau PCV meningkat 1 %/hari Sumsum tulang o Tertundanya maturasi sitoplasma o Pada pewaranaan tidak ditemukan besi

9. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah tepi lengkap, MCV, MCHC,MCH o Kadar Hb rendah, Ht menurun dengan penurunan nilai MCV dan MCH o Jumlah eritrosit umumnya normal, tapi kadang menurun o Jumlah leukosit dan hitung jenis biasanya normal kecuali disertai infeksi. o Peningkatan trombosit jarang ditemukan Sediaan apus darah tepi (SADT) o Mikrositik hipokrom Serum iron dan ferittin rendah, TIBC meningkat Pewarnaan besi pada jaringan sumsum tulang Pemeriksaan lain: o Darah samar feses : perdarahan gastrointestinal
15

o Parsitologi : infeksi parasit

10. Penatalaksanaan Pengobatan sudah harus di mulai pada stadium dini untuk mencegah terjadinya anemia defisiensi besi. Umumnya, tatalaksana ADB di lakukan secara kausal tergantung penyebab yang memicu terjadinya ADB 1) Pemberian zat besi Preparat besi diberikan sampai kadar Hb normal, dilanjutkan sampai cadangan besi terpenuhi. Sebaiknya dalam bentuk ferro karena lebih mudah di serap daripada bentuk ferri. Dapat diberikan secara oral atau parentral dengan dosis 3-5mg/kgBB di bagi dalam dua dosis, segera sesudah makan. Pemberian oral merupakan cara yang mudah, murah dan memuaskan. Pemberiaan parentral dilakukan bila dengan pemberian oral gagal, misalnya akibat malabsorbsi atau efek samping yang berat pada saluran cerna. Pemberiaan parentral kurang di gunakan karena menyebabkan syok anafilaktik Evaluasi hasil pengobatan dinilai dengan pemeriksaan Hb dan retikulosit seminggu sekali serta pemeriksaan SI dan ferritin sebulan sekali
16

Terapi harus diteruskan sampai 2 bulan setelah Hb normal Sulfas ferosus : 3 x 10mg/kgBB Vitamin C : 3x100mg/hari untuk meningkatkan absorpsi besi

2) Transfusi darah Di berikan bila kadar Hb < 6g/dl atau kadar Hb > 6g/dl disertai lemah, gagal jantung, infeksi berat atau menjalani operasi 3) Diet Sumber hewani : hati, daging, ikan Sumber nabati : bayam,gandum, kacang kedelai, beras Kadar besi pada sumber hewani lebih tinggi di bandingkan dengan nabati karena penyerapan besi nabati dihambat oleh tannin, kalsium dan serat dan di percepat oleh vitamin C, HCl, asam amino dan fruktosa Makanan tinggi vitamin C : jeruk Dalam bentuk suspensi sel darah merah (PRC)

4) Edukasi

11. Pencegahan i. Primer : pemberian ASI saja setelah usia 6 bulan dapat menyebabkan defisiensi besi, oleh sebab itu perlu supplementasi besi sebagai pencegahan. Bila menggunakan susu formula, pilihlah formula yang di fortifikasi dengan besi
17

ii.

Sekunder : Bayi yang memiliki satu atau lebih faktor resiko harus menjalani skrining ADB. Skrining tersebut meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap, kadar ferritin dalam serum dan saturasi ferritin

iii.

Gizi : a. Berikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama setelah lahir. b. Bayi usia kurang dari 1 tahun yang tidak mendapatkan ASI, sebaiknya diberikan susu formula dengan kandungan zat besi 12 mg/L. c. Bayi usia 6 bulan ke atas bisa diberikan sereal dengan tambahan zat besi serta vitamin C secukupnya untuk membantu penyerapan zat besi. d. Pertimbangkan juga untuk memberikan anak usia di atas 6 bulan bubur dengan daging yang dihaluskan.

12. Prognosis Prognosa baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinisnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.

ANEMIA MEGALOBLASTIK

18

1.Definisi Anemia megloblastik adalah anemia makrositik yang ditandai dengan adanya peningkatan ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas hematopoiesis dengan karakteristik dismaturasi nucleus dan sitoplasma sel myeloid dan eritroid sebagai akibat gangguan sintesis DNA. Sel- sel yang terserang adalah sel yang relative mempunyai pergantian yang cepat seperti prekursor hemotopoietik dalam sumsum tulang dan epitel mukosa saluran cerna. Walaupun pembelahan sel berjalan lamban, perkembangan sitoplasma berjalan normal sehingga sel cenderung menjadi besar. Pertumbuhan inti dan sitoplasma yang tidak sejajar merupakan salah satu kelainan morfologi utama yang terlihat di sumsum tulang. 2.Etiologi Hampir seluruh kasus anemia megaloblastik pada anak (95%) disebabkan oleh defisiensi asam folat atau vitamin B12, yang disebabkan oleh gangguan metabolisme sangat jarang. Keduanya merupakan kofaktor yang dibutuhkan dalam sintesis nucleoprotein, keadaan defisiensi tersebut akan menyebabkan gangguan sintesis DNA dan selanjutnya akan mempengaruhi RNA dan protein. Penyebab anemia megaloblastik: A. Defisiensi asam folat Asupan yang kurang: kemiskinan, ketidaktahuan, faddism, cara pemasakan, pemakaian susu kambing, malnutrisi, diet khusus untuk fenilketonuria, prematuritas, pasca cangkok sumsum tulang Gangguan absorbsi: congenital dan didapat Kebutuhan yang meningkat (percepatan pertumbuhan, anemia hemolitik kronis, penykit keganasan, keadaan hipermetabolisme, penyakit kulit ekstensif, sirosis hepatis, pasca cangkok sumsum tulang. Gangguan metabolime asam folat Peningkatan eksresi: dialysis kronis,penyakit hati dan penyakit jantung
19

B. Defisiensi vitamin B12. Asupan kurang: diet kurang mengandungi vitamin B12, defisiensi pada ibu yang menyebabkan defisiensi vit B12 ada ASI Gangguan absorbsi: kegagalan sekresi faktor intrinsic, kegagalan absorbs di usus kecil. Gangguan transport vitamin B12 Gangguan metabolime vitamin B12

C. Lain-lain: Gangguan sintesis DNA congenital dan didapat. Keadaan lain yang berhubungan dengan anemia megaloblastik adalah defisiensi asam askorbat, tokoferol dan tiamin.

Asam folat Folat banyak didapat pada berbagai jenis makanan, seperti sayuran hijau, buah-buahan, dan jeroan. Tubuh kita tidak dapat membuat asam folat sehingga harus didapatkan dari diet. Asupan folat yang dianjurkan WHO-FAO(1989) untuk bayi, anak umur 1-6 tahun dan dewasa adalah 3.6, 3.3 dan 3.1 ug/kgBB/hari. Asam folat merupakan nama yang sering dipakai untuk pteroilmonoglutamin. Fungsi utama folat adalah mengangkut unit 1 karbon seperti gugus metal dan formil ke berbagai senyawa organic seperti pada pembentukan timidin dan deoksiuridin. Secara alamiah folat ada dalam bentuk poliglutamat dan diabsorbsi kurang efisien dibandingkan bila dalam entuk monoglutamat (asam folat). Aktivasi konjugasi folat di brush border usus membantu konversi poliglutamat ke bentuk monoglutamat sehingga meningkatkan absorbs. Asam folat diabsorbsi diusus kecil dan terdapat dalam sirkulasi enterohepatik. Sebagian besar folat dalam plasma terikat secara longgar dengan albumin. Secara biologis asam folat tidak aktif. Cadangan folat terbatas dan anemia megaloblastik dapat terjadi setelah 2-3 bulan diet bebas folat.
20

Vitamin B12 Vitamin B12 didapatkan dari kobalamin dalam makanan, terutama bersumber dari hewani, sekunder dri yang diproduksi mikroorganisme. Tubuh tidak mampu mensintesis vitamin B12. Asupan vitamin B12 yang dianjurkan WHO-FAO (1989) untuk bayi 0.1ug/hari, dewasa 1.0ug/hari. Vitamin B12 dilepaskan dalam suasana keasaman lambung yang bergabung dengan protein R dan faktor intrinsic (FI), melewati duodenum, kemudian protease pancreas akan memecah protein R, dan diabsorbsi di ileum distal melalui reseptor spesifik untuk FI-kobalamin. Vitamin B12 dosis tinggi dapat berdifusi melalui mukosa usus dan mulut. Didalam plasma kobalamin berikatan dengan protein transport (transcobalamin II) yang akan membawa vitamin B12 ke hati, sumsum tulang dan jaringan tempat penyimpanan lainnya. TC-II memasuki sel melalui reseptor dengan cara endositosis, dan kobalamin dikonversi dalam bentuk aktif (metilkobalamin dan adenosilkobalamin) yang penting untuk transfer kelompok metal dan sintesis DNA. Plasma juga mengandung 2 protein yang terikat vitamin B12 yaitu TC-I dan TCII, keduanya tidak memiliki peranan transport spesifik tetpi diketahui dpat menggambarkan penyimpanan vitamin B12 dalam tubuh. 3.Manifestasi klinis Gejala klinik sering timbul perlahan-lahan berupa pucat, mudah lelah dan anoreksia. Gejala pada bayi yang menderita defisiensi asam folat adalah iritabel, gagal mencapat berat badan yang cukup dan diare kronis. Perdarahan karena trombositopenia terjadi pada kasus yang berat. Pada anak yang lebih besar gejala dan tanda yang muncul berhubungan dengan anemianya dan proses patologis penyebab defisiensi asam folat tersebut. Defisiensi asam folat sering menyertai kwarshiorkor, marasmus atau sprue. Anemia megaloblastik ringan dilaporkan terjadi pada bayi lahir sangat rendah sehingga dianjurkan untuk diberikan suplementasi asam folat secara rutin. Puncak insiden anemia megaloblastik terjadi pada usia 4-7 bulan. Pada anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 disamping gejala yang tidak spesifik seperti lemah, lelah, gagal tumbuh atau iritabel juga ditemukan gejala pucat, glositis, muntah, diare dan ikterus. Kadang-kadang timbul gejala neurologis seperti parestesia, deficit sensori, hipotonia, kejang, keterlambatan perkembangan regresi perkembangan dan perubahan
21

neuropsikiatrik. Masalah neurologis karena defisiensi vitamin B12 dapat terjadi pada keadaan yang tidak disertai kelainan hematologis. Anemia pernisiosa merupakan anemia yang disebabkan karena kerusakan faktor intrinsic yang dihasilkan sel parietal gaster oleh karena aktivitas lymphocyte mediated immune. Kekurangan FI menyebabkan terjadinya malabsorbsi vitamin B12. 4. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat didapatkan anemia makrositik (MCV>100Fl), anisositosis dan poikilositosis, retikulositopenia dan sel darah merah berinti dengan morfologi megaloblastik. Pada defisiensi yang lama dapat disertai trombositopenia dan neutropenia. Neutrofil besar-besar dengan nucleus hipersegmentasi. Kadar asam folat serum menurun. Pada defisiensi kronis kadar folat dalam sel darah merah merupakan indicator yang paling baik. Kadar besi dan vitamin B12 serum normal atau meningkat. Kadar LDH meningkat jelas. Sumsum tulang hiperseluler karena terdapat hyperplasia eritroid. Perubahan megaloblastik jelas meski masih ditemukan precursor sel darah merah yang normal. Pada anemia karena defisiensi vitamin B12, kadar vitamin B12 <100pg/ml(menurun). Kadar besi dan asam folat serum normal atau meningkat. Kadar LDH meningkat menggambarkan adanya eritropoiesis yang tidak efektif. Dapat disertai peningkatan kadar bilirubin sampai 2-3 mg/dl. Masa hidup eritrosit berkurang. Terdapat peningkatan ekskresi asam metilmalonik dalam urin dan ini merupakan indeks defisiensi vitamin B12 ynag sensitive. Pda pemeriksaan tes Schilling dengan cara radiolabeled B12 absorption test akan menunjukkan absorbs kobalamin yang rendah yang menjadi normal setelah pemberian faktor intrinsic lambung. 5.Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesis ditemukan keluhan karena gejala anemianya, kemudian dicari informasi kea rah faktor etiologi atau predisposisi seperti riwayat diet, riwayat operasi, riwayat pemakaian obat-obatan sepeti antibiotic, antikonvulsan, gejala saluran cerna seperti malabsorbsi,
22

diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anemia, ikterus ringan, lemon yellow skin, glositis, stomatitis, purpura, neuropati. Pemeriksaan laboratorium awal adalah pemeriksaan darah rutin termasuk indeks eritrosit, apus darah tepi dan sumsum tulang. Selanjutnya untuk diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan kadar asam folat, vitamin B12 dan tes Schilling sesuai indikasi. 6.Penatalaksanaan a) Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat Terapi awal dimulai dengan pemberian asam folat dengan dosis 0.5-1mg/hari, diberikan peroral atau parenteral. Respon klinis dan hematologis dapat timbul segera, dalam 1-2 hari terlihat perbaikan nafsu makan dan keadaan membaik. Dalam 24-48jam terjadi penurunan kadar besi serum dan dalam 2-4 hari terjadi peningkatan kadar retikulosit yang mencapai puncaknya pada hari 4-7, diikuti kenaikan kadah Hb menjadi normal dalam waktu 2-6 minggu. Lamanya pemberian asam folat tidak diketahui secara pasti, namun biasanya terapi diberikan selama beberapa bulan sampai terbentuk populasi eritrosit yang normal. Pendapat lain menyatakan pemberian asam folat dilanjutkan 0.2mg asam folat. Pada keadaan diagnosis pasti masih diragukan dapat dilakukan tes diagnostic dengan pemberian preparat asam folat dosis kecil 0.1mg/ hari selama 1 minggu karena respon hematologis diharapkan sudah terjadi dalam 72 jam. Dosis yang lebih besar dapat memperbaiki anemia karena defisiensi vitamin B12 namun dapat memperburuk kelainan neurologisnya. Transfuse diberikan hanya pada keadaan anemia yang sangat berat. b) Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 Respon hematologis segera terjadi setelah pemberian vitamin B12 1mg parenteral, selama 3-4 minggu sampai sudah terjadi perbaikan hematologis yang menetap, dilnjutkan pemeliharaan dengan multivitamin yang mengandung

biasanya terjadi retikulosis pada hari 2-4, kecuali jika disertai denga penyakit inflamasi. Kebutuhan fisiologis vitamin B12 adalah 1-5ug/hari dan respon hematologis telah terjadi pada pemberian vitamin B12 dosis rendah, hal ini menunjukkan bahwa pemberian dosis rendah dapat dilakukan sebagai tes terapeutik pada keadaan diagnosis defisiensi vitamin B12 masih diragukan. Jika terjadi perbaikan neurologis, harus diberikan injeksi vitamin B12 1 mg intramuscular
23

minimal selama 2 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan seumur hidup dengan cara pemberian injeksi 1mg vitamin B12/ bulan. Pada keadaan risiko terjadi defisiensi vitamin B12(seperti pada gastrektomi total, reseksi ileum) dapat diberikan pemberian vitamin B12 profilaksis. 7.Prognosis Pada umumnya baik, kecuali bila ada komplikasi kardiovaskular atau infeksi yang berat.

ANEMIA APLASTIK
1.Definisi Keadaan yang disebabkan berkurangnya sel-sel darah dalam darah tepi sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemapoetik dalam SSTL, sehingga penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit.Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang,
24

biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut pungsi kering dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi penggantian dengan jaringan lemak.1,4 2.Klasifikasi Anemia aplastik dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : Kongenital Timbul perdarahan bawah kulit diikuti dengan anemia progresif dengan clinical onset 1,5-22 tahun, rerata 6-8 tahun. Salah satu contoh adalah sindrom fanconi yang bersifat constitusional aplastic anemia resesif autosom, pada 2/3 penderita disertai anomali kongenital lain seperti mikrosefali, mikroftalmi, anomali jari, kelainan ginjal, perawakan pendek, hiperpigmentasi kulit. Didapat disebabkan oleh radiasi sinar rontgen dan sinar radioaktif, zat kimia (seperti benzena, insektisida, As, Au, Pb), obat-obatan (seperti kloramfenikol, busulfan, metotrexate, sulfonamide, fenilbutazon), individual seperti alergi, infeksi seperti hepatitis, serta sebab-sebab lain seperti keganasan, penyakit ginjal, penyakit endokrin. Yang paling sering bersifat idiopatik.

3.Patofisiologi Ada 3 teori yang dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu: 1. Kerusakan sel induk hematopoietic 2. Kerusakan lingkungan mikrosumsum tulang 3. Proses imunologik yang menekan hematopoiesis
25

Keberadaan sel induk hematopoietic dapat diketahui lewat petanda sel yaitu CD 34, atau dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel induk hematopoietic dikenal sebagai longterm culture-initiating cell(LTC-IC), longterm marrow culture (LTMC), jumlah sel induk/CD 34 sangat menurun hingga 1-10% dari normal. Demikian juga pengamatan pada cobble-stone area forming cell jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang menyokong teori gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada 60-80% kasus. Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian sel induk dari luar akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada anemia aplastik. Beberapa sarjana menganggap gangguan ini disebabkan olh proses imunologis. Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta diferensiasi sel induk hematopoietic

tergantung pada lingkungan mikro sumsum tulang yang terdiri dari sel stroma yang menghasilkan berbagai sitokin. Pada berbagai penelitian dijumpai bahwa sel stroma sumsum tulang pasien anemia aplastik tidak menunjukkan kelainan dan menghasilkan sitokin perangsang dalam jumlah normal sedangkan sitokin penghambat akan meningkat. Sel stroma dapat menunjang pertumbuhan sel induk,tapi sel stroma normal tidak dapat menumbuhkan sel induk yang berasal dari pasien. Berdasar tmuan tersebut, teori kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang main banyak ditinggalkan. Pada pemakaian gangguan sel induk dengan siklosporin atau metilprednisolon memberi kesembuhan sekitar 75% dengan ketahanan hidup jangka panjang menyamai hasil transplantasi sumsum tulang. Keberhasilan imunosupresi ini sangat mendukung teori proses imunologik.

4.Gejala klinis dan hematologis Secara klinis anak tampak pucat dengan berbagai gejala anemia lainnya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan sebagainya. Oleh karena sifatnya aplasia sistem hematopoietic, maka umumnya tidak ditemukan ikterus, pembesaran limpa, hepar maupun kelenjar getah bening. 5.Diagnosis

26

Dibuat berdasarkan gejala klinis berupa panas, pucat, perdarahan tanpa adanya organomegali. Gambaran darah tepi menunjukkan pansitopenia dan limfositosis relative. Diagnosis pasti ditentukan dengan pemeriksaan biopsy sumsum tulang yaitu gambaran sel sangat kurang, anyak jaringan penyokong dan jaringan lemak, aplasia sistem eritropoietik, granulopoietik dan trombopoietik. Di antara sumsum tulang yang sedikit ini banyak ditemukan limfosit, sel SRE (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel endotel). 6.Pengobatan Pengobatan terhadap infeksi

Anak diisolasi dalam ruang khusus. Pemberian obat antibiotic hendaklah dipilih yang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang. Transfusi darah

Gunakan komponen darah bila harus melakukan transfuse darah. Hendaknya harus diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankan kadar hemoglobin yang tinggi karena dengan transfuse darah yang terlampau sering, akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau dapat menyebabkan timbulnya reaksi hemolitik (reaksi transfusi), akibat dibentuknya antibody terhadap sel darah merah, leukosit dan trombosit. Dengan demikian transfusi diberikan bila diperlukan. Pada keadaan yang sangat gawat(perdarahan massif, perdarahan otak) dapat diberikan suspense trombosit. Tranplantasi sumsum tulang

Ditetapkan sebagai terapi terbaik pada pasien anemia aplastik. Donor yang terbaik berasal dari saudara kandung dengan Human Leukocyte Antigen (HLA)nya cocok. 7.Prognosis Bergantung pada: 1. Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler 2. Kadar HbF yang lebih dari 200mg% memperlihatkan prognosis yang lebih baik.
27

3. Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3 menunjukkan prognosis yang lebih baik 4. Pencegahan infeksi sekunder, terutama di Indonesia karena kejadian infeksi masih tinggi. Gambaran sumsum tulang merupakan parameter yang terbaik untuk menentukan prognosis.

ANEMIA HEMOLITIK
Pada anemia hemolitik umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100120 hari). Gejala umum penyakit ini disebabkan adanya penghancuran eritrosit sehingga dapat menimbulkan gejala anemi, bilirubin meningkat bila fungsi hepar buruk dan keaktifan sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut (hipereaktif eritropoetik) sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak eritrosit berinti, retikulosit meningkat, polikromasi,

28

bahkan eritropoesis ektrameduler. Adapun gejala klinis penyakit ini berupa : menggigil, pucat, cepat lelah, sesak napas, jaundice, urin berwarna gelap, dan pembesaran limpa.4 Penyakit ini dapat dibagi dalam 2 golongan besar yaitu : a. Gangguan Intrakorpuskular (kongenital) Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena ada gangguan dalam metabolisme. Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu : 1. Gangguan pada struktur dinding eritrosit

Sferositosis

Umur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensi terhadap NaCl hipotonis menjadi rendah. Limpa membesar dan sering disertai ikhterus, jumlah retikulosit meningkat. Penyebab hemolisis pada penyakit ini disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih menyolok dibanding dengan ikhterus. Suatu infeksi yang ringan dapat menimbulkan krisis aplastik. Utnuk pengobatan dapat dilakukan transfusi darah dalam keadaan kritis, pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3 tahun), roboransia.1,4

Ovalositosis (eliptositosis) 50-90% Eritrosit berbentuk oval (lonjong), diturunkan secara dominan, hemolisis tidak seberat sferositosis, dengan splenektomi dapat mengurangi proses hemolisis.4

A beta lipoproteinemia Diduga kelainan bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.1,4

Gangguan pembentukan nukleotida Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah.4
29

Defisiensi vitamin E

2. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit

Defisiensi G6PD Akibat kekurangan enzim ini maka glutation (GSSG) tidak dapat direduksi. Glutation dalam keadaan tereduksi (GSH) diduga penting untuk melindungi eritrosit dari setiap oksidasi, terutama obat-obatan. Diturunkan secara dominan melalui kromosom X. Penyakit ini lebih nyata pada laki-laki. Proses hemolitik dapat timbul akibat atau pada : obat-obatan (asetosal, sulfa, obat anti malaria), memakan kacang babi, alergi serbuk bunga, bayi baru lahir. Gejala klinis yang timbul berupa cepat lelah, pucat, sesak napas, jaundice dan pembesaran hepar. Untuk terapi bersifat kausal.1,4

Defisiensi glutation reduktase Disertai trombositopenia dan leukopenia dan disertai kelainan neurologis.4

Defisiensi glutation Diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan.4

Defisiensi piruvat kinase Pada bentuk homozigot berat sekali sedang pada bentuk heterozigot tidak terlalu berat. Khas dari penyakit ini adanya peninggian kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG). Gejala klinis bervariasi, untuk terapi dapat dilakukan tranfusi darah.4,5

Defisiensi triose phosphatase isomerase (TPI) Menyerupai sferositosis tetapi tidak ada peningkatan fragilitas osmotik dan hapusan darah tepi tidak ditemnukan sferosit. Pada bentuk homozigot bnersiaft lebih berat.4
30

Defisiensi difosfogliserat mutase Defisiensi heksokinase Defisiensi gliseraldehide 3 fosfat dehidrogenase Ketiga jenis terakhir diturunkan secara resesif dan diagnosis ditgakkan dengan pemeriksaan biokimia.4

3. Hemoglobinopatia Hemoglobin orang dewasa normal teridi dari HbA (98%), HbA2 tidak lebih dari 2 % dan HbF tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan konsentrasi HbF akan menurun sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai keadaan yang normal. Terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan Hemoglobin ini yaitu gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misal HbE, HbS dan lain-lain, serta gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin misal talasemia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Samitta, M. Bruce. Anemia, dalam Nelson, E Waldo., Kliegmen, Robert. Buku Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EKG. 2000; h 1680-1712.

31

2. Rusdiana,

Nelly.

Pendekatan

Diagnosis

Pucat

pada

Anak.

Available

at

http://respiratory.usu,.ac.id/handle/123456789/18404. Accessed on 8 Sep 2013.


3. Sylvia, A. Prince. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:

EGC. 1995; h 1253-1262. 4. Yuindartanto, Andrei. Anemia Pada Anak. Available at http://anemia-padaanak/2009/08/08. accessed on 8 Sep 2013. 5. Sari Wahyuni, Arlinda. Anemia Defisiensi Besi pada Balita. Avialable at: http://library.usu.ac.id/download.anemia-defisiensi-besi-pada-anak. Accessed on 8 Sep 2013.
6. Mahaderma, Alain. Anemia pada Anak. Available at: http://gejala-gejala-dan-tanda-

anemia-anak/28/02/2011. Accessed on 8 Sep 2013.

32

Anda mungkin juga menyukai