Anda di halaman 1dari 21

Dengue Hemorrhage Fever Grade III Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam

menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter bagian Ilmu Kesehatan Anak Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Pembimbing : dr. Sri Priyantini M Sp. A

disusun oleh: Aditya Alfarizi 01.208.5579

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2013

BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PENDERITA Nama Penderita : An. R Umur/ tanggal lahir Jenis Kelamin Pendidikan Alamat Nama Ayah Umur Pendidikan Agama Pekerjaan Alamat Nama Ibu Umur Pendidikan Agama Pekerjaan Alamat : 10 tahun 7 bulan : Laki-laki : SD : Tambak Mulyo RT 7 RW IX Semarang : Bp. S : 43 tahun : SMU : Islam : Bengkel : Tambak Mulyo RT 7 RW IX Semarang : Ibu. M : 37 tahun : SMU : Islam : Ibu rumah tangga : Tambak Mulyo RT 7 RW IX Semarang

B. DATA DASAR Autoamanesis dan alloanamnesis dengan Ibu penderita dilakukan pada tanggal 3 Juli 2013 pukul 22.30 WIB di ruang ITH lantai 3 Anak dan didukung dengan catatan medis. KELUHAN UTAMA Badan panas RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien 5 hari panas, panas tinggi mendadak terus menerus. pasien sudah minum obat penurun panas, panas turun tetapi panas naik lagi, menggigil (-), keringat dingin (+), kejang (-), badan lemas (+), pusing (+), mual (+), muntah (+) jika setiap diberi makan, hari ini 4x muntah berupa apa yang dimakan dan diminum, nyeri perut (+), mimisan (-), bintik merah dikulit (+), gusi berdarah (-), batuk (-) sesak nafas (-), nafsu makan dan minum kurang dari biasanya, BAB (+) & BAK (+) sedikit dari biasanya, nyeri saat berkemih (-). RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.

Penyakit lain yang pernah diderita anak Faringitis : diakui Enteritis Bronkitis : disangkal Disentri basiler Pneumonia : disangkal Disentri amoeba Morbili : disangkal Thyp. Abdominalis Pertusis : disangkal Cacingan Varicella : disangkal Operasi Difteri : disangkal Trauma Malaria : disangkal Reaksi obat/ alergi Polio : disangkal RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.

: diakui : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI Ayah bekerja sebagai wiraswasta bengkel. berobat dengan fasilitas jamkesmas. Lingkungan tempat tinggal pasien sedikit kumuh, karena disamping rumah pasien terdapat tempat yang banyak air tergenang dan becek, dan selokan dekat rumah sering tersumbat

C. DATA KHUSUS 1. Riwayat kehamilan Riwayat ibu menderita kencing manis, asma, tekanan darah tinggi, penyakit jantung sebelum hamil disangkal. Ibu memeriksakan kehamilan di bidan secara teratur, sejak mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan kurang lebih 38 minggu. Pemeriksaan dilakukan 1x sebulan dan mendapat imunisasi tetanus toksoid 1x. Tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan. Riwayat trauma saat hamil disangkal. 2. Riwayat kelahiran Lahir spontan, aterm (39 minggu), dengan dibantu bidan, Berat Badan 3300 gram, Pajang Badan 45 cm, langsung menangis dan kemerahan.

3. Riwayat Makan Minum Minum ASI sampai usia 2 tahun. Makanan pendamping ASI mulai usia 6 bulan. Umur 1 tahun di berikan makanan keluarga ( nasi, sayur, telur, tempe/ tahu) buah jarang diberikan. Makan 3x sehari, porsi piring sedang. Kesan: Kualitas dan kuantitas cukup. 4. Riwayat Imunisasi Dasar dan Ulang No Imunisasi Berapa Kali 1. BCG 1x 2. 3. 4. 5. DPT Polio Hepatitis B Campak 3x 5x 3x 1x

Umur 1 bulan 2,4,6 bulan; booster: 6th 0,2,4,6,18 bulan 0,1,6 bulan 9 bulan; booster: 6th

Kesan imunisasi: lengkap 5. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Riwayat pertumbuhan : pada KMS garis selalu terlihat normal/ diatas garis merah. Riwayat Perkembangan: Senyum (usia 1 bulan), miring (usia 3 bulan), tengkurap (usia 4 bulan), duduk (usia 6 bulan), merangkak (usia 8 bulan), berdiri (usia 12 bulan), berjalan (usia 13 bulan).

Kesan : Pertumbuhan dan Perkembangan Sesuai Umur 6. Riwayat KB Orang Tua Ibu memakai KB suntik 3 bulan
4

Pemeriksaan Status Gizi (Z score): Diketahui: Umur : 10 tahun 7 bulan BB : 39,5 kg TB : 145 cm WAZ= BB/U = (39,5-33,6) = 0,7 (Normal) 8,2 HAZ= TB/U = (145-140,8) = 0,81 (Normal) 6,4 WHZ= BB/TB = (39,5-36,9) = 0,42 (Normal) 6,1 Kesan : Gizi Baik D. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal 4 juli 2013 jam 07.30 WIB Umur : 10 tahun 7 bulan (127 bulan) Berat badan : 39,5 kg Panjang badan : 145 cm Suhu badan : 40,1C (axilla) Nadi : 144 kali/menit, irama regular, isi dan tegangan kurang, teraba lemah Tekanan Darah : 90/50 mmHg Frekuensi nafas : 38 kali/menit KESAN UMUM Keadaan Umum: Apatis, tampak lemas, tampak sesak dan gizi baik. Keadaan Tubuh : Rambut : hitam, tidak mudah dicabut Kepala : mesocephale, ubun-ubun besar menutup Kulit : tidak sianosis, ptechie (+), turgor baik Mata : conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-) Hidung : nafas cuping hidung (+), secret (-), epistaksis (-) Telinga : discharge (-) Mulut : gusi berdarah (-), sianotik (-), bibir kering (-)
5

Leher : simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-) Tenggorokan : hiperemis (-)

Thorax Paru-paru Inspeksi

: :Statis Dinamis

: Hemithorax dextra sama dengan sinistra : Hemithorax dextra sama dengan sinistra,

Auskultasi : Wheezing (-), Ronkhi (+) Palpasi : sterm fremitus tidak dilakukan Perkusi : sonor di seluruh lapang paru Jantung: Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra Batas pinggang Batas kanan bawah Batas kiri bawah : SIC III linea parasternal sinistra : SIC V linea sternalis dextra : SIC V 2 cm medial linea mid clavicula sinistra

Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal. Palpasi : Iktus tidak melebar, tidak kuat angkat Auskultasi : Irama : Reguler Bunyi Jantung : BJ I dan BJ II normal reguler Bising : (-)

Abdomen Inspeksi : bentuk datar, simetris Auskultasi : peristaltik (+) Perkusi : tympani Palpasi : nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, hipochondrium kanan Hepar: konsistensi kenyal, taraba pembesaran 2 jari, nyeri tekan, tepi tajam, permukaan rata Lien : tidak teraba Alat kelamin : laki-laki, tidak ada kelainan Ekstremitas : Capilary refill Atas (ka/ki) : >2 Bawah (ka/ki) >2
6

Akral dingin R. Fisiologis R. Patologis Ptechie

: : : :

+/+ +/+ -/+/+

+/+ +/+ -/+/+

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium dari Puskesmas tanggal 3 juli 2013: DARAH RUTIN Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Golongan darah/Rh 14,3 g/dl 42,7 % (H) 7,15 ribu/uL 28 ribu/uL (L) O/+

Pemeriksaan laboratorium di RS Islam Sultan Agung tanggal 4 juli 2013: DARAH RUTIN Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eosinofil% Basofil% Neutrofil% Limfosit% Monosit% Golongan darah/Rh ASSESMENT : 1. Febris Akut 2. Gizi Baik INITIAL PLANS 1. Assesment : Febris Akut DD : Demam Berdarah Dengue Grade III Demam Berdarah Dengue Grade II Initial: IP Dx : S : O : Sediaan apus darah tepi, analisa gas darah, uji serologi, isolasi
7

13,9 g/dl 44,6 % (H) 8,12 ribu/uL 57 ribu/uL (L) 0,3 % 0,1 % 51 % 31,5 % 16,9 % (H) O/+

IP Tx

virus, foto thorax (AP-RLD) : - Parasetamol 10 15 mg /KgBB/6 jam 400 mg - Pasang O2 Re-breathing Mask outflow (10-12 L) - Pasang kateter urin - Pasang NGT

Kebutuhan cairan BB 39,5 kg Koloid HES BM 100-300kD dan atau RL 10-20/ KgBB dalam 5 menit (dapat diulang 3 kali)

Perbaikan (+) Perfusi jaringan Hb, Ht, trombosit PEI

Perbaikan (-) Syok berkepanjangan

PICU TVS

RL 60-100/KgBB (12jam) (5-6 ml/Kg/jam)

TVS 8 < mmHg Perdarahan masih

TVS 8 mmHg

Kebocoran vaskuler >> PEI > Ht.

RL diturunkan perlahan s/d 24-48 jam Cairan pemeliharaan Hemodinamik stabil

Komponen darah RC FFP TC

Asidosis metabolik Ggn elektrolit

Protein turun Albumin turun

Ventilatormekanik Koloid hiperonkotik

Stop ivfd

IP Mx : -

Tanda tanda vital Perdarahan Cek Darah Rutin setiap 4-6 jam (hematokrit, trombosit, Hb) Hemodinamik (kesadaran/GCS, akral dingin, sianosis, capp reffil, lingkar perut) - Diuresis tiap 4-6 jam
8

- Input cairan IP Ex : - Tirah baring - Bila sadar banyak minum 1-2 liter per hari Di rumah : - Jika panas, minum obat penurun panas, jika panas tidak turun, segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat. - Proteksi diri dengan tidur menggunakan kelambu. - Melakukan 3 M o Menguras tempat penampungan air dan bak mandi o Menutup tempat- tempat penampungan air o Mengubur barang- barang yang dapat menampung air Fogging Abatisasi 2. Assesment : Gizi Baik DD : Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk Initial Plans: Assessment: Gizi Baik : S : Kualitas dan kuantitas makan sehari-hari IPDx O: IP Tx : Kebutuhan kalori umur 10 tahun, BB 39,5 kg Kebutuhan kalori 17,5 x 39,5 + 651= 1342 kkal Jumlah = 1342 kkal/ hari Yang terdiri dari : - Karbohidrat: 60% x 1342 = 805,2 kkal - Lemak - Protein IP Mx IP Ex : : : 40% x 1342 = 536,8 kkal : 10% x 1342 = 134,2 kkal

Penimbangan BB secara rutin dan teratur Pengukuran TB setiap 6 bulan Makan teratur Asupan makanan yang bergizi Jangan mengkonsumsi makanan di sembarang tempat Menjaga kebersihan diri dan lingkungan Olah raga yang teratur
9

Menimbang berat badan secara rutin

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu Den 1, 2,3 dan 4. Virus Dengue dapat menyebabkan manifestasi klinis yang bermacam macam dari asimptomatik sampai berakibat fatal yaitu kematian (Hadinegoro, et al., 1999). 2.2 PATOGENESIS DHF

Terdapat dua teori yang paling banyak dianut dalam patogenesis DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder oleh virus yang heterologus (secondary heterologous infection). Hipotesis ini menyatakan bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita DBD dan DSS. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenali virus lain yang menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena
10

antibodi heterolog, maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut terjadi sekresi mediator vasoaktif yang berakibat terjadinya peningkatan permiabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulrensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. 1. Virulensi virus Virus dengue merupakankeluarga dari Flaviviridae dengan empat serotipe (Dengue/DEN 1, 2, 3 dan 4). Sebagai mikroorganisme intraseluler, virus dengue memerlukan asam nuklet untuk bereplikasi sehingga menganggu sintesis protein sel pejamu, dan mengakibatkan kerusakan dan kematian sel pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi. Perbedaan manifestasi klinis demem dengue, DBD dan SSD mungkin disebabkan oleh varian-varian virus dengue dengan derajat virulensi yang berbeda-beda. Serotipe DEN 2 lebih banyak menyebabkan syok dan DEN 3 sering dapat diisolasi pada DBD berat dibandingkan dengan serotipe DEN 1 dan DEN 4. 2. Makrofag/monosit Berdasarkan hipotesis ADE maka monosit atau makrofag berperan sebagai sel target. Secara in vivo, antibodi pada infeksi dengue mempunyai peran yang berbeda, yaitu enhancing antibody dan neutralizing antibody. Enhancing antibody merupakan kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi, tetapi memacu replikasi virus yang diduga berperan dalam patogenesis DBD atau SSD. Antibodi non neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe yang berbeda cenderung mengakibatkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis tersebut adalah meningkatnya reaksi imunologi ( the immunological enhancement hypotesis) yang berlangsung sebagai berikut :

11

a. Sel fagosit mononuklear, yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel kupffer, merupakan tempat utama infeksi virus dengue primer. b. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen. c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah terinfeksi. d. Selanjutnya, sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan yang terjadinya DBD dengan dan tanpa syok adalah jumlah sel yang terinfeksi. e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem komplemen, dengan akibat dilepaskannya mediator-mediator yang mempengaruhi permiabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor. Neutralizing antibody dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus (Hapsari, et al., 2010). 2.3. DIAGNOSIS DHF 2.3.1. Kriteria Diagnosis DHF Menurut WHO Tahun 1997 Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari Kriteria Klinis dan Kriteria Laboratoris.

a. Kriteria Klinis 1) Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas berlangsung terus menerus 2 7 hari. 2) Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif, petechia, echimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena. 3) Pembesaran hati 4) Terdapat tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin b. Kriteria Laboratoris 1) Trombositopenia ( 100.000/mm3)

12

2) Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari kenaikan hematokrit 20% atau lebih menurut standar umur dan jenis kelamin, atau terdapat bukti kebocoran plasma lainnya (hipoalbuminemia, efusi pleura, acites) Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DHF. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DHF (Hapsari, et al., 2010). 2.4.2. Pedoman Diagnosis DHF Menurut WHO Tahun 2009 Pedoman diagnosis DHF menurut WHO tahun 2009 terdiri dari 4 fase sebagai berikut : a. Fase Febris Pasien panas tinggi secara tiba tiba (akut), berlangsung 2 7 hari disertai dengan flushing, eritema kulit,badan sakit semua, nyeri otot, nyeri sendi, pusing. Dapat disertai kejang demam pada anak. b. Fase Kritis Terjadi pada hari ke 3 7 sakit dimana suhu turun menjadi 37,5 38 0C. Dapat terjadi syok karena kebocoran plasma, perdarahan hebat, gangguan fungsi organ. c. Fase Pemulihan (Recovery) Apabila pasien dapat melewati fase kritis 24 48 jam, terjadi penyerapan perlahan lahan dari cairan ekstravaskuler dalam waktu 48 72 jam. Dapat terjadi hipervolemik (dengan tanda distress respirasi, efusi pleura masif, acites) apabila diberikan cairan yang berlebihan, kadang kadang terjadi keluhan pruritus. Bradikardi dan perubahan pada elektrokardiografi sering terjadi pada fase ini. d. Dengue Berat (Severe Dengue) Bila terdapat satu dari gejala sebagai berikut : 1. Kebocoran plasma yang dapat menyebabkan syok (sindroma syok dengue) 2. Akumulasi cairan dengan atau tanpa distress respirasi 3. Dan atau perdarahan masif, 4. Dan atau gangguan fungsi organ berat (Hapsari, et al., 2010). 2.4.3. Derajat Penyakit DHF
13

Derajat penyakit DHF diklasifikasikan dalam 4 derajat (Grade), yaitu : 1. Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi perdarahan ialah uji torniquet. 2. Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain. 3. Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah. 4. Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur (Hapsari, et al., 2010). 2.5. KELAINAN PADA PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH 1. Jumlah Leukosit Pada awal perjalanan penyakit jumlah leukosit normal atau menurun, dengan dominasi neutrofil (Hapsari, et al., 2010). Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil bersama sama menurun sehinggadijumpai limfositosis relatif dengan jumlah limfosit atipikal (Limfosit Plasma Biru/LPB : 4 %) (Hadinegoro, et al., 1999; Hapsari, et al., 2010). 2. Trombositopenia Penurunan jumlah trombosit menjadi < 100.000 / mm 3 atau kurang dari 1 2 trombosit/lapangan pandang besar (lpb) dengan rata rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lbp, pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit < 100.000 /mm 3, biasanya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai ketujuh. 3. Hematokrit dan Hemoglobin Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DHF, yang merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan Ht secara berkala. Semakin berat kebocoran / perembesan plasma darah semakin kental darah dan semakin berat DHF nya. Kadar Hemoglobin pada hari hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal yang ditemukan pada DHF.
14

2.6. KELAINAN PADA PEMERIKSAAN RADIOLOGI Radiologi berperan penting untk mengetahui kebocoran plasma dan memantau perburukan serta komplikasi DHF. Pemeriksaan radiologi tersebut antara lain, yaitu : 1. Foto Rontgen Thoraks Pada foto rontgen thoraks yang dibuat dengan posisi terlentang sinar anteroposterior (AP supine) dapat terlihat hemithoraks kanan lebih putih (dense) daripada kiri apabila terdapat efusi pleura kanan (Hapsari, et al., 2010). Tetapi apabila plasma hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemithoraks (Hadinegoro, et al., 1999). Pada posisi right lateral decubitus (RLD) sinar horizontal efusi pleura terlihat sebagai bagian lateral thoraks yang putih berbatas garis lengkung yang tegas. Pemeriksaan foto rontgen dada adanya cairan pleura 50 100 cc akan tampak pada proyeksi lateral dekubitus kanan (RLD). Apabila terdapat efusi pleura kemudian dapat dinilai PEI (Pleural Effusion Index). PEI yaitu persentase rasio antara lebar maksimum hemithoraks. Derajat kobocoran plasma diukur dari PEI. PEI 6 % saat masuk rumah sakit memiliki korelasi terjadinya shock. Pemeriksaan foto thoraks perlu dipertimbangkan apabila : a. Kita menghadapi keraguan diagnosis (demam lebih dari 3 hari, namun tidak dijumpai shock, sedangkan klinis mengarah pada DHF dengan asumsi telah terjadi perembesan plasma, atau b. Untuk mengevaluasi pemberian cairan, terutama apabila keadaan sirkulasi belum stabil sedangkan anak sudah tampak sembab dan sesak nafas. 2. USG Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang ideal, aman, non invasive dalam mendeteksi kebocoran plasma (efusi pleura, efusi pericardium, acites), hepatomegali atau splenomegali. Secara USG cairan akan terlihat sebagai daerah hitam dengan batas tegas (pleura) berbentuk segitiga pada potongan longitudinal) atau bulan sabit (pada potongan transversal). Apabila cairan tersebut adalah darah, daerah hitam tersebut dapat disertai bercak bercak echo (berupa titik titik putih) atau gumpalan massa echogenic (gumpalan putih). Acites secara USG dapat dilihat di antara hati dan ginjal kanan, di antara usus usus dan posteriordari vesica urinaria, sebagai suatu daerah hitam (echolucent) berbatas tegas yang tepinya tidak teratur tergantung organ sekitarnya. Adanya penimbunan cairan dalam cavum peritoneum sejumlah 100 cc sudah dapat diketahui.

15

USG ini dapat mendeteksi awal DHF yaitu penebalan dinding vesica velea (> 3 mm), cairan pericholecystic, acites minimal, efusi pleura, perikardium dan hepatosplenomegali. Dapat pula mendeteksi perburukan DHF yaitu cairan di perirenal dan pararenal, cairan subkapsular liver dan lien serta pembesaran pankreas.

2.7. KOMPLIKASI 1. Ensefalopati Dengue Ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DHF yang tidak syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DHF bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosit pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak, tetapi sangat jarang dapat menginfeksi jaringan otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut. 2. Kelainan Ginjal Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 m/kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. 3. Oedem Paru Oedem paru merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima biasanya tiak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan Hb dan Ht tanpa memperlihatkan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada (Hadinegoro, et al., 1999).
16

2.8. TATA LAKSANA Tatalaksana Kasus DBD Derajat I atau II (Hapsari, et al., 2010) Cairan awal RL/NaCL 0,9 % atau RLD5/NaCl 0,9% + D5 BB < 15 kg : 6 7 ml/kgBB/jam

BB 15 40 kg : 5 ml/kgBB/jam BB > 40 kg : 3 4 ml/kgBB/jam

Pantau tanda tanda vital tiap 3 jam, Ht dan Trombosit tiap 4 jam

Perbaikan Tidak gelisah Nadi kuat Tekanan darah stabil

Tanpa tanda tanda syok Ht tetap tinggi / naik

Perburukan Gelisah Distress pernafasan Frekuensi nadi naik Hipotensi /tek.nadi 20 mmHg Diuresis kurang/ Tidak ada Pengisian kapiler > 2 detik Ht tetap tinggi/naik

Diuresis cukup ( 12 ml/kgBB/jam) Ht turun (2 kali pernafasan)

Tetesan dikurangi

Tetesan dipertahankan
17

Masuk ke Protokol syok

Rumatan atau Sesuai kebutuhan Perbaikan sesuaikan Rumatan tetesan Rumatan IVFD stop 24 48 jam Bila tanda vital / Ht stabil dan diuresis cukup Tatalaksana Sindrom Syok Dengue (Update DBD pd anak., 2010) Pantau lebih ketat tanda vital setiap jam, Ht tiap 3 jam

Perbaikan (+) Perfusi jaringan Hb, Ht, trombosit PEI

Perbaikan (-) Syok berkepanjangan

PICU TVS

RL 60-100/KgBB (12jam) (5-6 ml/Kg/jam)

TVS 8 < mmHg Perdarahan masih

TVS 8 mmHg

Kebocoran vaskuler >> PEI >

RL diturunkan perlahan s/d 24-48 jam Cairan pemeliharaan Hemodinamik stabil


Stop ivfd

Komponen darah RC FFP TC

Asidosis metabolik Ggn elektrolit

Ht. Protein turun Albumin turun

Ventilatormekanik Koloid hiperonkotik

Penngelolaan Kegawatdaruratan pada DBD Syok pada DBD, hipovolemia menjadi masalah utama pada DBD, sehingga resusitasi volume menjadi sangat penting dalam penatalaksanaan DBD dengan tujuan meningkatkan transport O2 ke jaringan, yaitu dengan meningkatkan curah jantung:
18

1. Memperbaiki prabeban dengan resusitasi secepatnya 2. Meningkatkan kontraktilitas jantung, apabila diperlukan dengan obat inotropik 3. Menurunkan resistensi pembuluh darah sistemik 4. Pengelolaan terhadap jalan napas pernafasan, dan sirkulasi (ABC) dengan terapi oksigen sesuai kebutuhan Pencegahan Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu : 1. Lingkungan Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh: Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu. Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali. Menutup dengan rapat tempat penampungan air. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya. 2. Biologis Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). 3. Kimiawi Cara pengendalian ini antara lain dengan: Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain. Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.
19

BAB IV PEMBAHASAN Pada pasien anak R yang berusia 10 tahun 7 bulan didiagnosa DHF grade III/ Dengue Shock Syndrome karena dari anamnesa dan pemeriksaan ditemukan data-data yang dapat mengarah pada diagnosa DHF grade III , antara lain : 5 hari panas, panas tinggi mendadak terus menerus, badan lemas (+), pusing (+), mual (+), muntah (+). Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya penurunan kesadaran (apatis), tensi 90/50, frekuensi nadi 144x isi dan tegangan kurang teraba lemah, temperature 40,1C, hepatomegali, capillary refill >2, akral dingin pada ekstremitas atas bawah, ditemukan ptekie pada tangan dan kaki. Pada pemeriksaan penunjang, pemeriksaan darah rutin hematokrit dan trombosit. Hasil yang didapat pada tanggal 4 juli 2013 yaitu hematokritnya 44,6 % trombositnya 57.000 /ml (N =150000-450000), Pada pasien ini terjadi peningkatan Kadar hematokrit artinya terjadi hemokonsentrasi dan trombositnya terjadi penurunan (trombositopenia). Berdasarkan kriteria WHO : 1. tanda klinis demam tinggi mendadak tanpa sebab yanng jelas,berlangsung terus menerus selama 2-7 hari terdapat manifestasi perdarahan, ditandai dengan : uji torniquet positif, terdapat petekie atau purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena pembesaran hati syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah 2. laboratoris trombositopenia (100.000 atau kurang) adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler dengan manifestasi : peningkatan hematokrit lebih dari 20 % atau penurunan hematokrit kurang dari 20 % setelah pemberian cairan jika terdapat dua tanda klinis atau lebih ditambah satu kriteria laboratoris, sudah cukup untuk menegakkan diagnosa sementara DHF. Pada pasien ini
20

ditemukan tanda klinis (panas tinggi mendadak berlangsung terus menerus dan dua kriteria laboratoris (trombositopenia dan hematokritnya meningkat) jadi pasien ini dapat didiagnosa sementara DHF.

Penatalaksanaan yang diberikan berupa cairan, dietetik, dan medikamentosa sudah sesuai teori yang ada. Selama pasien dirumah sakit, yang perlu dimonitoring keadaan umum, tanda-tanda vital,nilai hematokrit dan trombosit tiap 6 jam, intek cairan/makanan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN Pada pasien anak R, umur 10 tahun 7 bulan didiagnosa DHF grade III/ Dengue Shock Syndrome karena dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratoris terdapat tanda-tanda yang termasuk kriteria DHF grade III. Terapi yang meliputi aspek cairan, aspek dietetik dan medikamentosa sudah sesuai.

SARAN Perlunya digalakkan Gerakan 3 M tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.

21

Anda mungkin juga menyukai