Anda di halaman 1dari 24

1

BAB 1. PENDAHULUAN Enterocutaneus fistula (ECF) adalah adanya hubungan abnormal yang terjadi antara dua permukaan berepitel yaitu antara saluran cerna dengan kulit, baik antara usus halus dengan kulit maupun usus besar dengan kulit. Hubungan antara kedua permukaan tersebut sebagian besar berupa jaringan granulasi. Fistula enterokutaneus merupakan komplikasi yang biasanya terlihat setelah operasi di usus kecil atau besar. Tingkat kematian pada fistula ini adalah mulai dari 5-20% karena sepsis, kelainan nutrisi, dan ketidakseimbangan elektrolit. ECF adalah kondisi umum di sebagian bangsal bedah umum. Selama beberapa dekade terakhir, perbaikan dalam pengelolaan ECF telah mengakibatkan penurunan bertahap dalam angka kematian. Morbiditas pasien dengan ECF terkait dengan prosedur pembedahan atau penyakit primernya menjadi meningkat sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien, memperpanjang tinggal di rumah sakit, dan meningkatkan biaya keseluruhan untuk pengobatan. Dengan memahami patofisiologi serta faktor resikonya, dapat membantu untuk mengurangi terjadinya fistula ini. Selain itu, pedoman pengobatan terbaik untuk lesi ini, bersama dengan beberapa pilihan pengobatan baru, akan membantu dokter untuk mencapai hasil yang lebih baik pada pasien dengan fistula enterokutaneus3.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Pencernaan Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan (alimentar), yaitu tuba muskular panjang yang merentang dari mulut sampai anus, dan organ-organ aksesoris, seperti gigi, lidah, kelenjar saliva, hati, kandung empedu dan pankreas. Saluran pencernaan yang terletak di bawah area diafragma disebut saluran gasrrointestinal (GI). 2.1.1 Peritoneum Peritoneum merupakan membran serosa tipis yang membatasi dinding abdomen dan rongga pelvis dan meliputi visera abdomen dan pelvis. Peritoneum mirip pleura, walaupun peritonium tersusun secara lebih kompleks. Peritoneum parietale membatasi dinding abdomen dan rongga pelvis dan peritoneum viscerale meliputi organ-organ. Peritoneum mensekresi sedikit cairan serosa yang melumasi permukaan peritoneum dan mempermudah pergerakan bebas antar visera. Antara peritoneum parietale dan fasia yang membatasi dinding abdomen dan pelvis terdapat lapisan jaringan ikat yang dinamakan jaringan

ekstraperitoneal. Jaringan ini pada berbagai bagian jumlahnya berbeda-beda dan pada daerah ginjal mengandung banyak lemak. Peritoneum viseral berikatan erat dengan organ berongga dibawahnya hanya oleh sedikit jaringan ikat. Ruang potensial yang terdapat antara lapisan parietal dan viseral peritoneum dinamakan rongga peritoneal. Pada pria rongga ini adalah tertutup, tetapi pada wanita terdapat hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina. Rongga peritoneal dapat dibagi dalam 2 bagian, kantong besar dan kantong kecil (bursa omentalis). Kantong besar merupakan ruang utama rongga peritoneal dan terbentang diseluruh luas abdomen, dan dari diafragma sampai pelvis. Kantong kecil merupakan ruang yang lebih kecil dan terletak dibelakang lambung; sebagai divertikulum dari kantong besar. Kantong kecil bermuara melalui suatu jendela oval yang dinamakan foramen epiploicum Winslow.

Suatu organ dikatakan terletak retroperitoneal bila organ tersebut terletak dibelakang rongga peritoneal. Ini berarti bahwa organ hanya diliputi oleh peritoneum pada permukaan depannya. Contoh organ retroperitoneal adalah pankreas, duodenum, colon ascenden, dan colon descenden. Ginjal, ureter, vena cava superior dan ureter merupakan contoh lainnya10.

Gambar 2.1 Penampang membujur rongga peritoneum

Gambar 2.2 Penampang melintang rongga peritoneum

Daerah-daerah khusus dari peritoneum: a. Mesenterium, yang merupakan lipatan peritoneum berlapis ganda yang melekatkan bagian usus ke dinding posterior abdomen, dan terdiri atas mesenterium usus halus, mesocolon transversum, dan mesocolon

sigmoideum. Mesenterium yang memungkinkan usus bergerak sangat mudah dalam rongga abdomen. b. Omentum, adalah lipatan peritoneum berlapis ganda yang melekatkan lambung ke dalam organ berongga lainnya. Omentum majus melekat pada curvatura major lambung dan tergantung seperti tirai pada ruang antara lekukan-lekukan usus halus dan dinding anterior abdomen. Omentum majus melipat kembali dan melekat pada pinggir bawah colon transversum. Omentum minus menghubungkan curvatura minor lambung dengan permukaan hati. Omentum (ligamentum) gastrolienalis

menghubungkan lambung dengan limpa. c. Ligamentum peritoneale, yang merupakan lipatan peritoneum berlapis ganda yang melekatkan visera padat yang kurang dapat bergerak ke dinding abdomen (mereka tidak mempunyai jaringan padat fibrosaseperti yang ditemukan pada ligamentum yang berhubungan dengan tulang). Hati, misalnya, dilekatkan oleh ligamentum falciforme ke dinding anteerior abdomen dan ke permukaan bawah hati10. Mesenterium, omentum dan ligamentum peritoneal memungkinkan pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf mencapai berbagai organ visera10.

2.1.2 Dinding saluran pencernaan Dinding saluran tersusun dari 4 lapisan jaringan dasar dari lumen (rongga sentral ke arah luar). komponen lapisan pada setiap regia berfariasi sesuai fungsi regia9. a. Mukosa (membran mukosa) tersusun dari 3 lapisan: Epitelium yang melapisi berfungsi untuk perlindungan, sekresi dan absorbsi. Di bagian ujung oral dan anal saluran, lapisannya tersusun dari epitel skuamosa bertingkat tidak berkeranisasi untuk perlindungan. Lapisan ini terdiri dari epitelium kolomnar, simpel dengan sel goblet di area tersebut yangh dikhususkan untuk sekresi dan absorsi.

Lamina propria adalah jaringan ikat areolar yang menopang epitelium. Lamina ini mengandung pembuluh darah, limfatik, saluran limfe, dan beberapa jenis kelenjar.

Muskularis mukosa, terdiri dari lapisan sirkular dalam yang tipis dan lapisan otot polos longitudinal luar.

b. Submukosa terdiri dari jaringan ikat areolar yang mengandung pembuluh darah, pembuluh limfatik, beberapa kelenjar submukosal, dan pleksus serabut saraf, serta sel-sel ganglion yang disebut pleksus meissner (pleksus submukosa) submukosa mengikuti mukosa ke muskularis eksterna. c. Muskularis eksterna terdiri dari 2 lapisan otot, satu lapisan sirkular dalam dan satu lapisan logitudinal luar. kontraksi lapisan sirkular mengkonstriksi lumen saluran dan lapisan longitudinal memperpendek dan memperlebar lumen saluran. Kontraksi ini menimbulkan gelombang peristaltik yang menggerakkan isi saluran ke arah depan. Muskularis eksterna terdiri dari otot rangka di mulut, faring dan esofagus atas, serta otot polos pada saluran selanjutnya. Pleksus auerbach (pleksus mienterik) yang terdiri dari serabut saraf dan sel ganglion parasimpatis, terletak diantara otot sirkular dalam dan longitudinal luar. d. Serosa (adventisia), lapisan keempat dan paling luar juga disebut peritoneum viseral. Lapisan ini terdiri dari membran serosa jaringan ikat renggang yang dilapisi epitelium skuamosa simpel. Di bawah area diafragma dan dalam lokasi tempat epitelium squamosa menghilang dan jaringan ikat bersatu dengan jaringan ikat di sekitarnya area tersebut disebut dengan adventisia9.

Gambar 2.3 Lapisan dinding usus halus

2.1.3 Kendali saraf pada saluran pencernaan SSO menginervasi keseluruhan saluran pencernaan, kecuali ujung atas dan ujung bawah yang dikendalikan secara volunter9. a. Impuls parasimpatis yang dihantarkan dalam saraf vagus (CN X) mengeluarkan efek stimulasi konstan pada tonus otot polos dan bertanggung jawab untuk peningkatan keseluruhan aktifitas. Efek ini meliputi motilitas dan sekresi cairan pencernaan. b. Impuls simpatis yang dibawa medulla spinalis dalam saraf splanknik, menghambat kontraksi otot polos saluran, mengurangi motilitas, dan menghambat sekresi cairan pencernaan. c. Pleksus meisner dan aurbach merupakan sisi sinaps untuk serabut praganglionik parasimpatis. Pleksus ini juga berfungsi untuk pengaturan kontraktil lokal dan aktivitas sekretori saluran.

Gambar 2.4 Inervasi dinding usus halus

2.1.4 Organ pada sistem pencernaan a. Rongga oral Adalah jalan masuk menuju sistem pencernaan dan berisi organ aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencernaan. Rongga vestibulum (bukal) terletak diantara gigi, serta bibir dan pipi sebagai batas luarnya. Rongga oral pertama dibatasi gigi dan gusi dibagian depan , palatum lunak dan keras dibagian atas, lidah di bagian bawah dan orofaring di bagian atas9. b. Esofagus Esofagus adalah tuba muskular, panjangnya sekitar 9 sampai 10 inchi (25 cm) dan berdiameter 1 inchi (2,54 cm). Esofagus berawal pada area laringofaring, melewati diafragma dan hiatus esofagus (lubang) pada area sekitar vertebrae toraks kesepuluh dan membuka ke arah lambung9. c. Lambung Adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri rongga abdomen di bawah diafragma. Semua bagian, kecuali sebagian kecil, terletak pada bagian kiri garis tengah. ukuran dan bentuknya berfariasi dari satu individu ke individu lain. Regia-regia lambung terdiri dari bagian jantung, fundus, badan organ, dan bagian pilorus. Bagian jantung lambung adalah area disekitar pertemuan esofagus dan lambung (pertemuan gastroesofageal). Fundus adalah bagian yang menonjol kesisi kiri atas mulut esofagus. Badan lambung adalah bagian yang terdilatasi dibawah fundus, yang membentuk duapertiga bagian lambung. Tepi medial badan lambung yang konkaf disebut kurvatura kecil, tepi lateral badan lambung yang konveks disebut kurvatura besar. Bagian pilorus lambung menyempit diujung bawah lambung dan membuka ke duodenum. Antrum pilorus mengarah ke mulut pilorus yang dikelilingi sphinkter pilorus muskular tebal9.

d. Usus halus Keseluruhan usus halus adalah tuba terlilit yang merentang dari sphinkter pilorus sampai ke katub ileosecal, tempatnya menyatu dengan usus besar. Diameter usus halus kurang lebih 2,5 cm dan panjangnya 3-5 meter saat bekerja. Panjang 7 meter pada mayat dicapai saat lapisan muskularis eksterna berelaksasi9. Usus halus dibagi ke dalam 3 divisi: Duodenum adalah bagian yang terpendek (25 cm sampai 30 cm). Duktus empedu dan duktus pankreas keduanya membuka ke dinding posterior duodenum beberapa sentimeter di bawah mulut pilorus. Yeyunum adalah bagian yang selanjutnya. Panjangnya kurang lebih 1 1,5 meter. Ileum (2-2,5 m) merentang sampai menyatu dengan usus besar. Terdapat tiga spesialisasi struktural yang memperluas permukaan absorbtif usus halus sampai kurang lebih 600 kali. Plicae sirkularis adalah lipatan sirkular membran mukosa yang permanen dan besar. Lipatan ini hampir secara keseluruhan mengitari lumen. Vili adalah jutaan tonjolan menyerupai jari (tingginya 0,2 mm sampai 1 mm) yang memanjang ke lumen dari permukaan mukosa. Vili hanya ditemukan pada usus halus, setiap vilus mengandung jaring-jaring kapiler dan pembuluh limfe yang disebut lakteal. Mikrovili adalah lipatan-lipatan menonjol kecil pada membran sel yang muncul pada tepi yang berhadapan dengan sel-sel epitel9.

Gambar 2.5 vili dan mikrovili

e. Pankreas Pankreas adalah kelenjar terelongasi berukuran besar dibalik kurvatura besar lambung. Sel-sel endokrin (pulau-pulau langerhans) pankreas mensekresi hormon insulin dan glukagon. Sel-sel eksokrin (asinar) mensekresi enzim-enzim pencernaan dan larutan berair yang mengandung ion bikarbonat dalam konsentrasi tinggi. Produk gabungan sel-sel asinar mengalir melalui duktus pankreas, yang menyatu dengan duktus empedu komunis dan masuk ke duodenum di titik ampula hepatopankreas, walaupun duktus pankreas dan duktus empedu komunis membuka secara terpisah pada duodenum. Sphinkter oddi secara normal mempertahankan keadaan mulut duktus agar tetap tertutup9. f. Hati Hati adalah organ viseral terbesar dan terletak dibawah kerangka iga. Beratnya 1500 g dan pad kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati menerima darah teroksigenasi dari arteri hepatika dan darah yang tidak teroksigenasi tetapi kaya nutrien dari vena portal hepatika. Hati terbagi menjadi lobus kanan dan kiri. Lobus kanan hati lebih besar dari lobus kiri, dan memiliki 3 bagian utama: lobus kanan atas, lobus kaudatus, dan lobus kuadratus. Ligamen falsiform memisahkan lobus kanan dari lobus kiri. Diantara kedua lobus terdapat porta hepatis, jalur masuk dan keluar pembuluh darah, saraf dan duktus. Dalam lobus lempengan sel-sel hati bercabang dan beranastomosis untuk membentuk jaringan 3 dimensi. Ruang-ruang darah sinusoid terletak diantara lempeng-lempeng sel9. g. Empedu Empedu yang disekresi oleh sel-sel hati memasuki kanalikuli empedu yang kemudian menjadi duktus hepatika kanan dan kiri. Duktus hepatika menyatu untuk membentuk duktus hepatik komunis yang kemudian menyatu dengan duktus sistikus dari kandung empedu dan keluar dari hati sebagai duktus empedu

10

komunis. Duktus empedu komunis, bersama dengan duktus pankreas, bermuara di duodenum atau dialihkan untuk penyimpanan di kandung empedu9. h. Usus besar Gambaran umum Usus besar tidak memiliki vili, tidak memiliki plicae sircularis (lipatanlipatan sirkular), dan diameternya lebih lebar, panjangnya lebih [endek dan daya regangnya lebih besar dibandingkan usus halus. Serabut otot longitudinal dalam muskularis eksterna membentuk tiga pita, taenia coli, yang menarik colon membentuk kantong-kantong besar yang disebut haustra. Katup ileosekal adalah mulut sphinkter antara usus halus dan usus besar. Normalnya, katub ini tertutup, dan akan membuka untuk merespon gelombang peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml sekali masuk, untuk total aliran sebanyak 500 ml perhari. Bagian-bagian usus besar Sekum adalah kantong tertutup yang emnggantung di bawah katub ileosecal. Apendiks vermiform, suatu tabung buntu yang sempit berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki 3 divisi. a) Kolon asenden merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati disebelah kanan dan membalik secara horisontal pada fleksura hepatika. b) Kolon transversa merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada fleksura splenik. c) Kolon desenden merentang kebawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12 sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.

11

a) Mukosa saluran anal tersusun dari kolumna rektal (anal), yaitu lipatan-lipatan vertikal yang masing-masing berisi arteri dan vena. b) Sphinkter anal interna otot polos (involunter) dan sphinkter anal internal (otot rangka (volunter) mengitari anus9. 2.2 Fisiologi Sistem Pencernaan a. Rongga oral Berfungsi mencerna makanan secara mekanik dan kimia oleh gigi dan kelenjar saliva. Gigi berfungsi dalam proses mastikasi (pengunyahan). Makanan yang masuk rongga mulut dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan bercampur dengan saliva untuk membentuk bolus makanan yang dapat ditelan. Sedangkan saliva mensekresi kelenjar saliva ke rongga oral. Saliva terdiri dari cairan encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang mengandung mukus. Fungsi saliva9: Saliva melarutkan makanan secara kimia untuk pengecapan rasa. Saliva melembabkan dan melumasi makanan sehingga dapat ditelan. Saliva juga memberikan kelembaban pada bibir dan lidah sehingga terhindar dari kekeringan. Amilase pada saliva mengurai zat tepung menjadi polisakarida dan maltosa, suatu disakarida. Zat buangan seperti asam urat dan urea, serta berbagai zat lain seperti obat, virus dan logam, diekskresi ke dalam saliva. Zat antibakteri dan antibodi dalam saliva berfungsi untuk membersihkan rongga oral dan membantu memelihara kesehatan oral serta mencegah kerusakan gigi. b. Esofagus Esofagus menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui gerak peristaltis. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mukus untuk melumasi dan melindungi esofagus. Esofagus tidak memproduksi enzim pencernaan9.

12

C. Lambung Lambung memiliki berbagai fungsi: Penyimpanan makanan. Kapasitas lambung normal memungkinkan adnya interval waktu yang panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran. Lambung tidak memiliki peran mendasar dalam kehidupan dan dapt diangkat, asalkan makanan yang dimakan sedikit dan sering. Produksi kimus. Aktifitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa homogen setengah cair, berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya kedalam duodenum. Digesti protein. Lambung memulai digesti protein melalui sekresi tripase dan asam klorida. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1 mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dari sekresinya sendiri. Produksi faktor intrinsik. Faktor intriksik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal. Vitamin B12 didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor intrinsik. Kompleks faktor intrinsik, vitamin B12 dibawa ke ileum usus halus,, tempat vitamin B12 diabsorbsi. Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit. Beberapa obat larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung9. d. Usus halus Motilitas usus halus mencampur isinya dengan enzim untuk pencernaan, memungkinkan produk akhir pencernaan mengadakan kontak dengan sel absorbtif, dan mendorong zat sisa memasuki usus besar. Pergerakan ini dipicu oleh peregangan dan secara reflek dikendalikian oleh SSO. Segmentasi irama adalah gerakan pencampuran utama. Segmentasi mencampur kimus dengan cairan pencernaan dan memaparkannya ke permukaan

13

absobtif. Gerakan ini adalah gerakan kontraksi dan relaksasi yang bergantian dari cincin-cincin otot dinding usus yang membagi isi menjadi segmen-segmen dan mendorong kimus bergerak maju mundur dari satu segmen yang relaks ke segmen lain. Peristaltis adalah kontraksi ritmik otot polos longitudinal dan sirkular. Kontraksi ini adalah daya dorong utama yang menggerakkan kimus ke arah bawah di sepanjang saluran9. e. Pankreas Cairan pankreas mengandung enzim-enzim untuk mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik pankreas (protease) Tripsinogen yang disekresi pankreas diaktivasi menjadi tripsin oleh enterokinase yang diproduksi usus halus. Tripsin mencerna protein dan polipeptida besar untuk membentuk polipeptida dan peptida ynag lebih kecil. Kimotripsin teraktivasi dari kimotripsinogen oleh tripsin. Kimotripsin memiliki fungsi yang sama seperti tripsin terhadap protein. Karboksipeptidase, aminopeptidase, dan dipeptidase adalah enzim yang melanjutkan proses pencernaan protein untuk menghasilkan asam-asam amino bebas. Lipase pankreas menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol setelah lemak diemulsi oleh garam-garam empedu. Amilase pankreas menghidrolisis zat tepung yang tidak tercerna oleh amilase saliva menjadi disakarida (maltosa, sukrosa dan laktosa). Ribonuklease dan dioksirebonuklease menghidrolisis RNA dan DNA menjadi blok=blok pembentuk nukleotidanya9. f. Hati Fungsi utama hati: Sekresi. Hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi lemak. Metabolisme. Hati mematabolisme protein, lemak, dan karbohidrat tercerna.

14

Hati berperan penting dalam mempertahankan homeostatik gula darah. Hati menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dan mengubahnya kembali menjadi glukosa jika diperlukan tubuh. Hati mengurai protein dari sel-sel tubuh dan sel darah merah yang rusak. Organ ini membentuk urea dari asam amino berlebih dan sisa nitrogen. Hati menyintesis lemak dari karbohidrat dan protein, dan terlibat dalam penyimpanan dan pemakaian lemak. Hati menyintesis unsur-unsur pokok membran sel (lipoprotein, kolesterol, dan fosfolipid). Hati menyintesis protein plasma dan faktor-faktor pembekuan darah. Organ ini juga menyintesis bilirubin dari produk penguraian hemoglobin dan mennyekresinya ke dalam empedu. Penyimpanan. Hati menyimpan mineral, seperti zat besi dan tembaga, serta vitamin larut lemak (A,D,E,K), dan hati menyimpan toksin tertentu (contohnya pestisida) serta obat yang tidak dapat diuraikan dan diekskresikan. Detoksifikasi. Hati melakukan inaktifasi hormon dan detoksifikasi toksin dan obat. Hati memfagosit eritrosit dan zat asing yang terdisintegrasi dalam darah. Produksi panas. Berbagai aktifitas kimia dalam hati menjadikan hati sebagai sumber utama panas tubuh, terutama saat tidur. Penyimpanan darah. Hati merupakan reservoar untuk sekitar 30%, dan bersama dengan limpa, mengatur volume darah yang diperlukan tubuh9. g. Empedu Fungsi garam empedu dalam usus halus: Emulsifikasi lemak. Garam empedu mengemulsi globulus lemak besar dalam usus halus yang kemudian menghasilakan globulus lemak lebih kecil dan area permukaan yang lebih luas untuk kerja enzim. Absorbsi lemak. Garam empedu membantu absorbsi zat terlarut lemak dangan cara memfasilitasi jalurnya menembus membran sel.

15

Pengeluaran kolesterol dari tubuh. Garam empedu berikatan dengan kolesterol dan lesitin untuk membentuk agregasi kecil disebut micelle yang akan dibuang melalui feses9. h. Usus besar Fungsi usus besar: Usus besar mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari kimus yang tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat. Usus besar hanya memproduksi mukus. Sekresinya tidak mengandung enzim atau hormon pencernaan. Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari. Bakteri juga memproduksi vitamin (K, riboflavin, dan tiamin) dan berbagai gas. Usus besar mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses. Air mencapai 75% sampai 80% feses. Sepertiga materi padatnya adalah bakteri dan sisanya yang 2% sampai 3% adalah nitrogen, zat sisa organik dan anorganik dari sekresi pencernaan, serta mukosa dan lemak. Feses juga mengandung sejumlah materi kasar atau serat dan selulosa yang tidak tercerna. Warna coklat berasal dari pigmen empedu, bau berasal dari kerja bakteri9. 2.3 Fistula Enterokutaneus 2.3.1 Definisi Fistula merupakan saluran patologis. Fistula berarti adanya hubungan abnormal antara ruang berepitel yang satu dengan ruang yang lainnya2. Jadi fistula enterokutaneus adalah celah atau saluran abnormal antara usus dengan kulit abdomen. Beberapa sumber menyebutkan definisi yang lebih spesifik mengenai fistula enterocutaneus, ialah saluran antara usus halus dengan permukaan kulit. Berdasarkan atas hubungan dengan dunia luar, maka fistula dibagi menjadi 2 bagian yaitu fistula external dan fistula internal. Fistula eksternal dimaksudkan pada fistula yang salurannya menghubungkan antara organ dalam tubuh dengan dunia luar, contohnya fistula enterokutaneus, fistula umbilikalis. Sedangkan

16

fistula internal adalah fistula yng menghubungkan dua bagian tubuh yang keduaduanya masih berada dalam tubuh, contohnya fitula vesicorectal, fistula rektovaginal, fistula vesikokolik3.

Gambar 2.6 Fistula Enterocutaneus. Pada pasien dengan perforasi jejunum, fistula tersebut timbul 14 hari setelah laparotomi.

2.3.2 Epidemiologi Enterokutaneus fistula (ECF) dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua jenis operasi pada saluran pencernaan. Lebih dari 75% dari semua ECF timbul sebagai komplikasi pasca operasi, sementara sekitar 15-25% timbul akibat trauma andomen. ECF dapat pula terjadi secara spontan dalam kaitannya dengan kanker, iradiasi, penyakit usus inflamasi, infeksi atau kondisi iskemik1. 2.3.3 Etiologi Fistula enterocutaneus dapat disebabkan oleh pasca operasi, trauma, atau spontan. Kebanyakan fistula terjadi oleh karena infeksi pada rongga perut, kanker ataupun lisis dari anastomosis saluran cerna dan radiasi7. Pada sebagian kasus dapat terjadi spontan enterokutaneus fistula. Pada kasus apendiktomi patofisiologi menjadi fistel7. misalnya, dapat terjadi oleh karena adanya

mikroperforasi yang menyebabkan adanya kumpulan abses yang selanjutnya

17

Berdasarkan proses terjadinya, ECF dibagi menjadi 2 jenis: a. ECF spontan Penyebab: Inflamatory bowel disease (5-50%) Radiasi (5-10%) Keganasan (2-15%) Divertikulitis Apendisitis

b. Komplikasi pasca operasi (70-95%) Operasi keganasan saluran cerna dan inflamatory bowel disease. Faktor predisposisi: leakage anastomosis, abses, obstruksi pada distal. Pasca apendiktomi (sangat jarang). Sebab lain: erosi caecum, atau nekrosis caecum5.

2.3.4 Patofisiologi Salah satu penyebab terbentuknya fistel enterokutaneus adalah chrown disease. Pada penyakit chrown, terjadi inflamasi kronis dan subakut yang meluas keseluruh lapisan dinding usus dari mukosa usus, hal ini disebut juga transmural. Pembentukan fistula, fisura, dan abses terjadi sesuai luasnya inflamasi kedalam peritoneum. Jika proses inflamasi terus berlanjut, maka saluran abnormal yang terbentuk bisa mencapai kutan (kulit) abdomen sehingga terbentuklah fistel enterokutaneus. Lesi (ulkus) tidak pada kontak terus menerus satu dengan lainnya dan dipisahkan oleh jaringan normal. Pada kasus lanjut, mukosa usus mengalami penebalan dan menjadi fibrotik dan akhirnya lumen usus menyempit3. Kompleksitas dari enterocutaneus fistula tergantung dari jumlah pengeluaran: a. Rendah (low output) : < 200 ml/24 jam : > 500 ml/24 jam6.

b. Moderat (modertae output) : 200-500 ml/24 jam c. Tinggi (high output)

18

2.3.5 Diagnosis dan Manifestasi Klinis Diagnosis fistula enterocutaneus dapat dibuat setelah didapatkan adanya sulcus dari tempat insisi operasi atau dri produksi drain pasca operasi. Hal tersebut biasanya terjadi antara 5-10 hari post operasi. Fistula juga dapat timbul pada kondisi lainnya, seperti pada luka terbuka atau luka di tempat operasi11. Penyempitan lumen usus tersebut mempengaruhi kemampuan usus untuk mentransport produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi dan akhirnya mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Karena peristaltik usus dirangsang oleh makanan, maka nyeri biasanya timbul setelah makan. Untuk menghindari nyeri ini, maka sebagian pasien cenderung untuk membatasi masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya penurunan berat badan, malnutrisi dan anemia sekunder8. Selain itu, pembentukan ulkus di lapisan membran usus dan ditempat terjadinya inflamasi, akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus yang tipis, bengkak yang menyebabkan diare kronis. Kekurangan nutrisi juga bisa terjadi karena gangguan pada absorbsi. Akibatnya individu menjadi kurus karena masukan makanan tidak adekuat dan cairan hilang secara terus menerus. Usus yang terinflamasi juga mengakibatkan demam dan leukositosis. Pada akhirnya, kondisi klinis diatas dapat memicu terjadinya sepsis8. Berdasarkan pronogsisnya, fistula enterocutaneus dibagi menjadi 2, yakni : Dapat menutup spontan Tidak dapat menutup spontan Anatomi Fstula jejunum Lebar traktus < 2 cm Defek pada usus < 1 cm2 Lebar tractus >2cm Defek pada usus >1cm3 berasal dari Fistula berasal dari ileum
5

19

Distal obstruksi Etiologi Apendisitis Divertikulitis Neoplastik Inflammatory disease Postoperasi Radiation Foreign body bowel

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang seringkali digunakan sebagai penunjang diagnosis fistula enterocutaneus adalah pemeriksaan darah lengkap, fistulography dan CT scan. a. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menunjang diagnosis fistula enterocutaneus. Hitung darah dapat dilakukan untuk mengkaji hematokrit dan kadar hemoglobin yang biasanya menurun serta hitung sel darah putih yang biasanya mengalami peningkatan. Laju sedimentasi biasanya akan meningkat. Kadar albumin dan protein juga mengalami penurunan. Penurunan nilai protein dan albumin ini dapat menjadi indikator petanda malnutrisi7. b. Fistulography Fistulography adalah suatu metode pemeriksaan fistula dengan

menggunakan rontgen. Foto X-ray diambil setelah ckontras dimasukkan ke dalam sarulan fistula melalui lubang external fistula. Prosedur tersebut dilaksanakan secara aseptik. Medium kontras yang digunakan berupa cairan atau oil solution dari komponen organik iodin sperti urotrast atau verografin (diatrizoate sodium), atau iozed oil. Fistulografi dapat menggambarkan panjang, bentuk, arah dari saluran fistula dan hubungan antara fistula tersebut dengan organ-organ disekitarnya (seperti lambung, usus, dan kantong empedu), serta dapat menggambarkan adakah hubungan fistula dengan fokus inflamasi di usus. Pada

20

akhirnya, gambaran tersebut dapat membantu dokter untuk menentukan terapi yang tepat6.

Gambar 2.7. Fotography Fistula enterocutaneus. Oblique radiografi dari pelvis fistulogram seorang laki-laki, 29 th, dengan abdominal TB. Tanda segitiga: saluran enterocutaneus fistula, anak panah: saluran kutaneus fistula disampingnya yang menunjukkan hubungan dengan enterocutaneus fistula yang pertama.

c. CT scan CT scan (Computerized Tomography scan) dapat menghasilkan gambaran dari organ tubuh yang tidak bisa dilihat oleh peralatan foto dengan standard x-ray biasa. Secara umum, pemeriksaan CT abdomen dilakukan untuk melihat lambung, hati, kandung empedu, pankreas, usus halus, ginjal, dan untuk melihat sistem vaskular6.

Gambar 2.8. Ct scan fistula enterocutaneus post penutupan ileostomi. Anak panah menunjukan saluran fistula yang menghubungkan usus halus dengan kulit.

21

Gambar Sigmoid cutaneus fistula

Gambar 2.9. CT scan fistula enterocutaneous postappendictomy. Menggambarkan adanya fistula enterocutaneus pada ileus terminal.

2.3.7 Penatalaksanaan Tindakan medis ditujukan untuk mengurangi inflamasi, menekan respon imun dan mengistirahatkan usus yang sakit12. Untuk mengatasai masalah gangguan nutrisi, maka dapat diberikan cairan oral, diet rendah residu, tinggi protein, tinggi kalori, dan terapi suplemen vitamin pengganti besi.

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang dihubungkan dengan dehidrasi akibat diare, diatasi dengan terapi intravena sesuai kebutuhan. Sedangkan untuk terapi medikamentosa, diberikan sedative dan antidiare/antiperistaltik. Hal ini diberikan untuk mengistirahatkan usus yang terinflamasi. Terapi ini dilanjutkan sampai frekuensi defekasi dan konsistensi feses pasien mendekati normal. Selain itu diberikan pula antibiotik untuk mengatasi infeksi sekunder dan pemberian obat-obatan antiinflamasi5. Tujuan pemberian terapi pada pasien dengan enterocutaneus fistula adalah untuk mengoreksi metabolik dan nutrisi yang hilang, menutup fistula, serta mempertahankan fungsi traktus gastrointestinal. Terapi pada enterocutaneus fistula dapat dibagi menjadi 5 langkah:

22

a. Resusitasi dan stabilisasi Pasien dengan enterocutaneus fistula akan mengalami gangguan cairan tubuh dan metabolik. Oleh karena itu, pasien harus segera mendapat resusitasi cairan untuk mengganti cairan intravaskular. Anemia, yang seringkali terjadi pada pasien ini, segera dikoreksi dengan pemberian transfusi. Jika pasien mengalami hipoalbuminemia (< 3g/dl), pertimbangkan untuk pemberian albumin, karena albumin berperan penting pada fungsi usus2. Pemberian resusitasi tersebut juga disertai dengan kontrol cairan yang dikeluarkan melalui fistula. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: jumlah produksi cairan perhari dan perawatan luka pada daerah tersebut. Untuk mengontrol jumlah cairan yang keluar dapat dilakukan drainage dengan kantong kateter. Daerah kulit disekitar drainage diupayakan tidak kontak dengan cairan yang dihasilkan fistula karena dapat menimbulkan infeksi lebih lanjut. Perawatan luka pada daerah sekitar fistula dapat menggunakan teknik wound pouch dressing. Perawatan luka ini bertujuan untuk melindungi kulit, memberikan kenyamanan bagi pasien, menjamin mobilitas pasien, memberi saluran drainage dan observasi jumlah cairan fistula, serta biaya yang efektif. Teknik wound pouch dressing terdiri dari skin barrier, adhesive, dan kantong dengan tekanan negatif4.

Gambar 2.10 Wound pouch dressing

23

Setelah mendapat inisial resusitasi dan stabilisasi, kita perlu juga memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nutrisi lainnya karena pasien dengan enterocutaneus fistula akan mengalami hiperkatabolisme dan kehilangan nutrisi secara terus menerus. Kebutuhan akan kalori, protein, nitrogen, vitamin larut air harus dikoreksi dengan baik. Suplemen zink perlu diberikan untuk high output fistula. b. Investigasi Pemeriksaan mengenai anatomi dari fistula dapat dilakukan dengan radiografi (fistulogram). Beberapa hal yang perlu diperiksa: Dari segmen usus yang manakah fistula muncul? Apakah defek pada segmen usus lebih dari 1 cm? Bagaimana pengaruh adanya fistula terhadap fungsi saluran pencernaan? Apakah menyebabkan inflamasi rongga usus dan striktur? Apakah ada abses yang berhubungan dengan fistula? Jika ada apakah drainage yang telah dilakukan mencapai rongga abses tersebut? Jawaban dari pertanyaan diatas dapat dapat mendiskripsikan fistula secara kompleks dan untuk memeperkirakan apakah fistula tersebut dapat menutup spontan atau tidak. Misalnya, sebuah fistula berasal dari segmen usus ileum, lebar traktus kurang dari 2 cm, defek pada dinding usus < 2 cm, disertai gangguan komplet pada dinding usus, serta ditemukan cavum abses3. c. Mengambil keputusan (Decision) Tujuan dari fase ini adalah menutup fistula dan mengembalikan fungsi gastrointestinal secara normal. Penutupan fistula dapat terjadi secara spontan maupun dengan operasi. Beberapa hal yang mempengaruhi penutupan fistula adalah status nutrisi yang buruk, ada tidaknya sepsis, active chrons disease, dan keganasan. Waktu yang diperlukan untuk penutupan fistula bergantung dari lokasi fistula tersebut. Fistula dari duodenum diharapkan mengalami healing setelah 2 sampai 4 minggu, usus halus sekitar 40 sampai 60 hari, sedangkan fistula dari kolon dapat mengalami healing setelah 30-40 hari3.

24

d. Terapi definitif Penutupan fistula secara operasi dapat dipertimbangkan jika fistula tidak menutup secara spontan dalam jangka waktu yang diharapkan (setelah 4-5 minggu dengan terapi yang adekuat)3. e. Healing Untuk memperoleh proses penyembuhan yang baik, maka asupan nutrisi postoperasi harus terpenuhi. Intake protein dan kalori yang adekuat dapat terpenuhi baik secara enteral maupun parenteral3,5.

Anda mungkin juga menyukai