Anda di halaman 1dari 10

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

STUDI PENYEBERANG JALAN DI RUAS JALAN MERDEKA - BANDUNG


Aloysius Tjan, Ph.D Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Jalan Ciumbuleuit 94 Bandung 40141 aloysius@home.unpar.ac.id Telp (022) 2033691; Fax (022) 2033692 Mira Dwihastati, ST Mahasiswa Program Sarjana Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Jalan Ciumbuleuit 94 Bandung 40141

Abstrak
Di daerah sekitar pusat-pusat kegiatan, terdapat banyak penjalan kaki dan penyeberang jalan, selain arus lalu lintas yang padat. Pemisahan arus lalu lintas dengan penjalan kaki merupakan standar yang harus diterapkan agar arus lalu lintas tidak terganggu, dan ada jaminan keselamatan bagi penjalan kaki dan penyeberang jalan. Pemisahan arus kendaraan bermotor dengan pejalan kaki atau penyeberang jalan dilakukan dengan menyediakan trotoir, zebra cross, jembatan maupun terowongan penyeberang. Telah terdapat kriteria terukur, bilamana suatu fasilitas penyeberang jalan harus dibuat. Studi di dua lokasi yang berdekatan tetapi dengan tata ruang yang berbeda memberikan hasil yang berbeda. Di lokasi pusat perbelanjaan, jembatan penyeberangan sangat tidak bermanfaat (hanya digunakan oleh 9.37% penyeberang) sekalipun di lokasi tersebut memerlukan jembatan penyeberangan. Di lokasi kedua yang lebih tertib, jembatan penyeberangan bermafaat (digunakan oleh 79.59% penyeberang) sekalipun di lokasi tersebut sesungguhnya hanya memerlukan zebra cross. Pemanfaatan jemnbatan penyeberangan sangat ditentukan kualitas arus lalu lintas. Pada lokasi dengan arus lalu lintas yang lancar, jembatan akan digunakan oleh penyeberang lebih banyak. Kata kunci: kekasaran, sistem manajemen perkerasan

Pendahuluan
Pejalan kaki merupakan bagian yang sangat penting dalam transportasi, terutama di daerah perkotaan, khususnya di daerah pusat perdagangan retail, perbelanjaan dan perkantoran. Perjalan dari asal ke tujuan akan selalu melibatkan proses jalan kaki. Pergerakan pejalan kaki lebih lambat daripada arus lalu lintas kendaraan bermotor. Pejalan kaki juga tidak dilengkapi oleh pelindung terhadap bahaya tabrakan. Agar lalu lintas pejalan kaki dan kendaraan bermotor dapat berlangsung dengan lancar dan aman, maka perlu dibuat pemisahan antara pejalan kaki dan arus lalu lintas kendaraan bermotor. Pejalan kaki harus diberi tempat berlalu lalang di trotoir, sedangkan kendaraan bermotor diberi tempat di lajur lalu lintas. Pemisahan ini di beberapa tempat diperkuat dengan dibuatnya pagar pemisah diantara kedua fasilitas yang berbeda itu. Apabila terdapat perpotongan arus lalu lintas kendaraan bermotor agar arus lalu lintas dapat berlangsung lancar dan aman pergerakan arus lalu lintas perlu diatur. Jenis pengaturan itu tergantung pada besarnya arus lalu lintas. Pengaturan dengan rambu dapat dilakukan untuk lokasi dengan arus lalu lintas yang kecil. Semakin besar arus lalu lintasnya menuntut pengaturan dengan sinyal, bahkan akhirnya dengan persilangan tidak sebidang. Pemisahan arus pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor mengakibatkan di tempat-tempat terdapat perpotongan arus penjalan kaki dengan arus kendaraan bermotor. Di tempat terjadinya perpotongan arus tersebut, sangat diperlukan pengaturan yang jelas dan pasti agar arus dapat bergerak dengan lancar dan aman. Untuk itu fasilitas pejalan kaki harus didesain dengan baik. 572

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

Berdasarkan hasil studi hubungan antar parameter pejalan seperti kecepatan, kerapatan, dan arus yang dilakukan oleh Djalili (2003) dapat didesain fasilitas penjalan kaki yang baik. Pada perpotongan jalan yang arus kendaraan bermotornya seringkali juga merupakan perpotongan arus kendaraan bermotor dengan pejalan kaki. Pengaturan arus pejalan kaki dan arus kendaraan bermotor dilakukan sesuai dengan besarnya arus penyeberang dan arus kendaraan bermotor. Pengaturan yang paling sederhana untuk arus penyeberang yang rendah dan arus kendaraan bermotor yang rendah pula, seperti zebra cross. Semakin besar jumlah penyeberang dan arus kendaraan bermotor, pengaturnya dapat berupa gabungan zebra cross dan sinyal (pelican crossing), dan akhirnya dengan jembatan penyeberangan atau terowongan penyeberangan. Analogi pengaturan perpotongan arus kendaraan bermotor dan pejalan kaki dapat dilakukan berdasarkan sistem pengaturan arus kendaraan bermotor seperti pada Tabel 1. Menurut Nurhadi dan Priyanto (2004), apabila jumlah penyeberang lebih dari 500 orang/jam perlu dibuat fasilitas penyeberangan. Akan tetapi fasilitas penyeberang yang telah dibuat itu sering tidak dimanfaatkan. Berdasarkan hasil studi Ali dan Isran (2004), jembatan penyeberangan yang secara teoritis diperlukan, ternyata hanya dimanfaatkan oleh 4,6% penyeberang, dan 100% penyeberang tidak menggunakan jembatan penyeberangan pada lokasi yang sesungguhnya hanya memerlukan zebra cross. Padahal untuk kasus yang pertama, jumlah penyeberangnya lebih dari 500 orang/jam. Banyak penyeberang jalan melakukan penyeberangan di permukaan perkerasan, sehingga pembuatan pelican crossing mungkin akan lebih efektif dibandingkan dengan fasilitas penyeberang lain (Nurkhalis dan S. Malkhamah, 2003). Namun pelican crossing ini tentunya akan mengganggu arus kendaraan terutama jika arus lalu lintasnya besar. Efektivitas dari sistem pengaturan pejalan kaki dan arus kendaraan bermotor sangat ditentukan oleh ketaatan pengguna jalan terhadap semua pengaturan yang dilakukan. Untuk kasus di Bandung, fasilitas trotoir kondisinya buruk, tidak nyaman digunakan oleh pejalan kaki yang sehat, dan tidak dapat digunakan oleh pengguna jalan berkursi roda. Selain fasilitas trotoir yang tidak memadai itu, disiplin pengguna jalan (baik pajalan kaki maupun pengemudi) sangat rendah. Tabel 1 Pengaturan Arus Kendaraan Bermotor dan Penyeberang
Tingkat Arus Rendah Besar Sangat besar Antar Arus Kendaraan Bermotor di Persimpangan Polisi Tidur (road hump), rambu beri jalan (yield), rambu stop Sistem sinyal Simpang tidak sebidang (interchange) Penyeberang Kendaraan Bermotor Simpang Bukan Simpang Zebra cross Zebra cross, pelican crossing Zebra cross Zebra cross, pelican crossing Jembatan atau terowongan penyeberangan

Tujuan
1. Mengkaji efektivitas fasilitas penyeberang jalan di dua lokasi berbeda di ruas jalan Merdeka kota Bandung 2. Mengkaji penyebab perbedaan efektivitas fasilitas di kedua lokasi tersebut 573

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

Lokasi Studi
Jalan Merdeka Bandung merupakan jalan utama di dalam kota, yang membujur dalam arah utara selatan. Arus lalu lintas searah dari utara ke selatan. Ruas jalan Merdeka antara simpang Martadinata dan simpang Aceh merupakan pusat perdagangan retail, perbelanjaan yang mempunyai 4 lajur lalu lintas. Di sepanjang kedua sisi ruas jalan ini terdapat banyak tempat perdagangan retail, seperti antara lain Pusat Perbelanjaan Bandung Indah Plaza, Toko Buku Gramedia, Istana Sepatu, Dunkin Donut, factory outlet, Bank Permata, kantor asuransi. Di kedua sisi jalan Merdeka ini terdapat trotoir dan pagar pemisah antara pejalan kaki dan kendaraan bermotor. Sekitar 50 m sebelum simpang dengan jalan Aceh terdapat jembatan penyeberangan (tepat di depan Bandung Indah Plaza). Oleh karena jenis tata ruang pada ruas jalan ini seperti yang dijelaskan tadi, maka ada banyak pejalan kaki yang berlalu lalang di trotoir maupun di lajur lalu lintas, dan juga banyak yang menyeberang dari satu sisi jalan ke sisi yang lain. Informasi secara visual dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi Studi I Ruas Jalan Merdeka (antara Simpang Martadinata dan Simpang Aceh) Ruas jalan Merdeka yang kedua adalah dari simpang Aceh sampai percabangan dengan jalan Perintis Kemerdekaan. Ruas jalan tersebut mempunyai 3 lajur lalu lintas. Sekitar 62 m sebelum persimpangan dengan jalan Perintis Kemerdekaan terdapat jembatan penyeberangan (tepat di depan SDN Banjarsari). Tata ruang di ruas jalan ini berbeda dengan ruas jalan yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada ruas ini, di sisi sebelah barat terdapat kantor Balai Kota yang asri dengan taman yang luas. Hanya terdapat 1 akses keluar dari Balai Kota ini ke ruas jalan Merdeka. Di sisi timur terdapat antara lain dua buah sekolah, universitas (hanya untuk kegiatan pelatihan), apotik, Bank Danamon, hotel, gereja, dan perkantoran. Dari sejumlah 574

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

kegiatan itu, sekolah merupakan pusat kegiatan yang paling banyak mengundang keluar masuk kendaraan dan pejalan kaki. Informasi secara visual dari ruas ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Lokasi Studi II Ruas Jalan Merdeka (antara Simpang Aceh dan Simpang Perintis Kemerdekaan) Arus lalu lintas pada ruas jalan Merdeka yang pertama tidak teratur, sering terganggu dengan penyeberang jalan, taksi dan angkutan kota yang berhenti menunggu penumpang. Seringkali juga di lokasi tersebut parkir kendaraan patroli lalu lintas yang sesungguhnya mengganggu kelancaran arus lalu lintas. Di kedua sisi ruas jalan ini ada banyak pedangan kaki lima, pejalan kaki, baik di trotoir maupun di lajur lalu lintas kendaraan bermotor. Berbeda dengan ruas jalan yang pertama, di ruas jalan yang ke dua, arus lalu lintasnya lebih lancar, tidak ada kendaraan parkir di lajur lalu lintas. Di situ juga tidak ada pedagang kaki lima. Pejalan kaki berjalan tertib di trotoir. Secara visual, ruas ini merupakan ruas yang ideal baik bagi lalu lintas maupun bagi pejalan kaki.

Pembuatan Fasilitas Penyeberangan


Dalam rangka pemisahan arus kendaraan bermotor dengan penjalan kaki atau penyeberang jalan, maka dibuatlah berbagai fasilitas pejalan kaki, seperti antara lain trotoir, zebra cross, pelican crossing, jembatan serta terowongan bagi penyeberang. Fasilitas penyeberang jalan itu dibuat berdasarkan kriteria seperti pada Tabel 2. Sesungguhnya, pembuatan fasilitas penyeberangan itu harus didasarkan pada kebijakan mengutamakan keselamatan pengguna 575

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

jalan, termasuk pejalan kaki yang dinilai sangat rawan mengalami kecelakaan lalu lintas. Apabila kriterianya adalah keselamatan pengguna jalan, maka kriteria seperti pada Tabel 2 tidak diperlukan lagi. Pembuatan fasilitas pemisah antara arus kendaraan bermotor dan pejalan kaki menuntut disiplin dari kedua unsur pengguna jalan tersebut. Di Indonesia, pejalan kaki masih tidak dianggap penting. Fasilitas pejalan kaki sering dibuat tidak aman dan tidak nyaman untuk dilalui. Tingkat disiplin pejalan kaki juga masih rendah. Sampai-sampai pemerintah Kota Bandung di tahun 2005 harus mensosialisasikan kepada pejalan kaki khususnya di jalan Merdeka, bagaimana berjalan dan menggunakan jembatan penyeberangan dengan baik. Saat ini proses sosialisasi itu sudah dihentikan, dan perilaku pejalan kaki kembali seperti sediakala tidak disiplin, dengan berjalan di lajur lalu lintas dan menyeberang di sebarang tempat. Ukuran efektivitas jembatan penyeberangan dapat menggunakan kriteria pada Tabel 3. Sejauh ini di Bandung tidak ada penegakkan hukum atas pelanggaran menyeberang disebarang tempat. Ditambah lagi dengan praktek perlindungan hukum bagi penyeberang jalan yang tidak disiplin ketika mengalami kecelakaan lalu lintas. Kedua hal ini mengakibatkan pejalan kaki tidak merasa perlu berdisiplin menggunakan fasilitas penyeberangan yang disediakan. Tabel 2 Kriteria Penentuan Fasilitas Penyeberangan
PV2 Volume Penyeberang, P (penyeberang/jam) Volume Lalu lintas, V (kendaraan/jam Tipe Penyeberangan

>5x109 100 1250 3500 5000 10 >1x10 100 1250 3500 7000 >5x109 100 1250 >5000 9 >5x10 >1250 >2000 >1x1010 >1250 >3500 10 >1x10 >3500 >3500 Sumber: Abubakar (1996) dikutip oleh Ali (2004)

Zebra Cross Pelican crossing Sinyal atau jembatan Sinyal atau jembatan Jembatan Jembatan

Tabel 3 Kriteria Pemanfaatan Jembatan Penyeberangan Tingkat Pemanfaatan Pemakai Jembatan Penyeberangan, % Sangat Tidak Bermanfaat 0 20 Tidak Bermanfaat 21 40 Cukup Bermanfaat 41 60 Bermanfaat 61 80 Sangat Bermanfaat 81 100

Analisis
Survei dilakukan pada waktu yang berbeda antara ke dua lokasi survei. Survei pertama dilakukan pada ruas jalan Merdeka antara simpang Martadinata dan simpang Aceh, yaitu pada hari Rabu 8 Maret 2006. Hari berikutnya (Kamis, 9 Maret 2006) dilakukan survei pada ruas

576

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

jalan Merdeka dari simpang Aceh sampai simpang Perintis Kemerdekaan. Data yang dicatat pada masing-masing lokasi itu adalah: 1. Jumlah penyeberang (dicatat juga jenis kelaminnya) baik yang menggunakan jembatan penyeberangan, maupun yang tidak menggunakan jembatan penyeberangan (tidak patuh pada pengaturan pemisahan kendaraan bermotor dan pejalan kaki) untuk tiap 15 menit. Data ini akan menghasilkan arus penyeberang yang patuh maupun tidak patuh. 2. Jumlah kendaraan roda empat dan sepeda motor yang melalui ruas jalan yang disurvei setiap 15 menit. Data ini memberikan informasi tentang arus lalu lintas. 3. Jumlah kendaraan roda empat dan sepeda motor yang berada pada sepanjang daerah tertentu sebelum jembatan penyeberangan (dilakukan pemotretan tiap 2 menit). Data ini memberikan informasi kerapatan lalu lintas sebelum jembatan penyeberangan. Semua data itu disajikan pada Tabel 4 dan 5, untuk masing-masing lokasi survei. Berdasarkan data tersebut, penyeberang yang patuh di lokasi pusat perbelanjaan sangat rendah. Persentasi rata-rata penyeberang yang patuh di situ hanya 9.37% (untuk pria 10.94% dan wanita 8.20%), sedangkan di lokasi yang kedua nilai rata-ratanya 79.59% (untuk pria 72.73% dan wanita 81.81%). Sehingga dapat dikatakan (menurut kriteria pada Tabel 3) bahwa jembatan penyeberangan di lokasi pusat perbelanjaan itu sangat tidak bermanfaat, sedangkan di lokasi ke dua jembatan penyeberangan bermanfaat. Berdasarkan nilai kriteria PV2 (lihat Tabel 2) maka di lokasi survei yang pertama (pusat perbelanjaan), nilai P rata-rata 1250 penyeberang/jam, arus lalu lintas 3030 smp/jam, dan nilai PV2 rata-ratanya 1.34x1010. Hasil di lokasi survei ke dua, nilai P rata-rata 370 penyeberang/jam, arus lalu lintas 4320 smp/jam, dan nilai PV2 rata-ratanya 7.23x109. Sehingga menurut kriteria jenis pengaturan bagi penyeberang jalan, di lokasi pertama (pusat perbelanjaan) diperlukan jembatan, sedangkan di lokasi ke dua cukup diatur dengan zebra cross. Akan tetapi ketika jembatan dibuat di lokasi pertama yang memerlukan jembatan penyeberangan, tingkat pemanfaatannya sangat rendah sehingga diklasifikasikan fasilitas jembatan penyeberangan itu sangat tidak bermanfaat. Sebaliknya dilokasi yang kedua, yang hanya memerlukan zebra cross, ternyata ketika jembatan penyeberangan dibuat, penyeberang jalan sebagian besar memanfaatkan jembatan penyeberangan tersebut dan fasilitas penyeberangan itu bermanfaat. Ketika unsur kerapatan kendaraan dimunculkan, maka di lokasi survei pertama, terlihat adanya hubungan antara kerapatan kendaraan dengan jumlah penyeberang jalan yang tidak disiplin, seperti pada Gambar 3. Semakin besar kerapatan kendaraan, semakin banyak penyeberang jalan yang tidak disiplin. Terdapat alasan yang sangat rasionil untuk fenomena ini. Di lokasi yang pertama, kendaraan diatur oleh sinyal (pada simpang dengan jalan Aceh) hanya sekitar 50 m dari jembatan penyeberangan. Kendaraan secara teratur akan berhenti ketika lampu merah. Pada saat kendaraan berhenti itu penyeberang jalan melihat kesempatan untuk menyeberang memotong arus lalu lintas. Pejalan kaki melakukan penyeberangan bukan hanya di daerah jembatan penyeberangan, tetapi di sepanjang jalan dimana terdapat kesempatan untuk menyeberang. Kedua unsur tersebut saling memperburuk keadaan. Pengguna jalan menyeberang disebarang tempat yang semakin mengganggu arus lalu lintas. Bagi penyeberang yang disiplin, ternyata perilakunya juga tidak terpengaruh oleh kerapatan kendaraan yang terjadi.

577

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

Tabel 4 Hasil Survei di Ruas Jalan Merdeka (antara Simpang Martadinata dan Simpang Aceh) pada Rabu 8 Maret 2006
Penyeberang Arus Lalu Lintas 4 Lajur di Tanpa Jembatan Jembatan Kendaraan Roda 4 Sepeda Motor Wanita Wanita Wanita Pria Pria % Patuh di Jembatan
4.55 1.59 1.05 0.00 12.43 11.26 12.18 8.12 3.40 6.65 15.01 7.05 8.74 6.91 8.71 4.55

Total Waktu Survei Pria

06.30-06.45 06.45-07.00 07.00-07.15 07.15-07.30 12.00-12.15 12.15-12.30 12.30-12.45 12.45-13.00**) 13.00.13.15 13.15-13.30 13.30-13.45 13.45-14.00 16.00-16.15 16.15-16.30 16.30-16.45 16.45-17.00

27 36 45 36 151 148 198 78 205 208 224 159 187 236 233 105

17 27 50 65 187 154 237 97 263 351 272 194 196 256 230 136

1 1 1 0 26 21 26 42 16 10 19 18 14 23 19 12

1 0 0 0 16 13 27 32 22 9 14 35 13 20 13 9

26 35 44 36 125 127 172 36 189 198 205 141 173 213 214 93

16 27 50 65 171 141 210 65 241 342 258 159 183 236 217 127

509 449 342 369 617 605 579 592 593 629 597 610 468 330 512 540

606 541 590 745 763 1070 1108 1354 1394 1359 1037 497 411 373 368 377

Catatan: *) Kerapatan rata-rata selama periode waktu survei, data lihat pada Dwihastati (2006) **) Data yang berbeda ini tidak dimasukkan dalam analisis selanjutnya

578

Kerapatan*), D (smp/km/lajur) 24.7 26.1 35.3 31.5 63.9 72.2 65.0 79.6 92.9 95.7 89.9 63.5 74.4 59.6 67.5 57.1

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

Hubungan antara kerapatan dan jumlah penyeberang jalan yang tidak disiplin di lokasi ke dua tidak terlihat (Gambar 4). Penyeberang tanpa menggunakan jembatan penyeberangan memang sulit dilakukan, karena di situ kendaraan sedang melaju dengan cepat dan tidak ada pengaturan sinyal yang menyebabkan kendaraan berhenti secara periodik. Di lokasi tersebut masyarakat secara konsisten menggunakan jembatan penyeberangan selama waktu survei dilakukan. Selain tidak adanya lampu sinyal, kemungkinan juga karena banyak pengguna fasilitas penyeberangan ini adalah siswa dan penjemputnya yang lebih disiplin. Di lokasi ke dua, arus lalu lintasnya lancar karena gangguan dari penyeberang jalan relatif kecil. Perilaku penyeberang yang tidak disipilin di lokasi ini juga ada, namun perilaku penyeberang tidak disiplin ini juga tidak dipengaruhi oleh kerapatan kendaraan yang ada.

Tabel 5 Hasil Survei di Ruas Jalan Merdeka (antara Simpang Aceh dan Simpang Perintis Kemerdekaan) pada Kamis 9 Maret 2006
Kerapatan*), D (smp/km/lajur) Total Penyeberang Wanita Pria Waktu Survei Penyeberang di Jembatan Wanita Pria Tanpa Jembatan Wanita Pria Arus Lalu Lintas 4 Lajur Kendaraan Roda 4 Sepeda Motor

06.30-06.45 65 104 56 98 9 6 1012 720 143.1 06.45-07.00 81 105 66 93 15 12 1007 727 156.9 07.00-07.15 34 62 30 55 4 7 824 848 84.6 07.15-07.30 74 84 47 60 27 24 669 895 64.9 12.00-12.15 49 28 29 16 20 12 748 1017 73.9 12.15-12.30 69 68 50 47 19 21 712 923 73.5 12.30-12.45 63 60 37 42 26 18 762 895 94.5 12.45-13.00 57 64 34 49 23 15 873 957 94.3 13.00.13.15 26 37 22 29 4 8 851 969 63.5 13.15-13.30 31 35 25 30 6 5 876 956 92.8 13.30-13.45 49 34 30 30 19 4 850 962 109.3 13.45-14.00 43 39 32 32 11 7 858 1135 112.9 16.00-16.15 8 9 7 9 1 0 695 901 54.7 16.15-16.30 24 20 21 20 3 0 608 1005 54.1 16.30-16.45 19 14 16 12 3 2 706 1150 52.4 16.45-17.00 12 12 10 12 2 0 754 889 43.7 Catatan: *) Kerapatan rata-rata selama periode waktu survei, data lihat pada Dwihastati (2006)

91.12 85.48 88.54 67.72 58.44 70.80 64.23 68.60 80.95 83.33 72.29 78.05 94.12 93.18 84.85 91.67

579

% Patuh di Jembatan

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

600 Ruas Jalan Merdeka (Simpang Martadinata sampai Simpang Aceh)


y = 6.346x - 93.326 2 R = 0.8347

Arus Penyeberang (penyeberang/jam)

500

400

300

Menyeberang dengan Memotong Arus Lalu Lintas

200

100

Menyeberang di Jembatan

y = 0.5125x - 4.8082 2 R = 0.4056

0 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Kerapatan Arus Lalu Lintas, D (smp/km/lajur)

Gambar 3 Hubungan Arus Lalu Lintas dan Penyeberang Jalan di Jalan Merdeka antara Simpang Martadinata dan Simpang Aceh

180 160 Arus Penyeberang (penyeberang/jam) 140 120 100 80 60 40 20 0 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Kerapatan Arus Lalu Lintas, D (smp/km/lajur) Menyeberang dengan Memotong Arus Lalu Lintas
y = 0.047x + 18.065 2 R = 0.0053 y = -0.6221x + 107.99 2 R = 0.1369

Ruas Jalan Merdeka (Simpang Aceh sampai Simpang Perintis Kemerdekaan)

Menyeberang di Jembatan

Gambar 4 Hubungan Arus Lalu Lintas dan Penyeberang Jalan di Jalan Merdeka antara Simpang Aceh dan Simpang Perintis Kemerdekaan

580

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

Kesimpulan
1. Jembatan penyeberangan tidak efektif pada daerah dimana arus lalu secara periodik harus berhenti karena pengaturan sinyal seperti pada lokasi pertama studi ini. Ada banyak penyeberang yang memotong arus lalu lintas pada saat kerapatan arus kendaraan yang besar. Penyeberang jalan melalui jembatan penyeberangan jumlahnya sedikit relatif dan tidak terpengaruh oleh kerapatan arus lalu lintas. 2. Jembatan penyeberangan bermanfaat di ruas jalan yang arus lalu lintasnya lancar, arus kendaraan mempunyai kecepatan yang tinggi, dan tidak terdapat antrean akibat lampu sinyal seperti pada lokasi ke dua studi ini. Penyeberang yang memotong arus lalu lintas jumlahnya sedikit, dan banyak pengguna jembatan penyeberangan. Kejadian seperti ini tidak tergantung pada kerapatan arus lalu lintas yang terjadi. 3. Efektivitas fasilitas jembatan penyeberangan lebih ditentukan oleh kualitas arus dibandingkan parameter lain. Pada arus yang lancar dan kendaraan berkecepatan tinggi, maka pembuatan jembatan penyeberangan akan efektif.

Notasi
P = Volume penyeberang, penyeberang/jam V = Volume lalu lintas, kendaraan/jam

Pustaka
Abubakar, I., 1996, Menuju Lalulintas dan Angkutan Jalan yang Tertib, Departemen Perhubungan Direktorat Perhubungan Darat, Bukit Mayana, Jakarta. Ali, N. dan M. Isran, 2004, Studi Pemanfaatan Jembatan Penyeberangan Studi Kasus: Jembatan Penyeberangan di Kota Makassar. Prosiding pada Simposium FSTPT ke VII, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Djalili, N., 2003, Model Hubungan Parameter Kecepatan - Arus Kepadatan Beberapa Aliran Arus Lalu Lintas Pejalan Kaki, Prosiding pada Simposium FSTPT ke VI, Universitas Hassanudin, Makassar. Dwihastati, M., 2006, Analisis Kelayakan dan Tingkat Pemanfaatan pada Jembatan Penyeberangan di Kota Bandung (Studi Kasus Jembatan Penyeberangan di Depan Bandung Indah Plaza dan di Depan SDN Banjarsari), Skripsi Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Nurhadi, M. dan S. Priyanto, 2004, Analisis Kebutuhan Fasilitas Pejalan Kaki (Studi Kasus Kawasan Jalan Kaliurang Yogyakarta), Prosiding pada Simposium FSTPT ke VII, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Nurkhalis dan S. Malkhamah, 2003, Persepsi Masyarakat Terhadap Fungsi dan Manfaat Pelican Crossing, Prosiding pada Simposium FSTPT ke VI, Universitas Hassanudin, Makassar.

581

Anda mungkin juga menyukai