Anda di halaman 1dari 40

Visi :

Bandung Barat Cermat Bersama Membangun Masyarakat yang Cerdas, Rasional, Maju, Agamis, dan Sehat Berbasis pada Pengembangan Kawasan Agroindustri dan Wisata Ramah Lingkungan.

Oleh : WALUYO.,M.Si

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 2013


copyright: dimas_2973@yahoo.com

Penyusunan pagu indikatif anggaran ini menjadi penting karena pagu indikatif anggaran adalah merupakan salah satu variabel penunjang keberhasilan implementasi konsep perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja, agar dengan keterbatasan sumber daya keuangan yg ada dapat disusun program dan kegiatan yg lebih fokus dan sesuai kebutuhan. Dalam peraturan perundang-undangan juga disebutkan bahwa agar setiap satuan kerja sebagai entitas anggaran (fiscal entity) dapat mulai menyusun rancangan anggaran satuan kerjanya maka perlu ditetapkan pagu anggaran indikatif bagi setiap satuan kerja, untuk membiayai program dan kegiatan yg betul-betul menjadi prioritas.

Kita memahami bahawa Belanja APBD tidak dpt didefinisikan sepihak oleh Pemda dan DPRD tetapi dalam porsi terbatas, juga oleh masyarakat. Dengan adanya pagu indikatif akan memberikan kepastian bahwa setiap usulan Musrenbang Desa Kecamatan, maupun Kabupaten akan didanai, oleh APBD, jika tidak melebihi pagu indikatif yg telah ditentukan. Dengan Pagu Indikatif juga memperbesar peluang usulan musrenbang yg menjadi prioritas akan diakomodasi oleh APBD. Dengan Pagu indikatif juga diharapkan dpt mendidik masyarakat untuk mengusulkan kebutuhan yg sangat prioritas bukan sekedar daftar keinginan (long list ) belaka Mendidik SKPD dan masyarakat untuk menyusun program/kebutuhan berdasarkan skala prioritas untuk mencapai RPJMD, Renstra SKPD dan SPM SKPD

Pagu

indikatif anggaran ini sebenarnya menurut konsepsinya dibeberapa literatur sebenarnya sering dikenal dengan sebutan SAB ( Standar Analisis Biaya ). Stantar Analisis Biaya ini adalah merupakan standar biaya atau kebutuhan anggaran yang diperlukan oleh sebuah institusi / kelembanagan pemerintah ( SKPD/OPD) untuk dapat membiayai dan menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan urusan wajibnya.

Sampai sejauh ini, pada kenyataannya SAB ini belum dapat disusun sebagaimana mestinya, pada hal SAB ini sangat diperlukan untuk menghitung berapa sebenarnya kebutuhan biaya yang dibutuhkan oleh setiap SKPD/OPD untuk dapat menjalankan aktifitasnya. Hal ini disebabkan karena untuk menyusun SAB ini dibutuhkan sebuah instrumen yaitu adanya Standar Pelayanan Minimal ( SPM ) dari setiap SKPD yang ada sesuai dengan urusan wajib yang dilaksanakannya ( sesuai PP 65/2005 ) ttg pedoman penyusunan dan penerapan SPM

Menurut PP 65/2005 Ttg Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM pasal 4 menjelaskan bahwa sebenarnya yang harus menyusun SPM adalah Pemerintah Pusat dalam hal ini adalah : Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen sesuai dengan urusan wajibnya, dimana penyusunan SPM dimaksud mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur urusan wajib. SPM yang disusun tersebut selanjutnya dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah, untuk menyelenggarakan urusan wajib yang harus dilaksanakan.

Sampai saat ini kenyatannya baru beberapa Departemen dan Lembanga Non departemen yang telah menyusun SPM, misalnya Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan dan beberapa departemen lain, shg dpt dipedomasi oleh Pemerintah Daerah

Karena SPM ini masih menjadi persoalan, maka tentunya kita tidak mungkin menunggu dan menunggu sampai SPM tersusun semuanya, baru kita dpt menyusun SAB tsb.
Untuk mensikapi itu semua agar kita mampu mendistribusikan angaran secara terarah dan lebih fokus untuk dapat menyelenggarakan urusan wajib SKPD dan mendorong partisipasi masyarakat utk lebih terlibat dalam pembangunan daerah maka perlu disusun Model Pagu indikatif sebagaimana yang saat ini kita lakukan, dimana utk PIK disusun melalui 13 indikator dan untuk PISKPD menggunakan kombinasi beberapa model disamping beberapa indikator fokus yg telah ditetapkan sesuai sasaran-saran Draf substansi RPJMD yang operasionalisasinya telah kita gunakan dalam pelaksanaan Musrenbang beberapa waktu yang lalu.

Penyusunan Pagu indikatif ini, disamping dibeberapa pengalaman telah memeberikan arah, tentunya masih banyak pula kelemahan-kelemahan, namun demikian hal ini sebenarnya adalah mrp bentuk inovasi yang dpt di lakukan saat ini, karena sampai hari ini hanya ada beberapa daerah yg telah menerapkan konsep yang sama dengan variasi yg berbeda. Saat ini dibeberapa daerah ada yg telah menerapkan dan juga ada yg baru mulai menyusun konsep serupa setalah terinspirasi dari apa yg kembangkan di Sumedang. Inilah kiranya, yang sampai saat ini akan dan terus kita kembangkan,dgn harapan dpt memudahkan kita dalam proses penyusunan perencanaan dan penganggaran di daerah, dengan memperhitungkan distribusi SD anggaran yg lebih realistis dan berkeadilan.

Untuk

itu, kalau didalam operasionalisasinya masih banyak ketidakpuasan disana sini itu sangat kita maklumi bersama, oleh karenanya, masukan dan saran yang konstruktif untuk pengembangan lebih lanjut dalam penyusunan pagu indikatif ini kedepan lebih memadai dalam konteks sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh masingmasing daerah dalam konteks PI- SKPD dan PIK, tentunya semua ini akan sangat dipengaruhi oleh seberapa besar kapasitas keuangan daerah kita masing-masing, pada setiap tahun anggaran.

Perencanaan pembangunan daerah belum bersinergi dengan proses penganggaran Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah makin menurun Perencanaan berbagai program pembangunan diantaranya masih berjalan tumpang tindih, baik di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten Perencanaan berbagai program pembangunan belum mampu mensinergikan kepentingan lintas sektor, lintas jenjang dan lintas wilayah APBD masih diposisikan sebagai modal utama untuk membiayai berbagai prioritas kegiatan dalam perencanaan pembangunan Perencanaan pembangunan dipahami dalam perspektif input-output ratio, kurang berorientasi pada cost-benefit ratio Perencanaan pembangunan terlalu mengedepankan rasionalitas, dengan mengesampingkan spiritualitas dan emosionalitas Belum terjadinya integrasi perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah yang terpadu antara berbagai progran satu dengan yang lainnya atau yang sering disebut Performance Planning and budgetting for All

BERDASARKAN REGULASI TERKAIT PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH KABUPATEN BABDUNG BARAT

Di harapkan mampu mendorong

ADANYA KESINAMBUNGAN ANTARA PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

TUMBUHNYA PARTISIPASI AKTIF WARGA MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN

SINERGI PEMBANGUNAN LINTAS SEKTOR, LINTAS WILAYAH DAN LINTAS JENJANG

SKEMA PAGU INDIKATIF (PI) PI SKPD PI KEWILAYAHAN

FORUM DELEGASI MUSRENBANG (FDM) DELEGASI SEKTORAL DELEGASI KECAMATAN

INTEGRASI PEMBANGUNAN (RKPD TRIPLE TRACK) DIBIAYAI APBD KABUPATEN DIBIAYAI PROV & PUSAT DIBIAYAI PNPM, CSR & SWADAYA MASYARAKAT

Penyempurnaan & Penetapan Rancangan RKPD

Perbup RKPD

Rancangan RKPD

Musrenbang Kabupaten Tahunan

Hasil Musrenbang Tahunan

Rancangan Awal Renja SKPD

Forum SKPD

Rancangan Renja SKPD

Nota Kesepakatan Pagu Indikatif

Musrenbang Kecamatan

Usulan Kegiatan Wilayah Kecamatan

PAGU INDIKATIF SKPD KABUPATEN

PAGU INDIKATIF KEWILAYAHAN

Musrenbang Desa

Usulan Kegiatan Masyarakat Desa

SKEMA MUSRENBANG INTEGRASI


RKPD Track 1 & 2 (Dibiayai APBD & APBN) Diusulkan ke Musrenbang Kab Musrenbang Kabupaten RKPD Track 3 (Dibiayai PNPM, CSR & Partisipasi)

Forum SKPD

Dibiayai dengan PNPM

Diusulkan ke Forum
SKPD/Musrenbang

Musrenbang Kecamatan

Dibiayai dengan BLM

Diusulkan ke Musrenbang Kecamatan

Musrenbang Desa

Dilaksanakan dengan APBD Desa

Diusulkan ke Musrenbang

Desa
Dilaksanakan Tahun Berikutnya

Penggalian Gagasan di Tingkat Dusun

Dilaksanakan Swadaya

Waktu Pelaksanaan

Dilaksanakan Tahun Berjalan

PIK adalah sejumlah patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada kecamatan berbasis kewilayahan yang penentuan alokasi belanjanya ditentukan oleh mekanisme partisipatif melalui Musrenbang Kecamatan dengan berdasarkan kepada kebutuhan dan prioritas program yang mendesak berdimensi strategis kewilayahan Pagu Indikatif Kewilayahan tersebut dialokasikan melalui bantuan keuangan berbasiskan pada urusan dan prioritas target sasaran RPJMD dan RPJMDes di Wilayah Kabupaten Bandung Barat

Menurunnya partisipasi warga masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Adanya kesenjangan proporsi alokasi pendanaan pembangunan antar wilayah / kecamatan yang menimbulkan kecemburuan sosial Adanya inkosistensi antara pendanaan kegiatan pembangunan yang direncanakan melalui Musrenbang dengan realisasinya dalam APBD (penganggaran)

UU No. 25/2004 tentang Pembangunan Nasional


Pasal 5 ayat (2) :

Sistem

Perencanaan

(2) Program-program kewilayahan disertai dengan rencanarencana kerja dalam rangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Pasal 7 ayat (1), (2) : (1) Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif. (2) Renja-SKPD disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada RKPD, memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

PP 54/2008 Ttg Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah Pasal 17 ayat 4,5,6 : (4) Rancangan RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, program prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya serta prakiraan maju dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan dan pagu indikatif, baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun sumber-sumber lain yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. (5) Penetapan program prioritas berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar masyarakat dan pencapaian keadilan yang berkesinambungan dan berkelanjutan. (6) Rancangan RKPD menjadi bahan Musrenbang RKPD

Pasal 36 ayat 1 point b,c :


(1) Program, kegiatan dan pendanaan disusun berdasarkan: a. pendekatan kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah serta perencanaan dan penganggaran terpadu; b. kerangka pendanaan dan pagu indikatif; c. program prioritas urusan wajib dan urusan pilihan yang mengacu pada standar pelayanan minimal sesuai dengan kondisi nyata daerah dan kebutuhan masyarakat. (2) Program, kegiatan dan pendanaan disusun untuk tahun yang direncanakan disertai prakiraan maju sebagai implikasi kebutuhan dana.

OPERASIONALISASI PASAL-PASAL DLM UU 25/2004, PP 8/2008 SERTA PERMENDAGRI 54/2010 DIMAKUD DIJABARKAN SEBAGAI BERIKUT :
1. Kepala Bappeda menyiapkan dan menyusun proyeksi pagu indikatif yang didasarkan pada indikator pembangunan dengan mengacu pada; a) prakiraan maju yang telah disetujui pada tahun sebelumnya, b) evaluasi pencapaian RPJMD sampai dengan tahun berjalan, c) sumber daya yang tersedia; d) kondisi aktual daerah, sebelum pelaksanaan pelaksanaan musrenbang Tahun berikutnya dilaksanakan.
2.

Pagu indikatif sebagaimana dimaksud ini, memuat Rancangan Awal Program Pembangunan Prioritas, dan patokan maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD yang dirinci berdasarkan program dan Kegiatan di wilayah desa/kelurahan serta wilayah kecamatan. Bupati menyampaikan pagu indikatif kepada DPRD untuk kemudian dibahas bersama dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk Nota Kesepakatan. Nota Kesepakatan sebagaimana dimaksud ini, disosialisasikan kepada masyarakat Wilayah Kecamatan sebagai bahan untuk menyelenggarakan Musrenbang Tahunan Kecamatan dan kepada masyarakat sektoral serta SKPD sebagai bahan menyusun Rancangan Awal Renja SKPD. Besaran pagu indikatif sebagai mana dimaksud yang telah disusun dan disepakati bersama, ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

3.

4.

5.

RUMUS :

15 % x (DAU-(BEL.PEG+ADD)+(PAD(BEL. DPRD+ BOP KDH )

URAIAN 1 DAU BEL. PEGAWAI ADD

ANGGARAN 2013 2 909,359,898,000 637,059,564,990 35,300,000,000

BELANJA PEG + ADD 3 672,359,564,990

DAU-KOLOM 3 4 237,000,333,010

GAJI & TUNJ DPRD+BOP KDH 5 7,433,793,000

PAD-KOLOM 5 6 162,436,032,841

KOLOM ( 4+6 ) 7 399,436,365,851

15% KOLOM 7 8 59,915,454,877.65

PIK UTK MUSRENBANG 2014 9 66,457,140,715

PAD
BEL GAJI & TUNJ DPRD BOP KDH BOP+GAJI+TUNJ KDH

169,869,825,841
6,833,793,000 600,000,000 761,753,031

Shere Total Besaran PIK KBB Tahun 2014 sebesar = Rp. 66,457,140,715.00

Note : Posisi Shere PIK KBB pada Pos BTL ( Ban Keu )

PIK = PID+ PIV


Keterangan :
PIK PID PIV = Pagu Indikatif Kewilayahan = Pagu indikatif Desa ( proporsional ) = Pagu Indikatif Variabel

1. Pagu Indikatif Desa : PID = (25 % x PIK/D) X JD


Keterangan : PID = Pagu Indikatif Desa D = Jumlah Desa di Kabupaten Sumedang PIK = Akumulasi Pagu Indikatif Kecamatan JD = Banyaknya Desa di Kecamatan

2.

Pagu Indikatif PIV = ( A1.X1 + A2.X2 + A.13.X13) X 75 % PIK Variabel :


Variabel yang digunakan dalam merumuskan PI Kecamatan /Kewilayahan :

Keterangan : A = Bobot Variabel X = Score Nilai Variabel 1,2... = Jenis Variabel

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Jumlah penduduk Luas Wilayah per Kecamatan Angka Partisipasi Murni Angka Buta Huruf Jumlah Penduduk Miskin Jumlah Kematian Ibu Kematian Bayi Data Gizi Buruk Kecamatan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kondisi Ruang Kelas Sekolah Dasar/MI yang rusak Kondisi Prasarana Jalan yang rusak di Kecamatan. Irigasi yang rusak di Kecamatan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

Formula PIV
1 PIV = (A1.X1+A2.X2+............+A13.X13) x 80 % PIK A= Bobot Variabel X= Skor Nilai Variabel 1, 2, 3, .., 13 = Jenis Variabel Contoh Perhitungan 2 3 4

Jenis Variabel dan Bobot


No Variabel Jumlah Penduduk Luas Wilayah APM Buta Huruf Bobot 5% 5% 5% 5%

5
6 7 8

AKB
AKI Gizi Buruk

5%
5% 15% 5% 5% 5% 5% 15% 20% 100% JUMLAH

Angka LPE Sarana 9 Jalan/Jembatan 10 Sarana Irigasi 11 Sarana Ruang Kelas 12 PBB 13 Rumah tangga miskin

Secara umum kontribusi resources untuk aktivitas pembangunan adalah merupakan prasyarat mutlak menyusun sebuah perencanaan pembangunan. Untuk menentukan shere kapasitas anggaran yang akan dialokasikan untuk membiayai aktivitas pembangunan secara rasional dan proporsional sehingga memenuhi azas pemerataan dan keadilan tentunya membutuhkan ukuran-ukuran yang jelas. Ukuran-ukuran tersebut sering kita sebut dengan indikator pembangunan dan tentunya rasionalitas pemilihan indikator tsb disesuaikan dengan relevansi kebutuhannya agar indikator yang ditetapkan dapat mengukur sesuatu yang memang selayaknya untuk diukur.

Oleh karenanya pemilihan indikator yang tepat akan sangat berpengaruh terhadap proses shere perhitungan distribusi alokasi anggaran dalam kebijakan Penyusunan PIK. Secara prinsip 13 variabel indikator tersebut adalah merupakan penjabaran dari indikator komponen-komponen IPM yang tersusun melalui beberapa agregat penyusunnya yaitu :
1. Pendidikan 2. Kesehatan 3. Daya Beli


1. 2. 3.

Pendidikan
Angka Partisipasi Murni Angka Buta Huruf Kondisi Ruang Kelas Sekolah Dasar/MI yang rusak

7.

Daya Beli

4. 5. 6.

Kesehatan
Jumlah Kematian Ibu Kematian Bayi Data Gizi Buruk Kecamatan

Laju Pertumbuhan Ekonomi 8. Kondisi Prasarana Jalan yang rusak di Kecamatan. 9. Irigasi yang rusak di Kecamatan 10. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan 11. Jumlah penduduk 12. Luas Wilayah per Kecamatan 13. Jumlah Penduduk Miskin

MODIFIKASI FORMULA PIK


UNTUK OPTIMALISASI ALOKASI PIK DAPAT DIHITUNG PULA MELALUI FORMULA MODIFIKASI SEBAGAI BERIKUT= PAGU INDIKATIF VARIABEL (PIV) + PAGU INDIKATIF CASHBACK DAN STIMULUS (PICS). HAL INI DIDASARKAN PADA APRESIASI PEMDA THD KONTRIBUSI KINERJA PENDAPATAN DARI MASING-MASING WILAYAH KECAMATAN THDP PAD SERTA DISISI LAIN SEBAGAI BENTUK TANGGUNGJAWAB PEMDA DALAM MENGATASI DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH KHUSUSNYA WILAYAH-WILAYAH YANG MASIH TERTINGGAL DAN MEMBUTUHKAN PERHATIAN KHUSUS DARI PEMERINTAH DAERAH UTK MENDORONG AKSELERASI PEMBANGUNAN

PIK = PIV + PICS

Formula PICS
Jenis Indikator Cashback + Stimulus dan Bobot
PICS = (B1.X1+B2.X2) x 20 % PIK

B= Bobot Indikator X= Skor Nilai Indikator 1, 2= Jenis Indikator Contoh Perhitungan PICS Stimulus

No Indikator 1 Kontribusi/Jumlah 2
Pendapatan dan sherenya thd PAD Tipologi Kecamatan JUMLAH

Bobot
50%

50% 100%

MENU

Bappeda menyusun rancangan PI (PI SKPD dan PIK) untuk disepakati oleh Bupati dan DPRD dalam sebuah nota kesepakatan bersama PIK disosialisasikan ke tiap-tiap kecamatan dalam Pra Musrenbang Kecamatan Kecamatan menginformasikan besaran PIK serta arah kebijakannya kepada desa-desa dalam Pra Musrenbang Desa Pembahasan usulan kegiatan pembangunan desa yang akan dibiayai oleh PIK dalam Musrenbang Desa Pembahasan usulan kegiatan pembangunan dari tiap-tiap desa yang akan dibiayai PIK dalam Musrenbang Kecamatan (berdasarkan skala prioritas dan prinsip keadilan) Pembahasan usulan kegiatan pembangunan dari tiap-tiap kecamatan yang akan dibiayai PIK dalam Forum SKPD Check and recheck usulan kegiatan pembangunan dari tiap-tiap kecamatan yang akan dibiayai PIK dalam Musrenbang Kabupaten Penetapan usulan kegiatan pembangunan yang akan dibiayai PIK dalam RKPD dan Renja SKPD

Diharapkan Masyarakat desa dapat menyambut positif kebijakan PIK, antara lain terlihat dari halhal sbb : Semakin meningkatnya antusiasme masyarakat dalam Pelaksanaan Forum Musrenbang baik Desa/Kec, karena mereka mendapatkan kepastian pagu anggaran yang akan dialokasikan di wilayahnya Semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam Pelaksanaan Forum Musrenbang, karena mereka diberikan kesempatan untuk merencakan kegiatan sesuai dengan kebutuhan nya dalam perspektif desa dan kecamatannya

Perencanaan pembangunan lebih membidik persoalan real di lapangan karena direncanakan secara partisipatif mulai dari tingkat desa dan kecamatan (partisipatif) Perencanaan pembangunan lebih membidik target-target kinerja RPJMD karena sebelumnya diarahkan secara teknokratis melalui penyampaian arah kebijakan dalam Pra Musrenbang (teknokratis) Perencanaan pembangunan bukan hanya didasarkan pada skala prioritas tetapi juga memperhatikan prinsip keadilan dan keseimbangan antar wilayah (berkeadilan) Perencanaan pembangunan dijadikan rujukan utama dalam proses penganggaran (konsisten) Perencanaan pembangunan memberikan ruang bagi aktualisasi pendekatan politis oleh DPRD maupun Bupati karena PIK disepakti bersama oleh kedua belah pihak (politis)

Masyarakat semakin cerdas untuk terlibat aktif dalam manajemen pembangunan daerah, baik pada fase perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, maupun evaluasinya (peran sentral FDM) Masyarakat semakin kritis terhadap hak dan kewajibannya dalam pembangunan daerah Masyarakat semakin mandiri untuk mendayagunakan modal sosial dalam pembangunan daerah, tidak hanya bertumpu pada modal finansial (APBD)

PIK merupakan instrumen strategis untuk mengintegrasikan pembangunan desa dan kabupaten dalam spirit partisipatif teknokratis Satu sisi PIK dapat menstimulasi partisipasi masyarakat dalam kerangka kepentingan pembangunan desa berdasarkan RPJMDes Di sisi lain PIK dapat menginisiasi masyarakat agar memperhatikan kepentingan teknokratis pembangunan daerah berdasarkan RPJMD Karena itu pula, PIK bukan hanya mampu mengintegrasikan pembangunan daerah dalam perspektif lintas jenjang pemerintahan, tetapi juga lintas sektor (integrasi antar urusan) dan lintas wilayah (integrasi antar desa dan kecamatan)

PIK bukan hanya menstimulai integrasi pembangunan lintas jenjang, tetapi juga lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pelaku pembangunan

Kemungkinan perencanaan PIK mengadopsi sepenuhnya metoda perencanaan partisipatif pada PNPM Mandiri Perdesaan / PNPM Integrasi Kemungkinan pengelolaan PIK dilaksanakan melalui skema Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) untuk memicu dan mengoptimalkan partisipasi dan swadaya masyarakat Kemungkinan integrasi para pelaku/aktor PNPM (Fasilitator Desa dan Kecamatan) dengan para pelaku reguler (Forum Delegasi Musrenbang) Kemungkikan menjadikan PIK sebagai skema alternatif untuk menggantikan BLM PNPM (program adhoc) pasca PNPM dinyatakan selesai (exit program)

Proses integrasi pembangunan reguler dengan pembangunan berbasis pemberdayaan (PNPM) di daerah, dengan jembatan antaranya melalui PNPM Integrasi, hendaknya terus diakselerasi dan ditangani secara lebih serius, serta dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk berinovasi sesuai dengan kearifan daerah; Kiranya disusun peraturan yang dapat memayungi daerah agar dapat merumuskan pola pendanaan melalui skema BLM dari APBD kepada kelompok masyarakat; Pembangunan nasional ke depan agar didesain berdasarkan prinsip dasar pembangunan yang ajeg dan konsisten, tidak lagi diingkari oleh bergulirnya berbagai program yang bersifat adhoc, dengan mengatasnamakan urusan bersama yang faktanya justru seringkali membingungkan daerah

Pembangunan nasional hendaknya dikelola secara konsisten berdasarkan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan berdasarkan kriteria :
-

Externalitas (spill-over) : siapa yang terkena dampak, mereka yang berwenang mengurus Akuntabilitas : yang berwenang mengurus adalah pemerintahan yang paling dekat dengan dampak tersebut tingkat

Efisiensi : dapat menciptakan pelayanan publik yang lebih efisien serta meningkatkan skala ekonomi

Pembangunan nasional hendaknya dilaksanakan berdasarkan prinsip sharing of power yang profesional dan proporsional : - Pusat: Berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, Monev, supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional - Provinsi: Berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas Provinsi (lintas Kab/Kota) dalam norma, standard, prosedur yang dibuat Pusat - Kab/Kota: Berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal (dalam satu Kab/Kota) dalam norma, standard, prosedur yang dibuat Pusat

IMPLIKASI PEMBAGIAN URUSAN THD ANGGARAN


ACUAN REGULASI UU.32/2004, UU 33/2004 PP 55/2005, PP 58/2005, PP. 38/2007, PP.7/2008
LAMPIRAN PP NO. 38 TH 2007

BIDANG DAN SUBBIDANG URUSAN SEBAGAI KEWENANGAN PUSAT

DUB DDUB
PMK 168/2009

BIDANG DAN SUBBIDANG URUSAN SBG KEWENANGAN PROV/KAB/KOTA


APBD PROV/KAB/KOTA
PENDAPATAN DAERAH: 1. PAD 39 2. DAU, DAK, DBH 3. LAIN2 YG SAH

APBN

DPID
PMK 25/ 2011

DEKON DAN TP

Anda mungkin juga menyukai