Anda di halaman 1dari 4

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang

Gangguan mental merupakan kekalutan mental, kekacauan mental, penyakit mental atau gangguan mental. Banyak sekali jenis-jenis gangguan jiwa, salah satunya adalah skizofrenia . Menurut World Health Organization (WHO) dalam, skizofrenia mempengaruhi 24 orang diseluruh dunia, mempengaruhi 7 per 1000 populasi dewasa, sebagian besar pada kelompok umur 15 35 tahun. Lebih dari 50% pasien skizofrenia tidak mendapatkan pengobatan yang tepat dan 90% diantaranya terdapat pada negara berkembang (Nasrullah, 2009). Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di RS Jiwa di Indonesia adalah penderita skizofrenia (Arif, 2006). Skizofrenia merupakan gangguan yeng menyebabkan kerusakan kemampuan daya ingat dan kehilangan kesadaran, maka sering muncul dalam bentuk waham maupun halusinasi. Individu yang menderita kerusakan otak tidak sanggup menyimpan informasi baru dalam ingatan atau sering disebut terjadi kerusakan pada memori jangka pendek (working memory), tetapi mereka dapat mengingat informasi yang telah lama. Salah satu terapi yang paling efektif untuk memperbaiki working memeori pada pasien skizofrenia adalah dengan terapi elektrokonvulsif. Working memory atau memori kerja pada penderita skizofrenia mengalami perkembangan setelah diberikan terapi elektrokonvulsi. Memori kerja yang semula tidak bekerja, subyek tidak mengingat akan hal-hal yang terjadi pada dirinya, sering mengamuk, sering berbicara sendiri, bicara ngelantur, tertawa sendiri, setelah diberikan terapi electroconvulsi (ECT) mengalami perkembangan pada memori kerjanya yaitu beberapa jam setelah terapi subyek sudah bisa mengenali identitasnya, berkomunikasi lancar dengan individu di lingkungannya, komunikasi verbalnya sudah terarah, dapat mengucapkan kata yang bersinambungan dan sudah dapat melakukan aktifitasnya sendiri dan sudah bisa mengingat hal-hal yang baru saja subyek lakukan. Misalnya sudah bisa mengingat bahwa dia sudah meminum obat, dia sudah makan, sudah mandi, dan sudah sholat. (Handriyani, 2006). Oleh karena itu, kita harus mengetahui lebih lanjut mengenai Terapi Elektrokonvulsif ini. Dan kita sebagai perawat harus mengetahui peranan apa saja dalam pelaksanaan ECT ini 1.2 Tujuan Umun Diketahuinya Terapi Elektrokonvulsif dan peran perawat dalam prosedur ECT 1.3 Tujuan Khusus 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Mengetahui pengertian ECT Mengetahui jenis-jenis ECT Mngetahui indikasi pelaksanaan ECT Mengetahui kontraindikasi pelaksanaan ECT Mengetahui efek samping pelakanaan ECT Mengetahui prosedur pelaksanaan ECT Mengetahui peran perawat dalam pelaksanaan ECT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi ECT adalah singkatan dari Electro Convulsive Therapy. Terapi elektrokonvulsif ini merupakan salah satu terapi modalitas. ECT merupakan suatu terapi pemberian aliran listrik yang dapat memberi serangan kejang grand mal melalui elektroda yang dipasang di pelipis agar mendapat efek terapeutik. (foto kopi). Kejang tersebut dimodifikasi dengan penggunaan anastetik intravena dan relaksan otot sebelum . ECT unilateral mencegah sekuela amnesia untuk kejadian jangka pendek. Pusat pengaturan mekanisame memori jangka pendek kemungkinan besar terdapat di hemisfer serebri dominan. Oleh karena itu, ECT dipasang di hemisfer kanan untuk mengurangi gangguan memori. (Brooker, 2008). Elektrokonvulsif terapi merupakan proseur medis yang dipakai dalam kondisi terkontrol untuk mengobati beberapa gangguan psikiatrik mayor termasuk penyakit depresi, depresi psikotik, mania, dan psikosis puerperal mayor. Terapi ini digunakan jika terapi lainnya tidak ada respon terhadap perkembangan pasien. (Hibbert, 2009) 2.2 Indikasi Ada beberapa hal lain yang merupakan indikasi ECT yaitu: 1. Gangguan Depresi Mayor Gangguan ini digunakan jika pasien tidak berespon terhadap obat antidepresan. Tetapi sebagian besar dokter memilih untuk melakukan penanganan ini hanya setelah upaya terapi obat tidak berhasil. Semakin banyak jumlah gambaran depresi yang khas, semakin besar kemungkinan respon yang baik terhadap terapi elektrokonvulsif. (Davies, 2009) 2. Gangguan Skizofrenia Skizofrenia merupakan gangguan yeng menyebabkan kerusakan kemampuan daya ingat dan kehilangan kesadaran, maka sering muncul dalam bentuk waham maupun halusinasi. Individu yang menderita kerusakan otak tidak sanggup menyimpan informasi baru dalam ingatan atau sering disebut terjadi kerusakan pada memori jangka pendek (working memory), tetapi mereka dapat mengingat informasi yang telah lama. Salah satu terapi yang paling efektif untuk memperbaiki working memeori pada pasien skizofrenia adalah dengan terapi elektrokonvulsif. Working memory atau memori kerja pada penderita skizofrenia mengalami perkembangan setelah diberikan terapi elektrokonvulsi. Memori kerja yang semula tidak bekerja, subyek tidak mengingat akan hal-hal yang terjadi pada dirinya, sering mengamuk, sering berbicara sendiri, bicara ngelantur, tertawa sendiri, setelah diberikan terapi electroconvulsi (ECT) mengalami perkembangan pada memori kerjanya yaitu beberapa jam setelah terapi subyek sudah bisa mengenali identitasnya, berkomunikasi lancar dengan individu di lingkungannya, komunikasi verbalnya sudah terarah, dapat mengucapkan kata yang bersinambungan dan sudah dapat melakukan aktifitasnya sendiri dan sudah bisa mengingat hal-hal yang baru saja subyek lakukan. Misalnya sudah bisa mengingat bahwa dia sudah meminum obat, dia sudah makan, sudah mandi, dan sudah sholat. (Handriyani, 2006)

3. Gangguan Afektif tipe Mania Terapi ini sangat efektif pada klien mania yang sangat hiperaktif serta beresiko mengalami keletihan fisik dan untuk individu yang sangat ingin bunuh diri.(foto kopo) Pasien dengan keinginan bunuh diri yang aktif tidak mungkin menunggu antidepresan bekerja (Tomb, 2004) 2.3 Kontraindikasi
Meskipun ECT ini sangat bersepon baik dalam beberapa gangguan mental, akan tetapi ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan pada klien dengan kasuskasus tertentu antara lain: (foto kopi) 1. Peningkatan Tekanan Intrakranial Tidak digunakan jika ada TIK karena tumor otak, infeksi SSP. ECT dengan singkat meingkatkan resiko TIK dan herniasi tentorium. 2. Riwayat Penyakit Jantung Yang dimaksud seperti infark miokard, aneurisme aorta, gagal jantung hipertensi berat. Hal ini dapat menyebabkan aritmia yang akan berakibat fatal jika klien mempunyai kelainan kardiovaskuler. 3. Peyakit Tulang Osteoporosis, osteoartritis, atau fraktur.

2.4 Efek Samping


1.

2.5 Persiapan Penderita 2.6 Persiapan Perawat 2.7 Persiapan Lingkungan 2.8 Reaksi Penderita 2.9 Peran Perawat Dalam Pelaksanaan ECT 1. Pemberi asuhan keperawatan Memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan, dari yang sederhana sampai dengan kompleks 2. Advokat pasien / klien- menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien- mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien. 3. Pendidik / Edukator membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan 4. Koordinator mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien 5. Kolaborator Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya

6. Konsultan tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan 7. Peneliti mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran

Arif, I.S. (2006). Skizofrenia (Memahami dinamika keluarga pasien). Bandung: Refika Aditama . Brooker, Chris (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC Davies, T (2009) ABC Kesehatan Mental. Jakarta:EGC Hibbert, A, Godwin, A, Dear, F (2009) Rujukan Cepat Psikiatri. Jakarta:EGC Hndriyani, Baiq Suprayanti (2006) Working Memory Pasca Terapi Electroconvulsi (ECT) Pada Penderita Skizofrenia Manic Depresif (Studi Kasus di Rumah Sakit Jiwa Pusat Mataram) Journal :Mataram Sunaryo (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta:EGC Tomb, A.David. 2004, Buku Saku Psikiatri, edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai