1 Siklus sel Sel secara normal mengalami pembelahan secara mitosis dalam suatu siklus yang dinamakan siklus sel, berfungsi untuk menghasilkan sel sel yang baru yang berguna untuk regenerasi dan untuk memperbaiki kerusakan, rangkaian ini diatur oleh suatu rangkaian DNA pada setiap sel, pada masing masing sel mempunyai gen yang mengatur proliferasi sel yang disebut protoonkogen seperti gen KI-67 dan gen yang berfungsi untuk mengatur penghentian atau penghambatan proliferasi sel yang disebut supresor gen seperti P-53, gen gen ini berfungsi sebagai kontrol. Pada proses pertumbuhan sel ini, dimana gen gen kontrol tersebut bekerja pada proses interfase sel, interfase sel terdiri dari beberapa tahapan seperti : 1. tahap G1 2. tahap S 3. tahap G2 4. tahap M 1) Fase G1 (Growth fase-1) Lamanya sangat bervariasi dari beberapa jam sampai tahunan. Pada fase G1 sel anak yang baru terbentuk setelah mitosis tumbuh menjadi sel dewasa , membentuk protein, enzim, dsb. Dan kromosomnya hanya mengandung rantai tunggal DNA (haploid). Sel dewasa masuk ke zone perbatasan (restriction zone) yang menentukan apakah sel itu akan: a) Berhenti tumbuh Sel yang berhenti tumbuh akan masuk ke fase G0. Sel-sel yang masuk dalam fase G0 ada dua golongan yaitu: Stem sel, yaitu sel yang dapat tumbuh lagi bila ada rangsangan tertentu, misalnya untuk mengganti sel yang rusak atau mati, dan kembali masuk ke fase-S. Sel yang tetap tidak akan tumbuh sampai sel itu mati. Hanya sel syaraf yang praktis tidak akan tumbuh lagi. b) Tumbuh terus Sel yang akan tumbuh lagi masuk ke fase S 2) Fase S (Synthetic phase). Lamanya 6-8 jam.
Pada fase ini dibentuk rantai DNA baru, protein, enzim, dsb untuk persiapan fase M berikutnya. Replikasi DNA terjadi dengan bantuan enzim DNA-polimerase. Dengan dibentuknya DNA baru maka rantai tunggal DNA menjadi rantai ganda. 3) Fase G2 (Growth phase-2). Lamanya 1-2 jam. Pada fase ini dibentuk RNA, protein, enzim, dsb untuk persiapan fase M berikutnya. 4) Mitotic phase. Lamanya 1-2 jam. Pada fase M hampir tidak ada kegiatan kimiawi. Yang ada ialah pembelahan sel, dari 1 sel induk membelah menjadi 2 sel anak yang mempunyai struktur genetika yang sama dengan sel induknya. Di sini rantai ganda DNA yang merupakan pembawa informasi gen terbelah menjadi 2 rantai tunggal, yang masing-masing untuk satu sel anak baru. Waktu yang diperlukan oleh satu sel menjalani siklus pertambahan sangat bervariasi dari beberapa jam sampai tahunan. Waktu siklus yang terpendek 24 jam dan yang terpanjang tidak diketahui, karena ada sel yang tidak tumbuh lagi. Mengetahui siklus pertumbuhan sel itu penting sekali untuk pengobatan kanker dengan sitostatika, karena ada obat-obat yang bekerja spesifik hanya pada fase tertentu saja. 2.2 Kontrol sel Selama siklus sel, terdapat gen-gen yang berfungasi untuk mengontrol sel di dalam perjalanan pada fase tersebut, dimana terdapat 2 jenis gen yang mempunyai fungsi yang berbeda, seperti gen yang berfungsi untuk melakukan proliferasi sel seperti onkogen Ki-67 dan gen yang berfungsi untuk menghentikan dan menghambat terjadinya proliferasi sel seperti supresor gen P-53. Anti onkogen atau supresor gen adalah gen yang resesif, yang kerjanya menghambat pertumbuhan dan differensiasi sel, sehingga mencegah timbulnya transformasi sel. Biasanya ia bekerja pada alel tipe wild atau liar. Anti onkogen mempunyai 2 alel. Jika kedua alelnya hilang baru akan timbul transformasi sel, jika hanya satu saja tidak timbul transformasi sel itu. Gen supresor ini umumnya terdapat pada kromosom 17, pada lengan pendek p53. Gen 17p53 ini mensintese protein p53 yang: 1) Bagian ujung ynag satu mengandung amino yang berfungsi menstranskripsi gen pertumbuhan. 2) Bagian tengah untuk mengenal dan mengikat DNA lain. 3) Bagian ujung yang lain berisi karboksi, memberi isyarat lokasi inti dan tempat fosforilasi.
Kontrol sel tersebut bekerja pada saat checkpoint yang ada pada fase / tahap G1 , tahap G2, dan tahap M.
Sinyal stop disebabkan teraktivasinya supresor gen P-53 yang dikarenakan adanya kerusakan DNA yakni dalam terankripsi dan tranlasi DNA di dalam sel, sinyal stop terzsebut akan menyebabkan terhentinya siklus sel sehingga memberikan waktu untuk perbaikan DNA. Dari gambar diatas , dapat dijelaskan bila terjadi suatu kerusakan DNA misalnya dikarenakan oleh adanya zat zat karsinogenik, radiasi sinar ultraviolet, maupun sinar X, gen P-53 / supresor gen ini akan mengaktivasi gen P-21 untuk melakukan sinyal stop pada siklus sel sehingga terjadi DNA repair, tidurnya siklus sel, dan apoptosis. Sinyal go ahead, sinyal ini dihasilkan oleh suatu partikuler protein kinase, biasanya protein ini tidak aktif dan diaktifkan oleh adanya cyclin yang kemudian membentuk suatu komplek CDK (cyclindependentkinase), CDK ini akan bekerja sama dengan faktor pertumbuhan sehingga akan merangsang terjadinya proliferasi sel, sehingga sel akan meneruskan perjalanannya ke fase selanjutnya dalam siklus sel. Jika sel tidak mendapatkan sinyal go ini, maka sel tersebut akan masuk ke fase Go, dimana sel itu akan berhenti tumbuh, baik untuk berhenti sementara atau berhenti selamanya. 2.3 Teknik Biopsy Pada Diagnosa Tumor Biopsy merupakan pengambilan specimen baik sebagian ataupun seluruhnya utuk pemeriksaan mikroskopis dan memperoleh suatu diagnosa dan mengetahui prognosis. Sebelum melakukan suatu biopsy dilakukan terlebih dahulu anastesi. Pengambilan jarigan biopsy biasanya menggunakan sklpel/ kauter listrik. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan suatu biopsy : Harus representative baik secara klinis / mikroskopis. Misalnya memilih daerah tumor yang tidak ada nekrosis dan tidak ada infeksi sekunder. Indikasi : a. b. c. d. e. 2.3.1 Lesi yang menetap > 2 minggu Lesi yang membesar , tidak memberikan reaksi pada perawatan Lesi hiperkeratotil yang menetap Pembesaran tanpa penyebab dan menetap pada waktu yang lama Setiap penonjolan yang dicurigai sebagai suatu neoplasma a. Brush
Macam Biopsy
Merupakan tehnik jaringan biopsy untuk jaringan lunak rongga mulut . mukosa. Tehnik ini adalah pemeriksaan tambahan yang digunakan sebagai metode pemeriksaan lesi mulut yang tidak memerlukan biopsy pembedahan. Pada tehnik ini menggunakan sejenis sikat yang mampu mengambil sel pada seluruh lapisan epitel, termasuk basal dan yang paling superficial di bawah lapisan epitel. Pada tehnik brush ini tidak perlu melakukan suatu anastesi, Sikat yang digunkan yakni sikat disposibel steril. Yaitu sejenis sikat yang berbentuk melingkar . 1. 3. 4. Cara penggunaan : Sikat atau brush untuk mengumpulkan sampel sel epitel dilembabkan dengan air atau air liur pasien. 2. Diaplikasikan pada permukaan lesi Kontak antar sikat dan permukaan mukosa dapat di sepanjang permukaan sikat yang melingkar maupun yang datar tergantung lokasi Sikat diputar dengan tekanan cukup 5-10 x sampai timbul bintik pendarahan dan itu berarti sikat memasuki lamina propia. 5. Sel yang di dapat dipindahkan ke kaca objek 6. Fiksasi alcohol 7. Dibiarkan kering di udara Sampel sel diskrining dengan computer yang telah deprogram untuk mendeteksi perubahan sitologi b. Eksisi Yaitu tehnik biopsy dengan cara mengambil seluruh jaringan lesi, melibatkan jaringan normal. Digunakan untuk pengambilan lesi kecil yang secara klinis merupakan lesi jinak. c. Insisi Yaitu tehnik biopsy dengan cara mengambil sebagian jaringa lesi, mengikut sertakan jaringan normal sekitarnya. Indikasi: 1. Lesi besar d > 1 cm 2. Jika eksisi total sulit dilakukan d. Aspirasi Biasanya dilakukan pada lesi kelenjar liur Indikasi: 1. 2. 3. 4. Lesi yang diperkirakan berisi cairan Menggunakan spuit ( syringe) yang menggunakan jarum 189 4 ugc Anastesi local, tidak melibatkan banyak jaringan Biasanya setelah aspirasi dilakukan insist.( eksisi)
8.
2.4 Karsinogen
Pembagian berdasarkan jenis: 1. 2. 3. 4. Kimiawi. Virus. Fisis. Hormon. Tiga faktor karsinogen utama dari kanker mulut adalah tembakau, alkohol, dan virus. Sekitar 60% kanker mulut berkaitan dengan HPV. 1. Karsinogen Kimia Karsinogen kimia meliputi jelaga, tir, zat warna, bahan alkali, plastik, asap rokok, dan aflatoxin. Tir mengandung zat aktif hidrokarbon polisiklik. Hidrokarbon yang mempunyai daya karsinogenik, minimal harus mempunyai 3 ikatan karbon aktif yang disebut phenantrene. Tubuh manusia mempunyai enzim benzpyrene hidroksilase atau enzim lain yang terdapat dalam retikulum endoplasmik yang berkhasiat menghilangkan daya karsinogenik dari karsinogen hidrokarbon. Rendahnya insidensi tumor usus halus mungkin karena kadar hidrokarbon hidroksilase aromatik pada usus yang relatif tinggi. a. Zat warna azo Dimethylaminoazobenzene (butter yellow) dapat menimbulkan kanker hati pada tikus, bila ada clefisiensi vitamin riboflavin. Vitamin ini merupakan ko-enzim untuk memecah zat warna tersebut. b. Zat warna anilin Sering menimbulkan kanker kandung kemih. Karsinogen aktif di sini adalah beta naphthylamme. c. Bahan alkali Nitrogen mustard yang berkhasiat radiomimetik. d. Plastik Karsinogen fisik karena mengganggu hubungan antar-sel jaringan yang ber kontak dengan bahan ini. e. Asap rokok
Menimbulkan kanker paru. Hidrokarbon yang terisap dalam asap rokok meme ngaruhi terbentuknya karsinoma bronkhogenik. Secara statistik dibuktikan bahwa orang yang lebih banyak dan lebih lama merokok, lebih banyak terkena kanker paru. Perubahan yang dapat terjadi pada mukosa bronkhus orang yang banyak merokok adalah hiperplasia atipik, metaplasia skuamosa, displasia, carcinoma in situ. Makin banyak merokok, makin banyak perubahan yang terjadi. f. Jamur Pencillium griseofulvum Berasal dari jamur Aspergillusflavus yang terdapat di kacang tanah. Hewan yang diberi makanan kacang tanah sering menderita kanker hati. Afla toksin ditemukan pula pada susu sapi yang diberi makan kacang tanah Mekanisme kerja karsinogen kimiawi Sebagian besar karsinogen kimiawi adalah mutagen. Ikatannya secara langsung pada DNA dan pada tempat khusus dalam molekul yang menginduksi kesalahpemberian kode selama transkripsi dan replikasi. Namun, kemungkinan beberapa ikatan pada RNA atau protein sitoplasma dapat juga menjadi karsinogenik. Sifat karsinogenik agen kima bergantung pada dosis. Dosis yang lebih kecil yang diberikan berkali-kali dalam jangka panjang memiliki sifat onkogenik yang sama seperti dosis setara tunggal. Transformasi neoplastik yang dihasilkan oleh bahan kimawi adalah suatu proses multitahap yang dinamik. Proses ini dapat dibagi secara luas menjadi 2 tahap yaitu inisiasi dan promosi. Inisiasi adalah induksi perubahan ireversibel tertentu (mutasi) pada genom sel. Sel yang terinisiasi bukanlah sel yang mengalami transformasi, sel ini tidak memiliki otonomi pertumbuhan dan tidak memiliki karakteristik fenotip yang unik. Namun, berbeda dengan sel normal, sel yang terinisiasi dapat memanifestasikan tumor bila cukup mendapat stimuli oleh agen promosi. Dua atau lebih inisitator, apakah agen kimia, virus onkogenik atau energi radiasi, dapat bekerja sama (ko-karsinogenesis) menginduksi transformasi ganas. Promosi adalah proses induksi tumor oleh zat kimia promotor pada sel yang sebelumnya diinisiasi. Pengaruh promotor relatif berusia pendek dan reversibel. Promotor tidak memengaruhi DNA dan bersifat non-tumorigenik. Contohnya, tembakau merusak DNA sel, alkohol mencegah perbaikan DNA yang rusak. Alkohol menghambat pembentukan protein p53 yang diperlukan sehingga menghambat kemampuan tubuh untuk memperbaiki sel yang rusak. Para ilmuwan telah menyadari bahwa mutasi multipel pada gen spesifik terjadi pada kanker leher dan kepala. Dua tipe gen karakteristik yang sudah diketahui adalah proto-
onkogen dan gen supresor tumor. Proto-onkogen yang mengkode protein untuk menstimulasi pembelahan sel berubah menjadi onkogen dan menyebabkan stimulasi berlebih pada protein dengan hasil pembelahan sel menjadi lebih cepat. Sekarang sudah dapat diidentifikasi onkogen EGFR (epithelial growth factor receptor), famili ras, c-myc, int-2, hst-1, PRAD-1 atau siklin DI, dan bcl-I yang mungkin berpartisipasi dalam kanker leher dan kepala. Gen supresor tumor mengkode protein yang menghambat pembelahan sel. Bila gen ini mengalami mutasi, protein yang terkait tidak terbentuk dengan balk dan terjadilah pembelahan sel yang seharusnya tidak terjadi. Pada kanker kepala dan leher, gen supresor tumor yang diinaktivasi adalah gen Rb, p16, dan p53. Gen p53 Gen p53 adalah salah satu genom sel yang mengatur pengikatan protein DNA yang dapat memengaruhi fungsi sel termasuk siklus sel, sintesis DNA, dan apoptosis (kematian sel yang terprogram). Gen p53 menarik minat ilmuwan untuk diteliti karena molekul gen ini dapat menghentikan tumor bila fungsinya baik. Gen ini terletak pada lengan pendek kromosom 17, bekerja bila ada kerusakan DNA sel dan menghentikan proses pertumbuhan dan pembelahan sel sampai kerusakan All diperbaiki. Gen p53 berfungsi sebagai gen supresor tumor yaitu menahan gen yang rusak akibat efek mutagenik karsinogen agar tidak melanjutkan pembelahan sel. Penahanan terjadi di fase G1 pada siklus sel agar memungkinkan sel untuk memperbaiki kerusakan DNA. Bila gagal, p53 menyiapkan kondisi untuk kematian sel, menyebabkan sel mengalami apoptosis. Mutasi gen p53 terjadi pada hampir 60% kanker yang terjadi pada manusia. Gen p53 yang mengalami mutasi akan gagal menahan fase GI, akibatnya sel dengan DNA yang rusak dapat melanjutkan pembelahan sehingga akumulasi mutasi yang terjadi dapat mengakibatkan transformasi neoplastik. Fungsi p53 sebagai gen suppresor tumor akan mengalami inaktivasi ketika proses keganasan berkembang. Karsinogen kimiawi misal tembakau dapat mengeluarkan efek karsinogen dengan meningkatkan mutasi gen p53. Alkohol dapat menambah efek tembakau dengan lebih meningkatkan frekuensi mutasi gen p53. Mutasi gen p53 dapat timbul pada kanker yang tidak ada kaftan dengan rokok, namun mutasi gen ini terbatas sedangkan pada mereka yang merokok mempunyai kecenderungan inaktivasi gen p53. 2. Karsinogen Virus
Berbagai virus telah terbukti bersifat onkogenik. Virus onkogen dibagi dalam 2 kelompok yaitu virus RNA rantai tunggal dan virus DNA rantai ganda. Contoh virus RNA adalah HIV (Human immunodeficiency virus) dan contoh virus DNA adalah HPV. Virus HIV pada penderita AIDS berperan dalam terjadinya sarkoma Kaposi. Virus Hepatitis B, C, E berperan dalam terjadinya karsinoma sel hepar. HPV berperan dalam terjadinya papiloma dan kanker leher rahim.
Gambar 2.2. Sarkoma Kaposi pada palatum penderita AIDS (Silverman, 1996). Mekanisme kerja karsinogen virus Virus masuk ke dalam sel melalui membran sel dan menyebabkan transformasi sel. Kemampuan karsinogenesis virus bergantung pada kemampuannya untuk mentidakaktifkan gen supresor tumor. Sel yang mengalami transformasi akan mengalami:
1.
Perubahan pola pertumbuhan sel: peningkatan kecepatan pertumbuhan dan penurunan perlekatan sel dengan suatu substrat. Perubahan pada permukaan sel: peningkatan kecepatan pemindahan nutrisi sel, peningkatan sekresi protease atau aktivator protease, perubahan komposisi glikoprotein dan glikolipid, kadang-kadang terbentuk protein tersandi virus.
2.
Tumorigenisitas: contoh virus HPV berkontak dengan sel epitel mukosa yang terinfeksi dan melakukan replikasi dalam sel epitel sehingga terjadi proliferasi sel epitel. Pada kelompok usia muda yang tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, virus merupakan faktor penyebab yang berkaitan dengan terjadinya kanker. HPV dapat ditularkan melalui hubungan seks antarpasangan dan ter libat dalam terjadinya peningkatan risiko terjadinya kanker mulut pada kelom pok usia muda yang ticlak merokok.
HPV memiliki lebih dari 100 strain. Sebanyak 5 strain HPV terutama HPV16 dan 18 berisiko tinggi menyebabkan displasia atau kanker terutama kanker leher rahim dan orofaring (meliputi bagian tengah faring-laring, palatum lunak, ventral lidah, dan tonsil). Sekitar 30 strain virus HPV berisiko renclah dan dapat menyebabkan papiloma. Umumnya penderita memiliki lebih dari satu strain virus ini. HPV merusak p53 dalam sel. Penderita yang terinfeksi virus ini Bering tidak menyaclarinya karena virus mempunyai masa inkubasi yang panjang dan infeksi ini dapat menyebar luas (terutama melalui hubungan seksual) dan dapat menyebabkan perkembangan ke arah praganas dan gangs. Virus herpes dianggap memberikan kontribusi dalam terjadinya kanker mulut. DNA dari FIPV dan virus herpes tertentu termasuk virus Epstein Barr, virus sitomegalo, dan virus herpes simpleks terdeteksi pada jaringan biopsi kanker mulut. Gen yang terkode virus-virus ini terlibat dalam stadium inisiasi dari stadium multi pada tahapan karsinogenesis. Virus baru yang dinamakan virus human herpes 8 ditemukan berkaitan dengan sarkoma Kaposi pada penderita AIDS. Diduga virus ini terlibat dalam perkembangan sarkoma Kaposi, karena dijumpai pada semua bentuk sarkoma Kaposi. Sekitar 50% sarkoma Kaposi pada penderita AIDS bermanifestasi dalam mulut dengan tempat predileksi pada palatum keras dan gingiva)
3. Karsinogen Fisis Karsinogen fisis yang sangat penting adalah sinar radioaktif yang clihasilkan oleh sinar-X, radium, dan born atom. Karsinogen ini dapat menimbulkan kanker kulit, leukemia, sarkoma tulang, adenokarsinoma mammae dan timid. Sinar menyebabkan perubahan nukleoprotein kromosom sel sehingga terjadi kanker. Penyinaran mengenai atom molekul asam nukleat, menyebabkan terlepasnya elektron sehingga terjadi perubahan fisik atom tersebut dan perubahan kimia dalam molekul. Sinar matahari dan ultraviolet juga dapat menyebabkan kanker bibir dan bagian lain dari kulit tubuh. Populasi berkulit putih yang bekerja di lapangan terbuka sering mendapat kanker kulit muka (basalioma). Kanker ini jarang dijumpai pada ras kulit hitam karena kulitnya dilinclungi pigmen melanin. Insidensi kanker bibir akhir-akhir ini menurun, mungkin karena adanya kesadaran akan bahaya terpajan sinar matahari dalam waktu lama dan penggunaan krim pelindung sinar matahari.
Faktor fisis lain adalah sinar-X. Pemeriksaan radiografi rutin dan sinar-X di praktik dokter gigi adalah aman, namun pajanan radiasi akan berkumulasi selama hidup. Sinar-X ini berperan dalam beberapa kanker leher dan kepala. 4. Hormon Karsinogen hormon bekerja dengan mernengaruhi fisiologi jaringan sedemikian rupa sehingga mudah dipengaruhi oleh karsinogen yang sebenarnya. Contohnya, estrogen dapat menimbulkan adenokarsinoma mammae dan serviks uteri. Androgen yang berasal dari testis atau kelenjar adrenal dapat menimbulkan karsinoma prostat. Hormon menyebabkan terjadinya kanker pada alai tubuh yang dipengaruhinya setelah adanya karsinogen lain yang bekerja sebagai promotor. 5. Ko-Karsinogen Termasuk ko-karsinogen adalah diet, umur, keturunan, rangsang menahun, dan trauma. Diet Butter yellow, dengan defisiensi vitamin B
2
choline yang lama dapat menimbulkan karsinoma hati dan paru. Efek perlinclungan yang signifikan dari diet terhadap terjadinya kanker inulut terlihat pada populasi yang mengkonsumsi sayuran yang kaya akan beta karotin dan buah-buahan yang mengandung asam sitrat. Populasi ini mempunyai insidensi kanker mulut yang rendah. Umur Kebanyakan kanker terjadi pada usia lanjut, karena pada usia lanjut sering timbul ketidakseimbangan hormon dan waktu yang lama memberi kesempatan bagi karsinogen untuk bekerja menimbulkan kanker. Keturunan Tumor yang menunjukkan adanya pengaruh faktor genetik/keturunan antara lain adalah neuroblastoma, polip multipel pada usus besar, dan xeroderma pigmentosum. Rangsang Menahun Penderita batu piala ginjal sering mengalami karsinoma piala ginjal. Penderita schistosomiasis sering menderita karsinoma kandung kemih. Rangsang menimbulkan radang yang menyebabkan kerusakan jaringan yang kemudian akan dipulihkan. Kerusakan dan pemulihan jaringan yang berulang akan mengganggu keseimbangan set sehingga set berkembang menjadi kanker. Keadaan ini sering terdapat pada mulut, lidah, dan lambung. Iritasi kronis seperti gigi yang tajam, gigi tiruan atau tambalan yang
mengiritasi dapat menyebabkan terjadi ulkus dan leukoplakia. Banyak kanker mulut berasal dari ulkus dan leukoplakia ini. Trauma Trauma tidak mungkin menimbulkan kanker dalam waktu singkat. Trauma merupakan promotor pada tempat yang telah lama dipengaruhi oleh initiator yang telah menimbulkan kanker laten. 2.5 Penyebaran Tumor Ganas 2.5.1 Penyebaran tumor ganas : 1. Lokal : penjalaran sel sel tumor dari tumor induk ke jaringan sehat sekitarnya secara infiltratif, massa sel tumor berhubungan dengan sel induk tumor. 2. Metastasis / penyebaran jauh : pelepasan sel tumor dari tumor induk, diangkut oleh aliran darah atau getah bening ke tempat jauh, mebentuk pertumbuhan baru atau anak sebar atau metastase. Massa tumor anak sebar tak berhubungan dengan massa tumor induk. 2.5.2 Syarat terjadinya penyebaran tumor ganas : 1. Adanya pelepasan sel-sel tumor yang dapat hidup otonom Tumor ganas, proliferasi sel tumor menyebabkan bertambahnya isi dan tekanan mekanik. Terjadinya penurunan kadar kalsium dinding sel menyebabkan turunnya kohesi sel tumor ganas menyebabkan pelepasan sel tumor dari induknya. Sel-sel tumor mengeluarkan enzim litik seperti kolagenase, hyaluronidase, mucinase yang mempengaruhi jaringan atau sel sekitarnya sehingga sel-sel tumor dapat bebas bergerak masuk ke ruang antar sel atau menembus sitoplasma sel otot. Kemudaian membentuk pertumbuhan infiltratif. Pada tumor ganas, sel yang terpisah sanggup hidup otonom karena sel tumor ganas tidak mengandiung faktor anitgen sehingga tubuh tidak membentuk zat anti untuk menahan invasi sel tumor ganas tersebut. 2. Adanya jalan penyebaran a. Secara Hematogen Jenjang metastatic dapat dibagi menjadi dua fase yaitu fase invasi matriks ekstrasel serta penyebaran dan pergerakan sel tumor menuju sasaran melalui pembuluh darah. Invasi Matriks Ekstrasel Jaringan manusia tersusun menjadi serangkaian kompartmen yang dipisahkan satu sama lain oleh dua jenis matriks ekstrasel : membran basal dan jaringan ikat intersisium.
Tiap-tiap komponen ECM ini terdiri dari kolagen, glikoprorein dan proteoglikan. Sel tumor harus berinteraksi dengan ECM di beberapa tahapan jenjang metastatic. Invasi ECM merupakan suatu proses aktif yang diselesaikan dalam empat langkah : 1. Terlepasnya sel tumor satu sama lain. 2. Melekatnya se tumor ke komponen matriks 3. Penguraian ECM 4. Migrasi sel tumor Langkah pertama dalam jenjang etastaik adalah mereganggnya sel tumor. E-kaderin bekerja sebagai lem antarsel, dan bagian E-kadern yang berada di sitoplasa berikatan dengan -katenin. Molekul E-kaderin yang berdekatan mempertahankan agar sel tetap menyatu, sedangkan perlekatan homotipik yang diperantarai oleh E-kaderin menyalurkan sinyal antipertumbuhan melalui -katenin. -katenin bebas dapat menngaktifjan transkripsi gen yang mendorong pertumbuhan. Fungsi E-Kaderin sebagai suatu lem antrsel lenyap hampir di semua kanker sel epitel. Langkah kedua, melekatnya sel tumor ke berbagai protein ECM, seperti laminin dan fibronektin. Sel epitel normal memiliki reseptor untuk laminin membran basal yang terpolarisasi di permukaan basalnya. Sebaliknya, sel karsinoma memiliki lebih banyak reseptor dan reseptor ini tersebar di seluruh membran sel. Langkah ketiga adalah degradasi local membran basal dan jaringan ikat intersisium. Sel tumor itu sendiri mengeluarkan enzim proteolitk atau menginduksi sel pejamu (misalnya fibroblas) untuk mengeluarkan protease. Beberapa enzim penghancur matriks yang disebut metalloproteinase, temasuk gelatinase, kolagenase dan stromelisin ikut berperan. Kolagenase tipe IV adalah suatu gelatinase yang memecah kolagen tipe IV dan membran basal vascular. Langkah keempat yaitu pergerakan. Pergerakan mendorong sel tumor berjalan menembus membran basal yang telah rusak dan matriks telah mengalami lisis. Migrasi tampaknya diperantarai oleh berbagai sitokin yang berasal dari sel tumor, misalnya faktor motilitas autokrin. Penyebaran Vaskular dan Sasaran Sel Tumor Saat berada di dalam sirkulasi, sel tumor rentan terhadap destruksi oleh sel imunpejamu. Di dalam aliran daah, sebagian sel tumor membentuk embikus dengan membentuk gumpalan dan melekat ke leukosit, terutama trombist; sel tumor yang menggumpal tersebut akan sedikit banyak memperoleh perlindungan dari serangan sel efektor antitumor pejamu. Ekstravasasi sel tumor bebas atau embolus sel memerlukan perlekatan endotel vascular yang dikuti olehpergerakan melalui membran basal dengan mekanisme yang serupa dengan yang berperan dalam invasi.
b. Secara Limfogen Penyebaran ini spesifik untuk karsinoma. Sel-sel yang telah menembus pembuluh limfe diangkut oleh cairan getah bening sebagai embolous, kemudian tersangkut pada kelenjar getah bening regional. Anak sebar yang mungkin menyebabkan terbendungnya aliran cairan getah bening sehingga terjadi aliran retrograde(pertumbuhan menuju ke belakang / menelusuri jalan yang telah dilalui sebelumnya) dan menimbulkan penyebaran retrograde. c. Penyebaran dengan transplantasi langsung Penyebaran ini terjadi pada tumor rongga serosa (rongga perut,pleura) yang disebut transcoelomic spread. Anak tumor akan menyebar dari tempat yang lebih tinggi ke bawah karena adanya gaya gravitasi bumi. 3. Adanya lingkungan yang memungkinkan untuk hidup sel tumor di tempat yang baru. Lingkungan yang baru harus cocok untuk pertumbuhan sel tumor agar dapat membentuk anak sebar. 2.6 Stage Kanker Mulut Untuk menentukan stage kanker mulut menggunakan TNM sistem dari UICC ( Union Internationale Contre le Cancer) atau dari AJCC ( American Joint Committee on Cancer). TNM sistem menurut UICC, (1980) yaitu : T TX T0 TIS T2 T3 T4 otot-otot lidah. N NX N0 N1 cm. N2 : Metastasis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran 3-6 cm atau bilateral atau melibatkan kelenjar getah bening multipel dengan ukuran kurang dari 6 cm atau melibatkan kelenjar getah bening kontra lateral dengan ukuran kurang dari 6 cm. : Kelenjar getah bening regional. : Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperkirakan. : Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening regional. : Metastasis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran kurang dari 3 : Tumor primer : Tumor yang belum dapat dideteksi : Tidak adanya bukti tumor primer : Tumor permukaan ( Carsinoma in situ ) : Ukuran tumor antara 2-4 cm : Ukuran Tumor lebih dari 4 cm. : Tumor telah melibatkan struktur di sekitarnya seperti tulang korrtikal atau
: Metastasis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran 3-6 cm. : Metastasis ke kelenjar getah bening multiple dengan ukuran kurang dari 6 cm. : Metastasis ke kelenjar getah bening kontra lateral dengan ukuran kurang dari 6 cm. : Metastasis ke kelenjar getah bening dengan ukuran lebih dari 6 cm. : Metastasis jauh tumor primer. : Adanya metastasis jauh tidak dapat diperkirakan. : Tidak adanya metastasis jauh dari tumor primer. : Ada metastasis jauh dari tumor primer.
Dari TNM sistem di atas, maka derajat tumor dapat di kalsifikasikan sebagai berikut : Stage 1: T1 N0 M0 Stage 2: T2 N0 M0 Stage 3: T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 Stage 4: T4 N0 M0 T1, T2, atau T3 dengan N2 atau N3 dan M0 T1, T2, atau T3 N2 atau N3 dan M1 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tumor ganas rongga mulut a. b. 3.1.1 Etiologi tumor ganas ( kanker) rongga mulut Faktor internal ( herediter dan faktor pertumbuhan). Faktor eksternal ( bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin dan diet). Kedua kategori di atas disebut bahan-bahan karsinogen. Faktor-faktor dapat berperan secara individual atau kombinasi dengan faktor-faktor lain dimana sebenarnya faktor tersebut bukan penyebab kanker, tetapi mereka membantu karsinogen untuk mutasi atau dengan menekan fungsi sel ( ko-promotor). 3.1.2 Patogenesis Tumor Rongga Mulut Tumor ganas terbentuk akibat terjadinya mutasi beberapa gen seperti pada gen tumor supresor, gen onkogen sehingga pertumbuhan sel tidak terkontrol. Sel yang mengalami
mutusi berproliferasi merusak membran basalis infiltrasi ke jaringan ikat dibawahnya infiltrasi ke pembuluh darah atau jaringan limfe bermetastasis keluar dan proliferasi ke organ lain. Sel normal yang terkena bahan Karsinogenik dapat mengalami mutasi gen dan akan membentuk sel baru. Setelah terbentuk sel baru dengan adanya hal tersebut maka jaringan akan rusak menembus basal-basal membran dan menjadi sel kanker. Selain bahan karsinogenik yang memicu adanya sel kanker ialah Hormon, Virus, Penyinaran atau Radiasi dan bahan kimia lain. a. Pertumbuhan dan Penyebaran Tumor Ganas Rongga Mulut Kanker mulut umumnya bermetastasis secara local ke kelenjar limfe regional, terutama di bagian leher, selanjutnya membentuk anak sebar di paru, hati, atau tulang. Sebanyak 30-80 % penderita kanker mulut mengalami metastasis ke kelenjar servikal. Tumor primer sekunder merupakan karsinoma primer tambahan yang terjadi pada 10-15 % penderita kanker mulut dan umumnya terlihat pada karsinoma gingival, dasar mulut, lidah dan bukal. Tumor primer sekunder ini juga dapat terjadi di setiap tempat saluran pencernaan bagian atas. Selain bermetastasis, tumor stadium lanjut juga menginvasi struktur jaringan yang letaknya lebih dalam, terutama pada kanker mulut karena mempunyai potensi membentuk tumor primer sekunder. b. Metastasis Sel-sel ganas mempunyai kemampuan untuk mengadakan invasi baik secara local maupun ke tempat yang jauh (metastasis). Ada dua sifat berbahaya dari tumor ganas yang membedakannya dengan tumor jinak yaitu kemampuannya untuk menginvasi jaringan normal dan kemampuannya untuk bermetastasis. Metastasis merupakan kemempuan sel kanker dari tumor primer untuk menginfiltrasi jaringan normal dan menyebar ke seluruh tubuh. Metastasis merupakan salah satu penyebab terbesar kematian penderita kanker. Hal ini disebabkan karena metastasis sudah terjadi sebelum tumor primer itu sendiri terdeteksi. Proses metastasis ini terutama melalui aliran lymphe dan pembuluh darah, namun demikian dapat juga melalui rongga dalam tubuh misalnya rongga abdomeyn dan melalui cairan tubuh misalnya liquor cerebrospinalis. Kemampuan metastasis ini disebabkan karena kemampuan sel kanker untuk melakukan invasi ke dalam jaringan sekitarnya dan seterusnya ke pembuluh darah atau pembuluh lymphe. Proses terjadinya metastasis terutama disebabkan oleh perubahan sifat sel ganas. Sifat sel ganas itu antara lain perubahan biokimia permukaan
sel, pertambahan motilitas, kemampuan mengeluarkan zat litik, dapat membentuk pembuluh darah baru (angiogenesis), berkurangnya adhesi sel tumor satu dengan lainnya dan hilangnya daya pertumbuhan bersama antara sesama sel tumor dan sel normal diantaranya. c. Patobiologi Metastasis Konsep dasar dari langkah-langkah terjadinya metastasis yang dianut sekarang ini, pertama adalah proses terlepasnya sel-sel tumor dari kelompoknya (detachment) dan kemudian sel-sel ini akan melengket pada membrana basalis pembuluh darah, kemudian sel ini akan mengeluarkan enzim yang menyebabkan lisisnya membrana basalis pembuluh darah. Sel kanker tersebut kemudian masuk ke dalam pembuluh darah melalui defek yang terjadi tadi. Walaupun sel tersebut telah masuk pembuluh darah, dan beredar dalam aliran darah, hal ini belum menjamin terjadinya metastasis yang berhasil, karena tidak jarang banyak sel kanker dalam sirkulasi, namun tidak terjadi metastasis. Agar sel tumor dapat menembus extra cellular matrix (ECM) yang berada di sekitar sel tumor, maka sel tumor harus melekat pada ECM. Hal ini dimungkinkan karena sel tumor mempunyai reseptor terhadap laminin dan fibronektin yang merupakan komponen dari ECM. Sel epithel normal mengexpresikan reseptor dengan affinitas tinggi terhadap laminin pada membrana basalis, akan tetapi sel kanker mempunyai reseptor yang lebih banyak lagi yang terdistribusi pada membran sel. Karena itu nampaknya derajat invasi tumor berkorelasi dengan jumlah reseptor laminin pada membran sel. Selain reseptor laminin sel tumor juga mengexpresikan integrin yang berfungsi sebagai reseptor untuk komponen lain pada ECM yaitu fibronektin, kollagen dan vitronektin. Sebagaimana halnya dengan reseptor laminin, tampak terdapat juga korelasi antara expressi integrin alpha4beta1 (VLA-4) dengan kemampuan metastasis sel melanoma, namun demikian nampaknya hal ini tidak bersifat umum, karena ada juga melanoma yang kurang mengandung melanin tetapi mampu mengadakan metastasis, sehingga diduga mungkin terdapat jalur lain sel tumor untuk melekatkan diri dengan ECM. Setelah sel tumor melekat pada ECM, maka sel tumor harus menciptakan jalan untuk migrasi. Sel-sel tumor harus menghancurkan ECM dengan mengeluarkan enzym proteolitik dan merangsang sel fibroblast dan sel-sel macrophage untuk memproduksi enzym protease, yang sampai saat ini dikenal tiga enzym protease yaitu serine, cysteine dan metalloprotease. Salah satu metalloprotease adalah kollagenase tipe IV yang mampu memotong kollagen tipe IV pada membran basalis pembuluh darah dan sel epithelial. Beberapa Carcinoma yang sangat invasif ternyata mengandung kollagenase tipe IV yang sangat tinggi, sedang adenoma atau carcinoma in situ mengandung kolagenase tipe IV
yang rendah. Walaupun sel-sel kanker mengeluarkan enzim untuk menghancurkan ECM, sel stroma juga mengeluarkan antiprotease untuk menghancurkan enzim tersebut. berbagai penelitian juga mengindikasikan bahwa sel kanker berusaha juga untuk menghambatdampak dari anti protease yang dihasilkan sel stroma 1.11Dapat dibayangkan bahwa metastasis tidak berlangsung dengan mudah, tetapi merupakan resultant dari perang yang dahsyat antara antara sel kanker dan jaringan pertahanan tubuh, masing-masing mengeluarkan senjata pamungkasnya, dan perangkat persentaan tersebut mengalami "evolusi" juga artinya masingmasing pihak berusaha mempertahankan eksistensinya sehingga selalu saja terjadi modifikasi dari arsenal dari pihak sel kanker, demikian pula halnya dengan pertahanan tubuh yang senantiasanya memperbaiki sistem pertahanan tubuh untuk mengimbangi kecanggihan sel kanker. Pada binatang percobaan nampak bahwa adanya inhibitor terhadap kollagenasi tipe IV akan sangat menurunkan kejadian metastasis. Saat ini telah diisolasi Tissue Inhibitor Metallopreteinase (TIMP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuntikkan TIMP dapat menurunkan dengan mencolok kejadian metastasis. 9, 12-14Enzim dalam serum misalnya Cathepsin-D dan plasminogen aktivator tipe urokinase juga berperan penting dalam degradasi ECM, sehingga penderita dengan kadar tersebut yang tinggi dapat memberi probabilitas kejadian metastasis yang lebih tinggi dari pada penderita dengan kadar rendah. Setelah sel tumor menghancurkan ECM dan membran basal pembuluh darah, maka tahap selanjutnya adalah bagaimana sel tumor masuk kedalam pembuluh darah, untuk maksud ini diperlukan adanya proses gerakan (motilitas). Tampaknya sel tumor ini mengeluarkan suatu zat yang disebut autocrine motility factor oleh karena memberi dampak balik pada sel yang mengeluarkannya untuk mengadakan pergerakan. Setelah sel kanker memasuki aliran darah, maka tidak serta merta sel-sel tersebut dapat mengadakan metastasis, oleh karena begitu masuk aliran darah akan dihadapi sel sel pembunuh (Natural Killer Cell) dan sistem kekebalan humoral dan selluler yang akan berusaha menghancurkan sel tersebut. Untuk menghadapi serangan tersebut dalam sirkulasi, maka sel kanker berusaha untuk saling berikatan, dengan mengadakan adhesi antara sesama sel kanker atau dengan platet. Agregasi akan meningkatkan kemampuan hidup sel kanker, hal ini bisa dipahami karena sel kanker berada di bagian sentral akan sulit dijangkau oleh sel immunokompetent. Platelet yang melekat pada sel-sel kanker akan berfungsi sebagai pelindung dari serangan immunokomptent sel. Di samping menghadapi serangan sel-sel immunokompetent sel, sel kanker juga bisa juga hancur karena tekanan mekanik dari sel-sel darah merah yang mengalir dalam sirkulasi. Sel kanker yang masih dapat bertahap hidup dalam sirkulasi akhirnya akan
memilih suatu tempat untuk pertumbuhannya. Hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi antara molekul endothel pembuluh darah dari jaringan yang akan merupakan tempat metastasis. Sel kanker akan mengeluarkan molekul adhesi, yang mempunyai reseptor pada endothel pembuluh darah. Salah satu molekul adhesi yang banyak dikenal adalah molekul CD44. Dalam keadaan normal molekul ini diekspresikan sel limfosit T yang berguna untuk menghancurkan enzim tersebut dan untuk migrasi limfosit T menuju tempat selektif dalam jaringan limfoid. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel kanker dengan kadar CD44 yang tinggi mempunyai kemampuan penyebaran yang tinggi. Setelah sel kanker melekat pada sel endothel, maka terjadi lagi proses seperti pada waktu sel kanker memasuki aliran darah. Tumor ganas sebagai serangkaian penyakit dimana sel berhasil meloloskan diri dari mekanisme control yang pada keadaan normal akan menghalangi pertumbuhannya. Kerusakan genetic nonletal merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan (atau mutasi) genetic semacam ini mungkin didapat akibat pengaruh lingkungan, seperti zat kimia, radiasi, atau virus, atau diwariskan dalam sel germinativum. Hipotesis genetic pada tumor ganas mengisyaratkan bahwa massa tumor terjadi akibat ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami kerusakan genetic (yaitu tumor bersifat monoklonal). Tiga kelas gen regulatorik normal antara lain: 1. 2. 3. Protoonkogen, yang mendorong pertumbuhan. Suppressor gen (gen penekan tumor), yang menghambat pertumbuhan. Gen yang mengatur kematian sel/ aspoptosis, gen ini merupakan sasaran utama pada Selain ketiga kelas gen tersebut, kategori keempat yaitu gen yang mengatur perbaikan DNA ynag rusak, berkaitan dengan karsinogenesis. Gen yang memperbaiki DNA mempengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak langsung dengan mempengaruhi kemampuan organisme memperbaiki kerusakan nonletal dig en lain, termasuk protoonkogen, suppressor gen, dang en yang mengendalikan apoptosis. Enam tanda utama tumor ganas, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan Insensitivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan Menghindari apoptosis Potensi replikasi tanpa batas Angiogenesis berkelanjutan Kemampuan menginvasi dan beranaksebar (metastasis)
kerusakan genetic.
Apabila gen yang secara normal mendeteksi dandan memperbaiki kerusakan DNA ini terganggu atau lenyap, instabilitas genom yang terjadi akan cenderung memudahkan terjadinya mutasi pada gen yang mengendalikan keenam kemampuan didapat sel tumor ganas diatas. 1. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan Gen yang meningkatkan pertumbuhan otonom pada sel kanker disebut onkogen. Gen ini berasal dari mutasi di protoonkogen dan ditandai dengan kemampuan mendorong pertumbuhan sel walaupun tidak terdapat sinyal pendorong pertumbuhan yang normal. Produk gen ini, yang disebut onkoprotein, mirip dengan produk normal protoonkogen, kecuali bahwa onkoprotein memiliki elemen regulatorik yang penting, dan produksi gen tersebut dalam sel yang mengalami transformasi tidak bergantung pada factor pertumbuhan atau sinyal eksternal lainnya. Untuk lebih memahami sifat dan fungsi onkoprotein, kita perlu secara singkat membahas rangkaian kejadian yang menjadi cirri proliferasi sel normal. Pada keadaan fisiologik, proliferasi sel dapat dengan mudah dibagi menjadi langkah-langkah berikut: Terikatnya suatu factor pertumbuhan ke reseptor spesifiknya di membrane sel. Aktivasi reseptor factor pertumbuhan secara transient dan terbatas, yang kemudian Transmisi sinyal ditransduksi melintasi sitosol menuju inti sel melalui perantara kedua. Induksi dan aktivasi factor regulatorik inti sel yang memicu transkripsi DNA. Sel masuk ke dalam dan mengikuti siklus sel yang akhirnya menyebabkan sel Dengan latar belakang ini, kita dapat mengidentifikasi berbagai strategi yang digunakan sel kanker untuk memperoleh self sufficiency dalam sinyal pertumbuhan. 2. Insensitivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan Walaupun onkogen memproduksi berbagai protein yang mendorong pertumbuhan sel, terdapat produk gen penekan tumor yang menjadi rem bagi proliferasi sel. Gangguan terhadap gen ini menyebabkan sel refrakter terhadap inhibisi pertumbuhan sel dan mirip dengan efek mendorong pertumbuhan onkogen. Gen RB merupakan gen penekan tumor yang pertama kali ditemukan. Produk gen RB adalah suatu protein pengikat DNA yang diekspresikan pada semua sel yang diteliti; protein tersebut berada dalam bentuk terhipofosforilasi aktif dan terhipofosforilasi tidak aktif.. pada keadaan aktif, RB berfungsi sebagai rem untuk menghambat melajunya sel dari fase G1 ke S
membelah.
pada siklus sel. Apabila sel dirangsang oleh factor pertumbuhan, protein RB diinaktifkan melalui fosforilasi, rem dilepas, dan sel melewati tahap G1S. saat masuk fase S, sel bertekad untuk membelah tanpa memerlukan stimulasi faktor pertumbuhan tambahan. Selama fase M berikutnya, gugus fosfat dikeluarkan dari RB oleh fosfat seluler sehingga kembali dihasilkan bentuk RB terdefosforilasi. 3. Menghindari apoptosis Akumulasi sel neoplastik dapat terjadi tidak saja karena aktivasi onkogen yang mendorong pertumbuhan tumor atau inaktivasi gen penekan tumor yang menekan pertumbuhan, tetapi juga karena mutasi di gen yang mengendalikan apoptosis. Seperti pertumbuhan sel yang dikendalikan oleh gen yang mendorong dan menghambat apoptosis. Pembebasan sitokrom c diperkirakan merupakan kejadian kunci dalam apoptosis, dan hal ini dikendalikan oleh gen pada family BCL2. beberapa anggota family ini (missal, BCL2, BCL-XL) menghambat apoptosis dengan mencegah pembebasan sitokrom c, sedang yang lain, seperti BAD, BAX, dan BID mencetuskan apoptosis dengan mendorong poelepasan sitokrom c. efek proapoptotik dari TP53 yang dipicu oleh kerusakan DNA tampaknya diperantarai oleh peningkatan sisntesis BAX. Demikian juga, kaspase 8 mengaktifkan protrein proapoptotik BID. 4. Potensi replikasi tanpa batas Sebagian besar sel manusia normal memiliki kapasitas menggandakan diri 60 sampai 70 kali. Setelah itu sel kehilangan kemampuan membelah diri. Ini dianggap terjadi karena pemendekan progresif telomere di ujung-ujung kromosom. Pada setiap kali pembelahan, telomere memendek, dan setelah titik tertentu, hilanmgnya telomere menyebabkan kelainan massif kromosom dan kematian. Menuanya fibroblast manusia dalam biakan dapat dihindari secara parsial dengan melumpuhkan gen RB dan TP53. namun, sel ini akhirnya juga mengalami suatu krisis, yang ditandai dengan kematian sel massif. Dapat diperkirakan bahwa agar tumor tumbuh tanpa batas, seperti yang biasanya terjadi, hilangnya hal-hal yang membatasi pertumbuhan belumlah memadai. 5. Angiogenesis berkelanjutan Tumor akan membesar jika memiliki vaskularisasi. Diperkirakan zona 1 sampai 2 mm merupakan jarak maximum dari pembuluh darah yang dapat ditempuh oleh okjsigen dan nutrient melalui proses difusi. Diatas ukuran ini, tumor akan sulit membesar tanpa vaskularisasi karena hipoksia memicu apoptosis dengan mengaktifkan TP53. neovaskularisasi memiliki efek ganda pada pertumbuhan tumor : Perfusi menyalurtkan
nutrient dan oksigen, dan sel endotel yang baru merangsang pertumbuhan sel tumor disekitarnya dengan mengeluarkan berbagai polipeptida, seperti insulin like-growth factor (factor pertumbuhan mirip insulin), PDGF, granulocyte macrographage colony- stimulating factor (GM-CSF, factor perangsang koloni granulosit-makrofag), dan interleukin-1. angiogenesis dibutuhkan tidak saja untuk keberlanjutan pertumbuhan tumor, tetapi juga untuk metastasis. Tanpa akses ke pembuluh darah, sel tumor tidak dapat bermetastasis. Angiogenesis merupakan aspek biologic yang sangat penting pada keganasan. 6. Kemampuan menginvasi dan beranaksebar (metastasis) Dilihat dari Gen TP53 sebagai pengawal genom Gen penekan tumor TP53 adalah salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi pada kanker manusia. Gen ini memiliki banyak fungsi. TP53 dapat menimbulkan efek antiproliferasi, tetapi yang tidak kalah penting, gen ini juga mengendalikan apoptosis. Secara mendasar, TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stres, mengarahkan sel untuk memberikan tanggapan yang sesuai baik berupa penghentian siklus maupun apoptosis. Berbagai stres dapat memicu jalur respon TP53 termasuk anoksia, ekspresi onkogen yang tidak sesuai dan kerusakan pada integritas DNA. Dengan mengendalikan respon kerusakan DNA, TP53 berperan penting dalammempertahankan integritas genom. TP53 normal di dalam sel yang tidak mengalami stres memiliki waktu paruh yang pendek (20 menit). Waktu paruh yang pendek ini disebabkan oleh ikatan dengan MDM2, suatu protein yang mencari TP53 untuk menghancurkannya. TP53 mengalami modifikasi pascatranskripsi yang membebaskannya dari MDM2 dan meningkatkan waktu paruhya. Selama proses pembebasan dari MDM2, TP53 juga menjadi aktif sebagai suatu proses transkripsi. Sudah ditemukan lusinan gen yang transkripsinya dipicu oleh TP53. Gen tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori umum-gen yang menyebabkan penghentian siklus sel dan gen yang menyebabkan apoptosis. Penghentian siklus sel diperantarai oleh TP53 dapat dianggap sebagai respon primordial terhadap kerusakan DNA. Hal ini terjadi pada akhir fase G1 dan disebabkan terutama oleh transkripsi CDK1 dependen-TP53 CDKN1A (p21). Gen CDKN1A, seperti telah dijelaskan, kompleks siklin/CDK dan mencegah fosforilasi RB yang penting agar sel dapat masuk ke fase G1. Penghentian siklus sel ini disambut baik karena memberi napas bagi sel untuk memperbaiki kerusakan DNA. TP53 juga membantu proses menginduksi protein tertentu, seperti GADD45 (penghentian pertumbuhan dan kerusakan DNA), yang membantu perbaikan DNA. Apabila kerusakan DNA berhasil diperbaiki, TP53 meningkatkan (upregulate) transkripsi MDM2, yang kemudian menekan (down-regulate) TP53, sehingga
hambatan terhadap siklus sel dapat dihilangkan. Apabila selama jeda kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki, TP53 normal mengarahkan sel ke liang kubur dengan memicu apoptosis. Protein ini melakukannya dengan memicu apoptosis. Protein ini melakukannya denagn memicu gen pencetus apoptosis seperti BAX.Bagaimana TP53 mendeteksi kerusakan DNA dan bagaimana gen tersebut menilai kelayakan perbaikan DNA masih belum dipahami sepenuhnya. Secara singkat, TP53 mendeteksi kerusakan DNA melalui mekanisme yang tidak diketahui dan membantu perbaikan DNA yang menyebabkan penghentian G1 dan memicu gen yang memperbaiki DNA. Sel yang mengalami kerusakan DNA dan tidak dapat diperbaiki diarahkan oleh TP53 untuk mengalami apoptosis. Berdasarkan aktivitas ini, TP53 layak disebut pengawal genom. Apabila terjadi kehilangan TP53 secara homozigot, kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan mtasi akan terfiksasi di sel yang membelah sehingga sel akan masuk jalan satu arah menuju transformasi keganasan. Pentingnya TP53 dalam mengontrol karsinogenesis dibuktikan oleh kenyataan bahwa lebih dari 70% kanker pada manusia memperlihatkan cacat pada gen ini, dan sisanya memperlihatkan cacat pada gen yang terletak di sebelah hulu hilir dari TP53. Kehilangan gen TP53 secara homozigot ditemukan pada hampir semua jenis kanker. Pada sebagian besar kasus, sel somatik mengalami mutasi inaktivasi yang mengenai kedua alel TP53. Yang lebih jarang ditemukan adalah pasien yang mewarisi satu alel mutan TP53. Seperti gen RB, pewarisan satu alel mutan merupakan predisposisi terbentuknya tumor ganas karena hanya diperlukan satu hit tambahan untuk menginaktifkan alel kedua yang normal. Orang seperti ini dikatakan mengalami sindrom Li-Fraumeni, memperlihatkan peningkatan resiko 25 kali lipat mengidap tumor ganas pada usia 50 tahun dibandingkan dengan populasi umum. Berbeda dengan pasien yang mewarisi satu alel Rb mutan , spektrum tumor yang timbul pada pasien sindrom Li-Fraumeni bervariasi.jenis tumor tersering adalah sarkoma. Seperti protein Rb, TP53 normal juga dapat dibuat nonfungsional oleh beberapa virus DNA tertentu. Protein yang dikode oleh HPV onkogenik, virus hepatitis B (HBV), dan mungkin virus Epstein Barr (EBV) dapat mengikat protein TP53 normal dan menghilangkan fungsi protektifnya. Oleh karena itu,virus DNA dapat menumbangkan dua dari gen penekan tumor yang paling dikenal RB dan TP53.
Pada tahap G1 siklus sel, adanya suatu rangsangan ekstraseluler yang menganai sel, maka sel akan memacu keluarnya kinase, yang nantinya akan teraktivasi dan berikatan dengan cyclin membentuk suatu komplek yang bernama cyclin dependentkinase ( CDK ), sehingga terjadinya proliferasi sel ke tahap selanjutnya. Bila pada tahap mitosis dihasilkan DNA yang mengalami kerusakan, akan mengaktifkan suatu supresesor gen P-53 sehingga gen P-21 akan teraktivasi, yang berfungsi untuk memberhentikan siklus sel tersebut yang bertujuan untuk melakukan repair atau perbaikan DNA sel yang rusak tersebut. Bila terjadi gangguan pada gen P-53 tersebut maka proses proliferasi sel tersebut tidak akan terkontrol dengan pembelahan sel secara berlebihan dan tidak terkendali (neoplasi). 2. Etiologi Tumor Ganas Rongga Mulut a. Faktor internal ( herediter dan faktor pertumbuhan). b. Faktor eksternal ( bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin dan diet). 3. Siklus Tumor Ganas Tumor ganas terbentuk akibat terjadinya mutasi beberapa gen seperti pada gen tumor supresor, gen onkogen sehingga pertumbuhan sel tidak terkontrol. Sel yang mengalami mutasi berproliferasi merusak membran basalis infiltrasi ke jaringan ikat dibawahnya infiltrasi ke pembuluh darah atau jaringan limfe bermetastasis keluar dan proliferasi ke organ lain. 4. Klasifikasi Tumor Ganas Rongga Mulut Tabel Klasifikasi Neoplasia Ganas yang Berasal dari Epitel Sel Asal Sel skuamous Sel kelenjar Sel pembentuk gigi Sumber. Ash 1992 Tabel Klasifikasi Neoplasia Ganas yang Berasal dari jaringan ikat Mesenkim Sel Asal Fibroblast Sel saraf Sel lemak Ti pe Kanker Fibrosarcoma Neurosarcoma Liposarcoma Tipe Kanker Squamous cell carcinoma Adenocarcinoma Malignant ameloblastoma
Sel tulang Sel tulang rawan Sel endotel Sel pigmen Sel darah dan sumsum tulang Sel getah bening Sumber: Ash, 1992.
Osteogenic sarcoma Chondro sarcoma Angiosarcoma Malignant melanoma Leukemia, Myeloma Lymphoma
DAFTAR PUSTAKA
Gayford,J.J. & Haskell. 1993. Penyakit Mulut ( Clinical Oral Medicine). Alih Bahasa : drg. Lilian Yuwono. Jakarta : EGC Langlais, Robet . P & Miller, Craig. S. 2000. Atlas Berwarna : Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta : Hiprokrates Regezi, J.A. dan J.J Sciubba.1989. Oral Pathology. London : W.B. Saunders Company Robbins, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi edisi 7. Jakarta: EGC Sudiono, Janti drg. 2001. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta : EGC Sudiono, Janti, dkk. 2003. Ilmu Patologi. Jakarta: EGC Sudiono, Janti drg. 2008. Pemeriksaan Patologi untuk Diagnosis Neoplasma Mulut. Jakarta: EGC Syafriadi, Mei drg. 2008. Patologi Mulut, Tumor Neoplastik & Non Neoplastik Rongga Mulut. Yogyakarta : Penerbit ANDI