Sawitri Retno Hadiati, dr, MQHC Dept. IKM-KP FK Unair Ditinjau dari definisi WHO, the hospital is an integral part of a social medical organization, the function of which is to provide for the population complete health care, both curative and preventive, and whose outpatient service reach out to the family and its environment, the hospital is also a center for training health workers and for biosocial research. Dalam bahasa Inggris, kata hospital berkaitan dengan hospitality, penuh dengan keramahtamahan. Sehingga, petugas di hospital, selalu memberikan pelayanan yang prima. Kata rumah sakit di Indonesia, mungkin perlu dirubah, mengingat rumah sakit tidak saja sebagai rumah bagi si sakit, si tidak sakit juga memerlukan pelayanan rumah sakit yaitu : seseorang yang ingin general check up (seperti recruitment pegawai baru/TKI- tenaga kerja Indonesia; atau pemeriksaan kesehatan berkala; atau tes kesehatan sebagai bagian dari fit and proper test untuk menduduki jabatan tertentu); orang yang ingin melakukan bedah plastik dengan alasan kosmetik. Sebagai suatu institusi kesehatan umumnya, RS dikatakan bermutu bilamana terdapat 3 (tiga) unsur yaitu : atasan yang berkomitmen, staf yang professional dan kerjasama tim (baik antar petugas ataupun antara atasan dan bawahan). Namun mengingat, sifat RS di Indonesia yang lebih kompleks dari pada RS yang di luar negri, yang jumlah tempat tidur (TT)-nya tidak terlalu banyak, 50-300 TT, bandingkan misalnya dengan RS dr. Sutomo yang TT nya 3000 buah. oleh karena itu, RS bersifat: padat karya, padat modal dan padat teknologi. Padat karya dikarenakan kualifikasi petugas yang beraneka. Untuk membangun RS baru, diperlukan modal yang tidak sedikit selain bangunan dan tanah, dipergunakan untuk membeli teknologi. Ditemukan, teknologi tinggi yang dipakai oleh RS, belum tentu mengefisienkan jumlah petugas. Kompleksitas RS ini berakibat terdapat friksi dalam penanganan siapa yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan profit (keuntungan), liability (tanggung jawab) dan risk (risiko). Apakah profit RS hanya diperuntukkan untuk mensejahterakan petugas/manajer/pemilik atau membuat diversifikasi usaha/investasi tanpa berupaya berbagi untuk meminimalkan risiko (pengendalian infeksi ataupun risiko pengelolaan limbah RS kepada masyarakat sekitar) ataupun ikut bertanggung jawab terhadap status kesehatan masyarakat sekitar? Di lain pihak, RS pun dapat berbentuk sederhana dan darurat : misalnya RS kapal yang menyambangi (terjadwal) pulau-pulau terpencil yang telah dikoordinasi oleh kantor dinas kesehatan yang akan dilewatinya; demikian pula di RS di lembaga pemasyarakatan dan pesawat udara. Ciri-ciri pelayanan RS adalah : intangible (kasat mata), tidak dapat dipisah-pisah, berubah-ubah, tidak dapat disimpan. Sifat kasat mata pelayanan RS (pelayanan jasa), menyebabkan seseorang mendefinisikan pelayanan di RS dengan pelayanan yang luas, seperti pelayanan yang murah, petugasnya baik/sopan, cekatan, informatif dll. Pelayanan
RS yang dilalui oleh seorang pasien, mulai dari bagian pendaftaran/resepsionis/loket, pelayanan dokter, perawat sampai dengan laboratorium dan apotek maupun pelayanan penunjang lainnya, menyebabkan pelayanan RS merupakan pelayanan yang tidak dapat dipisah-pisah, satu kesatuan, sehingga satu titik kelemahan dalam mata rantai pelayanan RS dapat menyebabkan pelayanan tertunda/kurang prima. Pelayanan yang diberikan oleh petugas RS yang memang banyak, berubah-ubah menurut sifat karakter masing-masing petugas, bahkan dalam satu petugas yang sama, pelayanan yang diberikan dapat berubahubah sesuai dengan keadaan jiwa/mood petugas, sehingga diperlukan suatu prosedur tetap/protap agar pelayanan RS yang diberikan standar, sama bagi semua orang, kapan saja. Pelayanan RS tidak dapat disimpan, maksudnya, tidak dapat disimpan nanti pada saat banyak orang membutuhkan misalya sewaktu terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa)/wabah, kecelakaan missal, keracunan, bencana alam. Bagaimana menempatkan pasien precoma dan gangrene agar tidak menganggu pasien lainnya? Bolehkah menempatkan pasien dewasa dengan GE (Gastro Enteritis) di ruang bersalin karena ruang lainnya sudah penuh? Customer RS bukan saja pasien dan keluarganya. Customer RS ada 2 (dua) yaitu internal dan external. External adalah pasien dan keluarganya, maupun dinas kesehatan dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan siapapun di luar RS yang mempunyai kerjasama dengan RS. Customer internal adalah petugas RS yang membutuhkan produk kerja dari petugas lain di RS, misalnya seorang dokter RS merupakan customer internal dari petugas laboratorium agar dapat memberikan diagnose tepat. Salah satu cara untuk mengetahui pelayanan RS yang diharapkan oleh customer dengan menyamar atau meminta orang lain agar berobat ke RS. Mengelola RS berarti juga mengelola kepercayaan, agar tidak terjadi risiko di petugas maupun pasien dan sesuai etika. Tidak ada/minimal infeksi nosokomial, adverse event (kejadian tambahan, misalnya pasien precoma jatuh dari tempat tidur atau pasien depresi bunuh diri di RS), neglected/ignorance (pasien merasa kurang diperhatikan sehingga di pelayanan IRD/instalasi rawat darurat diberi tanda merah/kuning/hijau di triageuntuk menentukan derajad kegawatan pasien dan hal ini sebaiknya di sosialisasikan juga kepada pasien dan keluarganya) RS terbagi menurut : waktu pemberian pelayanan, kepemilikan, jenis pelayanan dan pengelolaan. Berdasarkan waktu pemberian pelayanan yaitu yang lama perawatannya, misalnya di RS Jiwa, RS ketergantungan obat, RS Gerontologi, RS paliatif. RS yang singkat, hanya satu hari (one day care), karena segala sesuatu (persiapan operasi sudah dilaksanakan sebelum masuk RS, sehingga pada hari H saja dilakukan tindakan pada pasien. Berdasarkan kepemilikan yaitu dimiliki oleh pemerintah dan swasta. RS yang dimiliki pemerintah, dapat dari : Departemen Kesehatan (dinamakan RSU Pusat), dimiliki oleh Pemerintah Provinsi/Daerah (RSU Daerah), dimiliki oleh Departemen lain selain Departemen Kesehatan yaitu Pertamina, Perkebunan, Perhubungan, ataupun RS
tentara/militer yaitu RS Polisi, AD/Angkatan Darat, AL, AU. RS swasta dapat dimiliki oleh perseorangan, kelompok (berbentuk badan usaha ataupun murni investor). Bisakah lintas misal RSUD milik Pemerintah Kota meminta tambahan anggaran pada Pemerintah Provinsi ataupun ke Pemerintah Pusat/Departemen Kesehatan Pusat atau ke badan swasta ? Berdasarkan jenis pelayanannya Umum atau Khusus (karena penyakit tertentu, golongan umur tertentu atau organ tubuh tertentu). Namun mengapa saat ini, pertimbangan apakah, RS Paru-paru di Batu, Malang, misalnya menjadi RSU ? Berdasarkan pengelolaannya, terbagi menurut profit atau not for profit. Namun terkait dengan pembiayaan kesehatan yang meningkat dan aliran dana donatur yang berkurang, beberapa RS yang dulunya not for profit murni seperti RS zending, berorientasi profit. Bagaimana pengelolaan untuk orang miskin, bilamana hampir semua RS berorientasi profit ? Pengelompokan RS berdasarkan perbedaan kemampuan pelayanan yang senantiasa berkembang disebut sebagai klasifikasi, jadi RS dapat mengajukan permohonan peningkatan kelas bilamana sudah memenuhi persyaratan kemampuan pelayanan kepada Departemen Kesehatan. RS Swasta klas utama adalah sederajad dengan RS pemerintah kelas A, madya dengan RS kelas B, pratama dengan RS kelas C. Dalam system rujukan, RS sebagai pelayanan kesehatan tingkat sekunder dan tersier. RS tersier adalah RS yang merupakan rujukan nasional misalnya RS Jantung Harapan Kita, RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso. Di tingkat pelayanan primer, ada Puskesmas, Puskesmas Perawatan, Klinik, praktek dokter/bidan/perawat. RS bukanlah competitor dari pelayanan kesehatan primer bahkan untuk menunjang keberhasilan rujukan, sehingga bila ada pasien yang langsung ke RS tanpa melalui pelayanan primer tidak ditolak, namun diberi denda dengan membayar lebih mahal dari pasien yang membawa surat rujukan. Beda RS dengan Puskesmas (terutama Puskesmas Perawatan, yang sama-sama mempunyai rawat inap) --- Puskesmas mempunyai wilayah kerja (bertanggung jawab terhadap kesehatan penduduk di wilayah kerjanya) sedangkan RS tidak, walaupun RS mempunyai konsep kesehatan wilayah, dengan memperhatikan inflow, retensi, outflow (pergerakan pasien dari dan ke RS yang se kota/kabupaten). Merencanakan RS memperhitungkan input, proses dan output. Input, aspek yang perlu diperhatikan adalah kondisi masyarakat yang sudah ada termasuk keadaan social ekonomi, politik, budaya dsb khususnya keadaan kesehatan masyarakatnya, need/demand masyarakat, ability to pay/willingness to pay, life style, health belief, juga memperhitungkan aspek 3M (man, money, material), kebijakan pemerintah (atas kesehatan maupun master plan peruntukan wilayah sekitar RS), aspek hukum/legalitas. Dari sisi proses : disesuaikan dengan level produk (produk inti, produk mempermudah, produk pendukung dan produk gabungan) dan manajemen yang kuat sehingga menghasilkan diferensiasi dan segmentasi produk yang unggul. Produk inti contohnya : deteksi dini (bukan tes kesehatan). Produk mempermudah, contohnya dengan
mengadakan antar jemput hasil tes kesehatan. Produk pendukung, yang membedakan dengan produk yang sama dari competitor misalnya, dengan harga lebih murah, lebih cepat dsb. Produk gabungan misalnya pelayanan onkologi satu atap, fertility center. Akreditasi RS merupakan pengakuan kepada RS yang sudah memenuhi standar yang ditetapkan. Standar pelayanan sudah ditentukan oleh Badan Akreditasi Nasional dan Departemen Kesehatan saat ini adalah 17 pelayanan. Utilisasi/pemanfaatan RS tergantung dari : a. jumlah bed RS, makin besar makin besar pemanfaatan RS b. adanya metode pembayaran tak langsung (dengan transfer, cek, angsuran, jasa pihak ke tiga : perusahaan/asuransi) meningkatkan pemanfaatan c. distribusi populasi yang sakit meningkatkan pemanfaatan RS d. kemudahan akses pelayanan RS baik secara langsung (karena dekat, transportasi mudah) maupun tidak langsung/maya misalnya internet, telfon meningkatkan pemanfaatan RS e. kemudahan akses procedural alur pelayanan RS sehingga tidak menimbulkan fenomena bottle neck baik dalam akses transportasi maupun keterlambatan alur (misalnya terjadi perpanjangan waktu tunggu tindakan : operasi, diagnostic/laboratorium dsb) f. perilaku sakit masyarakat (health belief) g. jumlah dokter yang tersedia meningkatkan pemanfaatan RS h. adanya riset meningkatkan pemanfaatan RS i. terlalu tersekat-sekatnya organisasi internal/departementasi sehingga tidak terjadi koordinasi yang baik menurunkan pemanfaatan RS Menghitung kebutuhan tenaga RS : a. minimal memenuhi peraturan yang ada b. dapat dihitung dari indicator staff need selanjutnya baca di power point.