Anda di halaman 1dari 8

BAB VI PEMBAHASAN

6.1.

Karakteristik Populasi Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus jantan strain Wistar (Rattus

novergicus), berjenis kelamin jantan, berumur 2-2,5 bulan, dengan berat badan 120-150 gram dalam kondisi sehat ditandai dengan gerakan yang aktif. Pemilihan hewan coba ini dengan pertimbangan bahwa hewan ini mudah didapatkan, mudah dibiakkan, tahan terhadap kondisi laboratorium dan berbagai perlakuan serta anestesi, dan mempunyai sensitifitas tinggi terhadap obat (Damayanti, 2007). Dipilih tikus jantan, karena tidak dipengaruhi oleh siklus hormonal yang dapat memengaruhi hasil penelitian. Pemilihan umur 2-2,5 bulan dengan pertimbangan bahwa tikus sudah mencapai umur dewasa, sedangkan berat badan dapat menggambarkan kesehatan hewan coba (Hairrudin, 2006). Masing-masing kelompok dalam penelitian ini terdiri atas 3-4 tikus yang ditempatkan dalam satu kandang. Hal ini dapat mempengaruhi makanan yang dikonsumsi tiap tikus berbeda serta dapat menimbulkan perkelahian/kompetisi antar tikus sehingga tikus dapat berada pada kondisi stress. Hal ini seharusnya dapat dihindari dengan menempatkan satu ekor tikus dalam satu kandang, tetapi tentunya diperlukan ruangan yang mencukupi. Pemberian perasan buah sirsak dilakukan untuk mengambil sari buah sirsak yang kaya akan vitamin terutama vitamin C tanpa mengikutsertakan serat maupun penambahan air di dalamnya. Sedangkan perebusan daun sirsak

42

43

dilakukan berdasarkan peneliti terdahulu oleh Wiryowidagdo (2005) yang melakukan perebusan daun untuk mengambil zat-zat aktif yang terdapat pada daun. Perebusan daun merupakan metode yang mudah dilakukan dan metode yang sering digunakan oleh masyarakat dalam mengkonsumsi herbal (Sudarjanto, 2010). Kadar perasan buah sirsak dan rebusan daun sirsak (Annona muricata Linn) 100% ditentukan berdasarkan penelitian eksplorasi kadar menggunakan metode DPPH. Sebelumnya terdapat tiga kadar perasan buah maupun rebusan daun sirsak yaitu: 25%, 50%, dan 100%. Kemudian dilakukan pengujian kadar antioksidannya menggunakan Spektrofotometri UV-Vis dengan asam askorbat murni sebagai kontrolnya. Hal ini bertujuan untuk mencari kadar mana yang hampir sesuai dengan kadar antioksidan yang terdapat pada asam askorbat murni tersebut. Dari hasil pengujian didapatkan hasil bahwa kadar 100% pada perasan buah dan rebusan daun yang memiliki nilai yang hampir mendekati kadar asam askorbat. Pemberian perasan buah sirsak dan rebusan daun sirsak (Annona muricata Linn) dengan kadar 100% sebanyak 2 mL/ekor/hari yang dilakukan secara personde lambung mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya yaitu waktu pemberian dan dosis yang diberikan seragam, serta mengoptimalkan absorbsi zat-zat aktifnya. Kekurangannya adalah dapat menimbulkan stress, aspirasi serta volum lambung cepat penuh sehingga konsumsi makanan relatif kurang (Pratiwi, 2010). Dengan pemberian rifampisin secara rutin selama 6 minggu dengan efek samping semakin banyak terjadi peningkatan radikal bebas

44

serta kerusakan sel hepar khususnya (Reynertson, 2007), ditambah volume lambung tikus yang cepat penuh dikarenakan oleh perlakuan sonde (Pratiwi, 2010) dan kondisi kandang serta pakan yang berdampak pada persaingan antar tikus sehingga dapat berakibat pada kondisi fisik serta berat tikus yang tidak mengalami peningkatan dibandingkan tikus yang kadar stressnya lebih rendah. Penelitian ini dilakukan selama 6 minggu berdasarkan hasil eksplorasi hepatotoksik yang terjadi pada tikus yang diinduksi Rifampisin. Sebelumnya tikus dibagi dalam 3 kelompok yaitu: 2 minggu, 4 minggu, dan 6 minggu. Setiap hari tikus diberi Rifampisin 10mg/kgBB/hari secara sonde lambung. Syarat terjadinya hepatotoksik akibat Rifampisin ialah peninggian kadar AST/ALT dan perubahan histopatologi hepar tikus dan tikus tidak mati. Maka didapatkan hasil 6 minggu karena kadar AST/ALT tikus meningkat lima kali lipat dari normal yang sesuai dengan standar hepatotoksik dari WHO dan tikus tidak mati. 6.2. Efek Pemberian Perasan Buah Sirsak dan Rebusan Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Kadar TNF- Serum Tikus yang Diinduksi Rifampisin Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kadar TNF- serum tikus kelompok kontrol positif dengan kelompok yang diberi perasan buah sirsak dan rebusan daun sirsak (Annona muricata Linn) dengan kadar 100% sebanyak 2 mL/ekor/hari menjelaskan bahwa pemberian perasan buah sirsak dan rebusan daun sirsak berpengaruh dalam menurunkan kadar TNF serum tikus yang mengalami hepatotoksik akibat induksi Rifampisin. Penggunaan Rifampisin dalam jangka waktu yang lama dapat

menyebabkan toksisitas pada sel dan jaringan hepar. Hal tersebut dipicu oleh

45

kompleks obat-enzim yang mengaktivasi sel kuppfer melalui toll-like receptors (TLR) yang menyebabkan pelepasan TNF- dan IL-1 dimana dapat merangsang neutrofil untuk membentuk ROS (Jaeschke, 2011). Selain itu hasil samping metabolisme obat yang menghasilkan ROS (Reactive Oxygen Species) yang berujung pada reaksi inflamasi, kerusakan hepatosit, nekrosis hepatosit dan pelepasan sitokin proinflamasi (Moncada and Higgs, 2001). Semua hal tersebut menyebabkan pelepasan TNF- ke sirkulasi, kemudian diikuti oleh pelepasan TNF- oleh endotel, karena itulah terjadi peningkatan kadar TNF- serum pada tikus dengan akibat penggunaan Rifampisin jangka waktu yang lama. Pemberian perasan buah sirsak dan rebusan daun sirsak (Annona muricata Linn) terbukti menurunkan kadar TNF- serum setelah penggunaan Rifampisin dalam jangka waktu yang lama. Penurunan kadar TNF- serum ini disebabkan adanya aktivitas antioksidan dari vitamin C, vitamin A, vitamin B1, vitamin E dan senyawa golongan phenol yang terkandung dalam buah sirsak (Lim, 2012). Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji (Markham, 1988). Akan tetapi, metode perebusan yang tak lepas dari proses pemanasan dapat menyebabkan kandungan vitamin menjadi rusak (Dalimartha, 2005). Selain itu terdapat aktivitas antioksidan dan anti inflamasi dari flavanoid, tanin, fitosterol, kalsium oksalat, alkaloid murisin, linoleic acid dan zat-zat lain yang terkandung dalam daun sirsak (Wiryowidagdo, 2005 dan Suranto, 2011). Asam askorbat atau vitamin C yang terkandung dalam buah sirsak merupakan antioksidan atau scavenger kuat yang dapat memecah proses

46

autokatalitik dari proses peroksidasi lipid membrane sel, sehingga dapat memelihara integritas sel (Syahrizal, 2008). Vitamin C mampu menghambat pembentukan radikal superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH-), radikal peroksil (ROO-), oksigen singlet (O2), dan hidrogen peroksida (H2O2). Secara in vitro, vitamin C berperan sebagai koantioksidan pada regenerasi bentuk radikal tokoferol, gluthatione, dan -karoten. Sebagai reduktor, vitamin C akan mendonorkan satu elektron membentuk radikal semidehidroaskorbat yang bersifat tidak reaktif. Selain itu, vitamin C yang bersifat larut air berfungsi sebagai antioksidan umum yang bekerja pada sitosol dan cairan ekstraseluler (Murray et al., 2003). Vitamin C juga berfungsi untuk memperkuat dan meningkatkan fungsi antioksidan endogen yang berada di dalam hepar, seperti glutathione tereduksi, superoksida dismutase, dan katalase (Gujawat, et.al., 2006). Selain mengandung vitamin C, buah sirsak juga mengandung vitamin E yang beraktivitas sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam

menyumbangkan elektron kepada radikal lipid dan berpotensi menghambat peroksidasi lipid (Suhartono, 2007). Terdapat pula vitamin A yang larut lemak dan berfungsi sebagai peredam singlet oksigen dan radikal bebas. Vitamin A juga dapat mempertahankan siklus hidup sel, meningkatkan komunikasi antar sel, menghambat transformasi malignan dalam sel serta memacu apoptosis dan diferensiasi (Winarsi 2007). Pada daun sirsak terdapat senyawa flavanoid dalam jumlah besar sedangkan senyawa lain dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan flavanoid berdasarkan pada penelitian terdahulu oleh Wiryowidagdo (2005) dengan metode

47

perebusan. Senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan dan anti inflamasi. Flavonoid sebagai antioksidan bekerja dengan cara menghambat atau memutus rantai autoksidasi yang disebut Chain-breaking antioxidants. Senyawa fenol tersebut, mendonasikan satu atom hidrogen pada senyawa radikal peroksil (ROO.) diikuti oksidasi lebih lanjut membentuk produk akhir yang stabil nondestruktif. Produk akhir tersebut menyebabkan tahap propagasi terputus dan pembentukan radikal selanjutnya dapat dicegah (Handoko, 2008). Adanya penghambatan dalam pembentukan radikal tersebut dapat menghambat terjadinya lipid peroksidasi sehingga tidak terjadi kerusakan sel. Flavonoid sebagai anti inflamasi ditunjukkan dengan kemampuan menghambat enzim yang terlibat dalam jalur eicosanoid, termasuk fosfolipase A2, cyclooxygenases dan lipoxygenases, sehingga membatasi produksi mediator inflamasi seperti prostaglandin dan leukotrien. Flavonoid juga menghambat gen yang diekspresikan oleh transcription factors nuclear kappa-B (NF-kB), menghambat produksi sitokin pro-inflamasi, seperti TNF-, interleukin (IL-1 & IL-6), interferon-, serta agen chemotactic (Akhlaghi and Bandy, 2008). Tanin merupakan senyawa yang termasuk golongan senyawa flavanoid, maka tanin juga berperan sebagai antioksidan dan antiinflamasi (Saadah, 2010). Alkaloid merupakan senyawa organik yang banyak terdapat dalam tumbuhan dan memiliki fungsi seperti: analgesik, anti inflamasi, anti bakteri, dan masih banyak lagi (Mustikawati, 2006). Asam linoleat merupakan keluarga omega-6 dan memiliki fungsi yang mirip hormon yang berperan dalam tekanan darah,

48

pembekuan darah, tingkat lemak dalam darah, respon sistem imun, dan respon iritasi pada infeksi (Berset, 2003). Pada gambar 5.1 terdapat kondisi dimana kadar TNF- serum kelompok kontrol negatif sedikit lebih tinggi dibandingkan kelompok perlakuan rebusan daun sirsak. Hal tersebut menimbulkan banyak faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut seperti kesalahan pada teknik, alat, atau dapat disebabkan oleh keadaan tikus yang berjumlah 3-4 tikus dalam satu kandang, dimana dapat mempengaruhi makanan yang dikonsumsi oleh tiap tikus berbeda serta dapat menimbulkan

perkelahian/kompetisi antar tikus sehingga tikus berada pada kondisi stress. Selain itu, pada rebusan daun sirsak terdapat senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan, anti-inflamasi, anti-bakteri, muscle relaxant, antispasmodik,

tranquilizer (menenangkan), sedatif, dan masih banyak lagi sehingga tingkat stress pada tikus dapat berkurang dan tikus dapat lebih tenang (Suranto, 2012). Pada gambar 5.1 didapatkan kadar TNF- pada kontrol negatif (38,47 ng/dL) meskipun tidak sebanyak jumlah yang terdapat pada kontrol positif (53,00 ng/dL) maupun kelompok perlakuan perasan buah sirsak (Annona muricata Linn.) (45,52 ng/dL). Hal tersebut dikarenakan TNF- adalah sejenis protein yang disekresikan oleh sel imun innate ataupun adaptive, yang berfungsi dalam

mediasi beberapa fungsi sel dan diproduksi sebagai respon sel akibat dari respon imun terhadap adanya inflamasi (Kayser et al., 2005). TNF- juga diperlukan dalam tubuh dan juga sistem imun yang berperan pada keadaan fisologis. TNF- memiliki fungsi seperti pada Gambar 6.1.

49

Gambar 6.1 TNF- Function (Sullivan, 2004). Pemberian perasan buah sirsak maupun rebusan daun sirsak sama-sama dapat menurunkan kadar TNF- serum pada tikus yang diberi Rifampisin. Akan tetapi dari hasil yang yang terdapat dalam potensi menurunkan kadar TNF- serum secara efektif dari perasan buah sirsak dibandingkan rebusan daun sirsak, maka rebusan daun sirsak yang lebih efektif dalam menurunkan kadar TNF- serum dari tikus yang mengalami hepatotoksik akibat Rifampisin. Hal tersebut didukung oleh adanya kandungan antioksidan dan anti inflamasi yang terdapat dalam daun sirsak. Sehingga, buah sirsak yang hanya memiliki kadar vitamin C yang cukup tinggi tidak cukup mampu untuk menurunkan kadar TNF- serum. Dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini rebusan daun sirsak lebih efektif dalam menurunkan kadar TNF- dibandingkan perasan buah sirsak.

Anda mungkin juga menyukai