Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Program Keluarga Berencana Nasional telah diawali dan dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 1974. Tujuan dari pemerintah adalah untuk mengurangi jumlah penduduk dan juga untuk mengurangi tingkat kematian pada ibu hamil dan bayi yang dilahirkan. Keluarga Berencana adalah merupakan suatu perencanaan kehamilan yang diinginkan untuk menjadikan norma keluarga kecil, bahagia dan sejahtera dan pada hakikatnya keluarga berencana adalah upaya untuk menjarangkan kelahiran dan menghentikan kehamilan, bila ibu sudah melahirkan anak yang banyak. Secara tidak langsung Keluarga Berencana dapat menyehatkan fisik dan kondisi, sehat ekonomi keluarga dan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak (DEPKES RI 2010). Paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dan mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan Keluarga Berkualitas Tahun 2015. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru Program Keluarga Berencana ini, misinya sangat menekan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Untuk optimalisasi manfaat kesehatan KB, pelayanan tersebut harus disediakan bagi wanita dengan cara menggabungkan dan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi utama dan yang lain. Juga responsif terhadap berbagai tahap kehidupan reproduksi wanita. Pada

saat sekarang ini telah banyak beredar berbagai macam alat kontrasepsi, khususnya alat kontrasepsi metode efektif yaitu: pil, suntik, IUD implant. Alat kontrasepsi hendaknya memenuhi syarat yaitu aman pemakaiannya dan dapat dipercaya, efek samping yang merugikan tidak ada, lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan, tidak mengganggu hubungan seksual, harganya murah dan dapat diterima oleh pasangan suami istri. Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian, meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua kontrasepsi yang tersedia, tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman, efektif, dengan metode yang dapat diterima, baik secara perseorangan maupun budaya pada berbagai tingkat reproduksi. Tidaklah mengejutkan apabila banyak wanita merasa bahwa penggunaan kontrasepsi terkadang problematis dan mungkin terpaksa memilih metode yang tidak cocok dengan konsekuensi yang merugikan atau tidak menggunakan metode KB sama sekali. Berdasarkan visi dan misi tersebut, program Keluarga Berencana Nasional mempunyai kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk. Kontribusi Program Keluarga Berencana Nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan program Making Pregnancy Saver. Salah satu pesan kunci dalam rencana strategi program Making Pregnancy Saver (MPS) di Indonesia 20012010 adalah bahwa setiap kehamilan merupakan kehamilan yang diinginkan. Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas sumber daya manusia dengan kelahiran 5.000.000 per tahun. Untuk dapat mengangkat kehidupan bangsa telah dilaksanakan bersamaan pembangunan ekonomi dan keluarga berencana yang merupakan sisi masing-masing mata uang. Bila gerakan KB tidak dilakukan bersamaan dengan pembangunan ekonomi, dikhawatirkan hasil pembangunan tidak akan berarti. Pencegahan kehamilan dan kesakitan ibu merupakan alasan utama diberlakukannya Keluarga Berencana. Masih banyak alasan lain, misalnya membebaskan wanita dari rasa khawatir terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, terjadinya gangguan fisik atau psikologik akibat abortus yang tidak aman, serta tuntunan

perkembangan sosial terhadap peningkatan status perempuan di masyarakat. Banyak perempuan yang mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor-faktor yang harus

dipertimbangkan, termasuk status kesehatan, efek samping potensial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, keluarga yang direncanakan, persetujuan suami bahkan norma budaya lingkungan orang tua. Untuk ini semua konseling merupakan bagian integral yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana. Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien, karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien (Saifuddin, 2003). Salah satu jenis kontrasepsi efektif yang menjadi pilihan kaum ibu adalah KB suntik, ini disebabkan karena aman, efektif, sederhana dan murah. Cara ini mulai disukai masyarakat kita dan diperkirakan setengah juta pasangan memakai kontrasepsi suntikan untuk mencegah kehamilan (Muchtar, 2002). Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang dibuat pada bulan April 2011 di temukan data bahwa peserta KB baru yang dihitung mulai bulan Januari April 2011secara nasional sebanyak 2.770.796 peserta dengan perincian 172.517 (6,23%) peserta IUD, 33.722 (1,220%) peserta MOW, 8.811 (0,32%) peserta MOP, 168.835 (6,09%) peserta kondom, 181.136 (6,54%) peserta implan, 1.424.172 (51,40%) peserta suntikan dan 781.603 (28,21%) peserta pil. Keuntungan yang di dapat pengguna dari pemakaian alat kontrasepsi suntik adalah : sangat efektif, pencegahan kehamilan jangka panjang, tidak berpengaruh pada hubungan suami istri, tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung, dan gangguan pembekuan darah, tidak memiliki pengaruh terhadap ASI, sedikit efek samping, klien tidak perlu menyimpan obat suntik, dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai perimenopause, membantu mencegah kanker endometrium

dan kehamilan ektopik, menurunkan kejadian penyakit jinak payudara, mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul dan menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell) (Sarwono, 2003). Hartanto (2004) menyatakan bahwa pemilihan alat kontrasepsi KB suntik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya, yaitu : Umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dukungan suami dan pengetahuan. Umur adalah usia ibu yang secara garis besar menjadi indikator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang mengacu pada setiap

pengalamannya. Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan tentang manfaat, kelebihan dan kelemahan dalam penentuan alat kontrasepsi KB suntik. Faktor bekerja saja nampak belum berperan sebagai timbulnya suatu masalah pada pemilihan alat kontrasepsi yang cocok bagi mereka. Pada ibu-ibu yang bekerja di luar rumah cenderung untuk memilih alat kontrasepsi yang relatif aman, praktis, cepat dan dapat dilayani di tempat-tempat pelayanan kesehatan yang terdekat dari rumah. Pendapatan mempengaruhi kesiapan keluarga dalam

mempersiapakan semua kebutuhan keluarga, pendapatan juga berpengaruh pada daya beli seseorang untuk membeli sesuatu termasuk menentukan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya. Faktor lain yang ikut menentukan pemilihan alat kontrasepsi adalah faktor dukungan suami, dimana dukungan tersebut sangat mempengaruhi ibu dalam pemilihan alat kontrasepsi yang cocok. dukungan suami biasanya berupa perhatian dan memberikan rasa nyaman serta percaya diri dalam mengambil keputusan tersebut dalam pemilihan alat kontrasepsi. Pengetahuan merupakan faktor yang cukup dominan dalam pemilihan alat kontrasepsi, informasi yang di dapat dari ibu baik dari media maupun kegiatan penyuluhan dan seminar akan memberikan kemantapan hati dalam pemilihan alat kontrasepsi (Hartanto, 2004).

Berdasarkan data Puskesmas Kedungmundu Semarang, pada bulan Nopember 2010 sampai dengan Januari 2011 terdapat 95 orang akseptor KB Pasangan Usia Subur (PUS) dengan perincian : KB suntik sebanyak 45 akseptor (47,57%), KB pil 32 akseptor (34%), implant 6 akseptor (6%), IUD 8 akseptor (9%), MOW 2 akseptor (2%), MOP 1 akseptor (1%), kondom 1 akseptor (1%). Dari beberapa jenis KB yang ada, KB suntik merupakan alat kontrasepsi dengan persentase paling tinggi diantara kontrasepsi lainnya. Dari uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai karakteristik akseptor KB suntik di Puskesmas Kedungmundu Semarang berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, dan dukungan suami.

B. Rumusan Masalah Banyak perempuan yang mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor-faktor yang harus

dipertimbangkan, termasuk status kesehatan, efek samping potensial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, keluarga yang direncanakan, persetujuan suami bahkan norma budaya lingkungan orang tua. Untuk ini semua konseling merupakan bagian integral yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana. Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien, karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien (Saifuddin, 2003 ).

Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian terhadap hal-hal yang mempengaruhi ibu-ibu dalam penggunaan KB suntik. Untuk itu peneliti mengambil judul Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan Penggunaan KB Suntik pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Puskesmas Kedungmundu Semarang.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan KB suntik pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Puskesmas Kedungmundu Semarang 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan faktor karakteristik responden yang terdiri dari pendidikan, pengetahuan, dukungan suami, dan penggunaan KB suntik Pasangan Usia Subur (PUS) di Puskesmas Kedungmundu Semarang. b. Menganalisis hubungan antara pendidikan dengan penggunaan KB suntik Pasangan Usia Subur (PUS) di Puskesmas Kedungmundu Semarang. c. Menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan KB suntik Pasangan Usia Subur (PUS) di Puskesmas Kedungmundu Semarang. d. Menganalisis hubungan antara dukungan suami dengan penggunaan KB suntik Pasangan Usia Subur (PUS) di Puskesmas Kedungmundu Semarang.

D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi masyarakat Untuk memberikan informasi tentang penggunaan KB suntik pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Puskesmas Kedungmundu Semarang. 2. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan gambaran/ informasi dasar tentang Faktor-faktor yang berhubungan penggunaan KB suntik pada Pasangan Usia Subur (PUS) sehingga dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya. 3. Bagi Instansi Kesehatan

Sebagai masukan bagi jajaran kesehatan, khususnya Dinas Kesehatan Kota Semarang melalui Puskesmas Kedungmundu tentang faktor-faktor yang berhubungan penggunaan KB suntik pada Pasangan Usia Subur (PUS) sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam penentuan kebijakan peningkatan kesehatan masyarakat di puskesmas tersebut.

E. Bidang Ilmu Penelitian ini berkaitan dengan bidang ilmu keperawatan maternitas dan komunitas.

Anda mungkin juga menyukai