Anda di halaman 1dari 5

Minggu, 23 Desember 2012

Teori Modernisasi Dan Ketergantungan


I. Kemunculan Kemunculan teori pembangunan dipengaruhi oleh adanya fenomena kemiskinan di banyak negara dunia ketiga terutama setelah Perang Dunia II. Permasalahan ini didekati melalui perspektif yang berbeda, yaitu 1. Teori modernisasi yang menjelaskan bahwa kemiskinan terutama disebabkan oleh faktorfaktor internal atau faktor yang terdapat di dalam negeri negara yang bersangkutan; dan 2. Teori dependensi atau teori struktural yang lebih banyak mempersoalkan faktor-faktor eksternal sebagai penyebab kemiskinan. Kemiskinan dilihat terutama sebagai akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan luar yang menyebabkan negara yang bersangkutan gagal melakukan pembangunannya.

II. Teori Modernisasi a. Ciri Umum Teori ini didasarkan pada dikotomi antara apa yang disebut modern dan apa yang disebut tradisional. Yang modern merupakan simbol dari kemajuan, pemikiran yang rasional, cara kerja yang efisien, dsb. Masyarakat modern dianggap sebagai ciri dari masyarakat di negara-negara industri maju. Sebaliknya yang tradisional merupakan masyarakat yang belum maju, ditandai oleh cara berpikir yang irrasional serta cara kerja yang tidak effisien. Ini merupakan ciri masyarakat pedesaan yang didasarkan pada usaha pertanian di negara-negara miskin. Teori modernisasi didasarkan pada faktor-faktor non material sebagai penyebab kemiskinan, khususnya dunia ide atau alam pikiran. Faktor-faktor ini menjelma dalam alam psikologi individu, atau nilai-nilai kemasyarakatan yang menjadi orientasi penduduk dalam memberikan arah kepada tingkah-lakunya. Faktor-faktor non material atau dunia ide ini dianggap sebagai faktor yang mandiri, yang bisa dipengaruhi secara langsung melalui hubungan dunia ide dengan dunia ide yang lain. Oleh karena itu, pendidikan menjadi salah satu cara yang sangat penting untuk mengubah psikologi seseorang atau nilai-nilai budaya sebuah masyarakat. Dalam perkembangannya, memang ada teori yang juga menekankan aspek kondisi material, seperti misalnya teori Hoselitz (yang menekankan pembentukan lembaga-lembaga yang menunjang proses modernisasi), atau Inkeles dan Smith (yang menekankan lingkungan kerja sebagai cara untuk menciptakan manusia modern). Teori-teori seperti ini memang merupakan teori peralihan ke Teori Struktural, meskipun persoalan yang dibahas berlainan. Teori modernisasi biasanya bersifat a-historis. Hukum-hukumnya sering dianggap berlaku secara universal. Dia dapat diberlakukan tanpa memperhatikan faktor waktu ataupun faktor tempat. Misalnya tentang prisnsip rasionalitas atau effisiensi. Ada kecenderungan dari teori-teori ini untuk beranggapan bahwa teori ini dapat diberlakukan kapan saja dan dimana saja. Konteks masyarakat dan perkembangan masyarakat tersebut sepanjang sejarah kurang mendapat

perhatian. Ada anggapan bahwa masyarakat bergerak secara garis lurus atau unilinear , dari sesuatu yang irrasional menjadi rasional. Misalnya, dari masyarakat tradsional menjadi masyarakat modern. Gejala ini dianggap sebagai suatu yang universal, yang berlaku di masyarakat manapun, pada segala waktu. Masyarakat yang belum modern adalah masyarakat yang terbelakang, sesuai dengan perkembangan dalam garis lurus tersebut. Pada saatnya masyarakat ini akan menjadi modern seperti yang dialami oleh negara-negara Eropa. Dengan demikian, faktor-faktor yang mendorong atau menghambat pembangunan harus dicari di dalam negara-negara itu sendiri, bukan diluar. Misalnya, kurangnya pendidikan pada pada sebagian besar penduduknya, adanya nilai-nilai lokal yang kurang menghargai kekayaan material, dan sebagainya. Faktor-faktor ini adalah faktor internal. b. Aliran dan Tokoh-nya: 1. Teori yang menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah penyediaan modal untuk investasi. Teori jenis ini biasanya dikembangkan oleh ekonom, misalnya Evsey Domar dan Roy Harold yang lebih dikenal dengan teori Harold-Domar; 2. Teori yang menekankan aspek-aspek psikologi individu. Teori McClelland dengan konsep n-Achnya dapat dianggap mewakili aliran ini. Bagi McClelland, mendorong proses pembangunan berarti membentuk manusia wiraswasta dengan n-Ach yang tinggi. Cara pembentukannya adalah melalui pendidikan individual, ketika mereka ini masih anak-anak di lingkungan keluarga mereka. Kalau manusia wiraswasta ini dapat dibentuk dalam jumlah yang banyak, proses pembangunan dalam masyarakat tersebut akan menjadi kenyataan. 3. Teori yang menkankan nilai-nilai budaya. Teori Weber tentang peran agama dalam pembentukan kapitalisme merupakan sumber dari aliran teori ini. Nilai-nilai masyarakat, antara lain dari yang melalui agama, mempunyai peran menentukan dalam mempengaruhi tingkah laku individu. Kalau nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dapat diarahkan kepada sikap yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, proses pembangunan dalam masyarakat tersebut dapat terlaksana. 4. Teori yang menekankan adanya lembaga-lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan, sebelum lepas landas dimulai. Teori Rostow (yang lebih menkankan proses lepas landas) dan Hoselitz adalah tokoh dari teori ini. Berbeda dengan Weber yang menekankan pada nilai-nilai, Hoselitz menekankan lembaga-lembaga yang kongkret. Lembaga-lembaga politik dan sosial ini diperlukan untuk menghimpun modal yang besar, serta memasok tenaga teknis, tenaga wiraswasta dan teknologi. 5. Teori yang lebih menekankan lingkungan material, dalam hal ini lingkungan pekerjaan, sebagai salah satu cara terbaik untuk membentuk manusia modern yang bisa membangun. Inkeles dan Smith adalah tokoh teori ini. Berbeda dengan McClelland yang menekankan pendidikan dalam arti "manipulasi" mental dari si anak didik, Inkeles dan Smith berpendapat bahwa perubahan dicapai dengan secara langsung memberikan pengalaman kerja. Di sini bukan "manipulasi" mental yang dipakai sebagai instrumen pengubah, tetapi pengalaman kerja yang dialami secara nyata oleh si buruh yang mengubah sikap dan tingkah lakunya. Tetapi menang Inkeles dan Smith juga menyatakan bahwa pendidikan adalah cara yang paling effektif untuk membentuk manusia modern.

III. Teori Dependensi (Ketergantungan) a. Dasar Teori Teori dependensi menolak premis dan asumsi-asumsi yang diajukan oleh teori modernisasi. Teori dependensi dilandasi oleh strukturalisme yang beranggapan bahwa kemiskinan yang terdapat di negara-negara Dunia Ketiga yang mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang bersifat eksploitatif, dimana yang kuat (Raul Prebisch: Negara Pusat) melakukan eksploitasi terhadap yang lemah (negara-negara Pinggiran). Maka, surplus dari negara-negara Dunia Ketiga (negara pinggiran) beralih kenegaranegara industri maju (negara Pusat). Teori struktural sendiri berpangkal pada filsafat materialisme Marx, namun sekaligus teori ketergantungan membantah tesis Marx yang menyatakan bahwa kapitalisme akan menjadi cara produksi tunggal, dan menciptakan proses maupun struktur masyarakat yang sama disemua negara yang ada didunia ini. Prebisch yang pemikirannya dilanjutkan oleh Baran, berpendapat bahwa kapitalisme yang berkembang di negara-negara yang menjadi morban imperialisme, tidak sama dengan perkembangan kapitalisme dari negara-negara kapitalisme yang menyentuhnya. Kapitalisme di negara-negara pinggiran merupakan kapitalisme yang sakit, yang sulit berkembang dan memiliki dinamika yang berlainan. Oleh karena itu, perlu dipelajari secara terpisah sebagai sesuatu yang unik, jika hanya menerapkan konsep-konsep dan teori-teori yang berlaku di negara-negara kapitalis pusat, tidak akan pernah diperoleh pemahaman yang benar tentang dinamika dan proses kapitalisme pinggiran. b. Ciri Pokok: 1. Yang menjadi hambatan dari pembangunan bukanlah ketiadaan modal, melainkan pembagian kerja internasional yang terjadi. Dengan demikian, faktor-faktor yang menyebabkan keterbelakangan merupakan faktor eksternal; 2. Pembagian kerja internasional ini diuraikan menjadi hubungan antara dua kawasan, yakni pusat dan pinggiran. Terjadi pengalihan surplus dari negara pinggiran ke pusat. 3. Akibat pengalihan surplus ini, negara-negara pinggiran kehilangan sumber utamanya yang dibutuhkan untuk membangun negerinya. Surplus ini dipindahkan ke negara-negara pusat. Maka, pembangunan dan keterbelakangan merupakan dua aspek dari sebuah proses global yang sama. Proses global ini adalah proses kapitalisme dunia. Dikawasan yang satu, proses itu melahirkan pembangunan, dikawasan lainnya keterbelakangan. 4. Sebagai terapinya, Teori ketergantungan menganjurkan pemutusan hubungan dengan kapitalisme dunia, dan mulai mengarahkan dirinya pada pembangunan yang mandiri. Untuk ini, dibutuhkan sebuah perubahan politik yang revolusioner, yang bisa melakukan perubahan politik yang radikal. Setelah faktor eksternal ini disingkirkan, diperkirakan pembangunan akan terjadi melalui proses alamiah yang memang ada di dalam masyarakat negara pinggiran

Istilah modernisasi muncul diawali oleh perspektif kalangan penentang marxisme, hal ini didasari oleh tradisi sosiologis yang dibangun dan melibatkan reinterpretasi, kesadaran, dan perhatian dari sosiologi klasik maupun displin ilmu lainnya. Perspektif semacam ini diterapkan dalam memandang modernisasi di dunia ketiga. Awal mula teori modernisasi dapat dikaji pada masa lalu ketika gagasan evolusi pertama kali digunakan dengan mengacu kepada ruang lingkup kemasyarakatan. Evolusi atau perubahan sosial dianggap sebagai sebuah kelaziman dan sebuah hal yang penting pada masa itu. Namun dengan komposisi masyarakat yang beragam meski pola perubahan yang terjadi tidak berubah, akhirnya tiap masyarakat akan menempati posisi-posisi yang berbeda pada skala evolusioner. Revolusi industri yang terjadi pada abad ke-19 di Eropa dianggap sebagai sebuah media perubahan sosial yang revolusioner. Selanjutnya, muncul sebuah kekhawatiran baru akan dampak yang dihasilkan dari perubahan revolusioner ini. Durkheim melihatnya sebagai sebuah perubahan tata sosial masyarakat, dari solidaritas mekanik kemudian menjadi solidaritas organik. Hal-hal tersebut menjadi tema dominan dalam kajian perubahan teori evolusionis menjadi teori modernisasi. Teori tersebut diformulasikan pada masa perang dunia kedua ketika terjadi perubahan politik dan sosio-ekonomi dengan begitu cepat. Evolusionisme terkait dengan pengaruhnya terhadap teori modernisasi ditentang kuat oleh kaum difusionis. Kaum difusionis melihat bahwa evolusionisme tidak cukup menjelaskan perubahan sosial yang terjadi. Para difusionis fokus kepada transmisi kebudayaan yang berlangsung sepanjang waktu, dan menguji transfer kebudyaan tersebut melalui interaksi sosial, hal-hal tersebut tidak dapat dijelaskan oleh para penganut terori evolusionis. Namun pada akhirnya kedua teori tersebut acapkali sama-sama mengarah kepada spekulasi. Generalisasi didalamnya membuat difusionis didiskreditkan. Ciri-ciri kebudayaan yang terisolasi, dipisahkan dari konteks sosialnya, dilepas dari signifikansinya dalam rentetan kehidupan sosial yang berkelanjutan menjadi komponen-komponen penjelasan yang sangat aneh dalam difusionis Namun, dengan berbagai permasalahnyya difusionis tetap menajdi komponen penting dalam perkembangan ilmu sosial di Amerika utara, termasuk bagi para evolusionis. Para evolusionis tidak menuntut bahwa setiap kelompok sosial harus melalui setiap tingkatan. Diluar eksklusifitasnya, dalam kaitannya dengan teori fungsionalismes-struktural parson, maka evolusionisme dan difusionisme dianggap sebagai sebuah alternatif dalam teorinya. Selanjutnya teori evolusionis dan difusionis tidak hanya bersaing satu sama lain, namun juga dengan fungsionalisme struktural. Malinowski mengembangkan fungsionalisme struktural sebagai sebuah pendekatan yang spesifik dan mampu menjelaskan konsep kebutuhan dasar individu ke kebutuhan turunan yang harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup masyarakat dan kebudayaan sepenuhnya. Pengembangan fungsionalisme struktural Malinowski memberikan pengaruh besar bagi Tallcott Parsons. Parsons mwlihat bahwa klasifikasi Malinowski tersebut dapat diberlakukan sebagai klasifikasi utama imperative fungsional beberapa sistem sosial atau beberapa sistem tindakan, hal tersebut selanjutnya diwujudkan dalam fungsionalisme struktural Parsonian. Poin empat program pengembangan dalam pengukuhan Presiden Truman dilihat sebagai pengaruh dari iklim politik perang dingin semata. Banyak pihak yang khawatir bahwa empat program tersebut akan gagal, mereka melihat bahwa faktor-faktor internal bersifat lebih krusial

dalam menentukan apakah perkembangan akan terjadi. Perluasan pada faktor internal, ekonomi, sosial atau budaya, merupakan karakteristik kebanyakan teori modernisasi. Marion Levy (1952) melihat bahwa masyarakat berkembang menunjukkan rasionalitas, universalisme, dan kekhususan fungsional, yang mana semuanya diperlukan untuk kegunaan teknologi modern secara efisien. Selanjutnya Hoselitz melihat bahwa peran ekonomi di negara-negara terbelakang menjadi partikularistik, tersebar secara fungsional, askriptif dan berorientasi pada diri sendiri (Hoselitz, 1960 h. 29-42). Hoselitz menilai bahwa aspek ekonomi, sosial dan budaya saling berhubungan, dan antarhubungan dan pola kausal tersebut berbeda-beda untuk masyarakat berdasar pada periode di mana perkembangan terjadi. Namun Hoselitz juga dikritik terkait kenaifannya mengaplikasikan varabel pola, peran minor yang ia berikan pada kolonialisme dan kekuatan militer, dan tekanannya pada kaum elit. Terkait dengan negara dunia ketiga, Whilst Riggs melihat bahwa struktur politik dan administratif mungkin juga diaplikasikan pada bidang kehidupan sosial lainnya. Meskipun mendapat pengaruh dari Parsons, namun Riggs tidak sejauh Levy dan Hoselitz dalam mengkaji konflik maupun kotradiksi dalam penerpan pola administrasi umum dan pemerintahan Barat pada masyarakat tradisional. Hal ini memebuat perspektifnya dianggap relevan dalam mengkritik teori modernisasi sekalipun ia sendiri juga dianggap sebagai tokoh teori modernisasi. Dalam kajiaanya mengenai proses modernisasi di Timur Tengah, Daniel Lerner menggambarkannya sebagai dunia di mana modernisasi merupakan sebuah proses global, hal yang sama yang terjadi di seluruh dunia dan modernitas hadir melalui perubahan tidak hanya dalam institusi tetapi juga orang-perorangan. Lerner mengklasifikasikan responden individu dalam kuesionernya sebagai tradisional, transisional atau modern. Ia melihat kesulitan dalam proses modernisasi terdapat pada masa transisional, diperlukan penyesuaian antara nilai-nilai tradisinola dan modern dalam masa ini. Interview yang dilakukan oleh Inkeles dan Smith di enam negara terbelakang selama sepuluyh tahun menemukan fakta fakta dari sindrom Modernitas secara keseluruhan yang sangat terkait dengan paham rasionaliotas barat. Inkels dan Smith sendiri sangat dipengaruhi oleh weberian. Weber melihat hal yang paling penting, tetapi bukan satu-satunya penjelasan tentang kapitalisme, adalah perbedaan dalam sikap antara tradisionalis dan kapitalis baru. Terkait dengan modernisasi, Smelser menekankan bahwa proses tersebut tidak akan terjadi secara simultan, dan perubahan akan berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Dalam kaitannya dengan dunia ketiga dapat dilihat bahwa perbedaan bangsa selalu bersifat penting, dan peristiwa peristiwa dramatis, misalnya perang dan bencana alam, dapat mempengaruhi pola perkembangan. Rostow menampilkan teori,yang ia klaim dinamis, tidak hanya berhubungan dengan faktor ekonomi tetapi juga dengan keputusan sosial dan kebijakan pemerintah. Seperti teori modernisasi lainnya, ia menggabungkan pemikiran difusi dalam tulisannya tentang perkembangan. Seperti Marion Levy, ia menyatakan proses modernisasi tak dapat dihindarkan, ia melihat bahwa dalam teori, masyarakat dapat memilih untuk menghentikan perkembangan tetapi pada pelaksanannya semangat perubahan dapat dipertahankan oleh peningkatan populasi dan daya tarik standar hidup modern.
About these ads

Share this:

Anda mungkin juga menyukai