Makalah Kep Anak
Makalah Kep Anak
1.1 Latar Belakang Demam reumatik adalah suatu penyakit sistemik akut atau kronik dapat sembuh sendiri oleh sebab yang belum jelas atau menimbulkan cacat pada katup jantung secara lambat. Tidak jarang penyakit ini malah menjadi akut dan gawat. Prevalensi demam reumatik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan dengan demikian dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam reumatik di Indonesia pasti lebih tinggi. Pertama-tama perlu ditekankan bahwa demam reumatik ini merupakan penyakit yang dapat dicegah, pengertian dan kemampuan untuk mengenal penyakit ini serta kesadaran para dokter untuk menanggulanginya merupakan hal yang sangat penting peran serta masyarakat berupa kesadaran akan pentingnya kesehatan dan perbaikan keadaan lingkungan benar-benar diperlukan dalam menanggulangi penyakit ini. Dari latar belakang di atas penulis ingin mengetahui konsep dari teori tentang demam reumatik.
1.2 Rumusan Masalah Konsep teori demam reumatik Asuhan keperawatan demam reumatik
Untuk mengetahui tentang konsep dasar teori dari penyakit demam reumatik. Untuk mendapatkan gambaran umum tentang penerapan proses asuhan keperawatan pada demam reumatik Manfaat
Menambah pengetahuan penulis dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien demam reumati dan menambah pengetahuan dan wawancara bagi semua pembaca. 1
2.1 Definisi Demam reumatik adalah suatu penyakit peradangan autoimun yang mengenai jaringan konektif jantung, tulang, jaringan subkutan dan pembuluh darah pada pusat sistem persarafan, sebagai akibat dari infeksi beta-Streptococcus hemolyticus grup A. Demam rematik atau penyakit jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemoliticb grup A (Pusdiknakes, 1993).
2.2 Etiologi Infeksi streptococcus beta hemoylticus grup A pada tenggorokan selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang. Biasanya 1-4 minggu sesudah serangan tonsillitis, nasofaringitis atau otitis media, infeksi streptococcus ini menghasilkan antigen bagi berlangsungnya reaksi antigen-antibody sehingga menyebabkan demam reumatik. Dugaan adanya reaksi imunologis ini didukung dengan penemuan konsentrasi antibodi antistreptococus tetapi tidak ditemukan pada mereka yang tidak menderita. Faktor-faktor predisposisi seseorang mudah mendapat demam rematik adalah: Umur : jarang ditemukan pada umur di bawah 4 tahu atau di atas 15 tahun. Paling banyak pada umur 5 10 tahun. Familial suspectibility : karena demam rematik sering ditemukan pada beberapa anggota dari satu keluarga. Malnutrition Lingkungan yang padat Keadaan kesehatan yang memburuk dan daya tahan individu yang menurun.
2.3 Pathofisiologi a b Anak terinfeksi bakteri streptococcus -hemolitikus grup A. Antibodi terbentuk untuk melawan bakteri-bakteri yang mulai menyerang jaringan konektif tubuh, menyebabkan peradangan, yang mempengaruhi jantung, system saraf pusat dan jaringan subkutan. c Keterlibatan jantung dikarakteristikan dengan karditis Jenis lesi, disebut sebagai badan Aschoff (plak seperti fibrin, yang berproliferasi), terbentuk pada katup jantung yang menyebabkan edema dan peradangan. Ketika area yang sembuh menjadi fibrosis dan jaringan parut, daun katup jantung menyatu (stenosis), menyebabkan inefisiensi dan kebocoran. Paling sering terjadi pada katup mitral dan aortic
2.4 Manifestasi klinis Manifestasi klinis demam rematik dibedakan menjadi criteria mayor dan criteria minor a. Kriteria mayor Karditis Tanda-tanda karditis antara lain takikardi , kardiomegali, murmur, suara jantung yang tidak terdengar jelas. Poliartritis Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan keterbatasan gerakan aktif pada dua sendi atau lebih. Arthritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan arthritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama, sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa arthritis yang hanya mengenai satu sendi tidak dapat dijadikan kriterium mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai
sekurang-kurangnya dua criteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya antibody antistreptoocus. Korea sydenham Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung secara cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidakstabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita dibawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan.Korea sydenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting dan dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan criteria lainnya. Eritema Marginatum Eritema Marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak sebagai macula yang berwarna merah, pucat dibagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meletus secara sentrifugal. Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelianan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat Nodulus subkutan Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit diatasnya, dengan diameter dan beberapa millimeter sampai sekitar 2 cm. tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.
b. kriteria Minor Maanifestasi minor pada demam rematik dapat berupa: Demam yang bersifat remiten Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya mencapai 39C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dank arena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, criteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna Riwayat demam rematik sebelumnya Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah atu criteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada criteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya atau bahkan tidak terdiagnosis. Peningkatan kadar reaktan fase akut Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indicator nonspesifik dan peradangan atau infeksi Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, keulai jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan. Interval P-R yang memanjang Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya
meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik Artralgia Adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Atralgia tidak dapat digunakan sebagai criteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai criteria mayor
Stadium ini berupa adanya infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman Streptococus beta-hemolyticus A, dengan keluhan demam, batuk, sakit menelan, kadang disertai muntah atau diare. Pad pemeriksaan tonsil terdapat eksudat dan tanda-tanda peradangan lainnya. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Terjadinya infeksi ini 10-14 hari sebelum serangan demam rematik Stadium II
Disebut periode laten ialah masa antara infeksi streptokok dengan permulaan gejala demam rematik. Biasanya dalam waktu 1-3 minggu, kecualikhorea yang timbul dalm 6 minggu atau beberapa bulan kemudian. Stadium III
Ialah fase demam rematik, saat timbulnya pelbagai manifestasi klinik demam rematik. Gejala tersebut ialah gejala mayor dan minor. Gejala minor berupa gejala peradangan umum dengan didapatkannya demam tidak begitu tinggi, lesu, lekas tersinggung, BB menurun, anoreksia. Anemia dijumpai sebagai akibat tertejkannya sistem eritropoetik, perdarahan dari hidung (epistaksis). Sakit sendi dan sekitarnya (artralgia) terutama setelah latihan dan menghebat bila dikompres panas. Terdapat juga keluhan sakit perut yang menjadi berkurang jika diberi salisilat. Laju endap darah meninggi, protein C-reaktifdan ASTO juga meninggi.
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Bila pasien DR tanpa kelainan jantung maupun dengan kelainan jantung rematik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala kelainan. Tetapi pasien yang dengan gejala sisa kelainan pada katup jantung, gejala timbul sesuai dengan kelainannya. Pada fase ini pasien DR dapat mengalami reaktifitas penyakitnya. Penyakit DR mempunyai beberapa gejala yang secara garis besar dibagi menjadi gejala mayor dan minor.
2.6 Patogenesis Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman beta-streptococcus hemolyticus grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui, pada streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstra sel, produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai antigen mirip antigen streptococcus hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun
2.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada demam reumatik dibagi atas tiga golongan: Golongan pertama meliputi uji radang jaringan akut, yakni fase akut. Golongan kedua adalah uji bakteriologi dan serologis yang membuktikan infeksi streptococcus sebelumnya. Golongan ketiga meliputi pemeriksaan radiologist elektrokardiografi, dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.
2.8 Penatalaksanaan a. Pencegahan Langkah awal dalam mencegah serangan awal endokarditis reumatik adalah mendeteksi adanya infeksi streptococcus untuk penatalaksanaan yang adekuat dan pemantauan epidemik dan komunitas. Setiap perawat harus mengenal tanda dan gejala faringitis streptococcus yaitu: panas tinggi 39, 9-40oC, menggigil, sakit tenggorokan disertai eksudat, nyeri abdomen. Medik
1. Tirah Baring. Semua penderita demam reumatik perlu tirah baring. Lamanya tergantung berat ringannya penyakit. Tabel: Tirah baring dan mobilisasi penderita demam reumatik (Taranta & Markowitz, 1989) Status Jantung Tanpa Karditis Karditis tanpa Kardiomegali Karditis dengan Kardiomegali Karditis dengan gagal jantung Penatalaksanaan Tirah baring selama 2 minggu dan mobilisasi bertahap selama 2 minggu Tirah baring selama 4 minggudan mobilisasi bertahap selama 4 minggu Tirah baring selama 6 minggu dan mobilisasi bertahap selama 6 minggu Tirah baring selama dalam keadaan gagal jantung dan mobilisasi bertahap selama 3 bulan
Untuk negara berkembang WHO menganjurkan penggunaan benzatin penisilin 1,2 juta IM. Bila alergio terhadap penisilin digunakan eritromisin 20 mg/kg BB 2X sehari Pemberian obat anti radang
Analgesik dan anti-inflamasi Obat anti radang diberikan untuk menekan gejala radang akut yang timbul meskipun adanya radang dan perjalanan penyakitnya sendiri tidak berubah. Oleh 8
karena itu obat anti radang sebaiknya hanya diberikan bila diagnosis telah ditegakkan.
Tabel: Pedoman pemberian analgetik dan anti-inflamasi Manifestasi Klinik Artralgia Artritis saja, dan/atau karditis kardiomegali Karditis kardiomegali gagal jantung tanpa Pengobatan Salisilat saja 75-100 mg/kg BB/hari Salisilat saja 100 mg/kg BB/hari selama 2 minggu dilanjutkan dengan 75 mg/kg BB selama 4-6 minggu.
dengan Prednison 2 mg/kg/ BB/hari selama 2 minggu,dikurangi atau bertahap selama 2 minggu ditambah salisilat 75 mg/kg BB selama 6 minggu.
Pengobatan suportif Berupa diet tinggi kalori dan protein serta vitamin (terutama vitamin C)
dan pengobatan terhadap komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa saja gagal perlu dipertimbangkan tindakan operasi pembetulan katup jantung. DR mempunyai kecenderungan untuk terjadi serangan berulang, maka perlu diberikan pengobatan pencegahan (profilaksis sekunder), dengan
memberikan benzatin penisilin 1,2 juta IM tiap bulan. Bila tidak mau disuntikan dapat diganti dengan penisilin oral 2 x 200.000 U/hari. Bila alergi terhadap obat tersebut dapat diberikan sulfadiazine 1000 mg/hari untuk anak 12 tahun keatas dan 500 mg/hari untuk anak 12 tahun kebawah. Lama pemberian profilaksis sekunder bergantung pada ada tidaknya dan beratnya karditis. Bagi yang berada di dalam lingkungan yang mudah terkena infeksi streptokok dianjurkan pemberian profilaksis seumur hidup. Keberhasilan pengobatan tersebut sangat bergantung dari pasien dan orang tuanya. Oleh karena itu, penyuluhan terhadap pasien orang tua merupakan bagian yang penting terutama penjelasan keadaan pasien dan ketaatan melaksanakan profilaksis sekunder.
Gejala :
takipnea, dispnea. Sirkulasi Serak, hemoptisis, batuk dengan/tanpa produksi sputum Sistolik tekanan darah menurun, tekanan nadi: penyempitan (SA):
Nadi karotid: lambat dengan volume nadi kecil (SA): Bendungan dengan pulsasi arteri terlihat (IA) Nadi apical: PMI kuat dan terletak di bawah dan ke kiri (IM): secara lateral kuat dan perpindahan tempat (IA) Getaran: getaran diastolik ada aspek (SM) Getaran sistolik pada dasar (SA), getaran sistolik sepanjang batas sternal kiri, betaran sistolik pada titik jugular dan sepanjang arteri karotis (IA). Dorongan: dorongan apikal selama sistolik (SA) Bunyi jantung: SI keras, pembukaan yang keras (SM), bunyi robekan luas. 10
Kecepatan: takikardi (MLP), takikardi pada istirahat (SM) Irama : tak teratur, fibrilasi atrial, disritmia dan derajat pertama. Integritas Tanda kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus
Gejala :
menyempit, gemetar. Makanan/cairan Disfagia, perubahan BB, penggunaan diuretik Edema umum, hepatomegali dan asites, hangat, kemerahan dan
Gejala : Tanda :
kulit lembab, pernapasan payah dan bising. Neurosensori Pusing/pingsan berkenaan dengan beban kerja
Gejala :
Gejala :
Pernapasan Dispnea : batuk menetap atau nocturnal (sputum tidak produktif). Takipnea, bunyi napas adventisus, sputum banyak dan bercak
Gejala : Tanda :
darah, gelisah/ketakutan (pada adanya edema pulmonal) Keamanan Proses infeksi, kemoterapi radiasi, adanya perawatan gigi/mulut.
Gejala :
Gejala :
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata dirawat 4-9 hari Rencana: bantuan dengan kebutuhan perawatan diri Pemulangan: perubahan dalam terapi obat. Pemeriksaan Diagnostik MUGA: Menentukan fraksi ejeksi ventrikel istirahat dan latihan Kateterisasi jantung: memberikan informasi diagnostik Ventrikulografi kiri: digunakan untuk mendemonstrasikan prolaps katup mitral Echocardiography: dua dimensi dan ekokardiografi dopller dapat memastikan masalah katup.
11
3.2 Diagnosis yang Mungkin Muncul Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan miokard Resiko cidera berhubungan dengan gerakan koreik
3.3 Prioritas Keperawatan Mempertahankan curah jantung adekuat. Mempertahankan dan meningkatkan toleransi aktivitas Menghilangkan/mengontrol nyeri Memberikan informasi tentang proses penyakit, manajemen dan pencegahan komplikasi.
12
Keluarga terdekat yang dapat segera dihubungi (Ibu) Nama Pendidikan Pekerjaan Alamat : Ny. Y : SMA : Swasta : Jl. Timur Indah
b. Status Kesehatan Keluhan utama Pasien mengeluh sakit waktu menelan, demam, lesu, tidak nafsu makan, batuk, muntah, diare, sendi terasa sakit, nyeri di bagian dada. Riwayat kesehatan dahulu Keluarga mengatakan bahwa klien pernah menderita infeksi endokarditis sejak 1 tahun lalu.
13
Riwayat kesehatan keluarga Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita demam reumatik.
Makanan yang tidak disukai : nasi, sayur, buah Makanan pantan Pola eliminasi : -
Buang Air Besar Frekuensi Warna Konsistensi Buang air kecil Frekuensi Waktu Warna Bau : 6-7 x sehari : Pagi, malam, siang : Kuning jernih : Khas : 1-2 x sehari : Kuning kecoklatan : Lunak
d. Pola istirahat dan tidur Waktu tidur Lama tidur Kesulitan tidur : Jam 9 malam s/d jam 4.30 pagi : 6 jam : Tidak ada
e. Pola aktivitas Pekerjaan Kegiatan waktu luang Kesulitan : Belajar : Bermain : Mudah merasa lelah saat melakukan aktivitas
Pengambilan keputusan dibantu orang lain. Sistem kepercayaan : sholat dan mengaji : shalat
g. Pengkajian fisik Bentuk Keluhan Pusing Mata : Simetris : Baik : Kepala :Simetris : : -
Ukuran pupil Reaksi terhadap cahaya Akomodasi Bentuk Konjungtiva Fungsi penglihatan Pernafasan
15
B. Analisa Data No 1 Tgl/ Jam Data Senjang DS : Penyebab Peningkatan Masalah Penurunan
Klien mengatakan tubuhnya terasa vena lesu Klien mengatakan tubuhnya terasa panas dingin seperti demam
DO : Klien terlihat memegang dadanya sambil meringis kesakitan Klien terlihat pucat dan lesu Klien dispnea TTV : TD : 100/70 mmHg N : 60 x / menit S : 38,7oC R : 24 x / menit
DS :
Klien mengatakan dadanya terasa miokard sakit Klien mengeluh saat menelan Klien mengatakan sendinya nyeri
menelan Klien memegangi dadanya sambil kesakitan Klien terlihat meringis kesakitan
C. Perencanaan No Diagnosa 1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tekanan atrium kongesti vena dan Tingkatkan tirah kepala baring tempat Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Pantau TD, Rasional nadi Indikator klinis dari keadekuata Pantau irama jantung n curah
jantung Disritmia dorongan umum pada dengan pasien tidur dengan penyakit katup Menurunka n volume
ditinggikan 45 derajat
Bantu dengan aktivitas darah yang sesuai indikasi, misal : kembali ke berjalan mampu bila turun pasien jantung dari yang memungki teknik nkan sigensi menurunka 17 on
manajemen stress
n dispnea, Berikan O2 suplemen dan sesuai indikasi, pantau regangan DGA/nadi oksimetri jantung. Melakukan kembali Berikan obat-obatan aktivitas
isotropik diuretik.
vasodilator, mencegah pemeriksaa n terhadap cadangan jantung. Reduksi ansietas dapat menurunka n jantung
simpatis dan beban kerja jantung Memberika n O2 untuk ambilan miokard dalam upaya mengkomp ensasi peningkata
18
n kebutuhan O2. Pengobatan disritmia atrial/ventri kuler khususnya mendasari kondisi dan simtomatol ogi. 2 Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan miokard Nyeri dapat teratasi Menurun Selidiki laporan nyeri Perbedaan nya rasa dada dan bandingkan gejala perlu nyeri dada dengan sebelumnya, nyeri episode untuk gunakan mengidenti (0-10) fikasi rentang penyebabn catat ya,
intensitas,
ekskresi verbal nyeri perilaku otomatis dan perubahan pada vital, Berikan istirahat aktivitas kebutuhan Anjurkan berespon terhadap angina lingkungan membantu dan batasi menentuka sesuai n derajat
19
Berikan
vasodilator, menolak
contoh : nitrogliserin adanya nifedipin indikasi. sesuai nyeri Aktivitas yang meningkat kan kebutuhan O2 miokardia. Penghentia n aktivitas menurunka n kebutuhan O2 kerja jantung dan sering menghenti kan angina Obat diberikan untuk meningkat kan sirkulasi miokardia, menurunka n angina dan
sehubunga n dengan
20
iskemia miokardia.
D. Implementasi Keperawatan No Diagnosa 1 Penurunan jantung berhubungan Tindakan Keperawatan curah Memantau TD, nadi apikal, nadi perifer (jam 9), 17 Oktober 2010 Memantau tekanan jantung sesuai indikasi Paraf
dengan peningkatan (jam 10.00 Wib), 17 Oktober 2010 tekanan atrium dan Meninggikan kepala 45o guna tirah baring kongesti vena pasien (jam 10.30 wib), 17 Oktober 2010 Membantu aktivitas pasien sesuai indikasi, misal : berjalan (11.00 wib) 17 Oktober 2010 Mendemonstrasikan teknik manajemen
stress (jam 12.00 wib) 17 Oktober 2010 Memberikan O2 suplemen sesuai indikasi (jam 01.00 wib) 17 Oktober 2010 Memberikan obat-obat sesuai indikasi (jam 02.00 wib) 17 Oktober 2010
Nyeri berhubungan Mengatasi nyeri (jam 08.00 wib) 17 dengan iskemia Oktober 2010 Mengevaluasi respon terhadap obat (09.00 Wib) 17 Oktober 2010 Memberikan lingkungan istirahat dan batasi sesuai kebutuhan (jam 10.00 Wib), 17 Oktober 2010 21
jaringan miokard
Menganjurkan
pasien
berespon
tepat
terhadap angina (jam 11.00 Wib) 17 Oktober 2010 Memberikan vasodilator sesuai indikasi (01.00 Wib) 17 Oktober 2010
E. Evaluasi No Hari/Tgl 1 17-19 Oktober 2010 Evaluasi Pukul 11.00 Wib S : Klien mengatakan tidak Paraf
tubuhnya tidak panas dingin lagi tidak sakit lagi. O : Klien tidak terlihat pucat Klien mengatakan dadanya
dan lesu lagi kesakitan lagi TTV : TD : 120/80 mmHg N : 80 x / menit S : 37oC A P : : Masalah teratasi Intervensi dihentikan Klien tidak dispnea lagi Klien tidak meringis
sendinya tidak nyeri lagi tidak sakit lagi O : Klien tidak meringis Klien mengatakan dadanya
kesakitan lagi waktu menelan Klien tidak kesakitan lagi Klien tidak kesakitan lagi
waktu sendinya digerakkan TTV : TD : 120/80 mmHg RR : 24 x / menit S : 37oC N : 80 x / menit A P : : Masalah teratasi Intervensi dihentikan
23
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Demam reumatik ialah sindrom klinis sebagai akibat infeksi beta streptococcus hemolyticus grup A. Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik, yaitu faktor genetik, jenis kelamin, golongan etnik dan ras, umur, keadaan gizi, dll Kemungkinan besar demam reumatik akut ditunjukkan dengan adanya 2 kriteria mayor dan kriteria minor.
5.2 Saran Diharapkan kepada para pembaca khususnya mahasiswa/i AKPER PEMKAB SUMEDANG dapat memahami konsep teori asuhan keperawatan demam reumatik.
24