Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2 BLOK MATA MATA TENANG... KOK VISUSNYA TURUN...?

Disusun oleh: Kelompok A10 Alifa Rizka A (G0011011) Arina Setyaningrum (G0011039) Dyah Tantry Desiana (G0011077) Gisti Respati Riyanti (G0011101) Reyhana M. B. (G0011167) Daniel Satyo N. (G0011061) Hermawan Andhika K. (G0011107) M. Syukri Kurnia R. (G0011129) Sanda Puspa Rini (G0011189) Aryanda Widya T. S. (G0011041)

Tutor:

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2013 0

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, koas Mita mendapatkan 2 Pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus. Pasien pertama, seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan susah membaca meskipun sudah memakai kacamata sejak 2 minggu yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan kondisi: VOD 6/15, VOS 4/60 mata tenang, setelah dilakukan koreksi OD dengan S -5,25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS degan S -0,75 D C -0,50 D axis 90o visus mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S +1,50 D. Setelah lapor kepada senior, dan mendapatkan resep, pasien diperbolehkan pulang. Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan: visus 6/6 E, mata tenang. Adapun kondisi mata kiri: visus 3/60, mata tenang, dan sering merasa nyeri pada bola mata. Pada mata kiri dilakukan pemeriksaan uji pinhole tidak maju, dan setelah dilakukan koreksi juga tidak mengalami kemajuan. Kemudian senior meminta untuk dilakukan pemeriksaan: persepsi warna, proyeksi sinar, tonometri, konfrontasi dan refleks fundus. Mita berpikir mengapa pasien dengan keluhan yang sama (penurunan visus) mendapat pemeriksaan yang berbeda, kelainan apa saja yang dapat menurunkan visus pada ondisi mata tenang, dan apakah kedua pasien akan mendapatkan penatalaksanaan yang sama atau berbeda.

B. Rumusan Masalah 1. 2. Bagaimana struktur anatomi, fisiologi, dan histologi sistem penglihatan? Apa hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan pada skenario?

3. 4. 5. 6. 7.

Apa saja penyebab penurunan visus pada mata tenang? Apa saja diagnosis banding dari kasus dalam skenario? Bagaimana patofisiologi penurunan visus? Apa hubungan nyeri mata dengan penurunan visus pada mata tenang? Apa saja macam-macam kelainan refraksi, bagaimana mekanismenya, dan bagaimana penatalaksanaannya masing-masing?

8. 9.

Bagaimana langkah-langkah pemeriksaan visus? Bagaimana langkah-langkah koreksi mata?

10. Bagaimana cara menghitung axis silinder? 11. Apa saja indikasi pemeriksaan-pemeriksaan mata: uji pinhole, persepsi warna, proyeksi sinar, tonometri, konfrontasi, refleks fundus? 12. Apa perbedaan kelainan pasien 1 dan 2 dalam skenario, dan bagaimana penatalaksanaannya masing-masing?

C. Tujuan Penulisan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Mengetahui struktur anatomi, fisiologi, dan histologi sistem penglihatan Mengetahui hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan pada skenario Mengetahui penyebab penurunan visus pada mata tenang Mengetahui diagnosis banding dari kasus dalam skenario Mengetahui patofisiologi penurunan visus Mengetahui hubungan nyeri mata dengan penurunan visus pada mata tenang Mengetahui macam-macam kelainan refraksi, bagaimana mekanismenya, dan bagaimana penatalaksanaannya masing-masing 8. 9. Mengetahui langkah-langkah pemeriksaan visus Mengetahui langkah-langkah koreksi mata

10. Mengetahui cara menghitung axis silinder 11. Mengetahui indikasi pemeriksaan-pemeriksaan mata: uji pinhole, persepsi warna, proyeksi sinar, tonometri, konfrontasi, refleks fundus 12. Mengetahui perbedaan kelainan pasien 1 dan 2 dalam skenario, dan bagaimana penatalaksanaannya masing-masing

D. Manfaat Pembelajaran / Learning Objective (LO) 1. 2. 3. 4. Memahami struktur anatomi sistem penglihatan Memahami fisiologis sistem penglihatan Memahami struktur histologi sistem penglihatan Memahami epidemiologi, etiologi, faktor resiko, patofisiologi, dan

penatalaksanaan penurunan visus pada mata tenang 5. 6. 7. 8. Memahami jenis-jenis kelainan refraksi pada mata dan penatalaksanaannya Memahami diagnosis banding dan cara penegakkannya untuk kelainan pada mata Memahami pemeriksaan fisik dan penunjang yang harus dilakukan Memahami penatalaksanaan penyakit, komplikasi, prognosis serta tindakan preventif pada kasus kelainan mata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistem Penglihatan (Hermawan) 1. Bulbus oculi: tunika fibrosa, tunika vaskulosa, tunika nervosa 2. Cornea 3. Sclera 4. Aqueous Humor 5. Corpus Ciliare 6. Iris 7. Pupil 8. Lensa 9. Tunika Nervosa / Retina 10. Musculus 11. Palpebra 12. Apparatus Lacrimalis

B. Fisiologi Sistem Penglihatan Sinar/cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari paketpaket energi mirip partikel yang dinamai foton yang berjalan dalam betuk gelombang. Fotoreseptor di mata hanya peka terhadap panjang gelombang antara 400-700 nm. Cahaya yang terdapat dalam rentang panjang gelombang itu adalah cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Kelompok cahaya tersebut disebut dengan cahaya tampak. Benda di sekitar kita menyerap gelombang cahaya tertentu, sedangkan sebagian gelombang cahaya yang lain dipantulkan, itulah yang menyebabkan kita bisa melihat benda di sekitar kita (Sherwood, 2012). Gelombang cahaya mengalami divergensi (memancar keluar) ke semua arah dari setiap titik sumber cahaya. Berkas cahaya divergen tersebut yang mencapai mata harus 4

dibelokkan ke dalam agar dapat difokuskan kembali ke suatu titik (titik fokus) di retina peka cahaya agar diperoleh bayangan akurat sumber cahaya. Arah berkas cahaya ini akan berubah jika mengenai permukaan medium baru dalam sudut yang tidak tegak lurus. Berbeloknya berkas sinar dikenal sebagai refraksi (pembiasan). Semakin besar kelengkungan permukaan, semakin besar derajat pembelokkan. Permukaan konveks (cembung) menyebabkan konvergensi berkas sinar, sedangkan permukaan konkaf (cekung) menyebabkan divergensi berkas sinar (Sherwood, 2012). Berkas cahaya dari sumber sinar yang berjarak lebih dari 20 kaki (6 meter) dianggap paralel pada saat berkas tersebut mencapai mata. Sebalikanua berkas cahaya yang berasal dari benda dekat masih tetap berdivergensi ketika mencapai mata. Struktur pertama yang menerima cahaya saat memasuki mata adalah kornea. Kornea berperan paling besar dalam kemampuan refraktif total mata karena perbedaan dalam densitas pada pertemuan udara-kornea jauh lebih besar daripada pada lensa-cairan di sekitarnya dimana cahaya akan mengalami pembiasan selanjutnya (Sherwood, 2012). Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya, karena ada iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur mirip cincin di dalam aqueous humor. Pigmen di iris memberi warna mata. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke interior mata adalah pupil. Ukuran lubang ini dapat disesuaikan oleh kontraksi otot-otot iris untuk menerikma sinar lebih banyak atau lebih sedikit. Iris mengandung 2 set anyaman otot polos, satu sirkular (serat otot berjalan seperti cincin dalam iris), dan satu radial (serat mengarah keluar dari tepi pupil seperti jarijari roda sepeda). Ketika otot sirkular berkontraksi (memendek) maka pupil menjadi lebih kecil (miosis), sedangkan ketika otot radial berkontraksi (memendek) maka ukuran pupil bertambah (midriasis). Otot sirkular disarafi oleh saraf parasimpatis, dan otot radial disarafi oleh saraf simpatis (Sherwood, 2012). Setelah itu cahaya akan diterima oleh lensa. Lensa memiliki kemampuan untuk menyesuaikan kekuatan lensa dengan mencembung atau memipih, yang dikenal sebagai daya akomodasi lensa. Kekuatan lensa ini diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah suatu cincin melingkar otot polos yang melekat ke lensa melalui ligamnetum suspensorium. Ketika otot siliaris relaksasi, ligamentum suspensorium menegang, sehingga menarik lensa menjadi lebih pipih dan lensa menjadi kurang refraktif. Ketika tekanan pada ligamentum suspensorium berkurang, lensa menjadi lebih cembung dan kekuatan lensa akan 5

meningkat. Lensa yang lebih cembung akan lebih membelokkan berkas sinar. Oleh karena itu, pada mata normal, otot siliaris melemas untuk melihat jauh, dan otot siliaris berkontraksi untuk melihat dekat (Sherwood, 2012). Setelah melewati proses-proses di atas, berkas cahaya akan difokuskan ke sel fotoreseptor retina, yaitu sel batang dan sel kerucut. Fotoreseptor kemudian akan mengubah energi cahaya menjadi sinar listrik untuk ditransmisikan ke SSP (Sherwood, 2012).

C. Histologi Sistem Penglihatan (Tantan, Gani)

D. Kelainan Refraksi Ada beberapa kelainan dalam pembiasan berkas cahaya yang masuk ke mata. Seperti yang sudah disebutkan, ada 2 struktur utama yang berfungsi dalam pembiasan (refraksi) di mata, yakni kornea dan lensa. Kelainan ini dapat disebabkan kelainan pada struktur kornea, lensa, ataupun kekuatan otot siliaris yang mengatur lensa. Kelainankelainan tersebut antara lain: 1. Miopi (Hermawan) - Pengertian - Mekanisme - Penatalaksanaan 2. Hipermetropi (Syukri) - Pengertian - Mekanisme - Penatalaksanaan 3. Astigmatisma (Hana) - Pengertian - Mekanisme - Penatalaksanaan 4. Presbiopi 6

Presbiopi adalah gangguan akomodasi yang terjadi pada usia lanjut akibat kurang lenturnya lensa dan melemahnya kontraksi badan siliar. Titik terdekat yang masih dapat dilihat terletak makin jauh di depan mata (Arief et al, 2000). Lensa mendapatkan nutrisi dari aqueous humor. Lapisan lensa paling luar yang dekat dengan aqueous humor akan terus diganti. Sedangkan lapisan tengah, yang paling jauh dengan aqueous humor tidak. Lama-kelamaan lapisan ini akan menjadi kaku seiring bertambahnya usia (Arief et al, 2000). Gejala umumnya adalah sukar meihat pada jarak dekat yang biasanya terdapat pada usia 40 tahun, di mana pada usia ini ampitudo akomodasi pada pasien hanya menghasilkan titik dekat sebesar 25 cm. Pada jarak ini seorang emetropia yang berusia 40 tahun dengan jarak baca 25 cm akan menggunakan akomodasi maksimal sehingga menjadi cepat lelah, membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca, dan memerlukan sinar yang lebih terang (Arief et al, 2000). Pasien presbiopi biasanya diberikan kacamata baca untuk membaca dekat dengan lensa sferis positif yang dihitung berdasarkan amplitudo akomodasi pada masing-masing kelompok umur: - + 1.0 D untuk usia 40 tahun - + 1.5 D untuk usia 45 tahun - + 2.0 D untuk usia 50 tahun - + 2.5 D untuk usia 55 tahun - + 3.0 D untuk usia 60 tahun (Arief et al, 2000)

E. Penurunan Visus pada Mata Tenang Penurunan visus pada mata tenang dapat dibedakan menjadi 2 menurut kejadiannya, terjadi secara perlahan ataupun secara mendadak. 1. Penurunan Visus pada Mata Tenang Perlahan a. Glaukoma Kronik (Gisti) - Patofisiologi glaukoma dan macam-macam glaukoma (Arina) b. Katarak (Gisti) 2. Penurunan Visus pada Mata Tenang Mendadak (Daniel, Tantan) 7

3. a. Neuritis Optik b. Ablasi Retina

BAB III PEMBAHASAN

- Interpretasi hasil pemeriksaan di skenario (Arina) - Langkah-langkah pemeriksaan visus (Sanda, Gani) - Langkah-langkah koreksi visus (Alifa) - Pemeriksaan-pemeriksaan mata (Arina, Gani) Untuk mendeteksi kelainan-kelainan pada mata, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti di bawah ini: Uji pinhole Persepsi warna Proyeksi sinar Tonometri Konfrontasi Refleks Fundus - Perbandingan kasus pasien I dan II. Diagnosis banding (Arina) - Penatalaksanaan kasus pasien I dan II (Arina)

BAB IV PENUTUP A. Simpulan (Gani) B. Saran (Gani) 8

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Medica Aesculpalus, FKUI Sherwood, Laurale. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai

  • TEXT1
    TEXT1
    Dokumen1 halaman
    TEXT1
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Text 6
    Text 6
    Dokumen1 halaman
    Text 6
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Text 1
    Text 1
    Dokumen1 halaman
    Text 1
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Text 2
    Text 2
    Dokumen7 halaman
    Text 2
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Text 4
    Text 4
    Dokumen1 halaman
    Text 4
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Text 2
    Text 2
    Dokumen7 halaman
    Text 2
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Text 5
    Text 5
    Dokumen1 halaman
    Text 5
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Text 7
    Text 7
    Dokumen1 halaman
    Text 7
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Text 7
    Text 7
    Dokumen1 halaman
    Text 7
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 1
    Kompas 1
    Dokumen10 halaman
    Kompas 1
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Text 3
    Text 3
    Dokumen1 halaman
    Text 3
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Text 4
    Text 4
    Dokumen1 halaman
    Text 4
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 8
    Kompas 8
    Dokumen5 halaman
    Kompas 8
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 1
    Kompas 1
    Dokumen10 halaman
    Kompas 1
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 2
    Kompas 2
    Dokumen11 halaman
    Kompas 2
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 6
    Kompas 6
    Dokumen6 halaman
    Kompas 6
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 16
    Kompas 16
    Dokumen7 halaman
    Kompas 16
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 5
    Kompas 5
    Dokumen7 halaman
    Kompas 5
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 3
    Kompas 3
    Dokumen7 halaman
    Kompas 3
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 4
    Kompas 4
    Dokumen7 halaman
    Kompas 4
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 7
    Kompas 7
    Dokumen7 halaman
    Kompas 7
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 9
    Kompas 9
    Dokumen5 halaman
    Kompas 9
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 15
    Kompas 15
    Dokumen5 halaman
    Kompas 15
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 11
    Kompas 11
    Dokumen5 halaman
    Kompas 11
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 10
    Kompas 10
    Dokumen4 halaman
    Kompas 10
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 14
    Kompas 14
    Dokumen4 halaman
    Kompas 14
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 15
    Kompas 15
    Dokumen5 halaman
    Kompas 15
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 12
    Kompas 12
    Dokumen4 halaman
    Kompas 12
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 16
    Kompas 16
    Dokumen6 halaman
    Kompas 16
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat
  • Kompas 7
    Kompas 7
    Dokumen6 halaman
    Kompas 7
    Joachim Gard
    Belum ada peringkat