Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Bioskop adalah tempat untuk menonton pertunjukan film dengan menggunakan layar lebar. Gambar film diproyeksikan ke layar menggunakan proyektor. Bioskop pertama di Indonesia berdiri pada Desember 1900, di Jl Tanah Abang I, Jakarta Pusat, karcis kelas I harganya dua gulden (perak) dan harga karcis kelas dua setengah perak. Dalam perkembangannya bioskop di tanah air mengalami banyak sekali perubahan. Bioskop yang awal berdiri adalah sebuah gedung pertunjukan kini mulai hadir di mall karena saat ini keberadaannya dianggap sebagai fasilitas hiburan yang mempunyai daya tarik bagi pengunjung untuk datang ke pusat perbelanjaan. Menonton film di bioskop/cinema saat ini telah menjadi sebuah lifestyle bagi masyarakat metropolis yang membutuhkan hiburan. Akan tetapi seiring dengan perkembangannya, tingat kepuasan penonton semakin tinggi sehingga bioskop yang ada sekarang menjadi kurang serta bioskop lebih identik dengan kegiatan anak muda yang juga berpengaruh pada desain interiornya, sehingga kurang dapat menarik seluruh golongan usia. Saat ini penonton bioskop di Surabaya adalah mayoritas berusia remaja antara 17 - 25 tahun serta masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Cinema 21 memiliki jaringan bioskop terbanyak yang tersebar di seluruh Nusantara. Sebelum Cinema XXI berdiri, Cinema 21 menguasai keseluruhan pangsa pasar penonton bioskop Indonesia dengan memberlakukan harga tiket bervariasi dan jenis film yang diputar, sesuai dengan lokasi dan target yang dituju.

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT 1.2.1 Tujuan

Dalam pelaksanaan perancangan desain Cinema 21 ini akan memberikan suatu penting bagi perkembangan desain Cinema 21. Adapun arah tujuannya adalah : Memanfaatkan eksisting agar memiliki fasilitas dan elemen pendukung interior yang lebih baik. Medesain interior auditorium studio 1 Cinema 21 dengan pelbagai penambahan fasilitas sebagai daya tarik utama.

BAB I | PENDAHULUAN 1

Konsumen dapat mengalami sensasi yang berbeda dari fasilitas dan suasana bioskop yang baru.

1.2.2 Manfaat Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari perancangan ini adalah : Pengembangan Cinema 21 pada fasilitasnya akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi semua pihak yang terkait. Berikut adalah manfaat yang didapat dari proses desain Cinema 21, yaitu : 1. Akademisi Dari hasil desain interior Cinema 21 diharapkan dapat menjadikan bahan atau acuan bagi insan akademisi yang akan merancang sarana pelayanan jasa seperti Cinema 21 maupun jaringan bioskop lainnya. Menambah pengetahuan tentang kajian visual display, tata akustik ruangan, hingga commercial theater design. Adapun kekurangan dan kelebihan yang ada pada hasil penelitian ini, dapat memperkaya ilmu bagi pembaca dan dapat menghasilkan perancangan yang lebih baik lagi. 2. Pihak yang terkait a. Cinema 21 ( owner ) Penelitian ini akan bermanfaat sebagai masukan dalam merealisasikan pengembangan desain interior Cinema 2. Adapun manfaat yang dapat diperoleh, yaitu : Memberikan image baru dalam perancangan sarana dan prasarana Cinema 21 di Surabaya. Meningkatkan kredibilitas dan profit pendapatan Cinema 21 sebagai salah satu jaringan bioskop di Surabaya. b. Bagi Masyarakat ( customer) Menjadikan salah satu alternatif tempat hiburan bagi konsumen yang cukup menarik di Surabaya.

1.3 PERMASALAHAN 1.3.1 Latar Belakang Masalah Setelah Cinema XXI berdiri, perlahan Cinema 21 berubah menjadi jaringan bioskop kelas dua, ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain :

2 BAB I | PENDAHULUAN

Exsisting Cinema XXI lebih menarik dan terkesan elegan daripada Cinema 21. Akustik tata suara pada teater Cinema XXI lebih baik daripada Cinema 21 dikarenakan Cinema XXI sudah menggunakan teknologi sistem tata suara THX sedangkan Cinema 21 masih menggunakan teknologi Dolby Digital.

Material Cinema XXI jauh lebih baik daripada Cinema 21, perbedaan dapat ditemukan pada dinding, karpet dan lighting.

Cara pemesanan tiket yang lebih praktis serta pemasangan layar LCD yang memutar trailer film film yang akan datang pada Cinema XXI membuat fasilitas Cinema 21 terlihat sangat kurang.

1.3.2

Identifikasi Masalah Kurang adanya daya tarik pada Cinema 21 Perbedaan image antara Cinema 21 dengan Cinema XXI Teknologi Cinema XXI lebih baik daripada Cinema 21 Tata suara yang masih sederhana

1.3.3

Batasan Masalah Adapun batasan-batasan yang perlu diperhatikan dalam menganalisa proyek ini adalah : Menggunakan eksisting yang ada sehingga tidak dapat mengubah layout yang sudah ada. Menciptakan desain interior auditorium Cinema 21 dengan image baru yang disesuaikan dengan segmentasi konsumen. Segmentasi pasar pengunjung Cinema 21 adalah kalangan menegah kebawah sampai menengah keatas. Golongan konsumen yang dituju adalah masyrakat sosial maupun individual baik remaja sampai dewasa.

1.3.4

Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah diatas ditemukan perumusan masalah dalam pelaksanaan desain Cinema 21, yaitu : Menciptakan image baru Cinema 21 yang dapat memberikan suasana baru sebagai fenomena gaya hidup masyarakat, sesuai segmentasi dan golongan konsumen yang dituju.

BAB I | PENDAHULUAN 3

1.4 METODOLOGI PENELITIAN Metode desain yang digunakan dalam medesain Cinema 21 yaitu metode pendekatan kasus dan survey lapangan. Penggunaan metode tersebut bertujuan mempelajari latar belakang keadaan bioskop serta membandingkan dengan isu-isu yang terbaru tentang bioskop dari pendapat masyarakat. Proses pencapaian konsep desain dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :

1.4.1 Tahap Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data digunakan untuk mencari data informasi yang relevan dari berbagai sumber,antara lain terdiri dari : Survey Lapangan ( Data Primer ) Pada tahapan Survey Lapangan terjadi proses pengumpulan data dengan cara menyebarkan kuisioner, serta dokumentasi eksisting di lapangan ( observasi ). Studi Literatur ( Data Sekunder ) Merangkum teori-teori pendukung yang terkait dengan latar belakang dan isu-isu tentang eksisting obyek yang akan didesain dengan pencarian data melalui berbagai sumber antara lain dari buku-buku, artikel , internet ,seminar dan sebagainya.

1.4.2 Tahap Identifikasi Permasalahan Tahap ini merupakan tahap pengumpulan informasi melalui pengamatan terhadap obyek kemudian melakukan studi pada obyek berdasarkan definisi, fungsi dan latar belakang yang terkait dengan obyek dan user. Setelah mendapatkan permasalahan yang dimaksud berdasarkan survey kemudian akan disimpulkan permasalahan mengenai obyek tersebut dengan menerapkan batasan.

1.4.3 Tahap Analisa Tahap analisa merupakan tahap menguraikan permasalahan yang ada untuk mendapatkan gambaran obyek secara menyeluruh, dimana dalam proses ini akan ditentukan parameter atau tingkat keberhasilan desain pada obyek berdasarkan fakta eksisting dibandingkan dengan standar yang berlaku. Penilaian analisa dilakukan dengan memperhatikan beberapa macam analisa yang melatar belakangi obyek, yaitu meliputi : 1.4.3.1 Analisa Style Yaitu melalui mempelajari gothic dan perkembangannya. 1.4.3.2 Analisa Bentuk Mempelajari bentuk - bentuk gothic dan pengaplikasiannya pada element interior. Serta analisa bentuk-bentuk penunjang lain yang terdapat pada interior bioskop seperti furniture. 4 BAB I | PENDAHULUAN

1.4.3.3 Analisa Kebutuhan Ruang Mempelajari fasilitas-fasilitas yang ada pada bioskop pada umumnya 1.4.3.4 Analisa Site dan Eksisting Site Mempelajari site, penyesuaian lay out dan fungsi ruang dari bioskop . 1.4.3.5 Analisa Ergonomi Melalui aktifitas pegawai dan pengunjung sebuah bioskop hingga mendapat kesimpulan sirkulasi ruang .

BAB I | PENDAHULUAN 5

Halaman ini sengaja dikosongkan

6 BAB I | PENDAHULUAN

Anda mungkin juga menyukai