Anda di halaman 1dari 12

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK DENGAN STRATEGI SELFMANAGEMENT UNTUK MENGURANGI KEBIASAAN BERMAIN VIDEO GAMES Cari Wijayanti1 dan

Muhari2 ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji penerapan konseling kelompok dengan strategi self management untuk mengurangi kebiasaan bermain video games siswa. Jenis penelitian ini adalah pre eksperimen dengan jenis pre-test dan post-test one group design, sedangkan subjek penelitiannya adalah 6 siswa yang memiliki tingkat kebiasaan bermain video games tinggi di kelas VIII-E SMP Negeri 1 Ngadirojo-Pacitan. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang siswa yang memiliki kebiasaan bermain video games tinggi adalah dari angket yang dikembangkan sendiri. Teknik analisis data yang digunakan adalah Uji Tanda. Hasil analisis Uji Tanda menunjukkan bahwa nomor urut yang bertanda negatif sejumlah 6 sedangkan yang bertanda positif sejumlah 0, sehingga terdapat perbedaan skor antara pre-test dan post-test. Berdasarkan tabel probabilitas binomial untuk =0,5, N=6, r=0 diketahui ptabel=0,016 dengan =0,05. Sehingga diperoleh > peluang sampel yaitu (0,05>0,016) berarti H0 ditolak dan Ha diterima, maka disimpulkan bahwa ada penurunan kebiasaan bermain video games antara sebelum dan sesudah penerapan konseling kelompok dengan strategi self-management pada siswa kelas VIII-E di SMP Negeri 1 NgadirojoPacitan. Rata-rata penurunan frekuensi bermain video games siswa setelah penerapam konseling kelompok dengan strategi self-management selama 3 minggu adalah 5 bermain dengan rata-rata penurunan durasi bermainnya 1 jam per permainan.

Kata kunci : Konseling Kelompok, Strategi Self-Management, Kebiasaan Bermain Video Games Pendahuluan Abad 21 merupakan perkembangan teknologi tingkat tinggi, mulai industri modern, internet, hand phone, dan lain sebagainya, guna memenuhi kebutuhan informasi dan teknologi manusia. Globalisasi dan modernisasi dalam bidang teknologi dan komunikasi semakin memudahkan arus informasi dan komunikasi. Hal itu menimbulkan perubahan pada bentuk nilai-nilai kehidupan secara bebas. Perubahan bentuk pada nilai-nilai kehidupan ini tidak bisa dihindari lagi, karena merupakan muatan global dari informasi dan komunikasi itu sendiri. Akses terhadap teknologi informasi pun semakin mudah. Orang-orang tidak lagi harus kesulitan untuk berkomunikasi dengan teman atau saudara yang sangat jauh jaraknya. Demam video games marak ditemukan pada kelompok anak pra-remaja dan remaja di berbagai belahan dunia. Situs http://www.infosehat.com menulis, anak laki-laki yang biasa bermain game di malam hari setelah mengerjakan pekerjaan rumah terancam mengalami masalah tidur dan daya ingat. Sebagaimana yang telah dimuat dalam Manado Post dan blog Forum Kami, dalam jurnal Pediatrics, Markus dan tim meneliti 11 orang anak sehat yang berusia 12 hingga 14 tahun. Markus dan tim meneliti jam tidur malam mereka dan meminta mereka untuk menjalani tes memori verbal sebelum dan sesudah bermain game. Hasilnya, setelah memainkan game tersebut, anak-anak butuh waktu lama untuk tidur. Sejumlah penelitian pada anak menunjukkan permainan game interaktif dapat menyebabkan
1 2

Alumni Prodi BK FIP Unesa Staf Pengajar prodi BK FIP UNESA

peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernafasan. Sistem syaraf juga lebih terangsang. Tes kognitif yang dilakukan pra dan pasca game komputer juga menunjukkan penurunan kemampuan daya ingat. Hal ini menunjukkan bahwa bermain game atau menonton film berdampak besar terhadap proses belajar, termasuk terhadap kemampuan mengingat hal-hal yang baru saja terjadi. Bermain game cukup mengancam kegemaran membaca anak usia pra remaja. Dari sebuah penelitian di Amerika Serikat menunjukkan kebiasaan bermain game dapat membuat anak mengabaikan pekerjaan rumah dan lebih sedikit membaca. Jika video game dimainkan sekali-sekali, video game tidak berbahaya. Namun jika dilakukan berlebihan, kebiasaan ini dapat mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti bekerja, belajar, dan aktivitas keseharian lainnya. Jika game sampai mengendalikan perilaku dan kehidupan sehari-hari seseorang, maka dapat dikatakan bahwa penggunaan video game berdampak negatif. Dari sisi kesehatan, Penelitian Griffiths menyimpulkan, pada anak usia awal belasan tahun menunjukkan bahwa hampir sepertiga waktu digunakan anak untuk bermain video game setiap hari. Yang lebih mengkhawatirkan, sekitar 7% bermain paling sedikit selama 30 jam per minggu. Selama itu, anak kita hanya duduk sehingga memberi dampak pada sendisendi tulangnya. Seperti dikemukakan Rab A.B., di London terdapat fenomena "Repetitive Strain Injury" (RSI) yang melanda anak berusia 7 tahun. Penyakit ini semacam nyeri sendi yang menyerang anak-anak pecandu video game. Jika tidak ditangani secara serius, dampak yang terparah adalah menyebabkan kecacatan pada anak. Hal semacam inilah yang seharusnya patut diperhatikan (Lestari, 2008). Dalam penelitian ini menggunakan Layanan konseling kelompok. Konseling kelompok ini dapat dikombinasi dengan menggunakan strategi konseling yaitu self-management. Selfmanagement adalah suatu proses dimana klien mengarahkan perubahan tingkah laku mereka sendiri, dengan menggunakan satu strategi atau kombinasi strategi (Nursalim dkk, 2005:146). Strategi self-management terdiri dari self-monitoring adalah upaya klien untuk mengamati diri sendiri, mencatat sendiri tingkah laku tertentu tentang dirinya dan interaksi dengan peristiwa lingkungan. Stimulus control adalah merangsang sebelumnya antecedent atau isyarat pedoman/petunjuk untuk menambah atau mengurangi tingkah laku. Self-reward adalah pemberian hadiah pada diri sendiri, setelah tercapainya tujuan yang diinginkan. Lebih lanjut dikatakan bahwa permasalahan yang dapat diatasi dengan menggunakan strategi selfmenagement antara lain : (1) Kontrol berat badan (2) Latihan Keterampilan hubungan interpersonal (3) Kecemasan (4) Kecanduan (5) Depresi (6) Imsomnia (7) Prestasi Belajar. Konseling kelompok dengan strategi self-management dapat digunakan dalam penanganan permasalahan kebiasaan bermain video games, dengan mengacu pendapat Nursalim (2005:147-148), yaitu kebiasaan yang mengarah pada kecanduan adalah salah satu problem atau masalah yang dapat ditangani dengan menggunakan strategi self-management. Dilakukan dalam suasana konseling kelompok agar siswa yang mengalami permasalahan akan lebih mudah membicarakan permasalahan yang mereka hadapi bersama-sama dengan anggota kelompok yang lain (Winkel dan Hastuti, 2007:593-594). Melalui tahapan dalam konseling kelompok, yaitu (1) tahap Pembentukan (2) Tahap Peralihan (3) Tahap Kegiatan dan (4) Tahap Pengakhiran, siswa yang memiliki permasalahan kebiasaan bermain video games pada tingkat yang tinggi, akan bersama-sama membahas permasalahan tersebut, saling bertukar pikiran bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut. Pada tahap kegiatan dalam konseling kelompok, konselor akan memberikan strategi self-management untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh siswa. Siswa diharapkan mampu melaksanakan selfmonitoring, stimulus control dan self-reward. Hasil dari setiap pertemuan akan dibahas secara bersama-sama dengan anggota kelompok yang lain. Setiap anggota kelompok dapat memberikan ide atau pendapatnya bagaimana cara melakukan strategi tersebut sehingga permasalahan kebiasaan bermain video games dapat dikurangi dan diatasi.

Bermain Video Games 1. Pengertian Video Games Dunia video games bukan hanya besar, melainkan juga beragam. Ada game dingdong : mesin-mesin yang menggunakan koin, umumnya satu game per mesin. Ada juga game komputer, yang dimainkan di komputer pribadi (PC). Ada juga game genggam, baik yang khusus (seperti perangkat permainan memancing ikan) maupun yang mampu memainkan banyak game berbeda (seperti Nintendo GameBoy). Dan ada game digital seperti Sony Play Station, yang berjalan pada konsol dan menampilkan gambarnya di TV kita. Perbedaan-perbedaan ini tidak hanya meliputi bentuk perangkat, namun juga melebar hingga karakteristik game yang dimainkan dan cara pengguna memainkan (Beck dan Wade, 2007:8). Menurut Depdiknas dalam KBBI (2005:146-1261), istilah kebiasaan adalah sesuatu yang biasa dikerjakan, pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukan secara berulang untuk hal yang sama. Sedangkan bermain adalah melakukan sesuatu untuk bersenang-senang. Berdasarkan istilah tersebut dapat dikatakan bahwa kebiasaan bermain games adalah sesuatu yang biasa dikerjakan atau dilakukan individu secara berulang-ulang untuk bersenang-senang yaitu dalam pembahasan ini dikhususkan pada permainan play station, game online (games yang langsung terkoneksi dengan internet) dan permainan komputer. Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas, permainan video game adalah permainan yang menggunakan interaksi dengan antarmuka pengguna melalui gambar yang dihasilkan oleh piranti video. Permainan video umumnya menyediakan system penghargaan, misalnya skor, yang dihitung berdasarkan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam menyelesaikan tugas-tugas yang ada di dalam permainan. Lebih lanjut dikatakan permainan komputer adalah permainan yang dikendalikan oleh komputer, dimana para pemain mempengaruhi benda-benda yang terlihat di layar untuk tujuan hiburan. Video game pada dasarnya adalah bentuk yang sama hiburan, tetapi tidak hanya mengacu ke permainan yang berjalan di komputer pribadi, tetapi juga pada konsol dan mesin arcade. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat kita simpulkan bahwa kebiasaan bermain video games adalah sesuatu yang dilakukan individu secara berulang-ulang untuk kesenangan, dengan menggunakan permainan play station, game online (games yang langsung terkoneksi dengan internet) dan permainan komputer. 2. Dampak Positif dan Negatif Permainan Video Games Ternyata video games tidak hanya digemari oleh anak-anak saja, tidak sedikit orang tua yang tertarik dan tertantang untuk bermain video games. Setelah ditelaah, ada beberapa manfaat yang positif dirasakan pemain video games ini, sehingga orang menjadi ketagihan bermain video games. a. Dampak Positif 1) Dapat memberi rasa rileks dan mengendorkan urat syaraf dari kebiasaan rutin atau lelah bekerja 2) Melatih kemampuan pemain untuk konsentrasi dan memusatkan perhatian 3) Melatih memecahkan masalah dengan analisa kemampuan untuk mengatur sistematis kerja untuk mancapai tujuan 4) Mengembangkan kecepatan reaksi dan persepsi audio visual 5) Tidak membuat orang gampang putus asa 6) Melatih mengembangkan kesabaran dan ketekunan

7) Melatih mengembangkan kreatifitas dan imajinasi berpikir secara lebih luas 8) Membentuk rasa percaya diri b. Dampak Negatif Permainan video games disamping memberi nilai-nilai positif, juga memiliki dampak negatif bagi pemainnya. Hal-hal negatif inilah yang harus kita waspai dan antisipasi. Dampak negatif permainan video games, antara lain : 1) Dapat membuat pemainnya lupa waktu, lupa belajar, lupa tugas dan tanggungjawab 2) Dapat membuat pemainnya tidak produktif, karena waktunya habis untuk bermain video games 3) Dapat meningkatkan agresifitas pemainnya, karena pengaruh aksi-aksi kekerasan yang terbiasa disaksikan 4) Dapat menyebabkan anti social, karena keranjingan main video games 5) Dapat menyebabkan ketegangan emosional antara orang tua dan anak yang kecanduan main video games (Surya, 2005: 46-47). Griffiths, seorang pakar video game, mengungkapkan bahwa game bisa membuat orang lebih bermotivasi. "Video game abad ke-21 dalam beberapa segi lebih memberi kepuasan psikologis daripada game tahun 1980-an." Untuk memainkannya perlu keterampilan lebih kompleks, kecekatan lebih tinggi, serta menampilkan masalah yang lebih relevan secara sosial dan gambar yang lebih realistis. Kata kunci dari pernyataan tersebut adalah "kepuasan psikologis", di mana anak terdorong untuk menuntaskan dan memenangkan permainan yang ada di video game tersebut (Lestari, 2008). Dampak negatif video game yang bisa menjadi candu bagi anak-anak kita. Dalam hal ini bukan dampak yang bersifat sementara, namun dampak yang bersifat jangka panjang, yang sedikit banyak berpengaruh pada perkembangan aspek pendidikan, kesehatan, keadaan psikis anak, dan kehidupan sosial anak (Lestari, 2008). Beberapa dampak di atas secara garis besar dapat disimpulkan bahwa dampak kebiasaan bermain video games berpengaruh pada perilaku anak. Pengaruh negatif yang dialami oleh anak berhubungan dengan pola perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari, antara lain : lupa waktu, tidak bisa mengatur waktu antara bermain, belajar dan membantu orang tua, sering terlambat sekolah, sering membolos sekolah. Dampak tersebut sangat erat kaitannya dengan masalah pengaturan waktu anak dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, jika anak mampu mengatur waktu, mengelola diri dalam aktifitas dan kegiatan hariannya, maka dampak negatif yang timbul dari kebiasaan bermain video games yang tidak terkontrol akan dapat di atasi. 3. Sebab dan Pengaruh Video Games bagi Individu Menurut Kusuma (2008), anak-anak senang bermain games, karena games itu menarik mereka untuk berperan aktif di dalamnya. Mereka menjadi pelaku utama dan penentu kemenangan. Tak ada yang sanggup menghalangi mereka karena niat yang begitu kuat untuk mendapat skor yang tinggi. Games telah membuat pembelajaran yang mengundang. Mengundang mereka dengan suasana asyik dan menyenangkan. Tak peduli banyaknya tugas sekolah yang datang setelah ini, yang penting mereka enjoy dan rileks dulu. Menurut Henry (2010), apa dan bagaimana game bertindak dan berpengaruh terhadap perilaku anak. a. Imajinasi: Game memberikan imajinasi kepada anak. Seperti yang sudah kita diketahui, pada fase anak-anak, kemampuan imajinasi sedang berkembang dengan pesat. Permainan interaktif elektronik memberikan fitur ini dengan baik. Bandingkan dengan permainan biasa tanpa game misalnya, memang masih asyik tapi kalah jauh dengan game yang penuh dengan warna/grafis dan suara menarik. b. Interaktifitas: Game memberikan interaktif yang baik kepada pemainnya. Bandingkan dengan pelajaran yang cenderung satu arah dimana anak harus mengikuti apa yang

diperintahkan guru. Disini salah satu masalah yang sampai saat ini tidak bisa bertemu, masih banyaknya pola pendidikan di Indonesia yang masih berpola lama yaitu satu arah. c. Kebebasan: Dengan bermain game, si anak bisa belajar dengan nyaman dari kesalahan yang diperbuatnya. Mereka mengatur sendiri minat dan motivasi untuk mencapai tujuan agar bisa bersaing dengan temannya. Bandingkan dengan pelajaran yang menuntut aturan tertentu. Game memang memiliki aturan tertentu, namun juga memiliki kebebasan yang luas untuk berbuat salah dan tidak takut untuk mencoba. Sedangkan di dalam pelajaran, sejak dini anak melihat kalau dia gagal maka dia akan dianggap bodoh. d. Pengulangan: Game interaktif dengan mudah memberikan proses pengulangan yang menantang anak untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukannya. Motivasi anak akan meningkat sejalan dengan kemampuan dia menguasai game tersebut. Bandingkan dengan permainan lain yang tidak mudah diulangi kalau terjadi kesalahan. Menurut Gunadi (2004), banyak hal-hal yang baik dari video games asalkan kita tahu bagaimana mengatur dan memanfaatkannya. Beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa sebab anak bermain video games dan pengaruh yang timbul dari bermain video games bermacam-macam sesuai dengan jenis games yang dimainkan. Sebab dan pengaruh video games tersebut semuanya berhubungan dengan perilaku anak yaitu kegiatan yang berulang-ulang yang dilakukan individu dalam hal ini bermain video games. Pembelajaran dan pengelolaan tingkah laku yang tidak tepat adalah inti dari permasalahan kebiasaan bermain video games. Perilaku anak ini perlu diatur agar dampak yang terjadi karena video games memberikan dampak yang positif bagi perkembangan anak. Corey (2007), menyatakan bahwa manusia dikendalikan oleh kondisi-kondisi lingkungan. Terapi tingkah laku diarahkan pada tujuantujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Gunadi (2004), menyatakan bahwa banyak hal-hal yang baik dari video games asalkan kita tahu bagaimana mengatur dan memanfaatkannya. Permasalahan kebiasaan bermain video games disebabkan karena control diri yang kurang terhadap tingkah laku individu. Keterangan tersebut sejalan dengan pengertian startegi self-management yaitu berfokus pada perubahan tingkah laku, memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Konseling Kelompok dengan Strategi Self-Management 1. Pengertian Konseling Kelompok Menurut pendapat Shertzer dan Stone (dalam Nursalim & Suradi, 2002:72) bahwa konseling kelompok merupakan suatu proses dimana seorang konselor terlibat didalam suatu hubungan dengan sejumlah konseli pada waktu yang sama yang bertujuan untuk membantu siswa dalam memecahkan suatu masalah. Konseling kelompok sebagai suatu proses interpersonal yang dinamis dengan memusatkan kepada kesadaran pikiran dan perilaku, serta berdasarkan fungsi-fungsi terapi yang bersifat memberi kebebasan, berorientasi terhadap kenyataan, katarsis, saling mempercayai, memelihara, dan mendukung. Fungsi terapi diwujudkan dalam kelompok kecil melalui pertukaran masalah-masalah pribadi dengan anggota lain dan konselor Gazda (dalam Nursalim & Suradi, 2002:72). Konseling kelompok merupakan kelompok terapeutik yang dilaksanakan untuk membantu konseli mengatasi masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Konseling kelompok umumnya ditekankan untuk proses remedial dan pencapaian fungsifungsi secara optimal. Pada umumnya konseling diselenggarakan untuk jangka pendek dan jangka menengah.

2. Pelaksanaan dan Tahapan dalam Konseling Kelompok Dalam konseling kelompok terdapat beberapa tahapan, yang dalam tiap tahapnya ada aspek-aspek yang harus dilakukan. Menurut Prayitno (1995:41-60) Tahap-tahap Konseling Kelompok : a. Tahap I : Pembentukan Anggota kelompok hendaknya mengetahui tujuan dibentuknya kelompok. Tema yang diambil adalah pengenalan, perlibatan diri dan pemasukan diri. Kegiatan yang dilakukan antara lain : 1) Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling. 2) Menjelaskan a) cara-cara b) azas-azas konseling kelompok 3) Saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri. 4) Teknik khusus 5) Permainan penghangatan/pengakraban. b. Tahap II : Peralihan Untuk meninjau pemahaman anggota kelompok terhadap apa yang akan dilaksanakannya seperti masih ragu-ragu untuk mengikuti layanan konseling kelompok. Lihat suasana dan situasi anggota kelompok. Tema yang diambil adalah pembangunan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga. Kegiatan yang dilakukan antara lain : 1) Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya. 2)Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga). 3) Membahas suasana yang terjadi. 4) Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota. 5) Kalau perlu kembali ke beberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan). c. Tahap III : Kegiatan Pelaksanaan inti kegiatan dari konseling kelompok. Kegiatan yang dilakukan: 1) Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah yang akan dibahas. 2) Menetapkan masalah yang akan dibahas dibahas 3) Anggota membahas masalah tersebut secara mendalam dan tuntas. 4) Kegiatan selingan. d. Tahap IV : Pengakhiran Mengecek apa yang telah dicapai anggota kelompok (evaluasi). Penyampaian kesan dan pesan serta menanyakan kapan akan dilaksanakan layanan konseling kelompok kembali. Kegiatan yang dilakukan antara lain : 1)Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri. 2)Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan. 3) Membahas kegiatan lanjutan. 4)Mengemukakan pesan dan harapan. 3. Pengertian Strategi Self-Management Menurut Cormier (1985:519), Self-Management is a process in which client direct their own behavior change with an one therapeutic strategy or a combination of strategy (Self-Management adalah suatu proses dimana klien mengarahkan perubahan tingkah lakunya sendiri dengan menggunakan satu startegi atau kombinasi startegi). Self-Management adalah kemampuan untuk mengelola pikiran, perilaku dan perasaan dalam diri seseorang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam manajemen diri terkandung tiga unsur utama yakni perasaan (affection), perilaku (behavior) dan

pikiran (cognition) yang kemudian disingkat menjadi ABC. Konsep manajemen diri ini mulai dikenalkan oleh Yates (1989) dan pada tahun 1999 self-management ini disempurnakan oleh O'Keefe dan Berger dalam bukunya yang berjudul self-management on college student: approach ABC. Manajemen diri ini sangat berguna bagi siapa saja yang ingin mengelola dirinya dalam kehidupan yang lebih baik. (http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_diri). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Self-Management adalah strategi yang memberikan kesempatan pada klien untuk mengatur atau memantau perilakunya sendiri dengan satu strategi atau kombinasi strategi untuk mengubah perilaku. 4. Tahap-tahap dalam Strategi Self-Management Cormier (1985), memberikan tahap-tahap dalam strategi Self-Management sebagai berikut : Tahap 1 : Klien mengidentifikasi, mencatat sasaran perilaku dan mengontrol penyebab serta akibatnya. Tahap 2 : Klien mengidentifikasi perilaku yang diharapkan arah perubahannya. Tahap 3 : Konselor menjelaskan kemungkinan strategi Self-Management Tahap 4 : Klien memilih satu atau lebih strategi self-management. Tahap 5 : Klien menyatakan secara verbal persetujuan untuk menggunakan tahap kedua dan tahap keempat. Tahap 6 : Konselor memberi instruksi dan model strategi yang dipilih. Tahap 7 : Klien mengulangi pemahaman strategi yang dipilih. Tahap 8 : Klien menggunakan strategi yang dipilih. Tahap 9 : Klien mencatat penggunaan strategi serta tingkat perilaku sasaran. Tahap 10 : Data klien diperiksa oleh konselor dan klien, kemudian klien melanjutkan dan membuat revisi program. Tahap 11 : Membuat catatan dan penyajian data pada diri sendiri dan penguat demi kemajuan klien. METODE Jenis penelitian ini adalah pre eksperimen dengan jenis pre-test dan post-test one group design, sedangkan subjek penelitiannya adalah 6 siswa yang memiliki tingkat kebiasaan bermain video games tinggi di kelas VIII-E SMP Negeri 1 Ngadirojo-Pacitan. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang siswa yang memiliki kebiasaan bermain video games tinggi adalah dari angket yang dikembangkan sendiri. Penerpan konseling kelompok dengan strategi self-management dilakukan 8 pertemuan dengan menggunakan tahapan dalam konseling kelompok yaitu tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan yang di dalamnya diterapkan langkah-langkah strategi selfmanagement dan tahap pengakhiran. Data dianalisis dengan menggunakan teknik statistik non parametrik dengan menggunakan Uji Tanda. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Setelah data yang terkumpul dengan metode yang telah ditentukan tahap berikutnya adalah menganalisis data. Analisis data harus dilakukan dengan cermat dan teliti, agar dapat dilakukan penarikan kesimpulan dengan benar.

Analisis data dimaksudkan untuk menganalisis data yang terkumpul dengan menggunakan analisis tertentu. Melalui analisis ini akan diuji hipotesis yang diajukan, yang pada gilirannya dapat diambil kesimpulan terhadap hasil penelitian tersebut. Dibawah ini disajikan data mengenai analisis data kebiasaan bermain video games siswa. Tabel 1 Hasil Analisis Pre-test dan Post-test Subjek
NO 1 2 3 4 5 6 SUBJEK AAP HBH RWR FHA RER DBA SKOR PRE-TEST (X) POST-TEST (Y) 66 57 72 64 69 47 66 55 67 59 67 48 TANDA PERBEDAAN (Y - X)

Prosedur sign test dengan sampel kecil dimulai dengan menentukan kriteria tiada perbedaan (Reksoatmodjo, 2007:148-149). Jika suatu pengujian menunjukkan tidak ada perbedaan, maka skor meningkat dan mengurangi haruslah sama banyaknya atau median perbedaan antara dua jenis rasa itu haruslah nol. Hipotesis nol yang hendak diuji adalah H0 = Tidak ada perbedaan tingkat kebiasaan bermain video games antara sebelum dan sesudah penerapan Konseling Kelompok dengan Strategi Self Management. Ha = Ada perbedaan tingkat kebiasaan bermain video games antara sebelum dan sesudah penerapan Konseling Kelompok dengan Strategi Self Management. Tanda negative (-) menunjukkan adanya penurunan kebiasaan bermain video games dan tanda positif (+) menunjukkan adanya peningkatan. Berdasarkan konsep tersebut, maka hipotesis stastistika ditulis: H0 : = 0,50 Ha : > 0,50 Dimana = peluang kebiasaan bermain video games terkurangi. Tingkat signifikansi = 0,05. Dari tabel diketahui N=6 [jumlah tanda positif (+) dan tanda negatif (-)] dan jumlah terkecil r=0 (tidak ada yang bertanda positif). Untuk menentukan signifikansi sampling dilakukan dengan pertolongan tabel probabilitas binomial untuk =0,5, N=6, r=0. Sehingga diketahui ptabel=0,016 (diperoleh dari lajur N=6 dan kolom r=0; angka yang didapat dibagi 1000). Rumusan keputusan adalah : Terima H0 jika peluang sampel atau ptabel Tolak H0 dan Ha, jika > peluang sampel Hasil dari analisis data di atas adalah > peluang sampel (0,05>0,016). Jadi H0 ditolak dan Ha diterima, maka disimpulkan bahwa ada penurunan kebiasaan bermain video games antara sebelum dan sesudah penerapan konseling kelompok dengan strategi selfmanagement pada siswa kelas VIII-E di SMP Negeri 1 Ngadirojo. Pembahasan Berdasarkan hasil angket pre-test dapat diketahui bahwa ada 6 subjek yang memiliki kebiasaan bermain video games tinggi. Untuk mengurangi kebiasaan bermain video games

agar tidak memberikan dampak negatif bagi kegiatan yang lain, maka selanjutnya diberikan perlakuan Konseling Kelompok dengan Strategi Self Management dengan hasil yaitu mengurangi kebiasaan bermain video games siswa yang diukur kembali dengan menggunakan angket post test. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis statistik nonparamentrik dengan uji tanda. Sesuai hasil analisis data dengan menggunakan Uji Tanda dapat diketahui N=6 dan r=0 ptabel=0,016 berada dalam daerah penolakan atau lebih kecil dari =0,05 yang artinya H o ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ada penurunan skor kebiasaan bermain video games antara sebelum dan sesudah pemberian perlakuan Konseling kelompok dengan Strategi Self Management. Hal ini dapat dilihat pada grafik pre-test dan post-test yang menunjukan bahwa ada perbedaan atau perubahan tingkat kebiasaan bermain video games siswa sebelum dan sesudah penerapan Konseling Kelompok dengan Strategi Self Management. Hasil pre-test dan post-test konseli semuanya mengalami penurunan dalam skor kebiasaan bermain video games. Rata-rata penurunan skor setiap individu adalah 13 skor. Penurunan yang paling besar terjadi pada konseli RWR dan DBA, hal ini terjadi karena mereka melaksanakan strategi self-management dengan kesadaran dan motivasi yang tinggi untuk mengurangi kebiasaan bermain video games mereka sehingga hasil yang diperoleh juga maksimal. Sedangkan konseli yang lain sudah berusaha melaksanakan dengan sebaikbaiknya. Hasil yang diperoleh cukup maksimal, sudah mengalami perubahan yang berarti. Jadi dengan penerapan strategi self-management yang dilaksanakan konseli dengan kesadaran dan motivasi yang tinggi yang timbul dari diri konseli dapat memberikan hasil yang maksimal. Berdasarkan perubahan frekuensi dan durasi bermain video games konseli, penurunan rata-rata frekuensi bermain video games konseli selama 3 minggu yaitu turun 5 dengan penurunan durasi rata-rata 1 jam per permainan. Hal tersebut menguatkan hasil dari post-test konseli yang menunjukkan adanya penurunan skor kebiasaan bermain video games dari pretest ke post-test setelah penerapan konseling kelompok dengan strategi self-management. Dari proses pemberian perlakuan Konseling Kelompok dengan Strategi Self Mamagement dilakukan sebanyak 8 kali pertemuan, tidak ada kendala dalam segi tempat ataupun waktu. Sehingga dalam melakukan penelitian ini dapat tercapai tujuan yang maksimal. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil analisis dengan menggunakan Uji Tanda, diperoleh (kemungkinan harga di bawah H0) = 0,016. Bila taraf (taraf kesalahan) sebesar 5% = 0,05, maka harga 0,016 lebih kecil daripada 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan ada penurunan kebiasaan bermain video games antara sebelum dan sesudah penerapan konseling kelompok dengan strategi selfmanagement pada siswa kelas VIII-E di SMP Negeri 1 Ngadirojo-Pacitan. Berdasarkan analisis individu, diketahui bahwa ada penurunan skor pre-test dan post-test subjek dalam hal kebiasaan bermain video games. Penurunan rata-rata skor setiap individu adalah 13 skor. Hal tersebut juga didukung dengan adanya penurunan frekuensi dan durasi bermain video games subjek setelah diberikan konseling kelompok dengan strategi selfmanagement yaitu penurunan rata-rata 5 bermain dengan durasi turun 1 jam per permainan. Jadi dapat disimpulkan setelah penerapan konseling kelompok dengan strategi selfmanagement, subjek bisa mengurangi kebiasaan bermain video games mereka. Saran

1. Bagi konselor sekolah a. Konselor sekolah dapat menggunakan konseling kelompok dengan strategi selfmanagement sebagai alternatif bantuan kepada siswa yang mempunyai masalah utamanya menyangkut kebiasaan bermain video games b. Penerapan konseling kelompok dengan strategi self-management ini perlu memperhatikan beberapa aspek diantaranya: masalah waktu dan keseriusan siswa dalam melaksanakan latihan sehingga konselor sekolah seyogyanya dapat mempertimbangkan waktu (mengatur waktu yang tepat untuk melaksanakan latihan serta menguasai startegi self-management agar dapat memberikan rasionalisasi yang tepat sehingga siswa dapat mengenal apa sebenarnya strategi self-management itu utamanya menyangkut tujuan yang dapat dicapai setelah dilakukan konseling kelompok dengan strategi self-management 2. Bagi peneliti yang lain a. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-tes post-test one group design, artinya hasil yang diperolah belum dapat diketahui keterandalannya jika diberikan pada kelompok lain yang juga diberikan konseling kelompok dengan strategi self-management, sehingga belum dapat dibandingakan apakah hasil penelitian akan sama dengan kelompok pembanding. Bagi peneliti lain diharapkan dapat menggunakan true experiment design yaitu menggunakan kelompok kontrol sebagai kelompok pembanding. Sehingga hasil yang diperoleh akan lebih sempurna dan bisa memperkuat hasil penelitian. b. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa dapat menambah alat pengumpul data misalnya observasi dan wawancara, karena dalam penelitian ini hanya menggunakan angket sebagai alat pengumpul data. c. Fokus pada subjek penelitian di SMP Negeri 1 Ngadirojo Pacitan, diharapakan dapat diperluas dengan subjek yang besar dan dengan latar belakang masalah yang berbeda.

DAFTAR ACUAN
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Badudu dan Zain. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Beck, C. John dan Wade, Mitchell. 2006. Gamers Juga Bisa Sukses Terjemahan oleh Isman H. Suryaman. 2007. Jakarta: PT Grasindo. Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

Cormier, W. H. dan Cormier L. S. 1985. Interviewing Strategies For Helpers Fundamental Skill and Behavioral Interventions. 2 ed. Monterey, California: Publishing Company. Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dwi L, Kristina. 2008. Jika Anak Telah Kecanduan Video Game (Online). (http://www.sabda.org/c3i/jika_anak_telah_kecanduan_video_game_0, diakses 17 November 2009) Esti W. D, Sri. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Farzana, Aisyah. 2009. 101 Tips & Ide Mencegah Anak Kecanduan Game. Yogyakarta: Edukasia. Gunadi, Paul.2005.Anak dan Video Games (Online).(http://www.e-bina Anak Video Games/c3i/anak_dan_video_games_ Volume 2005, No. 255, diakses tanggal 22 Juni 2010) Gunarso, Singgih. 1979. Psikologi untuk Membimbing. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hadi, Sutrisno. 2000. Statistik Jilid II. Yogyakarta: ANDI. Henry, Samuel. 2010. Mengapa Anak Mencandui Games (Online). (http://samuelhenry.com/mengapa-anak-mencandui-game, diakses 24 maret 2010)

Juliandi, Azuar. 2007. Teknik Pengujian Validitas dan Reliabilitas (Online). (http:/www.azuarjuliandi.com/elearning/, diakses 19 April 2010) Kusumah, Wijaya. 2008. Mengapa Anak Lebih Senang Bermain Games (Online). (http://wijayalabs.wordpress.com/2008/10/29/mengapa-anak-lebih-senangbermain-games/ , diakses 24 Maret 2010) Manado Pos. 2009. Kecanduan Main Video Games Ganggu Kesehatan (Online) (http://mdopost.com/news/index.php, diakses 15 Oktober 2009) Moehnilabib, dkk. 2003. Dasar-dasar Universitas Negeri Malang. Metodologi Penelitian. Malang:

Muhidin, Ali Sambas dan Maman Abdurrahman. 2007. Analisis Korelasi Regresi dan Jalur dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia. Nursalim, Mochamad dan Sastroatmodjo, Suradi. 2002. Layanan Bimbingan dan Konseling. Surabaya: Unesa University Press. Nursalim, Mochamad dkk. Strategi Konseling. Surabaya: Unesa University Press.

Nursalim, Mochamad dan Tri H, Retno. 2007. Konseling Kelompok. Surabaya: Unesa University Press. Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta: Ghalia Indonesia. Prijaksono dan Roy Sembel. 2003. Self Management Guru Terbaik dan Musuh Terbesar Manusia. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Reksoadmodjo, Tedjo N. 2007. Statistik untuk Psikologi dan Pendidikan. Bandung: PT Refika Aditama. Siegels, Sidney. 1992. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia. Soekadji, Soetarlina. 1983. Modifikasi Perilaku Penerapan Sehari-hari dan Penerapan Profesional. Yogyakarta: Libery. Surya, Hendra. 2005. Kiat Mengatasi Penyimpangan Perilaku Anak (2). Jakarta: PT Elex Media Kompetindo. Winkel, W.S dan Hastuti. 2007. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi. Wikipedia. 2008. Manageman Diri (Online). (http://wikipedia.org/wiki/Manajemen_diri+self+management, diakses 19 Oktober 2009)

Anda mungkin juga menyukai