Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

Preseptor : Hendarsyah Suryadinata, dr., SpPD

Disusun Oleh : Sayyid Abdil Hakam P. 130112110658

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD/ RSHS BANDUNG 2013

DEFINISI Merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya pembatasan aliran udara nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Pembatasan aliran udara ini biasanya progresif dan berkaitan dengan terjadinya respon inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel atau gas penyebab. Pembatasan aliran udara kronis yang terjadi pada PPOK disebabkan oleh gabungan kelainan saluran nafas kecil yaitu obstruksi pada bronkiolitis dan destruksi parenkim. Inflamasi yang terjadi kronik akan menyebabkan remodeling dan penyempitan saluran nafas kecil. Kerusakan parenkim paru yang juga disebabkan oleh proses inflamasi menyebabkan terlepasnya hubungan alveolar dengan saluran nafas kecil dan menurunnya elastic recoil paru, akhirnya akan menghilangkan kemampuan saluran nafas untuk tetap terbuka saat ekspirasi.

PATOGENESIS Penyakit paru obstruktif kronik ditandai oleh adanya inflamasi kronik sepanjang saluran nafas, parenkim dan pembuluh pulmonal. Proses lain yang berperan pada patogenesis PPOK adalah ketidakseimbangan antara proteinase dengan antiproteinase di paru serta stress oksidatif. Keduanya merupakan akibat dari proses inflamasi atau sebagai pengaruh dari lingkungan, yaitu dari komponen oksidatif seperti asap rokok atau genetic, seperti definisi -1 antitripsin.. Pada PPOK terjadi peningkatan makrofag, T limfosit (terutama CD8+), dan neutrofil. Pada PPOK sel inflamasi yang telah teraktifasi akan melepaskan berbagai mediator,seperti leukotriene B4, interleukin 8, tumor necrosis factor , mampu merusak struktur paru dan mempertahankan terjadinya inflamasi netrofilik. Kerusakan jaringan yang terjadi akan lebih memperkuat reaksi inflamasi dengan terjadinya pelepasan peptida kemotaktik dari ekstraseluler matriks.

PATOLOGI Perubahan patologi yang karakteristik dari PPOK ditemukan pada saluran udara sentral,perifer, parenkkim paru, dan pembuluh darah pulmonal. Pada saluran udara sentral, seperti trakea, bronki, dan bronkiolus terjadi pelebaran ukuran lebih dari 2-4 mm dari diameter internanya,adanya infiltrat pada sel epitel permukaan akibat dari inflamasi sel, peningkatan sekresi mucus dan pembesaran sel globlet yang

berhubungan dengan hipersekresi mucus. Pada saluran nafas perifer, bronkus kecil dan bronkiolus mempunyai diameter interna kurang dari 2 mm, karena proses inlamasi kronik degnan perlukan dan penyembuhan yang berulang. Akibat dari

proses penyembuhan tersebut akan menghasilkan remodeling dari dinding saluran nafas, dengan peningkatan kolagen dan pembentukan jaringan parut, dan akhirnya akan memeprsempit lumen dan menghasilkan proses obstruksi yang

permanen.Kerusakan parenkim paru pada

pasien PPOK, khas terjadi sebagai

emfisema sentrilobular. Hal ini melibatkan proses dilatasi dan kerusakan dari bronkioli respiratorius. Kerusakan ini sering terjadi pada paru-paru sebelah atas pada sedikit kasus, tetapi pada penyakit yang sudah lanjut memberikan gambaran difus di seluruh paru dan juga melibatkan kerusakan pembuluh kapiler paru. Ketidak seimbangan proteinase endogen dan antiproteinase di paru karena factor genetic atau akibat dari sel inflamasi dan mediatornya merupakan mekanisme utama dari kerusakan yang menyebabkan emfisema paru. Stres oksidatif, mempunyai konsekwensi terhadap terjadinya proses inflamasi juga ikut berperan. Perubahan pembuluh darah pulmonal ada PPOK, mempunyai karakteristik yaitu adanya penebalan dari dinding pembuluh darah yang merupakan awal dari proses kelainan tersebut, diikuti oleh penebalan dari intima, merupakan awal dari perubahan struktur, dan adanay peningkatan dari otot polos dan infiltrasi dari dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Pada PPOK yang berat, terjadi peningkatan dari jumlah otot polos, proteoglikan, dan kolagen, yang pada akhirnya menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah.

PATOFISIOLOGI Perubahan patologi pada paru-paru berhubungan dengan perubahan fisiologi akibat kelainan tersebut, seperti adanya hipersekresi mucus, gangguan fungsi silia,pembatasan aliran udara, hiperinlasi paru, abnormalitas perubahan gas, hipertensi pulmonal, dan cor pulmonale. Adanya hipersekresi mucus dan gangguan fungsi silia menyebabkan gejala batuk yang ekspektoriasi, gejala ini timbul bertahun-tahun sebelum adanya perubahan dari abnormalitas fisiologi lainnya berkembang. Pembatasan aliran udara ekspirasi, dapat diukur dengan spirometri, merupakan tanda dari perubahan fisiologi pada PPOK merupakan kunci dari diagnosis PPOK. Pada PPOK terjadi kelainan yang menyebabkan obstruksi saluran udara dan mempunyai hubungan dengan peningkatan resisten dari saluran udara. Kerusakan sambungan 3

alveoli, yang mana akan menghambat kemampuan dari saluran kecil untuk mempertahankan patensinya,hanya berperanan kecil pada PPOK. Pada PPOK tahap lanjut, terjadi obstruksi saluran udara perifer, kerusakan parenkim, dan abnormalitas dari pembuluh darah pulmonal , sehingga akan mengurangi kapasitas paru untuk pertukaran gas, sehingga menimbulkan hipoksemia dan akhirnya terjadi hiperkapnia. Hipertensi pulmonal terjadi pada tahap lanjut dari PPOK, hal ini merupakan komplikasi kardiovaskular utama akibat dari PPOK dan berhubungan dengan terjadinya cor pulmonale dan mempunyai prognosis yang buruk.

FAKTOR RISIKO PPOK Faktor risiko PPOK dapat berasal dari host ataupun akibat dari paparan lingkungan, terjadinya penyakit tersebut akibat dari interaksi kedua factor tersebut. Faktor Host Genetik Faktor risiko genetic telah dikenal luas adalah adanya defisiensi -1 antitripsin.Terjadinya panlobular emfisema yang prematur dan cepatpada seorang perokok ataupun yang bukan perokok yang disertai defisiensi dari -1 antitripsin, masih ada gen lain yang terlibat dalam patogenesis PPOK tetapi masih belum jelas. Hiperresponsif saluran nafas Asma dan hiperresponsif saluran nafas diidentifikasi sebagai factor risiko untuk terjadinya PPOK, namun mekanisme pastinya belum jelas. Hiperresponsif saluran nafas dapat terjadi setelah paparan dengan asap rokok atau dengan paparan lingkungan lainnya dan menghasilkan penyakit saluran nafas yang berhubungan dengan paparan oleh asap rokok. Pertumbuhan paru Pertumbuhan paru berkaitan dengan proses yang terjadi selama kehamilan, berat lahir, dan paparan selama masa anak-anak. Pengurangan fungsi paru maksimal yang dapat dicapai dapat mengidentifikasi individu dengan peningkatan risiko untuk terjadinya PPOK.

Paparan

Rokok Perokok mengalami peningkatan prevalensi abnormalitas fungsi paru dan keluhan respiratori, penurunana FEV1 tahunan yang lebih besar dan kematian akibat dari PPOK yang lebih tinggi. Tidak semua perokok menderita PPOK sehingga diduga adanya peranan geneti. Paparan pasif dengan rokok dapat berperan pada timbulnya keluhan respiratorik dan PPOK dengan peningkatan beban total partikel dan gas yang dihisap paru. Merokok saat hamil juga meningkatkan risiko untuk fetus dengan mempengaruhi pertumbuhan paru fetus dan kemungkinan merangsang sistim imun. Debu kerja dan kimiawi Pada paparan yang berkepanjangan debu kerja dan kimiawi seperti vapors,irritants,fumes dapat menyebabkan PPOK lebih meningkat lagi apabila disertai dengan merokok. Paparan dengan iritan, debu organic, dan sensitizing agents dapat menyebabkan peningkatan hiperresponsif saluran nafas, dan terutama pada saluran nafas yang telah rusak oleh paparan rokok atau asma. Polusi indoor dan outdoor Peranan polusi outdorr pada PPOK masih belum jelas benar, namun nampaknya lebih kecil disbanding dengan asap rokok. Polusi indoor oleh biomass fuel, asap pembakaran masak dan pemanasan pada kondisi ventilasi yang buruk merupkan factor risiko untuk timbulnya PPOK. Infeksi Riwayat infeksi saluran nafas yang berat pada masa anak berhubungan dengan berkurangnya fungsi paru dan peningkatan keluhan saluran nafas pada usia dewasa. Status sosioekonomi Terdapat bukti bahwa risiko untuk terjadinya PPOK berbanding terbalik dengan status sosioekonomi. Tidak begitu jelas apakah hal tersebut mencerminkan paparan terhadap polutan indoor dan outdoor, crowding, nutrisi yang buruk atau factor lain yang buruk atau factor lain yang berhubungan dengan status sosioekonomi.

DIAGNOSIS PPOK Diagnosis ppok harus dipertimbangkan pada setiap penderita dengan batuk, produksi sputum, atau sesak, dan atau riwayat paparan dengan factor risiko PPOK. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif untuk pembatasan aliran nafas yaitu dengan spirometri.

Penilaian gejala: Batuk kronik biasanya merupakan gejala awal timbulnya PPOK. Batuk awalnya biasanya intermitten, namun kemudian berlangsung setiap hari, sering sepanjang hari. Pada beberapa kasus pembatasan aliran nafas yang signifikan dapat terjadi tanpa disertai dengan batuk. Sputum yang kental biasanya timbul setelah penderita batuk. Sesak nafas biasanya merupakan alasan utama penderita berobat dan penyebab utama dari ketidak berdayaan dan kecemasan yang menyertai PPOK. Dengan makin menurunnya fungsi paru, sesak menjadi makin mengganggu. Mengi dan nafas berat merupakan keluhan yang relatif tidak spesifik dan biasanya bervariasi dari hari ke hari dan dalam satu harinya. Tidak adanya mengi dan rasa dada sempit tidak menyingkirkan diagnosis PPOK. Riwayat medis: Riwayat medis yang terperinci dari seorang penderita baru dengan atau diduga menderita PPOK, harus mencari: Paparan terhadap factor risiko Riwayat medis yang lalu, termasuk asma, alergi, sinusitis atau polip nasal, infeksi saluran nafas masa anak, dan penyakit nafas lainnya. Riwayat keluarga dengan PPOK atau penyakit saluran nafas kronik lainnya Pola timbulnya gejala Riwayat eksarsebasi atau perawatan RS untuk penyakit saluran nafas Adanya komorbid, seperti penyakit jantung, penyakit rheumatik yang juga mungkin berperan pada restriksi aktifitas Kelayakan terapi medis yang sedang diterima Dampak penyakit pada kehidupan penderita, termasuk pembatasan aktifitas, ketidakmampuan bekerja dan dampak ekonomi, dampak pada kehidupan keluarga, perasaan depresi atau kecemasan Dukungan keluarga dan social yang ada Kemungkinan menghindari factor risiko, terutama penghentian kebiasaan merokok.

PEMERIKSAAN FISIK Penemuan periksaan fisik dari pembatasan aliran nafas jarang nampak sampai terjadi kerusakan fungsi paru yang bermakna. Temuan pemeriksaan fisik mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang relatif rendah.

Pengukuran pembatasan aliran nafas Untuk dapat menentukan penyakit PPOK pada fase dini, pemeriksaan spirometri harus dilakukan pada penderita batuk kronik dan produksi sputum dan riwayat paparan dengan factor risiko, meskipun tidak disertai dengan keluhan sesak. Spirometri harus mengukur volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan setelah inspirasi maksimal (forced vital capacity =FVC) dan volume udara yang dikeluarkan selama satu detik dari manuver tersebut (forced expiratory in one second = FEV1) dan rasio dari kedua pengukuran ini harus dihitung (FEV1/FVC). Penderita PPOK biasanya mengalami penurunan FVC maupun FEV1. Nilai FEV1 post bronkodilator < 80% dari nilai prediksi disertai dengang FEV1/FVC < 70% mengkonfirmasi adanya pembatasan aliran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. FEV1/FVC sendiri merupakan pengukuran yang lebih sensitive untuk adanya pembatasan aliran nafas dan FEV1/FVC < 70% merupakan tanda awal adanya pembatasan aliran nafas pada penderita dengan FEV1 yang normal ( 80 % nilai pediksi).

KLASIFIKASI DERAJAT BERATNYA PPOK Stage 0: beresiko Karakteristik nilai spirometri normal, ada gejala batuk, dengan dahak I: Ringan FEV1/FVC < 70% FEV1 80% nilai prediksi Dengan atau tanpa gejala batuk, dengan dahak

II: Sedang

FEV1/FVC < 70% 30% FEV1 < 80% dari nilai prediksi IIA: 50% FEV1 < 80% dari nilai prediksi IIB: 30% FEV1 < 50% dari nilai prediksi

III: Berat

FEV1/FVC < 70% FEV1 < 30% dari nilai prediksi atau FEV1 <50% dari nilai prediksi disertai gagal nafas atau tanda-Tanda gagal jantung kanan.

Pengukuran derajat penyakit Penentuan derajat penyakit didasarkan kepada tingkat gejala, derajat abnormalitas spirometri, dan adanya komplikasi seperti gagal nafas dan gagal jantung kanan.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN Pemeriksaan tambahan berikut ini berguna untuk pasien PPOK derajat II .

Test reversibilitas bronkodilator Dilakukan hanya satu kali, saat diagnosis. Test ini penting untuk menyingkirkan diagnosis asma, untuk menentukan fungsi paru terbaik yang dapat dicapai penderita dan sekaligus menentukan prognosis serta memandu keputusan pengobatan. Meskipun demikian terdapat penderita yang tidak berespon baik FEV1 nya dengan tes bronkodilator, namun mendapat manfaat dari pengobatan bronkodilator jangka panjang.

Test reversibilitas glukokortikoid Suatu cara yang sederhana untuk menentukan penderita yang berespon terhadap terapi glukokortikoid jangka panjang. Dilakukan percobaan pengobatan dengan inhalasi glukokortikoid untuk 6-12 minggu. Kriteria untuk reversibilitas dengan glukokortikoid adalah bila terdapat peningkatan FEV1 postbronkodilator sebesar 200 cc dan 15 % diatas baseline.

Foto toraks Toraks foto jarang untuk diagnostik PPOK kecuali terdapat penyakit bulosa yang jelas, namun berguna dalam menyingkirkan diagnosis banding. CT-scan tidak rutin dikerjakan. Bagaimanapun, jika ada keraguan dalam diagnosis PPOK, makan dengan high resolution CT (HRCT) mungkin dapat menolong untuk menyingkirkan diagnosis banding.

Pemeriksaan analisa gas darah Pemeriksaan ini menjadi penting pada PPOK stadium lanjut. Tes ini harus dilakukan pada penderita dengan FEV1 < 40% atau adanya tanda gagal nafas atau gagal jantung kanan. Gejala klinik dari gagal nafas atau gagal jantung kanan 8

diantaranya adalah sianosis sentral, pembengkakan tungkai, dan peningkatan tekanan vena jugular. Gagal nafas diketahui dari PaO2 < 8.0kPa (60 mmHg) dengan atau tanpa PaCO2 >6.0 kPa (45 mmHg). Penapisan defisiensi -1 antitripsin Pemeriksaan ini mungkin berguna pada penderita PPOK yang timbul diusia < 45 tahun atau mempunyai riwayat keluarga dengan PPOK yang jelas.

PENATALAKSANAAN PPOK Terdiri dari 4 komponen: 1. Penilaian dan pengamatan penyakit 2. Mengurangi factor resiko 3. Penatalaksanaan PPOK stabil 4. Penatalaksanaan eksaserbasi

Keterangan: Penilaian dan pengamatan penyakit Batuk kronis biasanya merupakan gejala adanya PPOK, awalnya batuk kadang-kadang terjadi, makin lama batuk menjadi semakin sering dan berat sehingga sampai terjadi hampir setiap hari, jarang hampir sepanjang malam. Tidak adanya wheezing atau sesak tidak menyingkirkan adanya PPOK. Penilaian dari penyakit dapat digali dari riwayat medis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti antara lain spirometri. Pengamatan penyakit meliputi: adanya komplikasi,monitor obat yang digunakan, riwayat eksaserbasi, dan penyakit penyerta. Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah dengan pengurangan dan pencegahan factor resiko seperti asap rokok, dan polutan ditempat kerja.

Penatalaksanaan PPOK yang stabil Pengobatan harus bertahap sesuai dengan beratnya penyakit Pendidikan kesehatan terhadap pasien tentang penyakitnya Pengobatan PPOK ditujukan untuk mengurangi gejala dan komplikasi Pemakaian bronkodilator seperlunya, atau secara terus menerus untuk mencegah dan mengurangi gejala

Bronkodilator yang penting adalah -2 agnis,antikolinergik, teofilin atau kombinasi satu atau lebih dari obat tersebut Pemberian steroid inhalasi hanya bila setelah pemberian menunjukkan adanya perbaikan pada pemeriksaan spirometri, atau pada penderita dengan FEV1 < 50% dan terjadi eksaserbasi yang berulang

Pada pengobatan yang lama pemberian steroid sistemik hendaknya dihindarkan Latihan fisik terbukti dapat memperbaiki toleransi kegiatan fisik dan gejala Pemberian oksigen jangka panjang dan lama ( > 15 jam perhari ) pada penderita gagal nafas yang kronik terbukti meningkatkan survival.

Penatalaksanaan eksarsebasi Penyebab utamadari infeksi dan polusi udara Bronkodilator inhalasi seperti: teofilin, sistemik/oral steroid,sebagian dari -2 agonis dan atau antikolinergik merupakan terapi yang efektif Bila ada riwayat eksaserbasi dengan tanda klinis adanya infeksi saluran nafas, pemberian antibiotik mungkin berguan Penggunaan noninvasive intermittent positive pressure ventilation (NIPPV) dapat memperbaiki gas darah, pH darah, mengurangi

kematian di rumah sakit serta menurunkan tindakan intubasi atau pemakaian ventilator yang invasive.

Indikasi rawat penderita PPOK Peningkatan gejala yang nyata, adanya sesak saat istirahat Riwayat PPOK berat sebelumnya Timbul tanda baru berupa sianosis, edema perifer Gagal dengan pengobatan pendahuluan Adanya penyakit penyerta yang berat Adanya aritmia yang baru Untuk keperluan tindakan diagnostik Usia tua Perawatan di rumah yang tidak memadai 10

Indikasi rawat ICU Sesak yang berat yang kurang berespon dengan pengobatan awal di gawat darurat Penurunan kesadaran Persisten atau perburkan hipoksemia (PaO2 < 6,7 kPa, 50 mmHg), dan atau hiperkapnia yang berat dan memburuk (PaCO2 > 9,3 kPa, 70 mmHg), dan atau perburukan dari asidosis respiratorik (Ph < 7,3) meskipun telah diberikan oksigen dan NIPPV.

Indikasi ventilator yang invasive Sesak berat dengan penggunaan otot pernafasan tambahan atau ada gerakan nafas yang paradoksal Respirasi > 35 kali/menit Hipoksemia yang mengancam nyawa (PaO2 < 5,3 kPa, 40 mmHg atau PaO2/FiO2 < 200 mmHg) Asidosis yang berat (pH < 7,25) dan hiperkapnia (PaCO2 > kPa, 60 mmHg) Henti nafas Penurunan kesadaran Hipotensi,syok, gagal jantung Komplikasi lain, seperti sepsis,pneumonia, emboli paru, barotraumas, efusi pleura yang massif, dan abnormalitas metabolic lainnya Gagal dengan NIPPV.

Indikasi pulang Pemberian -2 agonis inhalasi tidak lebih dari 4 jam Pasien sudah bias berjalan Pasien bias makan dan tidur tanpa gangguan sesak Secara klinis stabil selama 12-24 jam Pasien sudah mengerti tentang perawatan selama di rumah Pasien, keluarga, dan dokter yakin tentang perawatan di rumah.

11

Anda mungkin juga menyukai