Anda di halaman 1dari 21

III.

KERUSAKAN HUTAN TROPIS


3.1. URGENSI HUTAN TROPIS
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan linkungannya. Berdasarkan lingkungan atau habitat, ekologi dibedakan atas ekologi marine, air tawar, daratan dan estuarine. Sedangkan berdasarkan taksonomi dibedakan atas tumbuhan, vertebrata, insekta, mikroba dan lebih banyak lagi.

Adapun ekologi sendiri mencakup suatu keterkaitan antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi, seperti tumbuhan dengan sinar matahari, tanah dengan air, yang pada umumnya dikatan sebagai hukum alam yang berimbang (Natural Balance), dan biasa disebut ekosistem. Komponen-komponen dalam ekosistem telah dikelola oleh alam dan mereka Saling berinteraksi. Ada komponen yang bersifat netral, bekerja sama, menyesuaikan diri, bahkan saling menguasai. Akan tetapi pada akhirnya antara kekuatan-kekuatan tersebut terjadi keseimbangan. Ekosistem daratan merupakan hasil interaksi di permukaan tanah lantai hutan, yakni perombakan bahan mati (serasah) hutan menjadi humus. Humus ini akan menjadi mineral, gas dan air. Mineral, gas dan air selanjutnya diserap akar tumbuhan melalui peristiwa fotosintesa, sehingga terjadilah daur hara tertutup (closed nutrient recyling) dalam hutan yang utuh seperti hutan alam. Meskipun sekitar 44 juta km permukaan bumi diduga diselubungi oleh hutan, tetapi hanya 27 juta km yang merupakan hutan tertutup dengan tajuk pepohonannya yang mampu menaungi lebih dari 20 persen tanahnya.

Pengelolahan yang semula dilakukan oleh alam, sekarang banyak diambil alih oleh manusia, sementara manusia sendiri belum mampu menemukan mekanisme buatan yang sangat tepat untuk mengembalikannya ke proses dan sistem ekologi asal. Hal ini sering menjadikan ekosistem tidak seimbang. Keadaan lingkungan menjadi kritis dan merugikan semua pihak baik secara fisik ataupun organik, sebagai akibat dari mekanisme buatan manusia sendiri. Ekosistem tidak selalu dalam keadaan stabil, adakalanya terjadi intervensi yang menyebabkan sistem bergeser ke suatu arah walaup[un pada akhirnya akan bergeser kembali ke arah yang berlawanan. Sebagai contoh, terjadinya kebakaran, banjir, longsor, dan kekeringan akan menimbulkan goncangan pada diri gangguan manusia. Akan tetapi keadaan ini akan segera pulih kembali sejauh goncangan tersebut tidak melampui batas toleransi. Hutan merupakan salah satu bentuk tata guna lahan yang laim dijumpai di daerah tropis, subtropis, di dataran rendah maupun pegunungan, bahkan di daerah kering sekalipun. Pengertian hutan disini adalah suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup dalam lapisan maupun permukaan tanah, yang terletak pada suatu kawasan dan membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan dinamis. Indonesia memiliki luas hutan 144 juta hektare, atau 75 persen dari luas total daratan. Sekitar 49 juta hektare merupakan areal hutan lindung, sedangkan 64 juta hektare telah dirancang untuk hutan produksi, dan luas selebihnya sebesar 31 juta hektare disediakan untuk keperluan pelunasan pertanian. Di samping itu, program pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang luasnya mencapai 1,5 juta hektare telah dirancang sejak tahun 1989 dan akan selesai sampai batas akhir tahun 1994. apabila program ini berhasil, Indonesia akan tampil sebagai negara pertama yang mencapai sukses dalam melestarikan hutan sekaligus dalam memanfaatkan nilai ekonominya yang berupa kayu menjadi devisa negara. Pengertian hutan diatas erat kaitannya dengan proses-proses yang saling berhubungan seperti berikut ini: a. Hidrologis, artinya hutan merupakan gudang penyimpanan air dan tempat menyerapnya air hujan maupun embun yang pada akhirnya akan mengalirkannya ke sungai-sungai yang memiliki mata air di tengah-tengah hutan secara teratur menurut irama alam. Hutan juga berperan untuk melindungi tanah dari erosi dan daur unsur haranya.

b. Iklim, artinya komponen ekosistem alam yang terdiri dari unsur-unsur hujan (air, sinar matahari dan suhu), angin dan kelembaban yang sangat mempengaruhi kehidupan yang ada di permukaan bumi, terutama iklim makro maupun mikro. c. Kesuburan tanah, artinya tanah hutan merupakan pembentukan humus utama dan penyimpan unsur-unsur mineral bagi tumbuhan lain. Kesuburan tanah ditentukan oleh faktor-faktor seperti jenis batu induk yang membentuknya, kondisi selama dalam pembentukan, tekstur dan struktur tanah yang meliputi kelembaban, suhu dan air tanah, topografi wilayah, vegetasi dan jasad-jasad hidup. Faktor-faktor inilah yang kelak menyebabkan terbentuknya bermacammacam formasi hutan dan vegetasi hutan. d. Keanekaragaman genetik, artinya hutan memiliki kekayaan dari berbaai jenis flora dan fauna. Apabila hutan tidak diperhatikan dalam pemanfaatan dan kelangsungannya, tidaklah mustahil akan terjadi erosi genetik. Hal ini terjadi karena hutan semakin berkurang habitatnya. e. Sumber daya alam, artinya hutan mampu memberikan sumbangan hasil alam yang cukup besar bagi devisa negara, terutama di bidang industri. Selain itu hutan juga memberikan fungsi kepada masyarakat sekitar hutan sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.selai kayu juga dihasilkan bahan lain seperti damar, kopal, gondorukem, terpentin kayu putih dan rotan serta tanaman obatobatan. f. Wilayah wisata alam,artinya hutan mampu berfungsi sebagai sumber inspirasi, keagungan Tuhan yang Maha Esa, nilai estetika, etika dan sebagainya. Sedangkan pengertian hutan yang spesifik yang akan diberikan tersendiri sesuai dengan keadaan, kebutuhan serta kegunaannya, misalnya hutan lindung, hutan produksi, hutan pariwisata, dan lain-lain. Jika dilihat dari corak ekologis, hutan di indonesia dibedakan sebagai berikut:

Tabel 1. hutan dilihat Berdasarkan Corak Ekologis di Indonesia Dalam % dari luas hutan dan daerah No.Jenis Hutan Jawa 1. Hutan hujan primer 2. Hutan sekunder 3. Hutan laut 4. Hutan rawa 5. Hutan jati 6. Hutan tanaman kayu liar 7. Hutan campuran 8. Hutan gugur daun 6 2 0 30 9 50 3 Luar Jawa 70 15 1 13 0 0 1

Hutan merupakan suatu ekosistem natural yang telah mencapai keseimbangan klimaks dan merupakan komunitas tetumbuhan yang paling besar yang berkemampuan untuk pulih kembali dari perubahan-perubahan yang dideritanya, sejauh hal itu tidak melampaui batas-batas yang ditolerir. Sebagai ilmu, hutan dibagi dalam beberapa daerah yakni bagian atas tanah yang meliputi tajuk-tajuk pepohonan, batang kayu dan tumbuhan bawah; bagian permukaan tanah yang meliputi semak, rumput-rumputan dan serasah yang sering disebut lantai hutan ( forest floor) yang terdiri dari tumpukan daun, ranting, bunga dan buah; serta bagian dalam tanah yang meliputi akar dari semua vegetasi.

3.2. FUNGSI HUTAN


Waktu itu hutan hanya berfungsi dalam menyediakan kayu bakar dan sebaai gudang kayu konstruksi rumah serta pertambangan. Setelah menuju era industri, hutan mulai difungsikan sebagai penghasil bahan baku kebutuhan-kebutuhan, seperti kertas, kayu lapis, bantalan kereta api, sandang dari rayon dan lain-lain. Bahkan sekarang fungsi hutan semakin meluas menjadi:

a. Hutan lindung, yang menjaga kelestarian tanah dan tata air wilayah.

b. Suaka alam, yang melestarikan kehidupan tumbuhan dan hewan langka, sekaligus untuk pengembangan ilmu, kepentingan kebudayaan, estetika, dan juga rekreasi. c. Hutan produksi, yang menghasilkan kayu dan non kayu, seperti hasil industri kayu yang disamak serta obat-obaan. Walaupun demikian, fungsi utama hutan tidak akan pernah berubah, yakni untuk menyelenggarakan keseimbangan oksigen dan karbon dioksida serta untuk mempertahankan kesuburan tanah, keseimbangan tata air wilayah dan kelestarian daerah dari bahaya erosi.

Hutan memberikan pengaruh pada sumber alam lain melalui 3 faktor yang berhubungan, yakni iklim, tanah dan pengadaan air di berbagai wilayah. Apapun bentuk yan dimiliki hutan, pada akikatnya hutan selalu merupakan pengejawantahan sementara dari kelimaunsur pokok pembentuknya. Kelima unsur pokok tersebut adalah bumi (tanah, air, alam hayati, udara dan sinar matahari. Tanpa adanya salah satu dari unsur-unsur tersebut secara mutlak mengakibatkan tidak adanya hutan. Sebaliknya, apabila hutan ditebang, pengaruh hutan dan belukar terhadap iklim mikro amat terasa, yaitu pohon-pohon semakin tidak mampu mengurangi kecepatan angin sehingga akan mengurangi penguapan air dari tumbuhan (transpirasi). Hutan juga berpengaruh terhadap struktur tanah, erosi, dan pengadaan air di lereng-lereng. Adanya sampah-sampah pohon (serasah) dalam hutan hasil rontokan bagian-bagian pohonyang menutupi lantai hutan akanmencegah rintikan-rintikan air hujan untuk langsung jatuh ke permukaan tanah dengan tekanan yang keras. Tanpa sampah, tanah akan terpadatkan oleh air hujan, sehingga daya serapnya, akan berkurang. Di jepang, pengambilan serasah hutan mengakibatkan menurunnya laju peresapan air secara nyata di semua horison tanah. Hal ini sekali lagi mengukuhkan

fungsi serasah yang telah dikenal, yaitu sebagai penyimpan air secara nyata berangsur akan melepaskannya ke tanah bersama dengan bahan organik berbentuk zarah yang larut, memperbaiki struktur tanah, dan menaikkan kapasitas peresapan. Tabel 2. Fungsi Hutan Berdasarkan Ekologi, Manfaat, Industri dan lain-lain secara Tabulasi Hasil Modifikasi Soerjani,1990 dari Myer Ekologi Manfaat langsung Industri Lain-lain 1. Estetik 2. Rekreasi 3. Spiritual 4. Olah raga 5. Cinta alam 6. Sejarah 7. Sosbud 8.Ketahanan nasional

1. Penyangga 1. Makanan langsung 1. Industri kayu keseimbangan (buah,buruan,sagu) ekosistem 2. perlindungan 2. Bahan obat & 2. Industri farmasi(obat kehidupan penyegar alam penyegar,kosmetik,dsb 3. Prokteksi daerah 3. Kayu bakar aliran air 3. Industri kertas 4. Pengendalian erosi 4. Bahan arang 5. Penyimpanan 5. Kayu bangunan 4. Getah (karet) cadangan air 5. Residu(mentol, 6. Penyerapan CO2 & 6. Bahan tenunan terpentin) dll (serat,ulat sutera) 6. Minyak(cengkeh,kayu 7. Penghasil O2 & 7.Pemeliharaan putih dst.) Kesegaran lebah umumnya (madu) 8. Kesuburan tanah

Secara umum, adanya hutan dapat mengurangi banjir karena hutan dapat menyimpan dan menahan air didalam tanah, mempertahankannya serta memperbaiki permeabilitas tanah dan ruang pori-pori dalam tanah. Penggundulan hutan oleh penebangan kayu, bertanggung jawab atas kira-kira 30 persen banjir yang terjadi. Penyebab utama banjir akhir-akhr ini di anak benua India adalah hilangnya penghalang yang berupa pohon didaerah aliran sungai kayu bakar. Frekuensi banjir inidapat ditekan apabila diadakan penghutanan kembali. Di Dehra Dun, India, dilaporkan adanya penururan hasil air sebesar 28 persen sejak diadakannya penanaman hutan dengan eucalyptus. Banyak penelitian lainnya yang membuktikan bahwa penyebab banjir berasal dari daerah tampung (hutan) yang digunduli. Frekuensi ini menurun setelah penghutanan kembali, yang mana penurunan ini sebanding dengan laju pertumbuhan tegakan.

Secara menyeluruh, kerusakan hutan akibat penebangan (deforestation) menurut analisa ahli, adalah: a. Punah masyarakat dan budaya yang cara hidupnya bergantung pada hutan. Hal ini bersamaan dengan punahnya pengetahuan mereka. b. Bertambahnya lahan kritis dan desertifikasi di kawasan tropik yang kering. c. Menurunnya curah hujan dalam regional, yang memperburuk desertifikasi. d. Meningkatnya suhu global sebagai akibat dari meningkatnya kadar karbon di atmosfir yang menyebabkan meningginya permukaan air laut. e. Punahnya sejumlah besar spesies tumbuhan dan hewan, termasuk hilangnya spesies margasatwa serta tumbuhan pangan dan obat yang mempunyai potensi penting. f. Merosotnya jumlah populasi burung daerah beriklim sedang yang bermigrasi ke daerah tropik. g. Meningkatnya pembukaan dan erosi tanah. h. Hilangnya potensi listrik tenaga air. i. Merosotnya daur kemiskinan didaerah pedesaan. Pelaksanaan pembangunan kehutanan yang semakin pesat akan mampu menimbulkan permasalahan lingkungan. Perubahan tersebut menyebabkan struktur dan fungsi dasar ekosistem hutan berubah total, terjadinya beban sosial, dan pada akhirnya masyarakat dan pemerintahlah yang menanggung akibatnya. Dampak pembangunan kehutanan harus dikendalikan sedini mungkin, sehingga dampak negatifnya pun dapat ditekan seminim mungkin. Dampak positif, sebaliknya, harus terus dikembangkan tanpa lepas dari landas wawasan lingkungan sebagai sarana untuk mencapai kesejahtraan generasi sekarang dan mendatang.

3.3. KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH


Seluruh daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten di Indonesia rata-rata memiliki kondisi hutan yang sudah rusak. Propinsi Banten memiliki hutan tropis yang luas, namun bersamaan dengan peningkatan jumlah penduduk kualitas dan kuantitas hutan terus mengalami penurunan. Dari sekitar 250 ribu hektar hutan yang ada di Banten, 90 ribu hektar atau 36 persen di antaranya dalam kondisi rusak parah. Tekanan terhadap ekosistem hutan di bagian utara Banten jauh lebih besar dibandingkan bagian selatan. Bagian utara Banten yang meliputi Kota dan kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon memiliki tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi, sehingga eksploitasi sumberdaya alam termasuk hutan, berlangsung cepat dan boros.

Di bagian selatan Banten, yang meliputi Kabupaten Lebak dan Pandeglang, kerusakan hutan tidak separah di bagian utara. Namun eksploitasi terus berlangsung, sebagai gambaran di kawasan hutan Gunung Halimun dan Gunung Kendeng, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor, Jawa Barat, areal yang tertutup vegetasi hutan tinggal 75-80 persen, dengan kata lain 20-25 persen areal hutan sudah gundul. Sementara di perbatasan Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang, seperti di Gunung Karang (meliputi perbatasan wilayah Kecamatan Ciomas, Keduhejo, Pandeglang dan Cadasari) 60 persen areal hutan gundul dan di Gunung Aseupan (perbatasan wilayah Kecamatan Menes, Mandalawangi, Jiput dan Padarincang) 45 persen gundul. Sedangkan di kawasan hutan Gunung Pulosari, perbatasan antara Kecamatan Mandalawangi dan Saketi, Kabupaten Pandeglang 65 persen gundul.

A. Eksploitasi Berlebihan Eksploitasi ternyata tidak hanya terjadi di hutan pegunungan, tetapi juga di kawasan hutan lainnya, seperti hutan yang ada di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Ci Danau, Ci Beureum, Ci Simeut, Ci Ujung, Ci Baliung, Ci Banten, Ci Bogor, Ci Durian, Ci Manceuri dan Cisadane. Begitu pula di hutan pantai, baik pantai barat, pantai selatan dan pantai utara, bahkan di Taman Nasional Ujung Kulon, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang juga terjadi perusakan dan penjarahan hutan. Keruskan hutan juga terjadi di kawasan cagar alam Rawa Dano, Kecamatan Mancak Kabupaten Serang. Sebagai akibat tekanan penduduk, perambahan dan pengelolaan lahan ilegal di cagar alam seluas 2.500 hektar tersebut sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan, antara lain dengan melorotnya debit air dari 2.000 liter per detik menjadi hanya 200 liter per detik. Dampaknya berbagai kawasan industri di Kota Cilegon mengalami krisis air. Secara umum eksplotasi hutan menimbulkan terganggunya berbagai fungsi hutan yang sangat sulit untuk dipulihkan kembali. B. Multi Fungsi Hutan Hutan memiliki multi fungsi, mulai dari fungsi klimatologis, hidrologis, sosiologis, biologis, dan ekonomis. Fungsi klimatologis hutan erat kaitannya dengan unsur-unsur iklim seperti hujan, suhu, kelembaban, angin dan sinar matahari. Seluruh hutan yang ada di Banten berperan sebagai 'paru-paru' seluruh ekosistem Propinsi Banten. Sulit dibayangkan, jika seorang manusia mengalami kerusakan paru-paru, maka kehidupannya mengalami banyak gangguan. Begitu pula suatu ekosistem seluas Propinsi Banten, jika hutannya mengalami kerusakan, maka ekosistem itupun menjadi 'sakit'. Jika pohon di hutan terus ditebangi, maka 'sakit' yang diderita ekosistem semakin parah. Gejala-gejala ekosistem yang 'sakit' antara lain, pemasukan dan pengeluaran (siklus) air tidak terkendali, suhu dan kelembaban meningkat, sinar matahari dan angin kurang termanfaatkan dan tidak terarah. Sinar matahari yang mengenai pohon-pohonan atau vegetasi hutan, maka energinya akan dimanfaatkan dalam proses fotosintesis, sehingga terbentuk karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman, termasuk untuk proses terbentuknya kayu. Selain itu, dalam proses fotosintesis, gas karbondioksida (CO2) yang merupakan polutan di udara diserap oleh daun pohon-pohonan, dan dari proses tersebut dikeluarkan oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan untuk pernafasan manusia.

Hal inilah yang dimaksud bahwa hutan di Banten merupakan paru-parunya ekosistem Banten, bahkan memiliki kotribusi terhadap paru-paru Bumi.

C. Perlu Revitalisasi Kondisi dan berbagai fungsi hutan yang ada di Propinsi Banten perlu direvitalisasi, begitu pula kebijakan dan strategi dalam manajemen hutan perlu diperbaiki. Upaya yang harus ditempuh Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat, antara lain melalui penerapan teknik silvikultur (perbaikan kualitas tegakan), pengelolaan aspek ekologi (biodiversity), konservasi tanah dan air, pencegahan bahaya kebakaran hutan, serta penelitian dan pengembangan (Litbang) kehutanan. Dalam Litbang kehutanan di Propinsi Banten, beberapa perguruan tinggi yang ada di Tangerang, Serang, Cilegon, Pandeglang, dan Lebak perlu diikutsertakan. Perguruan tinggi tersebut diharapkan dapat menyelenggarakan kajian kehutanan yang spesifik untuk kawasan masing-masing. Selain itu, melalui program pengabdian masyarakat atau kuliah kerja nyata (KKN) berupaya melakukan pendampingan terhadap masyarakat di sekitar hutan. Untuk menyelamatkan hutan yang tersisa di Propinsi Banten, bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemda semata, tetapi juga seluruh komponen masyarakat, seperti lembaga pendidikan (dasar-menengah-tinggi), LSM, Ormas, Orsospol, pengusaha, media massa, dan sebagainya. Pada tahun 1970-an di Propinsi Jawa Barat pernah ada Gerakan Gandrung Tatangkalan (Rakgantang), alangkah baiknya jika di Propinsi Banten dilaksanakan langkah serupa.

3.4. HUTAN TANAMAN INDUSTRI

10

Menurut Kusmana dan Istomo (2008), dalam rumusan hasil

Lokakarya

Pembangunan Timber Estate pada tanggal 29-31 Maret 1984 di Kampus Darmaga Fakultas Kehutanan IPB. Istilah resmi Hutan Tanaman Industri (HTI) waktu itu belum banyak dikenal maka digunakan istilah Timber Estate (perkebunan kayu). Tujuan pembangunan HTI adalah :(1) Menyediaan bahan baku industri perkayuan secara mantap dalam jumlah dan mutu dari hutan tanaman disamping bahan baku yang berasal dari hutan alam. (2) Meningkatkan nilai tambah dari hutan dan meningkatkan penerimaan negara (3) Meningkatkan peranan Indonesia sebagai penghasil dan pengekspor kayu tropis utama di dunia. (4) Mendorong pertumbuhan pembangunan daerah sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing dalam rangka pembangunan nasional dan pembangunan wilayah. (5) Memperluas kesempatan usaha dan kesempatan kerja bagi semua golongan masyarakat. (6) Mempercepat alih teknologi ke tangan bangsa Indonesia. (7) Meningkatkan peranan energi alternatif, khususnya yang berasal dari biomassa dalam penyediaan energi nasional, baik untuk keperluan industri maupun rumah tangga. (8) Turut mengendalikan dan mengamankan keserasian lingkungan hidup. Hal pokok yang mendasari perlunya pembangunan HTI pada waktu itu adalah telah diprediksinya kecenderungan penurunan kualitas hutan alam dan penurunan produksi kayu dari hutan alam karena perladangan berpindah, kebakaran hutan, penebangan liar dan belum berhasilnya rehabilitasi areal bekas tebangan hutan alam. Target yang akan dicapai dalam pembanguna HTI waktu itu adalah : (1) Terbentuknya HTI sedikitnya seluas 6,2 juta ha pada tahun 2000. (2) Produksi kayu yang mulai dihasilkan pada tahun-10 (1994) dan mencapai puncaknya pada tahun-30 (2015) sekitar 90 juta m3/tahun. Hutan tanaman industri (HTI) diarahkan sesuai jenis dan tujuan HTI yaitu (1) Kayu pertukangan untuk tujuan industri kayu penggergajian dan plywood dengan arahan daur 10-30 tahun. (2) Kayu serat dan pulp untuk tujuan industri pulp, kertas, rayon dll. dengan arahan daur 8-20 tahun. (3) Kayu energi untuk tujuan industri arang dan kayu bakar dengan arahan daur 5 tahun. Berdasarkan hasil lokakarya tersebut lokasi pembangunan HTI diarahkan pada (1) Tanah kosong dan padang alang-alang. (2) Semak belukara dan (3) hutan rawang dan hutan tidak produktif.

11

Namun perjalanan pembangunan HTI sampai saat ini ternyata jauh dari target yang akan dicapai terutama dari segi luas HTI yang telah terbangun dan target produksi yang telah ditetapkan. Sampai akhir tahun 2006 luas HTI yang telah terbangun sekitar 2,5 juta ha. Hal-hal permasalahan penting yang yang menjadi kendala dalam pencapaian HTI target adalah dan :

muncul

seputar

pembangunan

1.Pembangunan HTI yang mengandalkan murni dana investor tidak menarik karena pengembaliam modal yang lama, banyak diliputi ketidakpastian baik politik, sosial dan ekonomi. Dengan skema penyertaan dana pemerintah (terutama dana DR ) sering memberi peluang untuk para pengusaha spekulan. 2.Masalah ketidakpastian kawasan areal calon HTI yang umumnya sudah diokupasi masyarakat dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan di lapangan 3.Kriteria tanah kosong dan padang alang-alang yang memberi peluang keberhasilan pembangunan HTI sangat rendah karena tanahnya yang tidak subur dan biaya produksi tinggi. Kriteria hutan tidak produktif yang multitafsir dan konversi hutan alam menjadi HTI dengan adanya IPK semakin memperparah degradasi hutan alam yang tidak diimbangi keberhasilan/ peningkatan produktivitas HTI. Dampak keberhasilan HTI terhadap aspek lingkungan pada dasarnya jelas memberikan manfaat yang sangat positif. Manfaat positif yang dapat diperoleh pada aspek lingkungan pembangunan HTI adalah : 1.Meningkatkan produktivitas dan kualitas hutan jika HTI dibangun pada lahan yang tidak produktif (tanah kosong, padang alang-alang atau lahan kritis lainnya). 2. Manjaga keseimbangan tata air dan meningkatkan serapan air, jika HTI dibangun pada lahan kritis dengan curah hujan tinggi yang sering dilanda banjir, erosi dan longsor. 3. Dalam kaitannya dengan pemanasan global satu-satunya komponen ekosistem di bumi yang dapat menyerap CO2 cukup tinggi dan menghasilkan O2 adalah pohon atau hutan cepat tumbuh. HTI DAN KESEIMBANGAN AIR

Pembangunan HTI dapat menjaga keseimbangan air jika pembangunan HTI dilaksanakan secara bijaksana dengan memperhatikan : 1. Jenis pohon yang ditanam disesuaikan antara tingkat transpirasi jenis tersebut dengan jumlah curah hujan areal penanaman. Misalnya jika jenis yang ditanam mempunyai evapotranpirasi sebesar 3000 mm/th, maka jenis tersebut hanya dapat ditanam pada daerah dengan curah hujan >

12

3000 mm/th, karena jika ditanam pada daerah dengan curah hujan < 3000 mm/th maka daerah tersebut akan mengalami defisit air. 2. Penanaman HTI sebaiknya menciptakan strata tajuk, paling tidak ada dua strata, yaitu strata kanopi pohon dan strata tumbuhan penutup tanah. Dengan kombinasi bentuk daun yang runcing dan sempit serta dengan adanya strata tajuk tersebut dapat memperkecil massa dan kecepatan butir air hujan yang jatuh ke lantai hutan. Jika lantai hutan penuh dengan tumbuhan penutup tanah, serasah dan humus maka pembangunan HTI tersebut dapat mengurangi aliran permukaan (air larian) dan dapat meningkatkan infiltrasi air (suplesi air). Dengan berkurangnya air larian dan meningkatnya suplesi air maka pembangunan HTI dapat mengurangi bahaya banjir dan erosi serta meningkatkan air simpanan (air tanah). Pada lahan kritis atau tanah kosong (tidak bervegetasi) air menguap dari permukaan tanah dan diganti oleh air dari bawahnya, laju penguapan lebih tinggi dari pada laju naiknya air, sehingga tanah cepat kering dan laju penguapan menurun. Tanah kosong yang ditutupi serasah, laju penguapannya lebih kecil karena serasah menghalangi penguapan air. Namun pada tanah berhutan, lengas tanah diserap oleh perakaran dibawa ke daun, karena permukaan daun yang luas dan perakaran yang ekstensif sehingga laju penyerapan dan penguapan air lebih besar dibandingkan dengan tanah kosong dan tanah kosong yang ditutupi serasah. Hutan juga menahan air hujan yang jatuh, air hujan yang jatuh tertahan oleh tajuk (intersepsi), air intersepsi menguap kembali ke udara. Sebagian hujan mengalir melalui batang (aliran batang) dan selanjutnya mengalir ke tanah. Aliran batang dan air lolosan akhirnya sampai lantai hutan sebagai curahan atau presipitasi. Air di lantai hutan diserap serasah dan humus (intersepsi serasah), Setelah serasah jenuh dengan air, sebagian air akan mengalir di atas permukaan sebagai air larian. Sebagian air meresap ke tanah mengisi lengas tanah menjadi air simpanan, pengisian air simpanan disebut suplesi. Suplesi diperbesar/dipermudah kalau ada serasah (ada intersepsi oleh serasah) karena tanah menjadi gembur karena aktivitas makhluk hidup tanah. Makin besar suplesi makin kecil, baik air larian maupun aliran air sungai. Pembuangan serasah dapat meningkatkan air larian sebesar 4 % (Soemarwoto, 1991). Air simpanan adalah sumber untuk aliran air dalam jangka panjang, sebagain keluar melalui mata air dan menambah aliran air. Hutan dapat pula mengurangi air simpanan melalui evapotranspirasi, sehingga hutan mempunyai dua pengaruh yang berlawanan terhadap besarnya aliran dasar. Hutan dapat meningkatkan suplesi air,

13

hutan mengurangi air simpanan karena evapotranspirasi, hal ini sangat terasa pada musim kemarau Jika hutan produksi alam dikonversi menjadi HTI, maka pengaruh konversi hutan terhadap aliran air ditentukan oleh perbandingan besarnya evapotranspirasi dan suplesi air simpanan. Jika evapotranspirasi dan suplesi air simpanan lebih kecil pada penggunaan baru maka aliran air akan naik. Pada konversi hutan alam menjadi HTI pengaruh yang nyata adalah perubahan dalam besarnya laju evapotranspirasi sedangkan laju suplesi air simpanan tidak berubah.

Pada reboisasi dan penghijauan lahan kritis menjadi HTI yang berhasil, laju evapotranspirasi dan suplesi air simpanan akan meningkat. Reboisasi dan penghijauan yang berhasil menaikkan peresapan air, sehingga air simpanan naik untuk memasok mata air dan sumur, walaupun sebenarnya aliran air total berkurang karena naiknya laju intersepsi dan evapotranspirasi. Jika pembangunan HTI dengan jenis yang mempunyai evapotranspirasi yang tidak cocok tidak meningkatkan air simpanan karena air simpanan habis terpakai oleh evapotranspirasi. Transpirasi selain tergantung jenis tumbuhan juga tergantung pada tingkat kesuburan tanah, semakin subur laju transpirasi semakin tinggi. Dalam suatu DAS, indikasi DAS yang rusak jika aliran maksimum (Qmaks) besar dan aliran minimum (Qmin) kecil, sehingga nisbah Qmaks/Qmin besar. Sebagai contoh Soemarwoto (1991) melaporkan DAS Citanduy mempunyai nisbah Qmaks/Qmin dari 813:1 tahun 1968 menjadi 27:1 tahun 1983, jadi reboisasi berhasil, tetapi aliran air tahunan turun drastis dari 9.300 juta m3 tahun 1968 menjadi 3.500 m3 tahun 1983. DAS Citarum tahun 1919-1923 rata-rata 47 % CH menjadi aliran air dan pada 1970-1975meningkat menjadi 52 %, aliran air naik karena luas hutan menurun sekitar 33 % tahun 1960.

3.5. STUDI KASUS


14

PENGEMBANGAN HUTAN DESA SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT Latar belakang Pengelolaan sumber daya hutan di Indonesia yang sentralstik selama ini tidak menjawab berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Sistem pengelolaan hutan selama ini mengedepankan security approach membuat masyarakat semakin terpinggirkan. Namun demikian, akibat tekanan ekonomi yang semakin berat, kemiskinan lahan, dan tidak terlibatnya masyarakat dalam pengelolaan hutan membuat keinginan untuk masuk atau bahkan mengokupasi hutan serasa menjadi hal yang terelakkan. Apalagi selama krisis ekonomi berlangsung. Berlakunya UU No 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah telah memberikan angin segar bagi pemerintah kabupaten untuk mengurusi pemerintahan daerahnya sendiri termasuk pengelolaan sumber daya hutan. Inisiatif pengelolaan sumber daya hutan yang terdesentralisasi dan berbasis masyarakat untuk Daerah Istimewa Yogyakarta sebenarnya sudah dimulai oleh dua kabupaten, yaitu Kabupaten Gunung Kidul dengan skema Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa di Kabupaten Kulon Progo. Inisiasi program pengelolaan hutan kolaboratif dengan model Hutan Desa di Kulon Progo telah berjalan sejak tahun 2001 hingga saat ini dengan dukungan The Ford Foundation. Gambaran umum kawasan hutan di Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo memiliki Luas area adalah 58.627,5 Ha yang dibagi menjadi 12 kecamatan dan 88 desa. Kabupaten ini terletak pada 7o3842 LS, 7o593 LS, 110o137 BT, 110o1626 BT. Batas-batas wilayahnya adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bantul & Kabupaten Sleman, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sedangkan wilayah barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo. Di kabupaten ini, sumber daya hutan berasal dari hutan negara dan hutan rakyat. Luas Kawasan hutan negara yang terletak dalam Bagian Daerah Hutan Kulon Progo seluas 1.037,4 Ha (data lainnya menyebutkan 1045 Ha), terdiri dari 19 petak

15

RPH Kokap seluas 601,5 Ha dan 11 petak RPH Sermo seluas 435,9 Ha yang secara administratif terletak di Kecamatan Kokap (Desa Kalirejo, Desa Hargomulyo, Desa Hargowilis, Desa Hargorejo) dan Kecamatan Pengasih (Desa Sendangsari dan Desa Karangsari). Kondisi hutan negara ini sebagian besar dalam keadaan kritis. Banyak tanaman yang ditemui dalam keadaan yang jelek (tertekan, tidak tumbuh dengan baik), dan dibeberapa tempat juga dijumpai tanah kosong. Selain itu terdapat juga tanaman yang sudah tidak produktif lagi. Misalnya terdapat blok tanaman kayu putih yang sudah lama tidak dipanen, memperlihatkan betapa tidak terarahnya pembangunan hutan disana. Kritisnya keadaan hutan ini selain disebabkan kurangnya perhatian dari pemerintah juga disebabkan oleh okupasi lahan (bibrikan) oleh masyarakat, perencekan (untuk kayu bakar), pakan ternak, bahkan ada beberapa indikasi yang mengarah pada illegal logging. Hal itu menunjukkan masih besarnya ketergantungan masyarakat pada sumberdaya hutan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-harinya. Luas kawasan hutan tersebut relatif kecil dibanding luas wilayah, yaitu 1,7 % luas area Kabupaten Kulon Progo. Sedangkan luasan hutan rakyat dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat pada lahan-lahan milik rakyat sampai dengan awal Tahun 2000 mencapai 5784 Ha dan pada Tahun 2000 juga terjadi pengurangan/penebangan seluas 520 Ha sehingga luasan hutan rakyat sebesar 5.264 Ha. Pada tahun 2000 terdapat penambahan luasan hutan rakyat sebesar 7593 Ha yang berasal dari penghijauan 1.602 Ha dan penambahan hutan rakyat swadaya sebesar : 5991 Ha. Dengan demikian pada akhir tahun 2000 jumlah hutan rakyat adalah : 13.902,4 Ha. Jumlah penduduk Kabupaten KP tahun 2000 adalah 440.708 jiwa dengan kepadatan 752 jiwa/km2. Kepadatan penduduk yang cukup tinggi dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat (sekitar hutan) yang relatif rendah, lahan yang marginal dan terbatas pada dasarnya akan menjadi beban dalam pembangunan. Selain itu, kondisi masyarakat di sekitar hutan umumnya terkait dengan resources endownment (sumber daya yang dikuasi), yaitu umumnya masyarakat (petani) mempunyai lahan yang terbatas (marginal), modal terbatas, pendidikan yang relatif rendah, daya absorbsi teknologi relatif rendah, kemampuan memanfaatkan pasar terbatas, orientasi jangka pendek dan kemitraan lemah. Disamping beberapa problem pembangunan kabupaten KP diatas, yang penting dicatat adalah Kabupaten ini mempunyai cukup banyak potensi sumberdaya alam.

16

Sumberdaya hutan negara yang kecil, memang kurang strategis diambil manfaat langsung dari hasilnya, tetapi justru manfaat tidak langsung adalah konservasi tanah & air, udara bersih, iklim lokal mendukung, mencegah bencana alam, dll- meskipun belum dihitung secara matematis tetapi asumsi jauh lebih berharga daripada hasil langsung kayu dan non-kayu- dari hasil hutan. Sumberdaya alam lainnya misalnya pesisir dan pantai, dimana Kabupaten ini mempunyai garis pantai yang panjang (sekitar 30 Km), yang relatif belum optimal dimanfaatkan. Di Kulon Progo juga terdapat satu-satunya Bendungan waduk Sermo- di Provinsi DIY, yang terletak di desa Hargowilis- desa ini juga menjadi desa dampingan Damar- sebagai sumber irigasi bagi daerah Clereng, Pengasih dan Pekik Jamal, keperluan pengendalian banjir-mengurangi banjir di Sungai Serang-, untuk perikanan, pariwisatas, serta sebagai sumber air minum yang dikelola perusahaan PDAM. Deskripsi singkat program Kawasan hutan negara di Kulon Progo memiliki status hutan produksi dan sebagian hutan lindung. Kondisi hutan negara tersebut berada dalam keadaan rusak. Beberapa petak yang berbatasan dengan tiga desa dampingan (Hargowilis, Sendangsari dan Hargorejo) sebagian besar berada dalam kondisi memprihatinkan. Bibrikan (okupasi lahan) oleh masyarakat sebagai akibat dari adanya proses pemiskinan karena adanya struktur pemilikan lahan yang timpang. Sementara itu, akses mereka terhadap sumberdaya hutan di kawasan hutan negara tertutup. Hutan Desa sebagai alternatif model pengelolaan hutan kolaboratif yang berbasis masyarakat adalah sebuah tawaran solusi untuk menjawab persoalan kerusakan hutan tersebut. Hutan Desa adalah kawasan hutan negara yang masuk dalam wilayah desa tertentu dan dikelola serta digunakan untuk kesejateraan masyarakat desa. Pada daerah tertentu di jawa tengah dan jawa timur, pada masa sebelum kemerdekaan ada istilah di tengah masyarakat tentang wewengkon yang merujuk pada kewenangan desa untuk mengelola, memanfaatkan dan melestarikan sumberdaya hutan untuk kepentingan warga desa. Seiring dengan cengkeraman pemerintah yang semakin kuat dalam penguasaan hutan, konsep wewengkon hutan ini tidak berfungsi lagi yang membuat apatisme masyarakat desa terhadap sumberdaya hutan.

17

Hutan desa merupakan tradisi pengelolaan hutan yang sudah ada sejak lama. Dlaam tradisi desa-desa di jawa selalu dikenal adanya tanah desa. Tanah kasa desa bisa berwujud macam-macam. Salah satunya berbentuk hutan. Tanah kas desa yang dalam istilah lokal di Kabupaten Kulon Progo disebut Sorowiti berfungsi selain sebagai sumber kesejahteraan masyarakat desa tersebut, terkadang juga berfungsi sebagai sarana konservasi lingkungan. Tradisi itu secara perlahan-lahan punah. Tidak banyak lagi tanah kas desa yang masih berfungsi. Hutan desa pada dasarnya adalah menumukan kembali kearifan-kearifan lokal yang hilang. Hutan Desa diimplementasikan dengan pendekatan model pengelolaan kolaboratif dengan melibatkan berbagai stakeholders yang memiliki kepentingan pada hutan desa baik pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi maupun LSM. Para stakeholders tersebut mengembangkan kesepakatan-kesepakatan yang menegaskan peran, tanggungjawab dan hak-haknya dalam pengelolaan suatu kawasan sumberdaya hutan. Kesekapatan-kesepatakan itu didesain berdasarkan persoalan lokal, yang berbeda di setiap wilayah tanpa aturan-aturan kaku. Pada era otonomi daerah, konsepsi hutan desa dengan pendekatan kolaboratif managemen ini menjadi sangat relevan. Otonomi desa menjadi bagian yang penting pada proses desentralisai pemerintah. Proses demokratisasi di tingkat desa sebagai representasi negara dan struktur pemerintahyang paling dekat dengan rakyat menjadi agenda yang cukup krusial untuk menggali kembali, mengidentifikasi stakeholders dan membangun kesepahaman bersama pengelolaan hutan di tingkat desa adalah hal yang mutlak harus dilakukan apabila kita ingin persoalan hutan bukan lagi murni milik kelompok tani hutan sebagai tetapi menjadi persoalan bersama. Dengan kosepsi forest user groups hutan desa, semangat otonomi daerah dengan memandirikan desa melalui pengoptimalan sumberdaya alam sebagai pendapatan asli desa menjadi kenyataan.

18

Kemandirian

ekonomi

lokal

juga

merupakan

bagian

penting

dalam

pengembangan hutand desa. Untuk itu yang perlu diupayakan kemudian adalah pengembangan sistem kelembagaannya sekaligus tenurial syestemnya, sehingga Hutan desa tersebut mampu berkembang menjadi Pengusahaan hutan skala rakyat ( forest based small scale enterprises). Dengan kedua instrumen itu, maka secara nyata ada jaminan yang jelas terhadap hak masyarakat atas sumberdaya hutan. Pada sisi yang lain, ada jaminan yang jelas terhadap fungsi hutan yang tidak berubah dan status lahan yang tidak berpindah. Sementara untuk pengambil kebijakan, diperlukan kearifan dalam melihat dan menilai secara obyektif fenomena yang terjadi di lokasi tersebuta, sehingga dapat memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat ikut mengelola hutan dalam jangka waktu yang panjang.

Deskripsi kegiatan

19

Secara umum kegiatan Hutan Desa terbagi atas 4 jenis kegiatan besar yaitu : 1. Pendampingan, adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki mereka tanpa menghilangkan kearifan lokal yang telah mereka miliki. Kegiatan pendampingan ini dilakukan pada 3 desa yaitu Hargorejo, Hargowilis dan Sendangsari melalui pelatihan-pelatihan, studi banding, workshop dan bentuk pembedayaan masyarakat lainnya. Harapannya dengan pendampingan ini maka masyarakat dapat meningkat pengetahuannya, sehingga mendorong peningkatan kesejahteraan hidupnya. 2. Advokasi kebijakan dilakukan untuk memperoleh kepastian hukum bagi masyarakat dalam mengelola hutan berupa ijin pengelolaan baik di tingkat daerah berupa SK bupati, PERDA (peraturan Daerah) ataupun di tingkat desa berupa Perdes (peraturan Desa). 3. Penelitian dilakukan untuk mendorong proses pengelolaan hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dilakukan secara partisipatif. Riset tersebut diantaranya adalah PRA, riset kelembagaan, Relasi gender dalam pengelolaan hutan, Riset Konservasi tanah air, Riset pemasaran pasca panen dan riset lainnya yangrelevan. 4. Pengembangan Pusat Informasi. Kegiatan ini dilakukan sebagai media informasi bagi seluruh pihak yang berkepentingan sekaligus membangun kesadaran akan artinya pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Adapun bentuk kegiatan tersebut berupa penerbitan Bulletin lokal, komik petani, pembuatan Film dokumenter, serta bentuk kampanye lainnya.

3.5. TUGAS
20

Berikan penjelasan secara singkat dan tepat untuk persoalan berikut : 1. Jelaskan pengertian hutan ! 2. Jelaskan beberapa proses saling berhubungan yang terjadi di dalam hutan ! 3. Jelaskan mengenai fungsi hutan ! 4. Jelaskan kerusakan hutan akibat penebangan (deforestasi) menurut analisa para ahli ! 5. Bagaimana kondisi hutan di daerah-daerah saat ini, khususnya di Propinsi Banten ? 6. Bagaimana pendapat anda mengenai Hutan Tanaman Industri (HTI) ? 7. Tuliskan opini anda mengenai Hutan Desa sebagaimana studi kasus pada bab ini !

Referensi :
Arief, A. 1994. Hutan, Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Afia, A. 2008. Revitalisasi Hutan di Banten. www.koraninternet.com. Gradwohl, J. dan R. Greenberg. 1991. Menyelamatkan Hutan Tropika. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Kusmana C. dan Istomo. 2008. Pembangunan HTI dan Peningkatan Kualitas Lingkungan. http://www.riaumandiri.net/indexben.php?id=16852 http://damarnet.org/

21

Anda mungkin juga menyukai