Anda di halaman 1dari 13

A.

ANATOMI Hidung Luar Menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas; struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas, kubah tulang, yang tak dapat digerakkan; dibawahnya terdapat kuba kartilago yang sedikit dapat digerakan; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Belahan bawah apertura piriformis hanya kerangka tulangnya saja, memisahkan hidung luar dengan hidung dalam. Disebelah superior, struktur tulang hidung luar berupa prosesus maksila yang berjalan keatas dan kedua tulang hidung, semuanya disokong oleh prosesus nasalis tulang frontalis dan suatu bagian lamina perpendikularis tulang etmoidalis. Spina nasalis anterior merupakan bagian dari prosesus maksilaris medial embrio yang meliputi premaksila anterior, dapat pula dianggap sebagai bagian dari hidung luar. Bagian berikutnya yaitu kubah kartilago yang sedikit dapat digerakan, dibentuk oleh kartilago lateralis superior yang saling berfusi di garis tengah serta berfusi pula dengan tipe atas kartilago septum kuadrangularis. Sepertiga bawah hidung luar atau lobulus hidung, dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus menutup vestibulum nasi dan dibatasi disebelah medial oleh kolumela, dilateral oleh ala nasi, dan anterosuperior oleh ujung hidung. Mobilitas lobulus hidung penting untuk ekspresi wajah, gerakan mengendus dan bersin. Otot ekspresi wajah yang terletak subkutan diatas tulang hidung, pipi anterior dan bibir atas menjamin mobilitas lobulus. Jaringan ikat subkutan dan kulit juga ikut menyokong hidung luar. Jaringan lunak di antara hidung luar dan dalam dibatasi disebelah inferior oleh krista piriformis dengan kulit penutupnya, dimedial oleh septum nasi dan tepi bawah kartilago lateralis superior sebagai batas superior dan lateral. Struktur tersempit dari seluruh saluran pernapasan atas adalah limen nasi/ os internum oleh ahli anatomi atau sebagai katup hidung Mink oleh ahli faal

Hidung Dalam Struktur ini membentang dari os sternum disebelah anterior hingga koana diposterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum nasi merupakan struktur tulang digaris tengah, secara anatomi membagi oragan menjadi dua hidung. Pada dinding lateral hidung terdapat pula konka dengan rongga udara

yang tak teratur diantaranya meatus superior, media dan inferior. Kerangka tulang dapt menentukan diameter pasti dari rongga udara, struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam cenderung bervariasi tebalnya, juga mengubah resistensi dan akibatbya tekana dan volume aliran udara inspirasi dan ekspirasi. Diameter yang berbeda disebabkan kongesti dan dekongesti mukosa, perubahan badan vaskular yang dapat mengembang pada konka dan septum atas, dan dari krusta dan deposit atau sekret mukosa. Duktus nasolakrimalis bermuara pada meatus inferior dibagian anterior. Hiatus semilunaris dari meatus media merupakan muara sinus frontalis, etmoidalis anterior dan sinus maksilaris. Sel-sel sinus etmoidalis posterior bermuara pada meatus superior, sedangkan sinus sfenoidalis bermuara pada resesus sfenoetmoidalis. Ujung-unjung saraf olfaktorius menempati daerah kecil pada bagian medial dan lateral dinding hidung dalam dan ketas hingga kubah hidung. Deformitas struktur demikian pula penebalan atau edema mukosa berlebihan dapat mencegah aliran udara untuk mencapai daerah olfaktorius, sehingga sangat mengganggu penghiduan. Bagian tulang dari septum terdiri dari kartilago septum(kuadrangularis) deisebelah anterior, lamina perpendikularis tulang etmoidalis disebelah atas, vomer dan rostrum sfenoid di posterior dan suatu krista disebelah bawah, terdiri dari krista maksila dan krista palatina. Krista dan tonjolan yang terkadang perlu diangkat, tidak jarang ditemukan. Pembengkokan septum yang dapat terjadi karena faktor-faktor pertumbuhan atau trauma dapat sedemikian hebatnya hingga mengganggu aliran udara dan perlu dikoreksi secara bedah. Konka didekatnya umumnya dapat mengkompensasi kelainan septum(bila tidak terlalu berat), dengan memperbesar ukurannya pada sisi konkaf dan mengecil pada sisi lainnya sedemikian rupa agar dapat mempertahankan lebar rongga udara yang optimum. Jadi, meskipun septum nasi bengkok, aliran udara masih akan ada dan masih normal. Derah jaringan erektil pada kedua sisi septum berfungsi mengatur ketebalan dalam berbagai kondisi atmosfer yang berbeda.

Sinus Paranasal

Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga udara hidung, jumlah, bentuk, ukuran, dan simetri bervariasi. Sinus-sinus ini membentuk rongga didalam beberapa tulang wajah dan diberi nama yang sesuai: sinus maksilaris, sfenoidalis, frontalis, dan etmoidalis. Yang terakhir biasanya berupa kelompok-kelompok sel etmoidalis anterior dan posterior yang saling berhubungan, masing-masing kelompok bermuara kedalam hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan kedalam rongga hidung. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara. Sinus maksilaris rudimenter, atau antrum umumnya telah ditemukan pada saat lahir. Sinus paranasalis lainnya timbul pada masa kanak-kanak dalam tulang wajah. Tulang-tulang ini bertumbuh melebihi kranium yang menyangganya. Dengan teresopsinya bagian tengah yang keras, maka membran mukosa hidung menjadi tersedot kedalam rongga-rongga yang beru terbentuk ini. B. HISTOLOGI HISTOLOGI HIDUNG Masing-masing rongga hidung disusun oleh dinding kaku terdiri atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali nares anterior yang dindingnya disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta tulang rawan, dan bentuknya dapat berubah-ubah karena adanya gerakan otot.Permukaan hidung ditutupi oleh kulit yang mengandung kelenjar sebasea besar yang meluas ke bagian depan vestibulum nasi, tempat terdapatnya kelenjar sebasea, kelenjar keringat dan folikel rambut, dengan rambutnya yang kaku dan kasar. Pada setiap puncak rongga hidung dan meluas ke bawah, di atas konka nasalis superior, serta di bagian sekat hidung di dekatnya, terdapat suatu daerah berwarna coklat kekuningan (pada selaput lendir segar).Daerah ini mengandung reseptor penghidu, disebut daerah olfaktoria atau mukosa olfaktoria.Epitel olfaktoria adalah epitel bertingkat silindris tanpa sel Goblet, dengan lamina basal yang tidak jelas. Epitel olfaktoria disusun oleh tiga jenis sel yaitu : 1. Sel penyokong 2. Sel basal 3. Sel olfaktoris

SEL PENYOKONG ATAU SEL SUSTENTAKULAR Sel-sel ini berbentuk silindris, tinggi ramping, relatif lebar di bagian puncaknya, serta menyempit di bagian dasarnya. Inti sel lonjong terletak di tengah, dan lebih superfisial dari inti sel sensorik. Di permukaan apikal sel, terdapat mikrovili langsing yang menonjol di dalam lapisan mukus. SEL BASAL Sel-sel ini berbentuk kerucut, kecil, dengan inti berbentuk lonjong, gelap dan tonjolan sitoplasma bercabang, terletak di antara sel-sel penyokong di bagian dasar. Sel ini dianggap sebagai sel induk yang mampu berkembang menjadi sel penyokong. SEL OLFAKTORIS ATAU SEL SENSORIK Sel-sel ini tersebar di antara sel-sel penyokong dan merupakan modifikasi sel bipolar dengan sebuah badan sel, sebuah dendrit yang menonjol ke permukaan, dan sebuah akson yang masuk lebih dalam ke lamina propria.Inti sel bulat, terletak lebih ke basal daripada inti sel penyokong.Dendrit-dendrit di bagian apikal langsing dan berjalan ke permukaan di antara sel-sel penyokong, dan akan berakhir sebagai bangunan mirip bola kecil, yang disebut vesikula olfaktoria.Dari masing-masing vesikula olfaktoria, keluar enam sampai sepuluh helai rambut (silia) secara radier, disebut silia olfaktoria.

SINUS PARA NASAL Sinus paranasal merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang-tulang tengkorak, dan berhubungan dengan rongga hidung.Memiliki sedikit

sel Goblet dan lamina basal kurang berkembang.Mengandung lebih sedikit kelenjar dibanding yang ada di hidung, serta tidak mengandung jaringan erektil. Terdapat empat sinus yaitu : 1. 2. 3. 4. Sinus maksilaris Sinus frontalis Sinus etmoidalis Sinus sfenoidalis

Epitel yang membatasi sinus-sinus paranasal merupakan lanjutan dari epitel hidung yaitu epitel bertingkat silindris bersilia. Memiliki sedikit sel Goblet dan lamina basal kurang berkembang. Mengandung lebih sedikit kelenjar dibanding yang ada di hidung, serta tidak mengandung jaringan erektil. Lapisan terdalam bersatu dengan periosteum. fisiologi dari hidung dan sinus paranasalis

Penghidu Seperti halnya anatomi hidung biasanya tidak memungkinkan inspeksi celah olfaktorius dengan spekulum hidung, maka untuk alasan yang sama, lengkung aliran udara inspirasi normalnya tidak cukup tinggi untuk mencapai celah tersebut agar bau dapat terhidu, kecuali bila bau tersebut sangat kuat. Bila kita ingin mengenali suatu bau, biasanya kita mengendus, yauitu menambah tekanan negatif guna menarik aliran udara yang masuk ke area olfaktorius. Pada sumbatan hidung yang patologik, pasien sering mengeluh anosmia sebelum mengemukakan bahwa ia juga bernafas lewat mulut. Lebih lanjut, karena kita membedakan berbagai makanan lewat kombinasi rasa dan bau, keluhan pasien dapat pula berupa makanan tidak lagi pas rasanya. Indra penghidu pada manusia tergolong rudimenter dibandingkan hewan lainnya, namun kepekaan organ ini cukup mengejutkan. McKenzie menyatakan vanilin dapat dipersepsi manusia sebagai suatu bau bila terdapat dalam konsentrasi hingga serendah 5 x 10 -10 gm/L udara. Proses persepsi bau belum dapat dipastikan, namun terdapat dua teori yang mengisyaratkan mekanisme kimia atau undulasi. Menurut teori kimia, partikel-partikel zat yang berbau disebarkan secara difusi lewat udara dan menyebabkan suatu reaksi kimia saat mencapai epitel olfaktorius. Menurut teori undulasi, gelombang energi serupa dengan tempaan ringan pada ujung saraf olfaktorius. Tanpa memandang mekanismenya, indra penghidu dengan cepat menghilang.

Masih sangat sulit untuk melakukan standarisasi uraian ciri-ciri beragam bau atau pengukuran kadar bau yang dapat dibandingkan dengan suatu uji laboratorium. Amoore mengidentifikasi tujuh kategori utama bau, yang cukup memadai untuk menjembatani dan menjelaskan semua perbedaan yang dirasakan. Meskipun banyak peneliti dapat menerima teori ini, namun sistem ini belum diterima dalam praktek klinis rutin ataupun sebagai dasar untuk menentukan derajat kecacatan. Sebaliknya, peneliti sering kali mencoba membedakan anosmia, hiposmia, penciuman normal dan parosmia (penciuman yang berubah) memakai suatu zat yang berbau, misalnya minyak cengkeh dalam berbagai derajat pengenceran pada subjek yang diuji. Sinus tidak mempunyai fungsi fisiologis yang nyata. Negus adalah salah satu pendukung opini bahwa sinus juga berfungsi sebagi indra pencium dengan jalan memudahkan perluasan dari etmokonka, terutama sinus frontalis dan sfenoidalis. Etmokonka yang dilapisi epitel pencium dapat ditemukan pada beberapa binatang rendah. Pada manusia, sinus biasanya kosong dan indra pencium kita jauh lebih rendah dari misalnya kucing, etmokonka manusia jelas telah menghilang selama proses evolusi.

Tahan Jalan Nafas Nafas manusia dimulai dari lubang hidung. Usaha bernafas menghantarkan udara lewat saluran pernafasan atas dan bawah kepada alveoli paru dalam volume, tekanan, kelembaban, suhu dan kebersihan yang cukup, untuk menjamin suatu kondisi ambilan oksigen yang optimal, dan pada proses sebaliknya, juga menjamin proses eliminasi karbon dioksida yang optimal, yang diangkut ke alveoli lewat aliran darah. Hidung dengan berbagai katup inspirasi dan ekspirasi serta kerja mirip katup dari jarinagn erektil konka dan septum, menghaluskan dan membentuk aliran udara, mengatur volume dan tekanan udara yang lewat, dan menjalankan berbagai aktivitas penyesuaian udara (filtrasi, pengaturan suhu dan kelembaban udara). Perubahan tekanan udara di dalam hidung selama siklus pernafasan telah diukur memakai rinomanometri. Selama respirasi tenang, perubahan tekanan udara di dalam hidung adalah minimal dan normalnya tidak lebih dari 10-15 mm H2O, dengan kecepatan aliran udara bervariasi anatara 0 sampai 140 ml/menit. Pada inspirasi, terjadi penurunan tekanan udara keluar sinus. Sementara pada ekspirasi tekanan sedikit meningkat, udara masuk ke dalam

sinus. Secara keseluruhan, pertukaran udara sinus sangat kecil, kecuali pada saat mendengus, suatu mekanisme di mana hantaran udara ke membrana olfaktorius yang melapisi sinus meningkat. Suatu rentang tahanan jalan nafas hidung yang luas telah diamati pada individu normal. Lebih dari 50 persen tahanan jalan nafas total selama respirasi normal merupakan tahanan hidung total. Sebaliknya, hanya 20 persen dari tahanan pernafasan total dikaitkan dengan jalan mulut pada pernafasan lewat mulut. Pada individu umumnya, terdapat perubahan dari pernafasan hidung menjadi pernafasan hidung-mulut selama berolahraga dengan meningkatnya kebutuhan udara. Namun, normalnya terdapat variasi yang cukup luas, saat terjadinya peralihan tersebut. Meskipun pernafasan mulut jelas lebih mudah, individu biasanya hanya melakukannya pada keadaan stenosis hidung yang tak terkompensasi atau bila fungsi paru yang buruk tidak mampu mengatasi tahanan hidung normal. Pada sumbatan hidung total dengan akibat pernafasan lewat mulut, beberapa peneliti telah mengamati adanya peningkatan PCO2. Kencenderungan untuk bernafas lewat hidung telah diperoleh dalam enam bulan pertama kehidupan dan berlanjut sebagai perlindungan terhadap risiko lewat udara untuk seumur hidup. Beberapa daerah hidung di mana jalan nafas menyempit dapat diibaratkan sebagai katup. Pada bagian vestibulum hidung, terdapat dua penyempitan demikian. Penyempitan yang lebih anterior terletak di antara aspek posterior kartilago lateralis superior dengan septum nasi. Tiap deviasi septum nasi pada daerah ini sering kali makin menyempitkan jalan nafas dengan akibat gejala-gejala sumbatan jalan nafas. Deviasi demikian dapat disebabkan trauma atau pertumbuhan yang tidak teratur. Penyempitan kedua terletak pada apertura piriformis tulang. Kedua daerah ini dapat dianggap sangat bermakna secara klinis pada kasus-kasus yang cenderung membutuhkan koreksi bedah intranasal.

Perubahan tahanan hidung yang normal antara hidung kiri dan kanan telah diperagakan memakai rinomanometri. Volume pernafasan dalam kedua hidung berubah akibat kongesti dan dekongesti jaringan erektil yang melapisi konka nasalis di kedua sisi septum. Siklus pada individu normal ditemukan bervariasi antara 1 jam hingga 6 jam, dengan rata-rata lama siklus 2,5 jam. Fluktuasi ini bukan merupakan temuan normal pada individu umumnya, karena tahanan hidung total cenderung menetap pada tingkat yang konstan.

Penyesuaian Udara Dalam waktu yang singkat saat udara melintasi bagian horizontal hidung yaitu sekitar 16-20 kali per menit, udara inspirasi dihangatkan (atau didinginkan) mendekati suhu tubuh dan kelembaban relatifnya dibuat mendekati 100 persen. Suhu ekstrim dan kekeringan udara inspirasi dikompensasi dengan cara mengubah aliran udara. Hal ini dilakukan melalui perubahan fisik pada jaringan erektil hidung.

Purifikasi Udara Rambut hidung, atau vibrisa pada vestibulum nasi yang berlapis kulit berperanan dalam filtrasi udara.Lebih nyata pada pria, namun tidak dimengerti apa peranan perbedaan seks ini dalam filtrasi udara. Anatomi hidung dalam iregular menimbulkan arus balik udara inspirasi, dengan akibat penimbunan partikel dalam hidung dan nasofaring. Benda asing, termasuk bakteri dan virus (sering kali menggumpal membentuk partikel besar) akan diekspektorans atau diangkut melalui transpor mukosiliar ke dalam lambung untuk disterilkan sekresi lambung. Gas-gas yang larut juga dikeluarkan dari udara saat melewati hidung. Makin larut air suatu gas, makin sempurna pengeluarannya oleh mukosa hidung. Polutan seperti hidrogen klorida, sulfur dioksida, dan amonia semuanya sangat larut dan karena itu dibersihkan sepenuhnya dari udara inspirasi. Sebaliknya, karbon monoksida dan hidrokarbon mempunyai kelarutan yang sangat rendah dan langsung menuju paru-paru.

Fungsi Mukosiliar Transpor benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi k faring di sebelah posterior, di mana kemudian akan ditelan atau diekspektorans, merupakan kerja silia yang menggerakkan lapisan mukus dengan partikel yang terperangkap. Aliran turbulen dalam hidung memungkinkan paparan yang luas antara udara inspirasi dengan epitel hidung dan lapisan mukusnya, lapisan mukus berupa selubung sekret kontinyu yang sangat kental, meluas ke seluruh ruang dan sudut hidung, sinus, tuba eustakius, faring, dan seluruh cabang bronkus.

Lapisan atas dari lapisan mukus yang amat tipis ini kaya akan glikoprotein, lebih kental, dengan kekuatan tegangan yang memungkinkan gerakan kaku silia ke depan untuk mempertahankan gerakan lapisan ke posterior dalam aliran kontinu. Lapisan bawah, lapisan perisiliaris lebih encer, menimbulkan sedikit hambatan terhadap gerak pemulihan silia (membengkok). Lapisan mukus diperbaharui oleh kelenjar submukosa dua atau tiga kali dalam satu jam. Seperti gerakan silia dari epitel bronkopulmonar yang mendorong lapisan mukus ke arah faring, demikian pula silia hidung dan telinga. Suatu tekanan negatif yang cukup bermakna tercipta oleh tarikan silia pada lapisan mukus bila salah satu ruangan ini tersumbat oleh mukus. Hal ini dapat berakibat nyeri sinus yang hebat saat sumbatan membersihkan ostium, dan bila sumbat mukus turun kedalam kanalis akustikus dapat menyebabkan atelektasis membrana timpani. Kerja silia yang efektif telah diperlihatkan dapat tertanggu oleh udara yang sangat kering, sering kali terjadi di rumah pada bulan-bulan musim dingin dengan pemanasan. Juga penting untuk mempertahankan pH netral 7. Polusi udara mengganggu efektivitas silia dalam berbagai cara. Nitrogen dioksida dan sulfur dioksida, komponen lazim dari asap mengganggu kesehatan hidung. Partikel bermuatan positif dapat menetralisir hitung ion atmosfer yang negatif normal terbentuk akibat radiasi matahari. Gerakan silia terlihat berkurang atau bahkan terhenti setelah hitung ion menjadi lebih positif. Akibatnya, kendatipun pasien datang dengan keluhan sinusitis, namun penyebab sesungguhnya adalah gangguan faal silia. Mukus hidung di samping berfungsi sebagai alat transportasi partikel yang tertimbun dari udara inspirasi, juga memindahkan panas, normalnya mukus menghangatkan udara inspirasi dan mendinginkan udara ekspirasi, serta melembabkan udara inspirasi dengan lebih dari satu liter uap setiap harinya. Namun, bahkan dengan jumlah uap demikian sering kali tidak memadai untuk melembabkan udara yang sangat kering, sering kali terdapat di rumah-rumah dengan pemanasan selama musim dingin. Hal ini dapat berakibat mengeringnya mukosa yang disertai berbagai gangguan hidung. Derajat kelembaban selimut mukus ditentukan oleh stimulasi saraf pada kelenjar seromukosa pada submukosa hidung. Sepertiga anterior rongga hidung ikut berubah sebagai respon terhadap perubahan sifat fisik udara inspirasi. Sangat menyimpang dari aturan, maka epitel pernafasan yang melapisi bagian anterior konka terutama konka inferior, menjadi transisional atau gepeng dan tidak ditemukan adanya silia. Lapisan mukus pada bagian ini menjadi lebih kental dan hanya dapat bergerak dengan tarikan yang disebarkan sepanjang lapisan mukus dari daerah yang masih bersilia di posterior. Jika kandungan partikel udara inspirasi masih tinggi seperti yang ditemukan pada pekerjaan tertentu, maka dapat diamati adanya pembentukkan krusta di sekitar vibrisa dan ujung anterior konka.

Arah gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang. Karena silia lebih aktif pada meatus media dan inferior yang terlindung, maka cenderung menarik lapisan mukus dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Arah gerakan pada septum adalah ke belakang dan agak ke bawah menuju dasar. Pada dasar hidung, arahnya ke belakang dengan kec enderungan bergerak di bawah konka inferior ke dalam meatus inferior. Pada sisi medial konka, arah gerakan ke belakang dan ke bawah, lewat di bawah tepi inferior dari meatus yang bersesuaian. Drainase dari daerah tak bersilia pada sepertiga anterior hidung seluruhnya praktis lewat meatus. Ini merupakan daerah yang paling banyak mengumpulkan kontaminan udara. Arah gerakan dari sinus seperti spiral, pada manusia, dimulai dari suatu titik yang jauh dari ostium. Kecepatan bergerak bertambah secara progesif saat mencapai ostium, dan pada ostium lapisan mukus bergerak seperti tuba yang berputar dengan kecepatan 15 hingga 20 mm/menit. Kecepatan gerak mukus yang ditentukan oleh kerja silia berbeda di berbagi bagian hidung, pada segmen hidung anterior mungkin hanya seperenam dari kecepatan segmen posterior, yaitu sekitar 1 hingga 20 mm/menit. Cacat mukosiliar baik yang diturunkan atau didapat telah terbukti berkaitan dengan keadaan penyakit yang bermakna. Lapisan mukus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel lemah, juga merupakan sawar terhadap alergen, virus dan bakteri. Akan tetapi walaupun organisme hidup mudah dibiak dari segmen hidung anterior, sulit untuk mendapat suatu biakan postnasal yang positif. Lisozim, yang terdapat pada lapisan mukus, bersifat destruktif terhadap dinding sebagian bakteri. Fagositosis aktif dalam membran hidung merupakan bentuk proteksi di bawah permukaan. Membran sel pernafasan juga memberikan imunitas induksi selular. Sejumlah imunoglobulin dibentuk dalam mukosa hidung, sebagian agaknya oleh sel plasma yang normal terdapat dalam jaringan tersebut. Sesuai kebutuhan fisiologik, telah diamati adanya IgG, IgA dan IgE. Rinitis alergika terjadi bil alergen yang terhirup berkontak dengan antibodi IgE sehingga antigen tersebut terfiksasi pda mukosa hidung dan sel mast submukosa. Selanjutnya dihasilkan dan dilepaskan mediator radang yang menimbulkan perubahan mukosa hidung yang khas.

Hubungan dengan paru-paru Faal paru-paru normal bergantung pada pernafasan hidung. Sedangkan tonus bronkus tergantung pada refleks nasopulmonaris yang juga menyebabkan perubahan tahanan dan perfusi paru-paru total. Berbagai penelitian telah melaporkan kasus-kasus dengan gangguan jantung pernafasan, mulai dari kardiomegali sedang dan hipertrofi ventrikel kanan hingga gagal jantung kanan berat dan edema paru, yang disebabkan oleh sumbatan parsial pada saluran pernafasan atas.

Perubahan-perubahan ini dapat dipulihkan setelah jalan nafas dibersihkan. Namun, pengamatan ini terutama pada anak-anak kulit hitam dengan pembesaran adenoid dan dihubungkan dengan hipoksia dan hiperkapnia yang menyebabkan vasokonstriksi paru dan peningkatan tekanan arteri paru. Karenanya diasumsikan bahwa kerentanan individu merupakan persyaratan untuk terjadinya patologi ini, disebabkan pengamatan perubahan ini sangat jarang bila dibandingkan dengan frekuensi sumbatan nasofaring pada anak umumnya. Riset telah menunjukkan suatu refleks yang dihantarkan dari mukosa hidung ke paru-paru homolateral. Suatu penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan vaskular perifer juga telah dikaitkan dengan rangsangan membrana hidung. Namun tahanan vaskular perifer tersebut tidak mengubah aliran karotis. Hal ini mirip dengan apa yang dijelaskan sbagai refleks menyelam yang secara selektif mempertahankan aliran darah ke otak.

Pemeriksaan pada hidung Keluhan utama penyakit atau kelainan di hidung adalah 1) sumbatan hidung, 2) secret di hidung dan tenggorok, 3) bersin, 4) rasa nyeri didaerah muka dan kepala, 5) perdarahan dari hidung dan 6) gangguan penghidu. Sumbatan hidung dapat terjadi oleh beberapa faktor. Oleh karena itu perlu anamnesis yang teliti seperti apakah keluhan sumbatan ini terjadi terus-menerus atau hilang timbul, pada satu

atau kedua lubang hidung atau bergantian. Adakah sebelumnya riwayat kontak dengan bahan allergen seperti debu, tepung sari, bulu binatang, trauma hidung, pemakaian obat tetes hidung dekongestan untuk jangka waktu lama, perokok atau peminum alcohol yang berat. Apakah mulut dan tenggorok merasa kering. Secret di hidung pada satu atau kedua rongga hidung, bagaimana konsistensi secret tersebut, encer, bening seperti air, kental, nanah atau bercampur darah. Apakah secret ini keluar hanya pada pagi hari atau pada waktu-waktu tertentu misalnya pada musim hujan. Secret hidung yang disebabkan karena infeksi hidung biasanya bilateral, jernih sampai purulen. Secret yang jernih seperti air dan jumlahnya banyak khas untuk alergi hidung. Bila sekretnya kuning kehijauan biasanya berasal dari sinusitis hidung dan bila bercampur darah dari satu sisi, hatihati adanya tumor hidung. Pada anak bila secret yang terdapat hanya satu sisi dan berbau, kemungkinan terdapat benda asing dihidung. Secret dari hidung yang turun ke tenggorok disebut post nasal drip kemungkinan berasal dari sinus paranasal. Bersin yang berulang-ulang merupakan keluhan pasien alergi hidung. Perlu ditanyakan apakah bersin ini timbul akibat menghirup sesuatu yang diikuti keluar secret yang encer dan rasa gatal di hidung, tenggorok, mata dan telinga. Rasa nyeri di daerah muka dan kepala yang ada hubungannya dengan keluhan di hidung. Nyeri di daerah dahi, pangkal hidung, pipi dan tengah kepala dapat merupakan tanda-tanda infeksi sinus (sinusitis). Rasa nyeri atau rasa berat ini dapat timbul bila menundukkan kepala dan dapat berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa hari. Perdarahan pada hidung yang disebut epistaksis dapat berasal dari bagian anterior rongga hidung atau dari bagian posterior rongga hidung. Perdarahan dapat berasal dari satu atau kedua lubang hidung. Sudah berapa kali dan apakah mudah dihentikan dengan cara memencet hidung saja. Adakah riwayat trauma hidung/muka sebelumnya dan menderita penyakit kelainan darah, hipertensi dan pemakaian obat-obatan anti koagulansia. Gangguan penghidu dapata berupa hilangnya penciuman (anosmia) atau berkurang (hiposmia). Perlu ditanyakan apakah sebelumnya ada riwayat infeksi hidung, infeksi sinus (sinusitis), trauma kepala dan keluhan ini sudah berapa lama. Pemeriksaan Bentuk luar hidung diperhatikan apakah ada deviasi atau depresi tulang hidung. Adakah pembengkakan didaerah hidung dan sinus paranasal. Dengan jari dapat dipalpasi adanya krepitasi tulang hidung pada fraktur os nasal atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan sinus paranasal. Memeriksa rongga hidung bagian dalam dari depan disebut rinoskopi anterior. Diperlukan speculum hidung. Pada anak dan bayi kadang-kadang tidak diperlukan. Otoskop dapat dipergunakan untuk melihat bagian dalam hidung terutama untuk mencari benda asing. Spekulm dimasukkan ke dalam lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka setelah speculum berada di dalam dan waktu mengeluarkannya jangan ditutup dulu didalam, supaya bulu hidung tidak terjepit. Vestibulum hidung, septum terutama bagian anterior, konka inferior,

konka media, konka superior serta meatus sinus paranasal dan keadaan mukosa rongga hidung harus diperhatikan. Begitu juga rongga hidung sisi yang lain. Kadang-kadang rongga hidung ini sempit karena adanya edema mukosa. Pada keadaan seperti ini untuk melihat organ-organ yang disebut diatas lebih jelas perlu dimasukkan tampon kapas adrenalin pantokain beberapa menit untuk mengurangi edema mukosa dan menciutkan konka, sehingga rongga hidung lebih lapang. Untuk melihat bagian belakang hidung dilakukan pemeriksaan rinoskopi posterior sekaligus untuk melihat keadaan nasofaring. Untuk melakukan pemeriksaan rinoskopi posterior diperlukan spatula lidah dan kaca nasofaring yang telah dihangatkan dengan api lampu spiritus untuk mencegah udara pernafasan mengembun pada kaca. Sebelum kaca ini dimasukkan, suhu kaca dites dulu dengan menempelkannya pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa. Pasien diminta untuk membuka mulut, lidah dua pertiga anterior ditekan dengan spatula lidah. Pasien bernafas melalui mulut supaya uvula terangkat keatas dan kaca nasofaring yang menghadap keatas dimasukkan melalui mulut, ke bawah uvulz dan sampai nasofaring. Setelah kaca berada di nasofaring pasien diminta bernafas melalui hidung. Uvula akan turun kembali dan rongga nasofaring terbuka. Mula-mula diperhatikan bagian belakang septum dan koana. Kemudian kaca diputar ke lateral sedikit untuk melihat konka superior, konka media dan konka inferior serta meatus superior dan meatus media. Kaca diputar lebih ke lateral lagi sehingga dapat diidentifikasi torus tubarius, muara tuba eustachius dan fosa rossenmuler, kemudian kaca diputar ke sisi lainnya. Daerah nasofaring lebih jelas terlihat bila pemeriksaan dilakukan dengan memakai nasofaringoskop. Udara melalui kedua lubang hidung lebih kurang sama dan untuk mengujinya dapat dengan cara meletakkan spatula lidah dari metal di depan kedua lubang hidung dan membandingkan kiri dan kanan. Pemeriksaan sinus paranasal Dengan inspeksi, palpasi dan perkusi di daerah sinus paranasal serta pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior saja, diagnosis kelainan sinus sulit ditegakkan. Pemeriksaan transiluminasi mempunyai manfaat yang sangat terbatas dan tidak dapat menggantikan peranan pemeriksaan radiologic. Pada pemeriksaan transiluminasi sinus maksila dan sinus frontal, dipakai lampu khusus sebagai sumber cahaya dan pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang gelap. Transiluminasi sinus maksila dilakukan dengan memasukkan sumber cahaya ke rongga mulut dan bibir dikatupkan sehingga sumber cahaya tidak tampak lagi. Setelah bebrapa menit tampak daerah infra orbita terang seperti bulan sabit. Untuk pemeriksaan sinus frontal, lampu diletakkan di daerah bawah sinus frontal dekat kantus medius dan di daerah sinus frontal tampak cahaya terang. Pemeriksaan radiologic untuk menilai sinus maksila dengan posisi Water, sinus frontalis dan sinus etmoid dengan posisi postero anterior dan sinus sphenoid dengan posisi lateral. Untuk menilai kompleks osteomeatal dilakukan pemeriksaan dengan CT scan.

Anda mungkin juga menyukai