Tradisi & Laku Budaya Jawa Sistim Religi, Spiritualisme dan Falsafah Hidup melahirkan Tradisi dan Laku Budaya pada masyarakat Jawa. Maka semua tradisi dan laku budaya Jawa bisa diselisik secara rasional runutan dan kaitannya dengan sistim religi, spiritualisme dan falsafah hidup Jawa. Dengan demikian tradisi & laku budaya Jawa pada dasarnya tumbuh kembang pada aras pemahaman kolektif insan Jawa tentang hakekat hidupnya. Pemahaman kolektif tentang hakekat hidup dimaksud adalah yang berkaitan dengan kesadaran ber-Tuhan, kesadaran kesemestaan, dan kesadaran keberadaban manusia. Tradisi yang juga banyak diistilahkan sebagai adat istiadat merupakan aturan-aturan tak tertulis tentang penyelenggaraan hidup bersama. Maka tradisi juga merupakan bagian dari pranata sosial yang berlaku dan disepakati bersama pada komunitas masyarakat. Jawa yang pada kenyataannya cukup luas dan memiliki sejarah panjang dalam persinggungan antar budaya dan peradaban, maka juga melahirkan ragam tradisi yang ada kesamaan maupun perbedaan pada setiap wilayah. Maka mohon kiranya bisa diterima pembagian tradisi Jawa yang berdasarkan wilayah: Tradisi Jawa Metaraman yang berlaku pada wilayah kekuasaan kerajaan Mataram Tradisi Jawa Pesisiran yang berlaku pada wilayah pesisir utara Jawa Tradisi Jawa Santri berlaku pada wilayah-wilayah yang dominan nilai-nilai ajaran agama Islam. Tradisi Jawa Pareden merupakan tradisi yang masih dianut orang-orang Jawa yang tinggal di pedalaman (gunung, redi). Tradisi Jawa Banyumasan merupakan tradisi yang berlaku di wilayah Banyumas.
Ragam tradisi sebagaimana disebutkan ternyata menumbuh kembangkan primordial dalam masyarakat Jawa sehingga merupakan kendala dalam upaya mempersatukan Jawa. 1 Primordial dalam masyarakat Jawa ini merupakan kelemahan mendasar yang kemudian diketahui dan dimanfaatkan penjajah menguasai Jawa. Terlepas dari permasalahan primordial tersebut, wacana pemikiran ini mencoba menelisik benang merah kesamaan antar ragam tradisi tersebut di atas. Meski perlu uraian panjang, bisa diselisik jejak kesamaan dimaksud pada laku budaya yang berupa upacara-upacara adat yang masih memiliki akar kuat pada sistim religi, spiritualisme, dan falsafah Jawa. Yaitu laku budaya Jawa memiliki landasan kuat kepada tujuan bersama dalam mewujudkan kehidupan bersama yang tata tentrem kerta raharja. Maka seunik apapun dan dianggap tidak masuk akal suatu laku budaya Jawa tetap pada aras tujuan mencapai kehidupan bersama yang tata tentrem kerta raharja atau dalam bahasa singkatnya, slamet. Upacara atau ritual slametan pada masyarakat Jawa banyak ragam dan jenisnya. Namun sesuai dengan alur wacana pemikiran yang saya paparkan, maka ragam ritual-ritual slametan tersebut perlu kita bagi dalam 3 (tiga) golongan besar, yaitu: 1. Laku budaya yang berhubungan dengan kesadaran ber-Tuhan:
1
Kebhinekaan tradisi Jawa ini pernah disatukan di jaman Majapahit, namun kemudian cerai berai setelah Majapahit runtuh. Pada jaman kesultanan Demak upaya mempersatukan dengan dasar Islam ternyata tidak berhasil. Demikian pula upaya mempersatukan di jaman Sultan Agung dengan dasar IslamKejawen (Mataraman) juga tidak mampu meng-cover seluruh Jawa.
a. Berkaitan dengan penciptaan manusia - Ritual (upacara) slametan dalam prosesi perkawinan 2 - Ritual (upacara) slametan untuk ibu mengandung. - Ritual (upacara) slametan kelahiran bayi. b. Berkaitan dengan pemeliharaan hidup manusia - Ritual slametan wetonan - Ritual ruwatan c. Berkaitan dengan kematian manusia - Ritual pangrukti layon - Ritual peringatan hari meninggal 2. Laku budaya yang berhubungan dengan kesadaran semesta a. Laku budaya memelihara kehayuan semesta, diantaranya: merti desa, apitan, sadranan, grebeg, kidungan, ritual gamelan, tari jathilan dan ronggeng, pagelaran wayang kulit purwa dengan lakon tertentu. b. Laku budaya bernuansa mohon perlindungan dari marabahaya dan bencana, diantaranya: berbagai ritual menanam sampai memanen padi, ritual sesaji larungan ke laut, sesaji ke penunggu gunung/hutan/sungai/telaga dan tempat-tempat yang dikeramatkan, dll. Termasuk dalam jenis lakubudaya ini: ritual gamelan Gadhung Mlathi, ritual kidungan Ki Layu Nedheng, dan ritual tari Bedhayan.3 3. Laku budaya yang berhubungan dengan kesadaran keberadaban Semua lakubudaya yang sudah dipaparkan pada jenis (1) dan (2) pada dasarnya sudah memuat kesadaran keberadaban. Maka yang perlu disampaikan adalah tradisi & lakubudaya yang tidak berupa upacara dan lebih berupa adat-istiadat yang bernuansa sebagai aturan menjalani hidup bersama. Diantaranya: aturan menghormati yang lebih tua dan yang terposisikan sebagai pemimpin, tatakrama berbahasa, tradisi ngenger dan magersari, gotongroyong, rewang, buwuh panenan, dll. dalam wacana peikiran #4 ini rasanya akan terlalu panjang kalau saya paparkan semua penelisikan rasional terhadap semua laku budaya Jawa yang saya sebutkan. Maka berikut saya lampirkan tiga tulisan saya yang ada kaitannya dengan laku budaya Jawa dimaksud. Mudah-mudahan bisa membantu mendorong upaya penelisikan bersama tentang aspek-aspek rasional budaya dan peradaban Jawa. Swuhn. Semarang, 12.03.2010 Ki Sondong Mandali
Prosesi perkawinan saya masukan dalam laku budaya yang berkaitan dengan penciptaan manusia karena pada khasanah Jawa hakekat perkawinan adalah titising wiji urip yang berkaitan dengan proses ilahiah penciptaan manusia. Wacana ini merupakan pandangan filosofi Jawa tentang perkawinan yang (barangkali) berbeda dengan makna perkawinan pada ajaran (hukum) agama pada umumnya. Ritual gamelan Gadhung Mlathi, kidungan Ki Layu Nedheng, dan tari Bedhayan merupakan lakubudaya yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Raja (Keraton) dan ditujukan kepada upaya mengantisipasi bencana besar semacam: gempa, banjir, badai, pageblug (penyebaran penyakit), dll.