Anda di halaman 1dari 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Hipertermi Maligna Hipertermi maligna, suatu kekacauan metabolisme menakutkan dan tidak menentu, merupakan sindrom klinis yang merupakan bentuk klasik yang terjadi selama anestesi menggunakan agen volatile poten seperti halotan dan muscle relaxan depolarizing, succinylcholine dapat menghasilkan temperatur meningkat pesat (sebanyak 1C/5 menit) dan dapat menyebabkan asidosis ekstrim, merupakan efek dari hilangnya kontrol kalsium intraseluler dan kompensasi akut, peningkatan yang tidak terkendali dalam metabolisme otot rangka dapat mengakibatkan rhabdomyolysis parah. Hal ini juga dapat muncul pada periode pasca operasi yaitu lebih dari satu jam setelah anestesi dan bahkan tanpa paparan agen memicu diketahui

2.2. Epidemilogi Hipertermi Maligna Meskipun kebanyakan kasus dilaporkan pada pasien anak, namun segala usia dapat terkena. Insiden keseluruhan dari hipertermi maligna selama anestesi umum, telah dilaporkan sebesar 1:40.000 untuk dewasa dan 1:15.000 pada anakanak. Survey Danis mengindikasikan bahwa insiden hipertermi maligna yang nyata adalah sebesar 1:250.000 dari total anestesi, 1:80.000 pada anestesi dengan agen inhalasi saja, 1:60.000 pada anestesi dengan agen inhalasi dan suknilkolin. Awalnya, tingkat kematiannya adalah 70%, namun diagnosis dini dan penggunaan dantrolene telah mengurangi hingga kurang dari 5%.

2.3. Patofisiologi Hipertermi Maligna Hipertermi maligna adalah miopati, biasanya subklinis, yang merupakan bentuk akibat kegagalalan akut dari kontrol kalsium intraseluler ion (Ca2 +).

Kontraksi otot normalnya dimulai pada neuromuskuler junction (yaitu, motor end-plate). Asetilkolin dilepaskan dari terminal motor neuron dan berdifusi ke membran postsynaptic, yang terikat pada reseptor kolinergik nikotinik sehingga memicu gelombang depolarisasi dan disebut sebagai rangsang potensial postsynaptic yang mencetuskan potensial aksi yang merambat ke tubulus transversal (T Tubulus). T tubulus bertindak sebagai saluran untuk membawa potensial aksi ke dalam miofibril, dimana sinyal rangsang mereka ditransduksi ke permukaan dari retikulum sarkoplasma (SR) dalam sel otot untuk memulai potensi rilis Ca2 + yang disimpan dalam SR terminal cisternae. Dalam otot rangka, pelepasan SR Ca2 + adalah merupakan langkah penting untuk kontraksi. Seluruh proses, dari T-tubulus depolarisasi hingga pelepasan SR Ca2+, disebut eksitasikontraksi (EC) coupling. Pada hipertermi maligna, kontraksi otot terjadi tanpa penyebaran gelombang depolarisasi dan bersifat lama dan mungkin irreversibel. Otot rangka merupakan jaringan pada manusia yang mana dalam kondisi abnormal berhubungan dengan kejadian hipertermi maligna. Secara fungsional, otot yang terkena dipicu oleh berbagai rangsangan bila dibandingkan otot yang normal. Selama episode hipertemi maligna, konsumsi oksigen (VO2) dan metabolisme glikolisis meningkat tajam. Perubahan ini akan meningkatkan laktat dan akan merubah keseimbangan asam basa. Perubahan awal terlihat pada darah vena, dimana terjadi penurunan pH dan tekanan parsial oksigen vena dan peningkatan tekanan parsial CO2, laktat, potasium dan suhu. Peningkatan laktat yang terjadi sebelum penurunan tekanan parsial O2 menunjukkan adanya hipoksia jaringan. Perubahan metabolisme terjadi lebih awal sebelum terjadinya perubahan heart rate, temperatur atau katekolamin dalam sirkulasi. Peningkatan CO 2 ekspirasi, merupakan parameter paling sensitif sebagai tanda awal pada anestesi umum. Tanda-tanda lain dari peningkatan produksi CO 2 antara lain peningkatan tekanan parsial mixed venous CO2 dan hiperventilasi pada nafas spontan. Produksi panas selama periode akut hipertensi maligna diperoleh dari metabolisme aerob, glikolisis, netralisasi ion H+ dan energi dalam proses transportasi ion, kontraksi dan relaksasi. Pada fase awal, produksi panas 4

disebabkan oleh peningkatan metabolisme aerob dan pembentukan laktat memproduksi panas pada fase selanjutnya.

2.4. Faktor Pencetus Maligna Hipertermi Episode akut Hipertermi Maligna tergantung pada tiga variabel: kecenderungan (mungkin jarang diperoleh) genetik, ketiadaan faktor penghambat, dan adanya anestesi yang potensial atau pemicu nonanesthetic. 2.4.1. Genetik Mutasi di RYR1 terjadi pada setidaknya 50% dari subyek rentan dan hampir semua keluarga dengan penyakit susunan saraf pusat (CCD). Denborough dan teman-teman, menerangkan pada tahun 1960 dan 1962, bahwa adanya faktor keturunan yang bersifat autosom dominan. 2.4.2. Obat Anestesi Pemicu hipertermi Maligna Obat anestesi yang dapat menyebabkan hipertermi maligna antara lain halotan, enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran, dan succinylcholine. Desfluran dan sevofluran adalah pemicu kurang kuat, menghasilkan onset yang lebih bertahap terhadap terjadinya hipertermi maligna. Onset mungkin akan semakin cepat jika succinylcholine digunakan. Nitrous oxide telah dilaporkan sebagai salah atu pemicu lemah hipertermi maligna. Sedangkan muscle relaxan nondepolarisasi memblokir efek dari succinylcholine dalam memicu hipertermi maligna dan juga mereka melemahkan efek anestesi inhalasi. Episode hipertermi maligna, telah dilaporkan pada umur yang ekstrim dan selama regional anestesi. Dilaporkan terjadinya rigiditas otot pada bayi dalam uterus sesaat sebelum lahir. Fetus kemungkinan mempunyai faktor keturunan dan dicetuskan oleh agen anestesi yang diberikan pada ibunya. Juga dilaporkan kejadian hipertermi maligna selama anestesi epidural dengan lidocain dan anestesi spinal dengan tetracain. Secara teori, ditunjukkan bahwa pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasma dapat terjadi oleh golongan amide pada laboratorium

binatang, bagaimanapun, penelitian ini menggunakan anestesi lokal dengan konsentrasi yang jauh lebih besar dibanding pemakaian klinik. Infus propofol berkepanjangan dalam perawatan intensif pediatrik berhubungan dengan komplikasi yang menimbulkan reaksiseperti hipertermi maligna. Propofol bukan merupakan pemicu hipertermi maligna. Drugs Known to Trigger Malignant Hyperthermia. Halogenated general anesthetics Ether Cyclopropane Halothane Methoxyflurane Enflurane Isoflurane Desflurane Sevoflurane Nondepolarizing muscle relaxants Succinylcholine

2.5. Diagnosis Hipertermi Maligna Hipertermi maligna adalah gangguan akibat peningkatan metabolisme, dan tanda-tanda awal mungkin masih sulit dinilai. Ini harus dibedakan dari gangguan lain dengan tanda-tanda yang sama. Demam pasca operasi sendiri jarang merupakan hipertermi maligna. Bila diagnosis sudah jelas, adanya tanda hypermetabolism dan peningkatan produksi panas, dan mungkin ada sedikit waktu yang tersisa untuk terapi spesifik dengan tujuan mencegah kematian atau menghilangkan gejala sisa

yang irreversibel. Jika end-tidal karbon dioksida meningkat dan ventilasi meningkat untuk memelihara nilai normal end-tidal , diagnosis hipertermi maligna mungkin tertunda. Tidak ada gejala dan tanda yang khusus dari onset hipertermi maligna. Umumnya gejala yang muncul akibat dari hipermetabolisme, antara lain takikardi, hipertensi, peningkatan produksi CO2 yang dimanifestasikan pada peningkatan end-tidal CO2 dan takipneu. Peningkatan end-tidal CO2 biasanya mencapai 2-3 kali normal, sebagai respon dari peningkatan menit ventilasi yang tinggi, dan merupakan kecurigaan yang kuat akan terjadinya hipertermi maligna. Peningkatan end-tidal CO 2 dapat terjadi tiba-tia atau berkembang secara bertahap dalam 1-2 jam. Pada beberapa pasien, interval antara paparan agen pemicu dan terjadinya gejala bervariasi. Alasan ini belum diketahui. Hipertermi maligna post operasi juga dapat terjadi tetapi jarang. Hipertermi biasanya terjadi, tetapi bukan merupakan tanda awal dari hipertermi maligna. Peningkatan suhu tubuh terjadi dengan cepat (1oC/5 menit). Meskipun menggunakan obat pelumpuh otot, kekakuan otot dapat terjadi, dan merupakan indikator khusus untuk hipertermia maligna bila disertai gejala dan tanda lainnya. Kekakuan otot ini merupakan pathognomonic untuk sindroma ini. Skin mottling dan warna urin kecoklatan dapat terlihat bila telah terjadi myoglobinuria. Tanda dan gejala hipertermi maligna Takikardi Takipnea Hipertensi/hipotensi Hipertermi Menit ventilasi meningkat Kekakuan otot

Skin mottling Urin warna kecoklatan Tanda-tanda DIC

2.6. Penatalaksanaan Hipertermi Maligna Penghentian pemicunya mungkin perawatan yang memadai untuk hipertermi maligna akut jika onset lambat atau jika paparan itu singkat. Dantrolene, terapi andalan, dikemas dalam 20-mg botol dengan natrium hidroksida untuk pH 9 sampai 10 dan manitol. Dantrolene harus dilarutkan dalam air steril dan bukan solusiio karena molekul ekstra menyebabkan efek salting-out dan kesulitan yang lebih besar dalam melarutkan. Ini dapat dipanaskan untuk mempercepat kelarutan. Pada orang dewasa yang besar, sebanyak 10 botol mungkin diperlukan. Efek Dantrolene terhadap jantung yang sangat kompleks termasuk interaksinya dengan antagonis kalsium. Dantrolene memiliki waktu paruh minimal 10 jam pada anak-anak dan orang dewasa. Itu tidak melumpuhkan; efek puncak termasuk kelemahan otot moderat dengan kekuatan yang memadai untuk bernafas dalam dan batuk. Kelemahan dititikberatkan pada pasien dengan miopati. Selain kolestasis jangka panjang (> 3 minggu) terapi, dantrolene tidak memiliki efek samping yang serius. Terapi untuk hipertermi maligna akut dapat diringkas sebagai berikut: a. Langkah awal Panggil bantuan Hentikan prosedur operasi segera Hentikan pemakaian anestesi segera Hiperventilasi dengan oksigen 100%, lebih dari 10 L/menit untuk mengurangi kelebihan CO2. Ukur suhu tubuh. Larutkan 20 mg dantrolen dengan 60 ml air murni steril tiap vial. Satu vial dantrolen mengandung 3 g manitol.

Berikan dantrolen dengan dosis awal 2,5 mg/kg dengan cepat. Ulangi sampai and-tidal CO2 turun. Dosis ulangan dapat ditingkatkan sampai 10 mg/kg bila perlu.

Pastikan jalur intravena yang adekuat. Pastikan pemasangan arteri line. Pastikan pemasangan kateter urin. Bila operasi harus dilanjutkan, gunakan teknik/obat anestesi yang tidak memicu hipertermi maligna. Infus kontinyu propofal 100-200 mg/kg/menit dikombinasi dengan opioid.

b. Pendinginan tubuh untuk mencapai suhu tubuh <380C Temperatur yang lebih rendah pada ruang operasi. Hentikan semua alat penghangat. Tempatkan pak es disekitar pasien. Berikan larutan salin dingin lewat nasogastric tube. Irigasi luka pembedahan dengan larutan salin dingin. Serial blood gas Elektrolit Fungsi koagulasi Pemeriksaan darah rutin Kreatinin kinase Myoglobin Laktat Urinalisis Asidosis metabolik : berikan natrium bicarbonat 1-2 mEq/kg. Hiperkalemia : hiperventilasi, calsium chloride 10 mg/kg atau calsium gluconas 10-50 mg/kg; glukosa/insulin 0,15 U insulin reguler /kg dan 1 ml/kg 50% glukosa. Aritmia ventrikuler : biasanya membaik pada terapi asidosis dan hiperkalemia. Dapat juga diberikan prokainamid 1,5 mg/kg tiap 5 menit sampai dosis total 15 mg/kg, atau dengan lidocain 1 mg/kg.

c. Pemeriksaan laboratorium

d. Terapi Komplikasi

Calsium channel blocker dikontraindikasikan, bersama pemberian dantrolen, karena dapat menyebabkan hiperkalemia dan Cardiac arrest. Rhabdomyolisis : Diuresis dengan furosemid dan bikarbonat untuk alkalinisasi urin dan mencegah penimbunan myoglobin dalam ginjal. e. Penatalaksanaan Lanjutan Teruskan dantrolen IV 1 mg/kg tiap 6 jam selama 36 jam atau lebih jika gejala masih ada. Teruskan pemeriksaan serial laboratorium tiap 6 jam. Teruskan terapi hipertermi, asidosis, hiperkalemia dan myoglobinuria. Cek glukosa darah tiap 1-2 jam bila diberikan insulin. Pastikan urin output > lebih dari 2 ml/kg/jam. Observasi munculnya kembali gejala dan tanda grisode akut hipertermi maligna. Penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang kejadian hipertermi maligna. Malignant Hyperthermia Protocol. 1. Discontinue volatile anesthetic and succinylcholine. Call for help! 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Hyperventilate with 100% O2 at high flows. Administer sodium bicarbonate, 12 mEq/kg intravenously. Mix dantrolene sodium with sterile distilled water and administer 2.5 mg/kg intravenously as soon as possible. Institute cooling measures (lavage, cooling blanket, cold intravenous solutions). Administer inotropes and antiarrhythmic agents as necessary. Administer additional doses of dantrolene if needed. Change anesthetic tubing and soda lime. Monitor urinary output, K+, Ca2+, blood gases, end-tidal carbon dioxide; perform clotting studies. Treat severe hyperkalemia with dextrose, 2550 g intravenously, and regular insulin, 1020 U intravenously (adult dose). Consider invasive monitoring of arterial blood pressure and central

10

venous pressure. 12. If necessary, consult on-call physicians at the 24-hour MHAUS hotline, 1-800-MH-HYPER.

2.7. Pasien Dengan Risiko Hipertermi Maligna Penyakit muskuloskeletal Beberapa dikaitkan dengan kejadian yang relatif tinggi terhadap hipertermi maligna dapat diringkas sebagai berikut: Ini termasuk distrofi otot Duchenne, penyakit susunan saraf pusat, dan osteogenesis imperfecta. Sindrom King-Denborough secara konsisten dikaitkan dengan hipertermi maligna. Sindrom ini terlihat terutama pada anak laki-laki yang menunjukkan perawakan pendek, keterbelakangan mental, kriptorkismus, kyphoscoliosis, deformitas pectus, mata sipit, leher berselaput, dan skapula bersayap. Operasi terkait dengan peningkatan insiden hipertermi maligna termasuk kasus ortopedi (perbaikan dislokasi sendi), operasi mata (ptosis dan koreksi strabismus), dan kepala leher dan prosedur (perbaikan langit-langit sumbing, amandel dan adenoidectomy, operasi gigi). Keadaan lain yang mungkin rentan termasuk riwayat keluarga, komplikasi anestesi, intoleransi terhadap makanan yang mengandung kafein, atau riwayat demam atau kram otot yang tidak diketahui penyebabnya.

2.8. Diagnosis Banding Maligna Hipertermi Sejumlah gangguan lain mungkin mirip hipertermi maligna. Differential Diagnosis of Hyperthermia in the Intraoperative and Immediate Postoperative Periods. Malignant hyperthermia Neuroleptic malignant syndrome

11

Thyroid storm Pheochromocytoma Drug-induced hyperthermia Serotonin syndrome Iatrogenic hyperthermia Brain stem/hypothalamic injury Sepsis Transfusion reaction

12

Anda mungkin juga menyukai