Anda di halaman 1dari 51

ALERGI SUSU SAPI

LORENSIA FITRA DWITA

PRESEPTOR dr.ENY YANTRI Sp.A

TINJAUAN PUSTAKA
Suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang disebabkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem imun. Reaksi alergi yang terjadi ini diprovokasi oleh protein yang ada dalam susu sapi.

Sebuah penelitian prospektif : 42% bayi yang mengalami gejala akibat intoleransi protein susu sapi terjadi dalam waktu 7 hari (70% dalam waktu 4 minggu) setelah pemberian susu sapi.

Intoleransi protein susu sapi telah didiagnosis pada 1,92,8% dari populasi umum bayi berumur 2 tahun atau lebih muda di berbagai negara di Eropa bagian utara, namun kejadian turun menjadi sekitar 0,3% pada anakanak yang berusia lebih dari 3 tahun.

Protein dalam susu sapi


PROTEIN COMPONENT MOLECULAR WEIGHT (kD) PERCENTAGE OF TOTAL PROTEIN ALERGINISITAS STABILITY IN THE TEMPERATURE 100 C

-lactoglobulin

18.3

10

+++

++

Casein

20-30

82

++

+++

-lactalbumin

14.2

++

Serum albumin

67

Immunoglobulins

160

+ -

Allergic

alergi susu sapi

Ig E mediated

non Ig E mediated

alergi susu Ig E mediated


Alergi susu mediasi IgE terjadi ketika organisme gagal untuk mendapatkan daya tahan (toleransi) terhadap alergen makanan. Alergen makanan utama pada anak-anak ialah asam, dan protease yang stabil, glikoprotein yang water soluble dengan ukuran 10-70 kd.
Contohnya yaitu protein dalam susu (kasein), kacang (vicilin), dan telur (ovumucoid) dan protein transfer lemak yang tidak spesifik yang ditemukan pada buah apel (Mald 3)

antigen(alergen) --> mekanisme fisik kompleks

(+ hilangnya aktivitas enzim, produksi ig A)

alergi meningkat pd bayi APC (sel usus,dendritik) --> IL10,IL4-->respon inflamasi

Setelah degranulasi sel mast, pelepasan mediator inflamasi mempengaruhi berbagai sistem organ. Gejala yang dapat timbul ialah pruritus, urtikaria, angio-edema, muntah, diare, nyeri perut, sulit bernapas, sesak, hipotensi, pingsan, dan syok. Onset munculnya gejala dari reaksi anafilaksis yang diinduksi makanan bervariasi namun mayoritas reaksi muncul dalam hitungan detik sampai 1 jam pertama setelah terpapar.

Alergi susu sapi ditandai oleh berbagai variasi manifestasi klinis yang terjadi setelah meminum susu. Manifestasi paling berbahaya dari reaksi mediasi IgE akibat alergi susu ialah anafilaksis.

alergi susu non IgE mediated


Mekanisme dasar yang mengarah pada alergi belum diketahui dengan baik. Berbagai faktor, yag berhubungan dengan pasien (faktor genetik, flora usus) dan yang tidak berhubungan (seperti waktu, dosis, frekuensi eksposure alergen) yang saling berinteraksi dengan patogenesis penyakit. Alergi gastrointestinal, kebanyakan pasien mengalami reaksi hipersensitivitas tipe IV dengan respon yang abnormal dari limfosit TH2. Produk ini meningkatkan jumlah mediator inflamasi, seperti IL-4 dan IL-5, seperti kemokin, yang menyebabkan aktivasi eosinofil.

Alergi Pada Usus Mediasi Non IgE atau Campuran Kolitis Makanan Dan Susu

Gejala-Gejala

Komplikasi

Tes Diagnostik

Evolusi

Penatalaksanaan

Perdarahan rectum dengan pengeluaran lendir pada bayi

Anemia

Eliminasi diet untuk ibu atauhydrolyzed milk(bayi yang tidak diberi ASI), biopsy kolon jika resisten terhadap kultur feses

Resolusi dalam 6-12 bulan

Diet eliminasi diikuti tes pemberian ulang setelah 6 bulan

Esofagus Eosinofilik

Regurgitasi, refluks, anoreksia, disfagi atau menolak makanan, muntah, nyeri lambung

Kegagalan pertumbuhan, kehilangan berat badan, striktur esofagus

Endoskopi, biopsy, tes kutaneus dan epikutaneus, diet asam amino dan tes provokasi oral

Terus menerus ada

Diet eliminasi, steroid sistemik atau topical (ditelan)

Food ProteinInduced Enterocolitis Syndrome (FPIES) Food Protein Induced Enteropathy

Muntah terusmenerus dan/atau diare 2-4 jam setelah makan/minum Gejala insidious,abdominal discomfort, disfagia, kehilangan berat badan, muntah, diare

Leukositosis, syok hipovolemik, asidosis metabolic, hipotensi Hipereosinofilia, hematemesis/rectal bleeding, anemia defisiensi besi, hipoalbuminemia, kegagalan pertumbuhan

Riwayat sugestif, tes epikutaneus dan/atau tes provokasi oral

Resolusi dalam 2-5 tahun

Diet eliminasi diikuti tes pemberian ulang

Endoskopi, biopsy, tes skin pricks dan epikutaneus, tes provokasi oral

Resolusi dalam 1-2 tahun

Diet eliminasi

Penatalaksanaan
Diet Eliminasi Ketika alergi susu sapi didiagnosis pada bayi, dokter harus merekomendasikan kepada orangtua penggunaan makanan pengganti susu berdasarkan extensively hydrolysed susu sapi dan harus mengobservasi pasien untuk menentukan waktu yang paling tepat untuk diberikan kembali susu sapi tersebut.

Extensively hydrolysed formulas merupakan disusun oleh campuran peptida dan asam amino yang diproduksi dari kasein susu sapi atau air dadih dan dapat ditoleransi pada 95% anak yang alergi terhadap susu. Jika gejalanya tetap persisten, maka dapat digunakan formula asam amino, khususnya pada anak dengan alergi beberapa makanan dan gangguan pertumbuhan.

Dibandingkan dengan eHF, Soy formula (SF) atau susu kedelai merangsang reaksi yang lebih sering pada anak-anak yang mengalami alergi protein susu sapi berusia kurang dari 6 bulan. Soy formula dapat menginduksi terjadinya gejela-gejala gastrointestinal.Susu kedelai, tidak sesuai dengan kebutuhan gizi anak-anak secara sempurna. Selain itu, meskipun tidak adanya protein homolog dan reaksi silang alergi, sekitar 10% dari reaksi mediasi IgE dan 60% dari anak-anak reaksi mediasi non IgE juga alergi terhadap kedelai.

Evaluasi
Alergi susu mediasi IgE pada anak-anak telah ditunjukkan mencapai resolusi pada kebanyakan pasien sebelum usia 3 (tiga) tahun. Ketika alergi pada susu sapi diketahui, bayi harus diberikan diet bebas protein susu sapi selama 2-4 minggu. 4 minggu dimaksudkan untuk gejala gastrointestinal kronis. Bayi sebaiknya diberi makan dengan eHF atau SF pada anak-anak berusia lebih dari 6 bulan dan tanpa gejala gastrointestinal.

Jika gejalanya membaik pada diet yang ketat, pemberian tantangan makanan sasu sapi merupakan tindakan diagnostic wajib untuk menentukan diagnosis. Jika tes pemberian tantangan makanan positif, anak harus mengikuti diet eliminasi dan mengulangi tes pemberian tantangan makanan setelah 6 bulan dan pada beberapa kasus dilulang 9-12 bulan kemudian. Jika tes pemberian tantangan makanan negatif, diet yang bebas sudah dilakukan. Susu sapi pengganti digunakan pada bayi kurang dari 12 bulan.

Jika terdapat salah satu dari gejala ini sebagai akibat dari alergi protein susu sapi, bayi harus mengikuti diet bebas susu sapi. Sebagai penggantinya, eHF atau SF atau AAF dapat digunakan. Penggunaan eHF dan SF harus dilakukan dibawah supervisi medis karena kemungkinan terjadinya reaksi alergi. Jika diberikan AAF maka AAF diberikan selama 2 (dua) minggu kemudian bayi dapat dirubah kembali SF atau eHF.

Pada anak dengan anafilaksis dan tes IgE yang positif atau reaksi gastrointestinal yang parah, tes pemberian tantangan makanan tidak boleh dilakukan sebelum 6-12 bulan setelah reaksi alergi terakhir. Anak tersebut dilarang minum susu sapi sampai usia 12 bulan, tetapi pada anak dengan sindrom enterocolitis dilat=rang diberikan susu sapi sampai usia 2-3 tahun.

Identitas Pasien : Nama : by Reski Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 20 hari

Telah dirawat seorang pasien bayi perempuan berumur 5 hari, di rawat di perinatology RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 28 Agustus 2013 dengan: Keluhan Utama hari SMRS : kulit tampak menguning sejak 2

Riwayat Penyakit Sekarang : NBBLC 3200 gram, PBL 47 cm, lahir SC atas indikasi plasenta previa dan bekas SC. Cukup bulan, langsung menangis kuat, ketuban jernih. Anak tampak kuning sejak usia 2 hari, awalnya tidak disadari oleh ibu dan petugas kesehatan yang lain, sejak usia 2 hari kuning telah terjadi di seluruh badan termasuk telapak tangan dan telapak kaki Demam tidak ada, kejang tidak ada Sesak nafas tidak ada, kebiruan tidak ada

Muntah tidak ada, berak berak encer tidak ada Injeksi vitamin K sudah diberikan Buang air kecil dan meconium sudah keluar, warna dan konsistensi biasa Bayi telah dicoba diberi ASI namun ASI belum keluar dan ibu juga dalam kesakitan, bayi hanya mendapat susu formula Riwayat ibu demam selama hamil ada, selama 3 hari pada usia kehamilan 7 bulan

Riwayat ibu keputihan yang gatal dan berbau ada, pada usia kehamilan 7 bulan, dan tidak diobati. Riwayat ibu nyeri buang air kecil tidak ada. Ibu tidak ada mengkonsumsi obat-obatan dan jamujamuan Ibu tidak ada memakai kontrasepsi hormonal Ibu golongan darah O dan ayah golongan darah B Bayi kiriman RSUD Bangko dengan keterangan hiperbilirubinemia ec susp. Inkompabilitas ABO telah diberikan inj. Vit. K, Inj. Ampicilin 3 x 125 mg, Inj. Gentamicin 2 x 3,5 mg, Bilirubin total 27,7 mg/dL, Bilirubin I 26,1 mg/dL, Bilirubin II 1,6 mg/dL

Riwayat Kehamilan Ibu Sekarang: G2P1A0H2, pres-kep, tidak ada penyakit selama hamil, merokok (-), pemeriksaan kehamilan di bidan kontrol tidak teratur Riwayat Persalinan : Persalinan di rumah sakit, dokter, SC ai plasenta previa, ketuban jernih jumlah cukup Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya Anak pertama lahir tidak kuning

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit kuning sebelumnya Riwayat Perumahan dan Lingkungan : Rumah semipermanen Sumber air minum air galon WC di dalam rumah Pekarangan tidak cukup luas Sampah dibakar Kesan : Higiene dan sanitasi lingkungan cukup

Keadaan Umum : cukup aktif Kesadaran : Sadar Nadi : 140 x/menit Nafas : 54 x/menit Suhu : 36,5OC Sianosis : Tidak ada Edema : Tidak ada Anemis : Tidak ada Ikterus : ada, seluruh badan Panjang badan : 47 cm Berat Badan : 3200 g

Kulit: Teraba hangat, kulit tampak menguning. Kelenjar Getah Bening: Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening Kepala : Bulat, simetris Lingkar kepala : 34 cm, UUB = 2 x 2 cm, UUK = 1,5 x 1,5 cm Rambut : Hitam, tidak mudah rontok Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik, pupil

THT : Tidak ditemukan Kelainan, Nafas cuping hidung tidak ada. Gigi dan Mulut : sirkumoral tidak ada. Dada : lingkar dada : 32 cm, normochest, retraksi (-) Pulmo : Bronkovesikuler, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada Jantung : Irama teratur, bising tidak ada. Perut : Inspeksi : Distensi tidak ada Palpasi : lemas, LP: 31 cm Auskultasi : Bising usus positif normal

Umbilikus : tidak hiperemis Punggung : Tidak ditemukan kelainan Alat Kelamin : testis desensus. Anus : Colok dubur tidak dilakukan Anggota Gerak : Akral hangat, perfusi baik. Refleks fisiologis (+/+) normal, Refleks patologis babinsky (+/+), PL : 22 cm, PK : 23 cm, simfisis-kaki :23 cm, kepala simfisis : 24 cm Reflex : Moro (+), Rooting (+), isap (+), pegang (+)

Hb: 13.3 gr/dl Leukosit: 18.830/mm3 Retikulosit : 82.7% Trombosit: 264.000/mm3

Diagnosis : Hiperbilirubinemia ec susp. Inkompabilitas ABO Rencana Pemeriksaan: Bilirubin total, bilirubin I, bilirubin II, Comb test Kultur darah PT/APTT Pemeriksaan elektrolit darah (Na, K,Cl, Ca)

Transfusi tukar Ampicilin sulbactam 2 X160 mg Gentamicin 1X14 mg Foto terapi intensif

Bilirubin total : 27.65 mg/dl Bilirubin I : 26.9 mg/dl Bilirubin II : 0.71 mg/dl

Dilakukan transfuse tukar pada tanggal 28 agustus 2013 pukul 20.30: S/ demam tidak ada Sesak nafas tidak ada Muntah tidak ada Kejang tidak ada o/ Kesadaran : sadar HR: 140, RR : 48X/i Kulit : masih kuning, kremer III. Mata : sclera ikterik. p/ Puasa selama 4 jam post transfuse cek GDR tiap 10, 30, dan 60 menit cek bilirubin 2,4, dan 6 jam post transfuse. Cek Na, K,Cl,Ca dan AGD.

Hasil pemeriksaan bilirubin setelah transfuse tukar, pukul 03.00: Bilirubin total : 11.75 mg/dl Bilirubin I : 11.41 mg/dl Bilirubin II : 0.34 mg/dl Kesan : dalam batas normal. GDR: 10 : 110 mg/dl 30 :130 mg/dl 60 : 334 mg/dl hiperglikemia Na/K/Ca : 140/ 3.1/ 9.1 Kesan : dalam batas normal

29 Agustus 2013 S/ kulit tampak kuning seluruh tubuh (berkurang) Demam tidak ada Sesak tidak ada Muntah tidak ada O/keadaan umum : gerakan cukup aktif HR: 142X/i RR: 40 X/i T: 36.8 Kulit : tampak kulit kekuningan seluruh badan Mata : sclera ikterik dada : retraksi tidak ada cor: irama teratur, bising tidak ada pulmo: bronkovesikuler, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada abdomen : distensi tidak ada, supel ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik

hasil pemeriksaan bilirubin: bilirubin total : 14.34 mg/dl bilirubin I : 13.75 mg/dl bilirubin II : 0.59 mg/dl A/ hiperbilirubinemia P/ cek bilirubin/24 jam Th/ ASI OD Ampicilin sulbactam 2X160 mg Gentamisin 1X14 mg Fototerapi intensif

2 Agustus 2013 S/ kulit tampak kuning sampai leher Demam tidak ada Sesak tidak ada Muntah tidak ada O/ keadaan umum : gerakan cukup aktif HR: 143X/i RR: 42 X/i T: 36.7 Kulit : tampak kulit kekuningan sampai leher Mata : sclera ikterik dada : retraksi tidak ada cor: irama teratur, bising tidak ada pulmo: bronkovesikuler, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada abdomen : distensi tidak ada, supel

ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik hasil pemeriksaan bilirubin: bilirubin total : 10,61 mg/dl bilirubin I : 9,97 mg/dl bilirubin II : 0,64 mg/dl A/ hiperbilirubinemia P/ cek bilirubin/24 jam Th/ ASI OD Ampicilin sulbactam 2X160 mg Gentamisin 1X14 mg Fototerapi intensif

Dilaporkan satu kasus hiperbilirubinemia pada bayi yang ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik bayi, serta pemeriksaan laboratorium, dengan melakukan pemeriksaan bilirubin total, bilirubin I , dan bilirubin II.
Hiperbilirubinemia pada kasus ini ditemukan pada bayi laki-laki usia 5 hari. Ini sesuai dengan literatur yang ada, bahwa pada bayi usia dua sampai tiga hari nilai bilirubin pada bayi akan meningkat dikarenakan fisiologis dari tubuh bayi sendiri. Hiperbiliruinemia sendiri merupakan jumlah kadar bilirubin total yang tinggi.

Sedangkan sebagai manifestasi klinisnya dikatakan sebagai ikterik neonatorum. Ikterik dibagi menjadi ikterik fisiologis dan ikterik patologis. Pada kasus ini bayi terlihat menguning sejak usia 2 hari, dapat difikirkan bayi ini termasuk ke dalam ikterik fisiologis ataupun ikterik yang patologis. Secara literatur ikterik patologis yang terjadi pada hari ke 2 ataupun ke 3 bisa dikarenakan oleh inkompabilitas golongan darah ABO, kuning dikarenakan sepsis ataupun kuning pada bayi prematur. Pada kasus ini difikirkan bahwa bayi kuning dikarenakan oleh inkompabilitas ABO dikarenakan golongan darah ibu O dan golongan darah ayah B.

Penyakit inkompatibilitas ABO terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Imun antibodi tipe IgG dapat melewati plasenta dan kemudian masuk ke dala peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis. Penghancuran sel darah merah dapat melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan bilirubin dan terjadi penumpukan bilirubin yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia, yang nantinya menyebabkan jaundice pada bayi.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan kuning pada seluruh badan dan pemeriksaan bilirubin total, bilirubin 1 dan II jelas terbukti bahwa terdapat hiperbilirubinemia pada pasien ini. Untuk mengatasi hal ini, berdasarkan literatu dilakukan transfusi tukar. Hal ini berguna untuk menggantikan eritrosit yang telah diselimuti antibodi denga eritrosit normal (menghentikan proses hemolisis) serta dapat mengurangi kadar serum bilirubin. Sebenarnya fototerapi dengan bantuan lampu blueviolet dapat menurunkan kadar bilirubin. Tetapi fototerapi sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal.

Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi Media Aesculapius FK UI.2007:504 Levine Ml,Tudehope D.Thearle J.Essentials of Neonatal Medicine Brookes:Waterloo 1990:165 http://www.juliathomson.co.uk/guidelines/otherguidelines/neonatal- jaundice/bhutanis-nomogram Buku ajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI Neonatologi, 2010

WASPADA

Gejala yang timbul

Gejala alergi susu sapi sangat beragam, mulai dari KULIT KEMERAHAN, GATAL, BENGKAK DAN EKSIM. Bisa juga mengganggu saluran pencernaan yang mengakibatkan rasa MUAL, MUNTAH, DIARE DAN SAKIT PERUT. Alergi juga dapat terjadi pada saluran pernapasan seperti BATUK PILEK BERULANG, SESAK NAPAS DAN ASMA.

BISA SEMBUH

Apa yang harus dilakukan saat anak alergi susu sapi


Haruskah ibu berhenti menyusui bila bayinya menderita alergi susu sapi? Tidak, sebaiknya ibu tetap menyusui bayinya. Alergi susu sapi jarang terjadi pada bayi yang diberikan ASI. Jika bayi memiliki gejala-gejala dari alergi protein susu sapi, maka ibu harus mengeliminasi produk susu dan telur

PENGGANTI SUSU SAPI


Jika bayi tidak diberi ASI, berilah SUSU FORMULA HIPOALERGENIK. Susu formula jenis ini dapat diberikan pada bayi minimal sampai satu tahun. FORMULA KEDELAI (soy formula), yaitu susu yang berasal dari kacang kedelai.

SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai