Anda di halaman 1dari 13

1.

Jelaskan tentang jaras-jaras nyeri! Jawab : Anatomi dan Fisiologi Nyeri Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu : a. Reseptor A delta Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan. b. Serabut C Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi Fisiologi Nyeri Reseptor untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor adalah ujung saraf tidak bermielin (delta A) dan bermielin (saraf C). Nosiseptor terangsang oleh stimulus dengan intensitas yang potensial dan menimbulkan kerusakan jaringan, stimulus ini disebut sebagai stimulus noksius. Selanjutnya stimulus ini ditransmisikan ke SSP, menimbulkan emosi dan perasaan yang tidak menyenangkan, sehingga timbul nyeri dan reaksi menghindar.

Bila stimulus timbul akibat adanya kerusakan jaringan, mekanisme tersebut diatas akan terjadi melewati 4 tahapan, yaitu: 1. Transduksi Kerusakan jaringan karena trauma atau pembedahan menyebabkan dikeluarkannya berbagai senyawa biokimiawi antara lain

ion H, K, Prostaglandin dari sel yang rusak, bradikinin dari plasma, histamine dari sel mast, serotonin dari trombosit dan susbstansi P dari ujung saraf. Senyawa biokimiawi ini berfungsi sebagai mediator yang menyebabkan perubahan potensial nosiseptor sehingga terjadi arus elektrobiokimiawi sepanjang akson. Perubahan menjadi arus elektrobiokimia atau impuls merupakan proses transduksi. Kemudian terjadi perubahan patofisiologi karena mediator mediator ini mempengaruhi juga nosiseptor di luar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator mediator tersebut diatas dan penurunan ph jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsangan yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri, misalnya rabaan. Sensitisasi perifer ini mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi sentral yaitu hipereksitabilitas neuron pada korda spinalis, terpengaruhnya neuron simpatis dan perubahan intraseluler yang menyebabkan nyeri dirasakan lebih lama. 2. Transmisi Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer, melewati kornu dorasalis korda spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang akson berlangsung karena proses polarisasi depolarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinaps melalui neurotransmitter.

3. Modulasi Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh system saraf, dapat meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri. Hambatan terjadi melalui system analgesia endogen yang melibatkan bermacam neurotransmitter antara lain golongan endorphin yang

dikeluarkan oleh sel otak dan neuron di korda spinalis. Impuls ini bermula dari area periaquaduktus grey (PAG) dan menghambat transmisi impuls pre maupun pasca sinaps di tingkat korda spinalis. 4. Persepsi Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi system saraf sensoris, informasi kognitif (korteks serebri), dan pengalaman emosional (hippocampus dan amygdale). Persepsi menentukan berat ringannya nyeri yang dirasakan. Sebagai contoh, terdapat penderita yang tenang menghadapi pembedahan karena menerimapembedahan sebagai upaya penyembuhan. MOtivasi positif ini memicu pelepasan endorphin dan rangkaian reaksi yang mengaktifkan system analgesia endogen, hasil akhir adalah rasa nyerinya berkurang

Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Control Theory) Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan. Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005)

2.

Berapakah dosis ketorolac? Jawab : 0,3 0,5 mg/KgBB (IM atau IV) (Kokki H. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs for postoperative pain.A focus on children. Pediatric Drugs 5(2):103-23,2003) Ketorolac dapat diberi secara oral, intramuskular, atau intravena. Tidak dianjurkan untuk intratekal atau epidural. Setelah suntikan intramuskular atau intravena efek analgesinya dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam dengan lama kerja sekitar 4 6 jam dan penggunaanya dibatasi untuk 5 hari. Dosis awal 10 30 mg dan dapat diulang setiap 4 6 jam sesuai kebutuhan. Untuk pasien normal dosis sehari dibatasi maksimal 90 mg dan untuk berat <50 kg, manula atau gangguan faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg. (Said A. Latief, Kartini A. Suryadi, M. Ruswan Dachlan. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi ke-2. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. FKUI)

3. Sebutkan Efek Samping NSAID ! Jawab : Efek samping yang paling umum :

Rasa tidak nyaman di perut atau mual Nyeri Perut Mulas Diare sulit buang air besar sakit kepala kelemahan otot mulut kering

Efek samping yang kurang umum tapi berpotensi serius dari NSAID meliputi:
Ulkus lambung dan perdarahan saluran cerna Peningkatan tekanan darah Reaksi alergi gatal-gatal, pembengkakan wajah, asma / mengi Kram otot, rasa baal Peningkatan berat badan yang cepat Gangguan pendengaran, telinga berdengung Gangguan tidur

4. Berapa lamakah onset kerja dari ondansentron ? Jawab : Onset kerja : unknown tetapi kemungkinan 10 30 menit
( Dawn Daniels. Training Module for Ondansentron. Tucson Medical Center. November. 2008)

Route P.O., I.V. I.M.

Onset Rapid Rapid

Peak 15-30 min 40 min

Duration 4 8 hours Unknown

(http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/ondansetron+hydrochloride)

5. Berapakah kedalaman ETT ketika melakukan intubasi?

Jawab : Bila pita suara sudah terlihat, ETT dimasukkan sampai bagian proksimal dari Cuff ETT melewati pita suara 1-2 cm atau pada kedalaman ETT 19 23 cm. ( Indonesian Association of Cardiovascular Anesthesiologist) 6. Mengapa pada ujung distal ETT berbentuk miring? Jawab : Dengan tujuan untuk membantu visualisasi dan mempermudah ketika memasukkan ETT melalui pita suara (Morgan. Clinical Anesthesiology.4th edition. McGraw-Hills) 7. Terapi cairan pada luka bakar! Jawab :
Formula Parkland Evans (Yowler, 2000) Cairan 24 jam pertama RL 4 ml / kg / %LB Larutan saline 1 ml/kg/ %LB, 2000 ml D5W*, dan koloid 1 ml/ kg / %LB RL 2 L/24 jam + fresh frozen plasma 75 ml/kg/24 jam RL 1.5 ml / kg / %LB, koloid 0.5 ml / kg/ %LB, dan 2000 ml D5W RL 2 ml / kg / %LB RL + 50 mEq sodium bicarbonate per liter, 4 ml / kg / %LB lar. Saline, pantau output urine 1 U fresh frozen plasma untuk tiap liter dari lar. saline yg digunakan + D5W dibutuhkan utk hipoglikemia. Kristaloid Pada 24 jam kedua 20-60% estimate plasma volume 50% volume cairan 24 jam pertama + 2000 ml D5W Koloid Pada 24 jam kedua Pemantauan output urine 30 ml/jam 50% volume cairan 24 jam pertama

Slater (Yowler, 2000) Brooke (Yowler, 2000) Modified Brooke MetroHealth (Cleveland)

50% volume cairan 24 jam pertama + 2000 ml D5W

50% volume cairan 24 jam pertama

Monafo hypertonic Demling

250 mEq/L saline pantau output urine 30 ml/jam, dextran 40 dalam lar. saline 2 ml/kg/jam untuk 8 jam, RL pantau output

1/3 lar. Saline, pantau output urine

urine 30 ml/jam, dan fresh frozen plasma 0.5 ml/jam untuk 18 jam dimulai 8 jam setelah terbakar.

Formula Evans-Brooke
Formula Evans 1ml/kgBB/ %LB koloid (darah) lml/kgBB / %LB larutan saline (elektrolit) 2000ml glukosa Pemantauan : Diuresis (>50 ml/jam) Forrnula Brooke 0.5ml/kgBB/%LB koloid (darah) 1.5ml/kgBB/%LB larutan saline (elektrolit) 2000ml glukosa Pemantauan : Diuresis (30-50 ml/jam)

Formula Baxter/Parkland a. RL : 4ml / kgBB / % LB b. pemantauan jumlah diuresis antara 0,5 - 1 ml/kgBB/ jam

8. Berapakah osmolaritas dari beberapa jenis cairan ? Jawab :

Cairan Plasma 5% Dextrose in water (D5W) NS

Tonisitas (mOsm/l) 282,6 (Iso) 253 (hipo)

Na (mEq/l) 146

K (mEq/l) 4,2

Ca (mEq/l) 2,5

Cl (mEq/l) 105

Glukosa (gr/l) 50

Laktat (mEq/l) 27 (bic)

Asetat (mEq/l)

308 (iso)

154

154

D5 NS D5 NS D5 NS Darrow RL D5 RL Asering

561 (hiper) 330 (iso) 407 (hiper) 314 (iso) 273 (iso) 273 (iso) 273,4 (iso)

154 38,5 77 122 130 130 130 77 35 4 4 4 3 3 3

154 38,5

50 50 50

104 109 109 109 50

53 28 28 28

(Said A. Latief, Kartini A. Suryadi, M. Ruswan Dachlan. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi ke-2. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. FKUI)

9.

Perlukah penggunaan bantal ketika melakukan intubasi? Jawab : Keberhasilan Intubasi sering tergantung pada posisi pasien yang benar. Kepala pasien harus sejajar dengan pinggang anestesi atau lebih tinggi untuk mencegah ketegangan punggung selama laringoskopi. Elevasi kepala sedang (5-10 cm di atas meja bedah) dan ekstensi dari atlantooccipital pasien dalam posisi sniffing. Bagian bawah dari tulang belakang leher tertekuk dengan kepala di atas bantal. (Morgan. Clinical Anesthesiology.4th edition. McGraw-Hills)

Sebelum memasukkan laringoskop, letakkan ganjal (bantal) pada oksiput setinggi 10 cm dan pertahankan ekstensi kepala. ( Indonesian Association of Cardiovascular Anesthesiologist) 10. Sebutkan kriteria intubasi! Jawab : Kriteria intubasi:

Cardiac or respiratory arrest Kehilangan kesadaran Hemodynamik instability dengan SBP < 70 mm Hg PaO2< 45 mm Hg walaupun sudah diberi oksigen ( 2 tanda-tanda Respiratory Distress): Respiratory rate > 35/min or < 6/min Tidal volume < 5 mL/kg Oxygen desaturation < 90% walau sudah diberi terapi oksigen yang adekuat Perubahan tekanan darah dengan SBP < 90 mm Hg pH < 7.20 dan menurun sejak onset Hypercapnia (PaCO2> 10 mm increase) atau acidosis (pH decline > 0.08) Peningkatan encephalopathy ataupun penurunan derajat kesadaran Abdominal paradox

(Adapted from N Engl J Med and Lancet) Kriteria Ekstubasi : 1. Oksigenasi Adekuat SpO2 > 92%, PaO2 > 60 mm Hg 2. Ventilasi Adekuat VT > 5 ml/kg, spontaneous RR > 7x/menit, ETCO2 < 50 mmHg, PaCO2 < 60 mm Hg 3. Hemodinamik stabil 4. Pelumpuh otot pulih penuh Sustained tetany, TOF ratio >0.9 Sustained 5-second head lift or hand grasp 5. Neurologis Intact

Mengikuti perintah reflex batuk 6. Status asam-basa seimbang 7. Metabolic Status Normal Normal electrolytes Normovolemic 8. Normothermic 9. Pertimbangan lain: Resiko aspirasi Edema jalan napas (Adapted from N Engl J Med and Lancet) 11. Apakah itu co-induction ? Jawab : Koinduksi dikenal sebagai suatu teknik induksi dengan memberikan obat lain yang memiliki efek sinergisme dengan obat induksi untuk tujuan mengurangi dosis obat induksi. Salah satu gabungan obat yang sering digunakan pada koinduksi propofol adalah midazolam, yang secara farmakologi bersifat sinergisme. (Armein R, Hetzel W, Allen SR. Co-induction of Anaesthesia, The Rationale) Cressey dkk melaporkan koinduksi midazolam pada dosis 0,025 mg/kgBB menurunkan kebutuhan dosis induksi propofol sampai 22% dan 34 % pada dosis 0,05% mg/kgBB. (Cressey, DM, Claydon, P, Bhaskaran, NC. Effect of Midazolam Pretreatment on Induction Dose Requirements of Propofol in Younger and Older Adults. Br. J. Anaesth. 1999. 82:p. 449-53)

Srivastava dkk melaporkan pengurangan dosis propofol sampai 48% dengan koinduksi midazolam 0,03 mg/kgBB. (Srivasta U, Sharma N, Kumar A. Small dose Propofol or Ketamine as an Alternative to Midazolam Co-indudtion to Propofol. Indian J. Anaesth. 2006. 50 (2) : p.641-8)

Anda mungkin juga menyukai