Anda di halaman 1dari 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Katuk 1. Definisi Katuk Katuk (Sauropus androgynus) merupakan tanaman sayuran yang banyak terdapat di Asia tenggara. Tumbuhan ini dalam beberapa bahasa dikenali sebagai mani cai (bahasa Cina), cekur manis (bahasa Melayu), dan rau ngot (bahasa Vietnam), di Indonesia masyarakat Minangkabau menyebut katuk dengan nama simani. Selain menyebut katuk, masyarakat Jawa juga menyebutnya katukan atau babing. Sementara itu masyarakat Madura menyebutnya kerakur dan orang Bali lebih mengenalnya dengan kayu manis. Tanaman katuk sesungguhnya sudah dikenal nenek moyang kita sejak abad ke-16 (Santoso, 2008). Katuk termasuk tanaman jenis perdu berumpun dengan ketinggian 3-5 m. Batangnya tumbuh tegak dan berkayu. Jika ujung batang dipangkas, akan tumbuh tunas-tunas baru yang membentuk percabangan. Daunnya kecil-kecil mirip daun kelor, berwarna hijau. Katuk termasuk tanaman yang rajin berbunga. Bunganya kecil-kecil, berwarna merah gelap sampai kekuning-kuningan, dengan bintik-bintik merah. Bunga tersebut akan menghasilkan buah berwarna putih yang di dalamya terdapat biji berwarna hitam (Santoso, 2008).

2. Klasifikasi Katuk Tanaman katuk diklasifikasikan sebagai berikut (www.roasehat.com) : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : : : : : : : Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Malpighiales Phyllanthaceae Sauropus Sauropus androgynus

3. Morfologi tanaman Katuk a. Batang Tanaman katuk merupakan tanaman sejenis tanaman perdu yang tumbuh menahun. Sosoknya berkesan ramping sehingga sering ditanam sebagai tanaman pagar. Tingginya sekitar 3-5 m dengan batang tumbuh tegak, berkayu, dan bercabang jarang. Batangnya berwarna hijau saat masih muda dan menjadi kelabu keputihan saat sudah tua (Muhlisah dan Sapta, 1999). b. Daun Daun katuk merupakan daun majemuk genap, berukuran kecil, berwarna hijau gelap dengan panjang lima sampai enam cm. Kandungan zat besi pada daun katuk lebih tinggi daripada daun pepaya dan daun singkong. Daun katuk juga kaya vitamin (A, B1, dan C),

protein, lemak, dan mineral. Selain itu daun dan akar katuk mengandung saponin, flavonoida, dan tanin (Santoso, 2008). c. Bunga Katuk merupakan tanaman yang rajin berbunga. Bunganya kecil-kecil berwarna merah gelap sampai kekuning-kuningan, dengan bintik-bintik merah. Bunga tersebut akan menghasilkan buah berwarna putih yang di dalamnya terdapat biji berwarna hitam (Santoso, 2008). d. Buah Buah katuk berbentuk bulat, berukuran kecil-kecil seperti kancing, berwarna putih dan berbiji 3 buah (Muhlisah dan Sapta, 1999). e. Akar Tanaman katuk berakar tunggang dan berwarna putih kotor (www.sehat-gayaku.com). f. Perkembangbiakan tanaman katuk Cara perbanyakannya melalui stek batang yang belum terlalu tua. Penanamannya dapat dilakukan dipekarangan sebagai pagar hidup. Bila produksi daunnya tinggal sedikit, tanaman katuk dapat

diremajakan dengan cara batang utamanya dipangkas. g. Kandungan gizi daun katuk. Kandungan gizi daun katuk tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan zat gizi pada daun katuk per 100 g No Komponen Gizi (Satuan) 1 Energi (kkal)
Protein (g)

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Abu (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin C (mg) -Karoten (g) Air (g) Keterangan :

Kadar 1* 59 6,4 1,0 9,9-11,0 1,5 1,7 204 83 2,7-3,5 164-239 10.02 81

Kadar 2** 53 5,3 0,9 9,1 1,2 1,4 185 102 3,1 66 9000 83,3

* Kandungan zat gizi pada daun katuk per 100 g menurut Santoso, 2009. ** Kandungan zat gizi pada daun katuk per 100 g menurut DEPKES. h. Manfaat Beberapa manfaat daun katuk antara lain : 1) Pelancar Air Susu Ibu (ASI) Ekstrak daun katuk banyak digunakan sebagai bahan fortifikasi pada produk makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui. Konsumsi sayur katuk oleh ibu menyusui dapat memperlama waktu menyusui bayi perempuan secara nyata dan untuk bayi pria hanya meningkatkan frekuensi dan lama menyusui (Santoso, 2009). 2) Mengobati frambusia

Frambusia adalah puru-puru atau patek disebabkan oleh sejenis bakteri yang berpilin-pilin ulir yang disebut Treponema perteneu. Penyakit ini banyak terdapat di daerah kita, apalagi didaerah yang sulit mendapatkan air bersih. Frambusia merupakan penyakit menular dan masa tunasnya antara 2-4 minggu (Lingga, 1998). 3) Mengatasi sembelit Sembelit biasa terjadi karena banyak hal, diantaranya karena terlalu lama duduk, kurang minum air, menahan-nahan buang air besar, kerja hati dan kantong empedu yang tidak lancar. Untuk mengusir sembelit, siapkan 200 g daun katuk segar yang sudah dicuci bersih. Rebus dengan segelas air selama 10 menit, lalu saring. Minum air hasil saringan tersebut secara teratur 2 kali sehari, masing-masing 100 ml (Santoso, 2008) 4) Menyembuhkan luka Untuk mengobati luka, siapkan segenggam daun katuk, lalu cuci, dan lumatkan. Tempelkan lumatan daun katuk pada bagian badan yang luka (Santoso, 2008). 5) Pewarna alami Daun katuk ternyata bisa juga dipakai sebagai pewarna makanan alami menggantikan pewarna sintetis. Misalnya untuk membuat tape ketan yang berwarna hijau. Cara penggunaannya, cuci bersih daun katuk, tambahkan sedikit air, lalu peras. Sari daun katuk

ini bisa langsung digunakan untuk mewarnai bahan makanan (Santoso, 2008). 6) Makanan dan minuman Daun katuk bisa dikonsumsi sebagai lalapan, sayur bening, dan minuman. Untuk membuat lalapan, rebus daun katuk dalam air mendidih yang ditambah sedikit garam selama 3-4 menit. Sementara itu, untuk membuat minuman segar, ambil 300 g daun katuk segar yang sudah dibersihkan, kemudian rebus dengan 1,5 gelas air selama 15 menit. Air rebusan daun katuk tersebut dapat langsung diminum (Santoso, 2008).

B. Vitamin C 1. Definisi Vitamin C Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air (aqueous antioxidant). Senyawa ini merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Vitamin C berbentuk Kristal putih dengan berat molekul 176,13 dan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C juga mudah teroksidasi secara reversible membentuk asam dehidro-L-asam askorbat dan kehilangan 2 atom hydrogen. Vitamin C memiliki struktur yang mirip dengan struktur monosakarida, tetapi mengandung gugus enadiol. Sebagai antioksidan, vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan cara memindahkan satu elektron kesenyawa logam Cu. Selain itu,

vitamin C juga dapat menyumbangkan elektron kedalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler. Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif didalam sel netrofil, monosit, protein lensa, dan retina. Di luar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron kedalam saluran pencernaan. Vitamin C dibutuhkan untuk fungsi kolagen sehingga mengurangi kekeriputan kulit dan menjaga kekebalan tubuh dari serangan infeksi dan alergi. Asam askorbat juga memiliki peran penting dalam berbagai proses fisiologis tanaman, termasuk pertumbuhan, diferensiasi, dan

metabolismenya. Askorbat berperan sebagai reduktor untuk berbagai radikal bebas. Selain itu juga meminimalkan terjadinya kerusakan yang disebabkan oleh stres oksidatif (Winarsi, 2007). 2. Tata Nama dan Struktur Vitamin C a. Tata Nama Vitamin C (www.unimus.ac.id) 1) Nama Umum Vitamin C adalah Vitamin C, Asam askorbat, Asam ceritamad (ceritamid acid). 2) Nama Trivial Vitamin C adalah Asam heksuronat (Hexuronic Acid), Anti-scorbutin, Vitamin anti-scorbut (Anti-scorbutat vitamin), Scorbutamin. 3) Nama Kimia Vitamin C adalah L-asam askorbat, L-xylo-asam askorbat.

b. Struktur Vitamin C

3. Sifat Vitamin C Vitamin C merupakan vitamin yang mudah larut dalam air dan mudah rusak dalam pemanasan yang terlalu lama. Vitamin C berbentuk kristal putih, merupakan suatu asam organik, dan terasa asam, tetapi tidak berbau. Dalam larutan, vitamin C mudah rusak karena oksidasi oleh oksigen dari udara, tetapi lebih stabil bila terdapat dalam bentuk kristal kering. Vitamin C juga bersifat mudah mereduksi ikatan organik lain (Sediaoetama, 2000). 4. Fungsi Vitamin C Vitamin C berfungsi dalam proses metabolisme yang berlangsung di dalam jaringan tubuh. Fungsi fisiologis dari vitamin C (Sediaoetama, 2000) ialah: a. Kesehatan substansi matrix jaringan ikat. b. Integritas epitel melalui kesehatan zat perekat antar sel. c. Mekanisme immunitas dalam rangka daya tahan tubuh terhadap berbagai serangan penyakit dan toksin. d. Kesehatan epitel pembuluh darah.

e. Penurunan kadar kolesterol, dan f. Diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi. 5. Metabolisme Vitamin C Defisiensi vitamin C memberikan penyakit yang disebut skorbut. Kerusakan terjadi di dalam jaringan yang terdapat didalam rongga mulut, di tulang dan gigi, serta kerusakan pada saluran darah. Pada dasarnya kerusakan mengenai matrix jaringan ikat zat perekat antar selular. Pada dinding pembuluh kapiler, zat perekat antar selular defektip, sehingga selsel endothel saling renggang dan terjadi perdarahan. Dengan test Fragilitas Kapiler dapat diperlihatkan dengan menurunnya daya tahan terhadap tekanan darah, berarti meningkatnya fragilitas dinding (mudah menjadi rusak) kapiler darah tersebut. Bila jaringan tubuh ada dalam kondisi jenuh oleh vitamin C maka dari dosis yang diberikan parenteral, sebagian besar akan diekskresikan di dalam urine dan apabila suplai vitamin C didalam jaringan tidak mencukupi, maka sebagian besar dari dosis vitamin C yang diberikan di dalam tubuh dan sedikit sekali yang diekskresikan di dalam urine. Vitamin C dapat dioksidasi secara reversible menjadi dehydro vitamin C dan katabolisme menghasilkan asam oksalat. Kadar vitamin C di dalam jaringan tubuh dan di dalam darah yang dianggap normal ialah 0,8-10 mg% tanpa disertai ekskresi dari dosis percobaan yang meningkat. Vitamin C diekskresikan terutama di dalam urine, sebagian kecil di dalam tinja dan sebagian kecil di dalam air keringat (Sediaoetama, 2000).

6. Sumber Vitamin C Sumber vitamin C di dalam bahan makanan terutama buah-buahan segar dan dengan kadar yang lebih rendah terdapat juga di dalam sayuran segar. Di dalam buah, vitamin C terdapat dengan konsentrasi tinggi di bagian kulit buah, agak lebih rendah terdapat di dalam daging buah dan lebih rendah lagi di dalam bijinya (Sediaoetama, 2000). C. Metode Penetapan Kadar Vitamin C 1. Metode Fisika a. Metode Spektroskopis Metode ini berdasarkan pada kemampuan vitamin C yang terlarut dalam air untuk menyerap ultraviolet dengan panjang gelombang maksimum 265 nm. b. Metode Polarografik Metode ini berdasarkan pada potensial oksidasi asam askorbat dalam larutan asam atau pangan yang bersifat asam. 2. Metode Kimia Metode kimia merupakan metode yang paling banyak dan paling sering digunakan. Sebagian besar metode didasarkan pada kemampuan daya reduksi yang kuat dari vitamin C. Macam-macam penetapan metode kimia antara lain: a. Titrasi dengan Iodin Kandungan vitamin C dalam larutan dapat ditentukan secara titrasi dengan menggunakan larutan 0.01 N I2. b. Titrasi dengan Metylen Blue

Vitamin C dapat direduksi oleh metylen blue dengan bantuan cahaya menjadi bentuk senyawa leuco (leuco-metylene blue). Reaksi ini sering digunakan untuk menentukan Vitamin C secara kuantitatif. c. Titrasi dengan 2,6-dikhlorofenol indofenol Metode ini adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan vitamin C dalam bahan pangan. Di samping mengoksidasi vitamin C, pereaksi indofenol juga mengoksidasi senyawa lain, misalnya senyawa-senyawa sulfidhril, thiosianat, senyawa-senyawa piridimium, bentuk tereduksi dari turunan asam nikosianat dan riboflavin. Dalam larutan vitamin C, terdapat bentuk dehidro asam askorbat yang harus diubah menjadi asam askorbat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan gas nitrogen atau CO2 ke dalam larutan. Karena jumlah dehidro asam askorbat yang aktif sangat kecil dan tidak berarti sebagai sumber vitamin C (tetapi dalam bahan-bahan yang disimpan jumlahnya cukup besar ), maka kadar vitamin C dapat ditentukan secara langsung dengan titrasi dikhlorofenol Indofenol. Bahan pangan yang akan diukur kandungan vitamin C nya diekstrak dengan asam kuat dalam waktu yang cukup. Asam kuat yang dapat digunakan antara lain, asam metafostat dan asam oksalat. Penggunaan asam dimaksudkan untuk mengurangi oksidasi vitamin C oleh enzimenzim oksidasi dan pengaruh glutation yang terdapat dalam jaringan tanaman. d. Metode Giri (Test Ferrisianida dan Amonium Molybdat)

Asam askorbat dalam asam trikhloro asetat akan mereduksi kalium ferrisianida, yang jika kemudian ditambah amonium molybdat

menghasilkan endapan merah kecoklatan. e. Test Vanadium Vitamin C akan menghasilkan warna biru yang kemudian berubah menjadi hijau jika direaksikan dengan pereaksi yang dibuat dengan mencampurkan vanadium pentoksida dengan asam sulfat. f. Test Emas Triklorida Kemampuan asam askorbat untuk mereduksi emas triklorida digunakan untuk mengukur kandungan vitamin C. g. Test Furfural Jika vitamin C dididihkan dalam asam khlorida akan membentuk furfural yang jumlahnya dapat ditentukan dengan anilin photorogencinal atau resorsinol (www.unimus.ac.id).

Anda mungkin juga menyukai