Anda di halaman 1dari 4

Terkadang memilih itu lebih sulit daripada sekedar menerima.

Memilih suatu pilih an berarti kita harus menggeser beberapa pilihan yang lain tanpa harus membuangn ya, ya membuangnya. Sampai dengan sekarang, entah kenapa aku belum mengerti kenapa aku tak bisa memi lih. Saat pilihan datang sering kali pilihan itu tak pernah kurengkuh. Meski aku menginginkan satu diantaranya. Tetapi, pada akhirnya tidak memilih sama sekali. Wanita itu selalu berpikir dengan perasaan, dan dengan sedikit logika. Mungkin i tu juga alasan yang sama yang bisa kupakai untuk pertanyaan : '' kenapa kamu tid ak memilih, Andara ? '' Entah karena kasihan, memikirkan perasaan yang lain atau semacamnya yang membuat aku tak bisa memilih. Aku hanya berpikir '' jika aku memilih dia, berarti aku menyakitinya. Dan jika a ku memilihnya berarti aku menyakiti dia '' Pikiranku sedangkal itu, ya memang. Picik sekali rasanya. Namun saat aku tidak m emilih semuanya. Akupun tak berpikir jika yang kulakukan menyakiti mereka, ya, b enar, mereka. *** Sejak aku tak memilih satu diantara mereka. Rasanya dunia semakin sempit. Udara gratis yang Tuhan berikan rasanya menyesakkan dadaku. Sulit sekali mendapat seny um sapa dari mereka. Sangat sulit. Tangisku rasanya sudah sampai di tenggorokan, tapi tetap saja tak meledak. Seperti biasa, aku memulai hariku dengan senyuman dan berkata bahwa aku baik-baik saja meski ternyata hatiku menangis, hatiku meng amuk sejadi-jadinya. Satu diantara mereka yang mempesona hatiku pun ternyata sam a seperti yang lainnya. Tak ada sapaan, tak ada senyuman. '' aku menyadari, semua salahku '' batinku menangis Berhari-hari kulalui tanpa sapaan dan senyuman dari mereka dan tanpa sosok yang mempesona hatiku. Aku tak pernah tahu dia pergi kemana. Aku dan dia memang kuliah di universitas yang sama, tetapi dengan jurusan yang b erbeda. Pernah beberapa kali aku tanyakan keberadaannya pada teman sefakultasnya . Tetapi merekapun sama denganku. Tak tahu kemana rimbanya. Dia yang tak pernah kutemui lagi berhasil membuatku mengerti apa itu rindu. Tapi sekarang percuma. D ia yang dulu hilang bak ditelan bumi. *** '' kau menyesalkan Andara ? '' seru kemenangan Natasya Aku tak menanggapinya. Itu perkataan Natasya untuk yang kesekian kalinya. Dan un tuk kesekian kalinya juga singgah di benakku. Natasya bukan sahabatku, aku lebih sering memanggilnya 'pengganggu'. Dia musuhku . Natasya memang sangat menyukai sosok dia. Dia yang tak kupilih. Natasya sempat tertawa puas saat aku ternyata tak memilih sosok dia. Dia yang disukai ole Nata sya. Natasya itu cantik dan populer, tetapi aku juga tidak mengerti kenapa dia t idak memilih Natasya saja. Karena Natasya lebih cantik dibanding aku. Tetapi akh irnya dia memilihku walaupun aku tak bisa mengikuti kata hatiku dan memilihnya.

'' kamu tidak terlalu cantik, tapi kamu sangat menarik '' ucapnya suatu waktu se belum dia menghilang entah kemana. Kata-kata yang sering membuyarkan lamunanku, membangun harapanku kemudian menamb ah penyesalanku. *** '' harusnya kamu mengikuti kata hatimu, Ra '' ucap lembut Shaquilla, sahabatku s uatu waktu Aku merenungkan kata-kata Shaquilla, kata-kata yang telah tertanam di hatiku sej ak pertama Shaquilla mengucapkannya. Kata-kata Shaquilla kuproses semuanya ke ha tiku, bukan ke otakku. Karena aku lebih sering berpikir dengan perasaan dibandin g dengan logika. Karena itulah aku sangat peka. Walaupun pada akhirnya aku selal u menyakiti pilihan yang menghampiriku. Penyesalan itu datang untuk kesekian kalinya. '' penyesalanku tiada guna '' mataku berkaca-kaca Terang saja aku menyesal, andai saja aku mengikuti kata hatiku, pasti sekarang a ku telah bersama dia. Dia, Wahyu Al Aquis. Entah kemana sosok itu sekarang. Aku tak menyangka saat dia memintaku untuk menj adi kekasihnya, ternyata dia sedang mengurus kepindahannya ke luar kota. Ahh, be nar-benar menyesakkan dada. Pilihan yang telah menjadi bagian dari masa lalu masih menggerogoti otak dan hat iku. Selalu singgah dengan secuil harapan dan penuh dengan seonggok penyesalan. Saat ini aku disibukkan dengan makalah-makalah yang harus siap tepat waktu. '' minggu-minggu yang meletihkan '' ucapku '' mbak, cappucino nya satu '' seruku pada pelayan di sebuah cafe Saat menunggu pesanan tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang. Aku men oleh dengan segera. Tapi ternyata ? Tak ada siapapun. Aku kembali mengamati laya r komputer jinjingku. Perasaan aneh menjalar ke seluruh tubuh. '' siapa yang menepuk pundakku? '' Aku kembali ke rumah dengan tanda tanya yang tak terselesaikan. Ku raih ponselku dan menelepon Shaquilla. Tetapi tidak diangkat olehnya. Padahal ingin kuceritak an semua kejadian aneh yang terjadi hari ini. Tanda tanya tak terselesaikan masi h tak terselesaikan. *** '' dosen gak ada kan ? '' tanya Shaquilla Belum sempat aku menjawab pertanyaannya Shaquilla langsung menarik lenganku '' ke cafe yuk, aku traktir deh '' Aku mengiyakan ajakannya.

Kami memesan cappucino dan makanan ringan. Cafe ini adalah cafe langganan kami. Hampir pada saat waktu luang kami selalu menyempatkan diri mampir ke cafe ini wa laupun hanya sekedar minum. Sebenarnya masih ada yang mengganjal di kepalaku. Benar, tentang sosok yang mene puk pundakku. Ingin kuceritakan pada Shaquilla, tapi aku tak tahu darimana harus ku mulai kata. '' eh, gimana ya kabar Wahyu sekarang? '' ucap Shaquilla mengawali pembicaraan Sontak aku langsung kaget dibuatnya. Terang saja aku kaget. Shaquilla menyebut n ama dia. Ya, dia, Wahyu ! Wahyu Al Aquis ! Aku tak mampu berkata-kata lagi saat mendengar nama Wahyu. Aku yang dihantui pen yesalan masih di sini merindukan Wahyu. '' Wahyu, maafkan aku '' lirihku '' hei, kok ngelamun sih ? '' pekik Shaquilla membuyarkan lamunanku '' ehe iya '' ucapku kembali ke dunia nyata '' tenang aja, Ra. Kalo emang jodoh, pasti ketemu lagi kok '' Belum habis kekagetanku saat mendengar nama Wahyu lagi-lagi Shaquilla menambahny a. Jodoh memang tidak lari kemana. Ya aku tahu itu. Aku percaya. Dan sangat perc aya. '' Wahyu juga pasti rindu sama kamu, Ra '' '' Wahyu pasti kembali lagi. Dengan waktu yang tak tahu kapan '' '' Wahyu pasti selalu ingat kamu, sebesar kamu ingat dia '' Kalimat-kalimat Shaquilla tiada henti mengagetkanku lagi dan lagi. Aku tidak men gerti apa yang sedang Shaquilla bicarakan. Kenapa tiba-tiba sahabatku ini membah as Wahyu ? Ahh. Belum sempat kutanyakan. Shaquilla mengajakku kembali ke kampus. '' ada apa sebenarnya ? '' batinku *** Shaquilla agak aneh hari ini. Sejak dia membahas tentang Wahyu. Gelagatnya mencu rigakan. Ada apa dengan Quilla ? Quilla memang tak seperti biasa. Saat kutanya k enapa. Dia hanya menjawab seperlunya. Ada sesuatu dibalik ini semua. Pasti ada. Tidak akan ada asap jika tidak ada api. Pertanyaan demi pertanyaan singgah di benakku. Dan berharap terjawab. Tapi malan g. Pertanyaan tersebut belum bisa terselesaikan. Sekarang aku hanya sering mendu ga-duga. Apa yang terjadi pada sahabatku ? Apa jangan-jangan dia juga menyukai W ahyuku ? Atau malah sahabatku ini sudah bertemu dengan Wahyu ? Atau..... Ahh ban yak sekali dugaan yang melumpuhkanku. '' Quilla, kalau kamu menyukainya jujur saja '' lirihku Lagi-lagi rasanya tangisku telah berada di tenggorokan tetapi tidak meledak seja di-jadinya.

Aku selalu berusaha tegar meski hati rasanya tak mampu. Ingin sekali rasanya aku berteriak di tepi pantai. Meneriakkan seluruh rasa terp endam di hatiku. Ingin kucurahkan semuanya. '' kalau jodoh tak kan kemana '' ucapku sambil berkaca-kaca *** Pagi ini cerah namun tak secerah hatiku. Perasaan terbelenggu kian menyiksaku. M elumpuhkan hari-hariku. Dan aku harus berusaha sekuat dan semampuku agar aku ter lihat baik-baik saja dalam keadaan tersulit sekalipun. Meski kita kecewa dan kacau, sebaiknya kita tak menunjukkannya di depan orang ra mai. Mereka mungkin hanya melihatnya tanpa peduli. Pagi ini Quilla akan ke rumahku. Mau main katanya. Dia akan membawakan sesuatu u ntukku. Semoga saja meredakan kejenuhanku. Ya, semoga saja. '' Andara... '' pekik Quilla dari luar '' iyaaaaa '' balasku tak ingin kalah Aku mempersilakan dia masuk tapi betapa terkejutnya aku saat di belakang Shaquil la telah berdiri sosok yang sangat kukenal. Ya, benar. Itu Wahyu Al Aquis ! Dia yang mempesona hatiku. Raut wajah ku seperti bertanya pada Quilla dan Quilla sep erti mengerti maksudku. '' nih, Ra. Aku sekarang bawain kamu seseorang, bukan sesuatu '' ucap Quilla ter senyum Aku masih bingung dengan semuanya. Aku masih mematung memandangi Wahyu. '' Ra, Wahyu adalah sepupuku '' '' Aku memang sengaja tak memberitahumu karena ku pikir itu yang terbaik. Dengan begitu kamu bisa menyadari apa sebenarnya kata hatimu '' '' Aku adalah mata-mata Wahyu, Wahyu memang benar ke luar kota. Tapi itu hanya s ementara. Sampai Ayah dan Ibunya menyelesaikan urusan di sana. Orangtua Wahyu pi ndah dinas, Ra, Wahyu pun hanya cuti. Dan sekarang dia kembali ke sini untuk ber samamu '' '' tapi, aku benar-benar tidak ada maksud untuk membohongimu, Ra '' dan tentang yang menepuk pundakmu itu aku, Ra. Sebenarnya aku ingin memberitahuka n jika Wahyu akan pulang. Tapi karena Wahyu melarangku. Aku langsung pulang tanp a pamit Untaian kalimat Shaquilla yang tiada henti membuat tangisku kali ini meledak sej adi-jadinya. Apakah Wahyu memang jodohku, Tuhan ? END

Anda mungkin juga menyukai