Anda di halaman 1dari 26

CASE REPORT

A.

IDENTITAS PASIEN Pasien seorang wanita bernama Ny. Karto Siyah, alamat di Perum Lalung Blok A1 Kabupaten Karanganyar usia 75 tahun. Status perkawinan cerai mati. Agama islam, suku bangsa Jawa Indonesia. Sekarang sudah tidak bekerja lagi. BB 35 kg. Nomer registrasi 00258776. Datang ke rumah sakit tanggal 27 November 2012 dan pasien meninggal ketika di rumah sakit pada tanggal 4 Desember 2012 pada pukul 16.00 WIB.

B.

PRESENTASI KLINIS Seorang pasien perempuan berusia 75 tahun datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan badan terasa lemas. Badan terasa mudah lelah dan lemas kurang lebih sebulan yang lalu. Pasien mengaku walaupun untuk sekedar aktivitas ringan seperti berjalan sebentar pasien merasa tidak bertenaga. Pusing cekot-cekot juga dirasakan pasien disertai dengan leher terasa cengeng Pasien juga mengaku nafsu makannya turun, karena apabila pasien makan sedikit saja, perut sudah terasa penuh dan akan muntah terutama makanan yang berasal dari bahan hewani seperti daging-dagingan dan susu. Pasien mengatakan juga kalau badanya terasa gembreges dan demam tapi tidak terlalu tinggi. Pasien mengaku susah untuk BAB kurang lebih seminggu ini, pasien mengatakan susah BAB karena pasien makannya hanya sedikit sehingga tidak BAB. Sebelumnya pasien mengaku kalau pernah BAB berwarna kehitaman. Pasien menyangkal pernah BAK darah sebelumnya. Pasien juga mengeluhkan mudah memar apabila terbentur lalu bekas kerokan di dada dan perut menjadi memar dan sulit hilang, dan gusi mudah berdarah tapi pasien menyangkal pernah

mimisan (-), muntah darah (-). Pasien bercerita kalau dada sering berdebardebar dan sesak. Pasien mengaku dua hari sebelum masuk rumah sakit pasien mondok di bangsal Cempaka RSUD Karanganyar dengan keluhan yang sama selama lima hari. Pasien menyagkal pernah ada riwayat mondok sebelumnya dan menyangkal mengkonsumsi obat-obatan. Keluarga menceritakan jika Hb masuk pertama kali ketika di Cempaka 1,7, pasien bercerita telah menjalani transfusi darah, setelah menjalani transfusi darah pasien mengaku merasa lebih baik dan memutuskan untuk pulang paksa. Keluhan lemas sudah dirasakan sejak kurang lebih satu tahun yang lalu, kumat-kumatan namun pasien hanya minum obat dari warung, keluhan tersebut memberat satu minggu sebelum mondok pertama kali di RSUD Karanganayar. Saat itu pasien mengeluhkan lemas, pusing, demam sumer-sumer, nafsu makan menurun, namun belum mengeluhkan adanya pendarahan gusi maupun pendarahan lainnya. Riwayat penyakit dahulu, pasien mengaku pernah mondok sebelumnya yaitu di Cempaka dua hari sebelumnya, pasien menyangkal alergi obat dan makanan, riwayat asma, DM disangkal, riwayat transfusi darah berulang diakui yaitu ketika di Cempaka, riwayat pengobatan rutin TBC disangkal. Riwayat hipertensi diakui yaitu ketika pasien mondok di Cempaka dengan tekanan darah 160/90 mmHg. Pada riwayat keluarga pasien menyangkal adanya keluarga yang sakit serupa (-). Riwayat alergi obat dan makanan, riwayat DM dan hipertensi disangakal. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak lemah dengan kesadaran compos mentis, tinggi badan 150 cm, berat badan 37 kg, status gizi kurang, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88 x/menit irama reguler, heart rate 88x/menit, respirasi rate 20 x/menit dan suhu 37,40C . Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva tampak anemis, mukosa konjungtiva tampak kemerahan dengan diameter 0,5 cm, dan mukosa lidah tampak anemis. Pada pemeriksaan leher ditemukan adanya peningkatan JVP. Pada pemeriksaan thorak, cor ictus kordis tampak kuat

angkat di medial SIC V Linea Midclavicularis Sinistra 2 cm ke lateral, suara jantung 1-2 reguler murni, intensitas kuat dan ditemukan bisisng sistolik grade 2 dan sulit dinilai punctum maximumnya. Pemeriksaan pulmo simetris, tidak ditemukan retraksi, perkusi sonor pada seluruh lapang paru dan pada auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler dan tidak ada suara tambahan. Pada pemeriksaan abdomen terdapat bercak kemerahan memanjang mengikut bekas dari kerokan. Selain itu didapatkan pula hepatomegali dengan ukuran 3 cm dari processus xiphoideus serta 3 cm dari arcus costae dextra, permukaan licin, rata, konsistensi kenyal,tepi tajam, nyeri tekan. Ekstremitas akral hangat, capillary refiil time < 2 detik dan kuku tampak pucat. Pemeriksaan penunjang laboratorium kimia darah yang telah dilakukan pada tanggal 28 November 2012: Leukosit Eritrosit Hb HCT MCV MCH MCHC Trombosit Limfosit Monosit Granulosit Gol. Darah GDS : 1.800 /mm3 ( 4.000-11.000 ) : 1,68 . 106/mm3 ( 4,0 5,0 jt) : 5,5 G% ( 12 16 ) : 15,1 Vol % ( 37 -43) : 89,9 mikron3 ( 82 92 ) : 32,7 piko gram ( 27 31 ) : 36,4 % ( 32 37 ) : 6.000/mm3 ( 150.000 450.000 ) : 84 ,1% ( 20 40 ) : 5,9 % ( 2 8 ) : 10 % ( 50 70 ) :A : 145 mg/dl ( sampai 150 mg/dl )

C.

DIAGNOSIS Pansitopenia et causa Anemia Aplastik

D.

DIAGNOSIS BANDING Pansitopenia et causa Leukimia

E.

PENATALAKSANAAN Pada pasien ini, di IGD diberikan terapi : Non medikamentosa: Intake kalori yang cukup Edukasi pasien mengenai kepatuhan berobat dan kontrol pasien. Menghindari terjadinya trauma atau benturan. Menghindari adanya infeksi

Medikamentosa Antrain inj. 1A/12 jam Ranitidin inj. 1A/12 jam Neurobat 1A/12 jam Transfusi Whole Blood 2 kolf

F.

PROGNOSIS Prognosis pada pasien ini adalah : Quo ad vitam Quo ad sanam Quo ad fungsionam : ad malam : ad malam : ad malam

G.

USULAN PEMERIKSAAN Aspirasi dan biopsi sumsum tulang

H.

FOLLOW UP Hari pertama ( 28 Desember 2012 ) Setelah satu hari menjalani rawat inap di Bangsal Mawar 2, pasien mengeluhkan lemas dan demam setelah mendapat transfusi Whole Blood yang kedua. Pasien mengaku ketika di rumah BAB nya berwarna kehitaman dan mudah memar apabila terkena benturan. Pasien juga mengatakan jika perut terasa penuh dan mual apabila diberi makan yang berbau agak amis seperti daging dan telur. Pada hasil pemeriksaan fisik, vital sign pasien, tekanan darah 140/70, nadi 76 x/menit, respirasi rate 28 x / menit, suhu 38,2 C. Pada pemeriksaan kepala leher ditemukan konjungtiva dan lidah tampak anemis dan peningkatan JVP. Pada pemeriksaan fisik thorak, cor suara jantung 1-2 regular murni dan terdapat bising sistole, pulmo suara dasar vesikular, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pemeriksaan abdomen ditemukan hepatomegali, nyeri tekan epigastrium. Untuk program terapi dari IGD dihentikan diganti dengan inj. Kalnex 2 x 1A, Vit. K 2 x 1A, ulsicur inj. 2 x 1A, Dexanta syr 3 x c1, Metylprednisolon tab. 3-0-1, dan transfusi PRC 2 kolf. Hari Kedua ( 29 November 2012) Hari kedua menjalani rawat inap di Bangsal Mawar 2, keluhan mual, letih, dan perut mbesesek (rasa tidak nyaman dan terasa penuh) berkurang, tapi pasien masih mengeluhkan lemas, pusing dan nggliyengnggliyeng ( berkunang-kunang ), bahkan pasien tidak kuat duduk, pasien mengaku belum bisa BAB tapi BAKnya lancar dan pasien sudah tidak demam. Pada hasil pemeriksaan fisik, vital sign pasien, tekanan darah 130/70, heart rate 68 x/menit, nadi 68 x/menit, respirasi rate 24 x / menit, suhu 37,5C. Tapi pada siang hari pukul 12.00 pasien demam, suhunya 39C, lalu diberika injeksi Pragesol (ekstra). Pada pemeriksaan kepala leher ditemukan konjungtiva dan lidah tampak anemis dan peningkatan JVP. Pada pemeriksaan fisik thorak, cor suara jantung 1-2 regular murni dan terdapat bising sistole, pulmo suara dasar vesikular, tidak ada ronkhi

dan wheezing. Pemeriksaan abdomen ditemukan hepatomegali. Untuk program terapi masih diteruskan ditambah dengan infuse Aminofel 600 ml, infuse D 5% dan inj. Raclonid 1A /12 jam. Hari Ketiga ( 30 November 2012 ) Hari ketiga menjalani rawat inap di Bangsal Mawar 2, pasien mengalami perbaikan dengan semakin berkurangnya keluhan mual, perut kanan atas yang tidak nyaman dan terasa penuh berkurang, tidak mual, tidak demam, tapi nafsu makan masih kurang dan lemas, BAB sudah bisa dan feces berwarna hitam. Pada hasil pemeriksaan fisik, vital sign pasien, tekanan darah 140/80, nadi 80 x/menit, respirasi rate 20 x / menit, suhu 37C. Pada pemeriksaan kepala leher ditemukan konjungtiva dan lidah tampak anemis dan peningkatan JVP. Pada pemeriksaan fisik thorak, cor suara jantung 1-2 regular murni dan terdapat bising sistole, pulmo suara dasar vesikular, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pemeriksaan abdomen ditemukan hepatomegali, nyeri tekan epigastrium. Untuk program terapi diteruskan dan diprogram cek ulang Hb. Hari Keempat ( 1 Desember 2012 ) Hari keempat menjalani rawat inap di Bangsal Mawar 1, pasien measih mengeluhkan lemas, leher terasa cengeng, dan pusing cekot-cekot. Nafsu makan belum membaik dan pada malam harinya pasien mengeluhkan sesak, batuk, demam, dan BAK berwarna kemerahan. Pada hasil pemeriksaan fisik, vital sign pasien, tekanan darah 140/100, nadi 84 x/menit, respirasi rate 32 x / menit, suhu 38,6C. Pada pemeriksaan kepala leher ditemukan konjungtiva dan lidah tampak anemis dan peningkatan JVP. Pada pemeriksaan fisik thorak, cor suara jantung 1-2 regular murni, pulmo suara dasar vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ditemukan. Pemeriksaan abdomen masih ditemukan hepatomegali, nyeri tekan epigastrium sudah berkurang. Untuk program terapi masih dilanjutkan tapi ditambah dengan inj. Amox 3 x 1gr diganti dengan inj. Ceftazidime 2 x 1 gr, inj Lasiq 1A/ 12 jam dan Aspar K 1 x 1 terapi tambahan ini diberikan

pada malam hari ketika pasien demam. Sudah dilakukan cek ulang Hb, Hb menjadi 12,4 G%. Hari Kelima ( 2 Desember 2012 ) Hari kelima menjalani rawat inap di Bangsal Mawar 1, pasien measih mengeluhkan lemas, nafsu makan belum membaik dan pasien mengeluhkan sesak, batuk semakin bertambah, batuk ada dahaknya warna putih dan bisa keluar dan BAK masih berwarna kemerahan. Pada hasil pemeriksaan fisik, vital sign pasien, tekanan darah 110/60, nadi 64 x/menit, respirasi rate 28 x / menit, suhu 37,5C. Pada pemeriksaan kepala leher ditemukan konjungtiva dan lidah tampak anemis dan peningkatan JVP.. Pada pemeriksaan fisik thorak, cor suara jantung 1-2 regular murni, pulmo suara dasar vesikuler, ditemukan ronkhi dan wheezing.

Pemeriksaan abdomen masih ditemukan hepatomegali. Untuk program terapi masih dilanjutkan ditambah dengan injeks pragesol 1A jika diperlukan. Hari Keenam ( 3 Desember 2012 ) Hari keenam menjalani rawat inap di Bangsal Mawar 2, pasien measih mengeluhkan lemas tampak lemah, nafsu makan belum membaik dan pasien mengeluhkan sesak, batuk semakin bertambah, batuk ada dahaknya warna putih dan bisa keluar dan BAK masih berwarna kemerahan. Pasien juga mengeluhkan lidah terasa kasar, dan juga masih belum BAB. Pada hasil pemeriksaan fisik, vital sign pasien, tekanan darah 120/80, nadi 72 x/menit, respirasi rate 28 x / menit, suhu 37,2C. Pada pemeriksaan kepala leher ditemukan konjungtiva dan lidah tampak anemis dan peningkatan JVP. Pada pemeriksaan fisik thorak, cor suara jantung 1-2 regular murni, pulmo suara dasar vesikuler, ditemukan ronkhi dan wheezing sehingga pada pasien ini juga dapat didiagnosis dengan bronko pneumonie. Pemeriksaan abdomen masih ditemukan hepatomegali. Untuk program terapi masih dilanjutkan kecuali amoxicylin dihentikan dan diganti dengan cefotaxim 1A/ 12 jam. Hari Ketujuh ( 4 Desember 2012 )

Hari ketujuh menjalani rawat inap di Bangsal Mawar 2, pasien measih mengeluhkan lemas, tampak lemah, nafsu makan belum membaik dan pasien mengeluhkan sesak, batuk semakin bertambah, batuk ada dahaknya warna putih dan bisa keluar dan BAK sudah tidak berwarna kemerahan. BAB sudah bisa 1 kali dan tidak berwarna kehitaman. Pada hasil pemeriksaan fisik, vital sign pasien, tekanan darah 120/60, nadi 88 x/menit, respirasi rate 24 x / menit, suhu 37,3C. Pada pemeriksaan kepala leher ditemukan konjungtiva dan lidah tampak anemis dan peningkatan JVP. Pada pemeriksaan fisik thoraks, cor suara jantung 1-2 regular murni, pulmo suara dasar vesikuler, ditemukan ronkhi dan wheezing sehingga pada pasien ini juga dapat didiagnosis dengan bronko pneumonie. Pemeriksaan abdomen masih ditemukan hepatomegali. Untuk program terapi masih dilanjukan. Pada pukul 15.30 pasien mengalami penurunan kesadaran, GCS E2M2V3, tampak gelisah, pasien juga mengeluarkan bunyi stridor, dan keringat dingin kemudian dilakukan pemeberian O2 dan motivasi keluarga. Pemeriksaan vital sign TD: 60 (palpatoar), nadi lemah (tidak dapat dievaluasi). Pada pukul 15.45 pasien semakin menurun

kesadarannya, dan vital sign tidak dapat dievaluasi, pupil midriasis pada pukul 15.50 pasien dinyatakan meninggal dunia dihadapan keluarga dan perawat.

I.

TEORI Anemia aplastik adalah suatu gangguan yang ditandai dengan penekanan sel bakal mieloid multipoten, yang menyebabkan anemia. Trombositopeni, dan neutropenia (pansitopenia). Perjalanan penyakit anemia aplastik mengenai semua usia dan kedua jenis kelamin. Anemia yang progresif lambat menyebabkan munculnya, secara lambat, gejala lemah, pucat dan sesak ( Kumar, 2007 ) 1. Anemia Aplastik Menurut Baldy (2000) anemia aplasik adalah suatu keadaan berkurangnya sel-sel darah pada darah tepi (pansitopenia),

sehubungan dengan terhentinya pembentukan/ tidak terbentuknya sel hematopoetik di dalam sum-sum tulang (aplasia). . Terdapat tiga tipe sel darah di dalam sumsum tulang, yaitu : Sel darah merah, yang mana membawa oksigen dari paru ke jaringan. Sel darah putih, perlawanan terhadap infeksi. Platelet, sebgai faktor koagulan untuk mencegah pendarahan jika ada pembuluh darah yang rusak.

2.

Epidimiologi Anemia Aplastik Anemia aplastik biasanya terdapat pada anak berumur lebih dari 6 tahun yaitu umumnya muncul pada usia 15-25 tahun, terjadi despresi sumsum tulang oleh obat atau bahan kimia meskipun dengan dosis rendah tetapi berlangsung sejak usia muda secara terus-menerus, baru akan melihat pengarunya setelah beberapa tahun kemudian, misalnya pemberian kloramphenicol yang terlampau sering pada bayi (sejak umur 2-3 bulan) baru akan menyebabkan gejala anemia aplasik setelah ia berumur lebih dari 6 tahun. Disamping itu pada beberapa kasus gejala sudah timbul hanya beberapa saat ia kontak dengan agen penyebabnya. Puncak insidensi kedua muncul pada usia lebih dari 60 tahun. Umur dan jenis kelamin bervariasi secara geografis. Di Amerika Serikat dan Eropa umur sebagian besar pasien berkisar antara15-24 tahun. Di cina sebagian besar kasus anemia aplastik pada perempuan berumur di atas 50 tahun dan pria di atas 60 tahun. Di perancis pada pria ditemukan dua puncak umur yaitu, 15-30 dan setelah umur 60 tahun, sedangkan pada perempuan berumur di atas 60 tahun (Widjanarko, 2007).

3.

Etiologi Anemia Aplastik

Anemia aplasitk menurut Corwin (2000) bisa berupa kelainan kongenital (genetik) bisa berupa kelainan yang di dapat. Sebagai kelainan kongenital anemia aplastik dibedakan menjadi dua kelompok : a. Aplasia yang hanya mengenai salah satu dari sel. Misalnya : 1) Anemia hipoplastik kongenital (erithroblastopenia) seri eritropoetik 2) Agranulositosis, genetik infanital (agranulositosis) seri granulopoetik 3) Amegakaryolite trombopoetik. b. Aplasia yang mengenai seluruh seri hematopoetik dan biasanya disertai dengan kelainan kongenital. Misalnya : 1) Sindrom kongenital 2) Diskeratosis bawaan. 3) Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit atau tulang. Sedangkan anemia aplastik yang di dapat adalah yang berasal dari : a. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan Seperti: Radiasi, benzen, bahan-bahan toxic seperti insektisida, obat-obatan sitosantika, kloramphenicol, oksiperbutazon, sulfonamid dan lain-lain. b. Virus Seperti: Hepatitis virus, sitomegalo virus, dengue, hespes simplex, robeola dan varicella. c. Idiopatik, kelompok ini merupakan kelompok yang terbesar, hampir 50 % penderita anemia aplasik tergolong idiopatik, pengertian idiopatik tidak menyingkirkan trombositopeni purpura seri

kemungkinan adanya penyebab, sekalipun sampai saat ini belum terbukti.

4.

Klasifikasi Anemia Aplastik

10

Berdasarkan derajat pansitopenia, darah tepi anemia aplastik didapat diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat atau sangat berat
Tabel 1. Klasifikasi Anemia asifikasi Anemia aplastik berat Selularitas sumsum tulang < 25 % Sitopenia sedikitnya dua dari Hitung neutrofil <500/L Hitung trombosit <20.000/L tiga seri sel darah Hitung retikulosit absolut <60.000/L Sama seperti di atas kecuali Anemia aplastik sangat berat hitung hitung neutrofil <200/L Anemia aplastik tidak berat Sumsum tulang hiposeluler namun sitopenia tidak memenuhi kriteria berat Kriteria

Widjanarko, 2006

5.

Patofisiologi Anemia Aplastik Berdasarkan teori terbaru yang dimunculkan oleh Mathe et all memunculkan teori baru berdasarkan kelainan autoimun setelah melakukan transplantasi sumsum tulang pada pasien anemia aplastik. Keberhasilan transplantasi sumsum tulang untuk

menyembuhkan anemia aplastik memperlihatkan adanya kondisi defisiensisel asal (stem cell). Adanya reaksi autoimunitas pada anemia aplastik juga dibuktikan oleh percobaab in vitro yang memperlihatkan nahwa limfosit dapat menghambat pembentukan koloni hemopietik alogenik dan autologus. Setelah itu, diketahui bahwa limfosit T sitotoksik memerantai destruksi sel-sel homopoietik pada kelainan ini. Sel-sel T efektor tampak lebih jelas di sumsum tulang dibandingkan darah tepi pasien anemia aplastik. Sel-sel tersebut menghasilkan interferon dan TNF- yang merupakan inhibitor langsung homopoeisis dan meningkatkan ekspresi Fas pada sel-sel

11

CD34+ . Klon sel-sel T imortal yang positif CD4 dan CD8 dari pasien anemia aplastik juga mensekresi sitokin T-heleper-1 yang bersifat toksik langsung ke sel-sel CD34 positif autologus. Sebagian besar anemia aplastik didapat secara

patofisiologis ditandai dengan destruksi spesifik yang diperantai sel T ini. Pada seorang pasien kelainan respon imun tersebut kadang-kadang dapat dikaitkan dengan infeksi virus atau pajanan obat tertemu atau zat kimia tertentu. Sangat sedikit bukti, adanya mekanisme lain seperti toksisitas langsung pada sel-sel atau defisiensi fungsi faktor pertumbuhan hematopoetik. Lagi pula, deajat destruksi sel asal dapat menjelaskan variasi perjalanan klinis secara kuantitatif dan variasi kualitatif respon imun dapat menerangkan respon terhadap terapi imunosupresif. Respon terhadap terapi imunosupresif menunjukan adanya mekanisme imun yang bertanggung jawab atas kegagalan hematopoetik.

6.

Manifestasi Klinis Anemia Aplastik Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia (hoffbbrand et al, 2005). Pada gejala anemia ditemukan pucat, takikardia, bising jantung, cepat lelah, pusing, dll. Terkadang disertai dengan defisiensi trombosit dan sel darah putih. Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan ekimosis dan petekie, epistaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat. Sedangkan defisiensi sel darah putih menjadikan tubuh mudah terkena infeksi.

12

Gambar 1. Gambaran Anemia Aplastik 7. Diagnosis Anemia Aplastik Ada dua cara untuk mendiagnosis anemia aplastik : a. Hitung lengkap darah tepi (Complete Blood Count) Pada anemia aplastik jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit rendah. Pada CBC dihitung jumlah sel di seperti sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah, biasanya diambil dari vena di lengan. Jika tes ini menunjukan jumlah hitung darah tepi yang rendah, tes lain dapat dilakukan untuk mencari penyebabnya. Sering dilakukan pemeriksaan jumlah vitamin (vitamin B12 dan asam folat) dan zat besi, untuk lebih meyakinkan menurunnya jumlah sel darah bukan penyebab dari turunya jumlah sel darah. Bisa juga dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, karena menurunnya fungsi ginjal dapat menyebabkan anemia, sehingga pemeriksaan kimiawi darah sering dilakukan. Jika pemeriksaan kimiawi

darah tidak menemukan penyebab dasar dari menurunnya jumlah sel darah, dapat dilakukan biopsi sumsum tulang. b. Biopsi Sumsum Tulang Biopsi sumsum tulang memiliki dua prosedur, aspirasi dan biopsi. Prosedur ini dilakukan, dengan menyuruh pasien terlentang, pada tulang pelvis (letak : kurang lebih 2 inci di dekat spina) kemudian dilakukan anestesi lokal. Dilakukan pengirisan tipis (kira-kira 1/8 inci), hal ini dilakukan agar lebih mudah untuk memasukan jarum biopsi. Kemudian, untuk aspirasi, diperlukan jarum yang besar untuk insisi pada tulang. Syringe digunakan untuk mengambil sedikit dari cairan

sumsum tulang ( satu sendok teh ). Walapun sudah diberikan anestesi lokal, tapi masih sering menyebabkan rasa sakit sehingga digunakan jarum yang kecil, silindris dan tajam (kirakira berdiameter 1/16 inci dan panjangnya 1/3 inci). Kedua

13

sampel biasanya diambil pada saat bersamaan dan tempat yang sama yaitu di belakang tulang pelveis.meskipun sudah dianetesi, tapi pemeriksaan ini masih menimbulkan ketidaknyamanan. Dalam keadaan normal, sumsum tulang (bone marrow) mengandung banyak sel yang memproduksi berbagai macam sel darah. Jika menemukan empty bone marrow atau kekurangan produksi sel darah dapat mengarah ke diagnosis anemia aplastik. Leukimia atau keganasan hematologi lainnya dapat juga menyebabkan menurunnya sel darah, tapi pada sumsum tulang masih terisi dengan sel leukimia atau sel kanker.

8. Penatalaksanaan Anemia Aplastik a. Primary Treatment untuk anemia aplastik Allogenic stem cell transpant Allogenic stem cell transpant dianggap sebagai terapi terbaik bagi penderita anemia aplastik yang masih muda. Pada terapi ini, penderita akan menerima stem cell (dari sumsum tulang atau darah) dari pendonor. Transpalantasi jenis ini terbaik dilakukan pada anak-anak atau dewasa muda. Pada penderita yang lebih tua, ini sulit dilakukan. Pada penderita usia 30 40 tahun, banyak dokter memilih menggunakan imun therapy sebagai terapi pertama. Jika kita memilih transplantasi sebagai pilihan terapi, kita membutuhkan pendonor yang cocok dengan penderita. Sesorang yang masih berhubungan kekerabatan dengan penderita, seperti saudara laki-laki atau perempuan penderita adalah pilihan terbaik. Keberhasilan transplantasi stem cell pada anemia aplastik mencapai 80-90 % jika donor yang diberikan cocok. Banyak dokter merekomendasikan a non-related donor jika terapi imun tidak memberikan efek. Pada transplantasi stem cell, pertama, penderita akan mendapatkan kemoterapi. Obat kemoterapi yang biaasa diberikan

14

cyclophosphamide (Cytoxan) dan fludarabine (Fludara). Obat ini menekan sistem imun, seperti anti-thymocyte globulin

(ATG) atau alemtuzumab (Campath), dapat diberikan. Obat terbaru daclizumab (Zenapax), juga bisa diberikan. Terapi imun penting diberikan untuk menjaga sistem imun dari kematian sumsum tulang. Terapi imun juga penting guna pencegahan sumsum tulang baru dari serangan tubuh sendiri. Ini disebut graft-versus-host disease. Penderita mungkin juga perlu mendapatkan terapi radiasi, karena pada penderita dengan riwayat anemia aplastik sangat sensitiv dengan kemoterapi dan radiasi dengan dosis rendah. Segera setelah radiasi atau kemoterapi, penderita akan menerima transfusi darah dalam bentuk stem cell dari pendonor. Stem sell dapat diperoleh dari pendonor dengan memindahkan sumsum tulang, hal ini dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum. Kadang, prosedur ini disebut apheresis jika diambil stem cell dari aliran darah. Transplantasi stem sell juga memiliki resiko dan efek samping, bisa juga penderita meninggal selama operasi berlangsung, dan efek samping paling serius yang terjadi selama minggu pertama setelah transplantasi, tapi setelah kemajuan terapi, kematian awal sebagai efek samping transplantsi berkurang. Efek samping yang berat meningkat sebanding dengan usia pasien. Pada minggu-minggu awal setelah transplantasi akan muncul efek samping dari kemoterapi dan radiasi terapi. Penederita mungkin akan mengalami mual, muntah, diare, dan mulut terasa sakit setelah terapi. Jumlah sel darah yang menurun umunya diperlukan transfusi eritrosit dan trombosit. Jumlah angka leukosit yang menurun dapat diindikasikan adanya infeksi yang serius sehingga diperlukan injeksi antibioti IV. Semua masalah

15

ini umumnya akan hilang 3-4 minggu, jika transplantasi pembentukan darah dari stem cell mulai berproduksi sel darah. Terapi Imunosupresiv Pada orang dengan anemia aplastik didapat yang tidak bisa dilakukan transplantasi ( karena faktor usia atau kerena tidak ada donor yang cocok), dapat diberikan terapi imunosupresiv, karena kebanyakan kasus anemia aplastik disebabkan karena sistem imun menyerang sumsum tulang. Terapi ini membantu untuk menghentikan sistem imun menyerang sel-sel sumsusm tulang. Terapi ini tidak membantu pada penderita anemia aplastik bawaan, karena pada penderita ini anemia aplastik bukan disebabkan sistem imun. Pengobatan utama digunakan antithymocyte mengandung globulin antibodies (ATG) againts dan cyclosporine. ATG

human

T-lymphocytes.

Pengobatan ini diberiberikan di Rumah Sakit secara IV. ATG menekan fungsi sistem imun dengan menurunkan jumlah sel T di dalam tubuh. Antibodi di ATG berasal dari binatang (seperti hewan atau kelinci). Sehingga ada resiko reaksi alergi serius jika diberikan ATG. Terkadang pasien yang mendapatkan ATG juga mendapatkan pengobatan kortikosteroid (seperti

prednison) untuk mengurangi reaksi serius yang akan terjadi. Bisa diberikan cyclosporine diberikan dengan baik, obat ini menekan sistem imun dengan cara yang berbeda dibanding ATG. Kombinasi ATG DAN cyclosoprine meningkatkan jumlah sel darah kira-kira 70% pasien dengan penyakit berat. Anemia aplastik tidak sepenuhnya sembuh. Meskipun rata-rata ketika jumlah darah belum normal, penderita merasa sudah lebih baik dan dapat hidup dengan normal. Sering setelah periode remisi, anemia aplastik menyerang kembali. Beberapa dokter juga memberikan G-CSF bersamaan dengan ATG dan cyclosporine. Obat ini sebagai growth factor untuk sel darah

16

putih; sehingga sumsum tulang memproduksi lebih sel darah putih. Dapat diberikan fligrastim dan neupognes. Penelitian terbaru menunjukan obat ini dapat membantu menurunkan resiko infeksi dan mengurangi jumlah hari pasien di rumah sakit. Obat yang lebih baru dapat diberikan alemtuzumab, diberikan sebagai pengganti ATG dan lebih sedikit resiko reaksi alergi, tapi masih diragukan efeknya sama baiknya dengan ATG. Pilihan terapi imunosuppresive lainya dapat diberikan obat chemo cyclophospamide dosis tinggi.

Cyclophosphamide adala obat chemo yang dapat menekan sistem imun dan merusak T-limfosit. Penggunaan pada anemia aplastik masih kontroversial. Meskipun terapi ini efektif, banyak ahli percaya obat ini lebih berbahaya dibandingkan dengan ATG. Banyak dokter di US lebih memilih untuk menunda penggunaan cyclophosphamide sampai ATG dan cyclosporine kurang efektif. Terapi imunosupresif memiliki efek samping yang serius, yaitu mengurangi kemampuan sistem imun tubuh melawan infekai. Orang dengan imunosupressi akan mudah terinfeksi oleh bakteri, virus, atau jamur. Obatobatan digunakan pada terapi ini juga memiliki efek serius. Sebagai contoh, ATG menyebabkan reaksi alergi serius dengan gejala skin rashes, hipotensi, dan masalh pernafasan. Secara umum, efek samping ini dapat dikontrol dengan pengobatan, tapi kira-kira 15% pasien akan berkembang menjadi leukimia atau myelodyplasia berat setelah mendapat ATG. Efek samping cyclosporine adalah hipertensi karena kerusakan ginjal dan kerusakan hepar. Untuk mencegah masalah ini, dokter akan memeriksa level cyclosporine di dalam darah secara teratur. Pemeriksaan darah juga dilakaukan untuk menegtahui fungsi ginjal dan hepar. Kortkosteroid (ex:prednison) dapat

17

menyebabkan peningkatan glukosa darah, penambahan berat badan, perubahan mood, dan kelemahan tulang.

b. Terapi suportif untuk anemia aplastik Transfusi : dapat diberikan jika jumlah sel darah merah atau trombosit turun, transfusi umumnya aman tapi untuk jangka waktu lama bisa terjadi penumpukan besi dalam tubuh. Pada pasien anemia aplastik yang akan dilakukan transplantasi sumsum tulang sebaiknya transfusi dihindari. Antibiotik Karena jumlah sel darah putih menurun, sehingga resiko infeksi meningkat dan dibutuhkan antibiotik. Growth Factor Obat-obatan dapat menyebabkan peningkatan sel darah putih, diantaranya filgrastim. Androgen Penderita anemia aplastik ringan atau sedang dapat dilakukan terapi androgen. Androgen juga diberikan sebagai terapi lini pertama pada penderta anemia aplastik bawaan. Androgen adalah hormon sex laki-laki yang juga menstimulasi produksi darah. Meskipun begitu penggunaan androgen dalam jangka waktu lama dihubungkan dengan tumor hepar dan kanker hepar. Androgen adalah hormon pria, sehingga wanita yang menggunakan terapi ini dapat berkembang menjasi

karakteristik maskulin.

DISKUSI Diagnosa kerja pada kasus ini berdasarkan penemuan sebagai berikut : A. Anamnesa

18

1. Mudah merasa lelah, badan lemas, tidak bertenaga, sejak sebulan yang lalu. 2. Pasien menyangkal sering mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka waktu lama. 3. Pasien mengaku pusing cekot-cekot dan leher terasa cengeng. 4. Pasien mengaku nafsu makan menurun dan terasa penuh di perut kanan atas. 5. Pasien mengaku pernah BAB warna hitam 6. Pasien mengaku badan terasa gembreges dan demam 7. Pasien mengeluhkan mudah memar apabila terbentur dan gusi mudah berdarah 8. Pasien mengaku dada sering berdebar-debar, batuk dan sesak.

B. Pemeriksaan fisik 1. Conjungtiva 2. Lidah 3. Leher 4. Thoraks : Anemis, tampak ada spot bleeding d : 0,5 cm : Anemis : Peningkatan JVP : Ictus Cordis kuat angkatdi medial SIC V Linea Mid Clavisularis sinistra 2 cm ke lateral , bising sistolik grade 2 5. Abdomen : Tampak adanya ekimosis pada abdomen yaitu luka bekas kerokan yang sulit hilang . Nyeri tekan pada kuadran kanan atas Hepar: Ukuran 3 cm dari processus xiphoideus serta 3 cm dari arcus costae dextra, permukaan licin, rata, konsistensi kenyal,tepi tajam, dan nyeri tekan. Kesan: Hepatomegali. C. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah Rutin : Hemoglobim : 5,5 G%

19

Leukosit Eritrosit HCT Trombosit

: 1.800/mm3 : 1,68 juta/mm3 : 15,1 Vo % : 6.000/mm3

Menurut Boediwarsono (2007) anemia adalah sindroma klinis yang ditandai adanya penurunan hematokrit, hemoglobin. Dan jumlah eritrosit dalam darah. Anemia timbul apabila pemecahan atau pengeluaran eritrosit lebih besar dari pada pembentukan atau pembentukannya sendiri menurun. Salah satu fungsi eritrosit adalah sebagai alat transpor oksigen, dengan adanya hemoglobin di dalamnya. Apabila eritrosit kurang berarti kadar hemoglobin kurang dan akhirnya timbulah anoksia dari jaringan target organ. Gejala-gejala yang timbul akibat dari anoksia jaringan tersebut atau reaksi kompensasi dari target organ oleh anoksia. Pada umumnya gejala dari anemia timbul apabila kadar hemoglobin lebih kecil atau sama dengan 7.0 mg/dl. Organ demi organ gejala anemia adalah : Gejala dari kardiorespirasi : dengan adanya anoksia maka timbulah kompensasi dari jantung guna memenuhi kebutuhan oksigen, terjadilah palpitasi, takikardi serta denyutan prekordial yang pada dasarnya adalah manifestasi dari denyutan yang bertambah cepat. Sehingga pada pasien ini sering mengeluhkan dada sering berdebar-debar. Pada orang normal respon yang terjadi akibat akibat anemia adalah cepat lelah atau sesak nafas dan akibat aliran darah yang cepat pada anemia bisa timbul sistolik murmur pada ostia dari jantung. Pada pasien ini juga megeluhkan cepat lelah dan sesak nafas juga ditemukan bising sistolik dimana punctum maximum sulit untuk dievaluasi. Gejala dari sistem saraf : akibat anoksia dari organ dapat timbul sakit kepala, pusing-pusing, bedan terasa ringan, perasaan dingin, telinga berdenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, lekas capai, dan ititabel. Pada pasien ini mengaku sering pusing-pusing, badan pegel-pegel dan lekas capai.

20

Gejala dari sistem pencernaan makanan, akibat anoksia dapat timbul tidak suka makan, mual-muntah, flatulensi, perasaan tidak enak pada perut bagian atas, obstipasi dan diare. Pada pasien ini mengaku perut terasa penuh, mual, muntah dan sulit BAB.dan Gejala dari sistem urogenital : akibat anoksia bisa timbul gangguan kadang hipermenore dan libido berkurang. Pada pasien ini sudah berusia 75 tahun, sehingga sudah mengalami menopouse. Gejala dari jaringan epitel, akibat anoksi jaringan nampak pucat yang mudah dilihat pada kelopak mata, mulut dan kuku, elastisitas berkurang dan rambut tipis. Pada pasien ini ditemukan konjungtiva, mulut, dan kuku tampak anemi. Pada pasien ini, berdasarkan pemeriksaan hematologi dimana hemoglobin turun, PCV turun, dan eritrosit turun, hal ini memenuhi kriteria dari anemia. Lalu kita lihat MCH dan MCV nya dimana masih dalam batas normal, lalu kita lihat retikulositnya yang mengalami penurunan sehingaa pada pasien ini dapat dikatakan anemia akibat gagal pada pembentukan sel-sel darah dimana diagnosisnya bisa leukemia ataupun anemia aplastik. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan aspirasi dan biopsi sumsum tulang. Gambar 2. Alur Evaluasi Anemia

21

Pada penderita anemia aplastik biasanya disertai dengan adanya pansitopenia. Penyebab pansitopenia itu sendiri adalah berkurangnya fungsi sumsum tulang, aplasia, leukemia akut, mielodisplasia, myeloma, infiltrasi oleh sel-sel limfoma, tumor padat, tuberkolusis, anemia megaloblastik, hemoglobinuria paroksimal nokturnal (PNH), mielofibrosis (jarang ditemukan), sindrom hemofagositik, meningkatnya destruksi perifer, dan splenomegali ( Price & Wilsoon, 2005). Pada pasien ini Pada pasien ini terapi yang bisa diberikan adalah terapi imunosupresif, mengingat usianya yang sudah 75 tahun karena apabila dilakukan tranplasntasi sell efek samping yang akan muncul lebih besar sebanding dengan semakin tua usianya. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang (Price & Wilson, 2005). Karena itu pada pasien ini diberikan metyprednisolon dengan dosisi 1 mg/kgBB. Pada sumber lain dikatakan bahwa penyebabnya (jika diketahui) harus disingkirkan. Terapi

medikamentosa pada pasien ini bisa juga diberikan GAL Globulin anti 22

limfosit (timosit) (GAL atau GAT), zat ini dibuat di hewan biasanya pada kelinci atau kuda. Sering digunakan bersamaan dengan kortikosteroid yang juga mengurangi efek samping GAL. Tapi pemakaian GAL belum bisa dilakuakan mengingat secara ekonomi tidak memungkinkan. Siklosporin, obat efektif yang bermanfaat jika digunakan bersama denagn GAL dan steroid. Faktor pertumbuhan hemopoietik, meliputi faktor perangsang pertumbuhan koloni granulosit-makrofag (GM-CSF), faktor perangsang pertumbuhan granulosit (G-CSF), interleukin-3(IL-3). Pada pasien ini diberikan infuse RL 20 tpm, Aminofel infuse 600 ml dan D5% infus, untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit dan digunakan sebagai nutrisi eksogen disebabkan pada pasien ini mengalami penurunan nafsu makan, mual, dan muntah. Injeksi Kalnex (Asam Tranexamat ) digunakan sebagai koagulan untuk menghentikan fibrinolisis lokal. Pada pasien ini mengaku pernah BAB hitam dan juga BAK pernah berwarna merah. Injeksi Vit. K sebagai pembantu koagulasi disebabkan pada pasien ini menglami pansitopenia, dimana angka trombosit turun menjadi 6.000 /mm3. Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan ekimosis dan petekie, epistaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat. Pada pasien ini bisa diberikan Trombocyte Concentrate karena terjadi pendarahan yang berupa gusi berdarah dan adanya melena. PRC (Packet Red Cell) diberikan jika Hb<7 g/dl, pada pasien ini perlu diberikan PRC karena Hb hanya 5,5 mg/dl. Pada pasien ini juga diberikan injeksi ulsicur dan dexanta syrup, ulsikur mengandung simetidine yang merupakan golongan antagonis reseptor H2, golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik dengan cara meblok reseptor histamin, dimana histamin memicu sekresi asam lambung dan bisa mengurangi resiko terjadinya regurgitasi dan aspirasi, sehingga pemberian ulsikur dan dexanta syrup diberikan untuk mengurangi keluhan mual dan muntah. Pemberian antibiotik diberikan cefotaxim, cefotaxim merupakan golongan sefalosoprin generasi ketiga yang mempunyai

23

khasiat bakterisid, cefotaxim sensitif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif, tapi aktivitas cefotaxim lebih besar terhadap bakteri gram negatif. Pada pasien ini pernah mengeluh demam, demam merupakan salah satu manifestasi adanya infeksi, selain itu pasien mengeluh batukbatuk dan sesak juga pada pemeriksaan fisik terdengar suara tambahan pada paru yaitu rongkhi, sehingga dapat didiagnosis pasien ini terkena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonie. Pneumoneie di rumah sakit kebanyakan adalah gram negatif sehingga pemeberian cefotaxim dianggap sudah tepat. Infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh sel lain merupakan penyebab utama kematian (Price & Wilson, 2005), oleh karenanya sangat penting untuk mencegah resiko perdarahan dan infeksi. Tindakan pencegahan meliputi lingkungan yang di lindungi (ruangan dengan aliran udara cukup atau tempat yang nyaman) dan kebersihan yang baik. Untuk mencegah perdarahan atau infeksi dapat dilakukan terapi pemberian komponen darah seperti tersebut diatas (eritrosit,trombosit), juga antibiotik bila perlu. Pada pasien ini sudah diberikan transfusi PRC dan pemberian antibiotik yang tepat, tapi faktor lingkungan tempat perawatan yang belum memadai seperti higiene yang kurang, ruang perawatan yang penuh dengan asap rokok, dan mengingat usia pesien sehingga pasien akan mudah sekali terkena infeks pada pasien ini kemungkinan penyebab kematian adalah adalah terkena penumonie dimana pasien batuk semakin bertambah berat, perubahan dahaknya juga lebih purulen, terdapat riwayat demam, pada pemeriksaan fisik ditemukan ronkhi, dan pada pemriksaan laboratorium ditemukan lekopeni yaitu 1.800/mm3.

24

J.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fikik dan pemeriksaan laboratorium maka didapatkan kesimpulan diagnosis kerja untuk pasien ini adalah hepatitis akut suspek hepatitis A.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, N. 2009.Kelainan Enzim pada Penyakit Hati. dalam: A.W. Sudoyo, B.Setiyohadi, I.Alwi, M. Simadhibrata, S. Setiati editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.pp 640-1 Crowin E. 2001.Buku Saku Patofisiologi. Hepatitis Virus. Jakarta: EGC. pp 198-9 Pridady.2009.Kolesistitis,dalam: A.W Sudoyo, B.Setiyohadi, I.Alwi, M. Simadhibrata, S. Setiati editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.pp 718-9.

25

Sanityoso A. 2009.Hepatitis Virus Akut, dalam: A.W. Sudoyo, B.Setiyohadi, I.Alwi, M. Simadhibrata, S. Setiati editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.pp 644-51 Sulaiman,A. 2009. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus dalam: A.W. Sudoyo, B.Setiyohadi, I.Alwi, M. Simadhibrata, S. Setiati editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.pp 634-5

26

Anda mungkin juga menyukai