Anda di halaman 1dari 54

Pengaturan Perundangan Sumber Daya Air

Disampaikan Oleh Prehatin Trirahayu Ningrum,S.KM.,M.Kes

DEPARTEMEN KIMPRASWIL

UUD 1945 UU NO.7 TAHUN 2004 TTG PSDA PP NO. 82 TAHUN 2001 TTG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PP NO. 42 TAHUN 2008 TTG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PP NO. 43 TAHUN 2008 TTG AIR TANAH PP NO. 37 TAHUN 2010 TTG BENDUNGAN KEPPRES NO. 6 TAHUN 2009 TTG DEWAN SUMBER DAYA AIR NASIONAL PERMENLH, PERMENTAN, PERMPU, PERMENDAGRI, DLL PERDA PERDES PERATURAN ADAT

URGENSI DIADAKAN PENGATURAN


SISI KEBUTUHAN:
1. Jumlah penduduk makin meningkat. 2. Peningkatan aktivitas dan kebutuhan ekonomi serta sosial budaya.

SISI KETERSEDIAAN:
1. Ketersediaan air relatif konstan.

2. Kualitas cenderung menurun.

Air dan sumber-sumber air perlu: DILINDUNGI DAN DIJAGA KELESTARIANNYA agar dapat DIDAYA-GUNAKAN secara berkelanjutan

KERANGKA PIKIR PERUBAHAN UU NO.11/1974


LATAR BELAKANG
UU No. 11/1974 telah memberikan andil yg besar bagi perikehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Saat ini UU tsb memerlukan penyesuaian untuk antisipasi perkembangan masalah dan perubahan paradigma, a.l:
1 Pengelolaan secara menyeluruh dan terpadu. 2 Keseimbangan antara penanganan secara fisik dengan non fisik. 3 Keseimbangan antara pendayagunaan dg konservasi. 4 Perlindungan thd hak dasar manusia atas air; 5 Keterlibatan pihak yg berkepentingan dalam PSDA dalam spirit demokrasi dan pendekatan koordinasi. 6 Mengadopsi prinsip pembangunan berkelanjutan 7 Antisipasi thd ekses perkembangan nilai ekonomis air.

UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN
VISI PENGELOLAAN SDA Terwujudnya kemanfaatan sumber daya air bagi kesejahteraan seluruh rakyat LIMA MISI PENGELOLAAN SDA KONSERVASI sumber daya air. PENDAYAGUNAAN sumber daya air. PENGENDALIAN daya rusak air. PEMBERDAYAAN dan peningkatan peran masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah. Peningkatan ketersediaan dan keterbukaan data serta INFORMASI SDA

1. 2. 3. 4. 5.

UU PENGGANTI Yg lebih: 1. Komprehensif 2. Antisipatif 3. Direktif 4. Koordinatif 5. Partisipatif

TUJUH ASAS PENGELOLAAN SDA: Kelestarian, Keseimbangan, Kemanfaatan Umum, Keterpaduan dan keserasian, Keadilan, Kemandirian, Transparansi dan akuntabilitas

PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN TERKAIT

PROSES PEMBAHASAN HINGGA DISYAHKAN MENJADI UU SDA


Seminar/Lokakarya sejak 1992

Pan.Antar Dep Tim Kerja RKSP* Konsultasi Publik


Dua putaran di 7 Prov; diikuti unsur instansi, LSM, PT, users, PJT

18 Mar 2004 UU No.7/ 2004 S D Air

Tim Pengarah POKJA RKSP


Menteri Kimpraswil

SEKNEG
9

PRESIDEN
8 Okt 2002

DPR
2
8

Redaksi

5 6

Substansi

3a

TIMUS

PANJA
7

Komisi IV
3b

RKSP: Reformasi Kebijakan Sektor Pengairan

Konsultasi Publik

KERANGKA SUBSTANSI PENGATURAN

FILOSOFIS
1. Sumber daya air adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa. 2. Air adalah SUMBER KEHIDUPAN dan SUMBER PENGHIDUPAN.

LANDASAN PENGATURAN

YURIDIS
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

TEKNIS
1. Air merupakan sumber daya yg terbaharui. 2. Jumlahnya tetap, namun tergantung kondisi alam lokal. keterdapatannya

3. Air permukaan & Air Tanah saling berkaitan satu sama lain dalam siklus hidrologi. 4. Secara alami mengalir dinamis dari tempat tinggi ketempat yg lebih rendah.

PERSANDINGAN SISTEMATIKA

UU NO. 11/ 1974


BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI BAB VII BAB VIII BAB IX BAB X BAB XI BAB XII PENGERTIAN FUNGSI HAK PENGUASAAN DAN WEWENANG PERENCANAAN DAN PERENCANAAN TEKNIS PEMBINAAN PENGUSAHAAN EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN PERLINDUNGAN PEMBIAYAAN KETENTUAN PIDANA KETENTUAN PERALIHAN KETENTUAN PENUTUP Total = 17 Pasal

UU NO. 7/ 2004 ttg SDA


BAB I. KETENTUAN UMUM BAB II. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BAB III. KONSERVASI SUMBER DAYA AIR BAB IV. PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR BAB V. PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR BAB VI. PERENCANAAN BAB VII. PELAKSANAAN KONSTRUKSI DAN O&P BAB VIII. SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR BAB IX. PEMBERDAYAAN DAN PENGAWASAN BAB X. PEMBIAYAAN BAB XI. HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT BAB XII. KOORDINASI BAB XIII. PENYELESAIAN SENGKETA BAB XIV. GUGATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI BAB XV. PENYIDIKAN BAB XVI. KETENTUAN PIDANA BAB XVII. KETENTUAN PERALIHAN BAB XVIII. KETENTUAN PENUTUP

Total = 100 Pasal

GARIS BESAR SUBSTANSI UU No.7/2004 ttg SDA


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Cakupan Air diperluas = UU 11/1974 + air laut yg berada didarat. (Ps 1) Substansi pengaturan lebih komprehensif, meliputi DOMAIN pengelolaan (Konservasi SDA, Pendayagunaan SDA, Pengendalian & Penanggulangan daya rusak air) dan PROSES pengelolaannya. Menegaskan hak dan peran masyarakat dalam keseluruhan proses pengelolaan SDA. (Ps 11 ay 3, Ps 41 ay 3- 4, Ps 62, Ps 64 ay 5, Ps 75 ay 2- 3, Ps 82- 84) Menyatakan bahwa air untuk KEBUTUHAN POKOK adalah HAK SETIAP ORANG yg dijamin oleh Negara. (Ps 5, Ps 8 ay 1, Ps 16 huruf h, Ps 29 ay 3, Ps
80 ay 1)

Hak Guna Air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat, serta kpd pemegang Izin mendapat jaminan pemerintah. (Ps 8-9) Mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat atas SDA. (Ps 6 ) Pola dan Rencana Pengelolaan SDA didasarkan atas Wilayah Sungai (Ps 11 ay 2), implementasi penggelolaannya dapat dilakukan multi instansi dan multi daerah secara terkoordinasi. (Ps 26 ay 4) Asas KETERBUKAAN diakomodasi melalui SISTEM KOORDINASI PENGELOLAAN SDA di Tk. Nasional, Tk. Propinsi, Tk. Kab/Kota, dan Tk. Wilayah Sungai. ( Bab XII )

GARIS BESAR SUBSTANSI UU No.7/2004 ttg SDA


Mempertegas batas tanggung jawab pemerintah Pusat, Propinsi dan Kab/ Kota (otonomi daerah). (Bab II ) 10. Mengadopsi prinsip pelimpahan wewenang kpd pemerintah di bawahnya, penyerahan wewenang kpd pemerintah di atasnya. (Ps 18-19) 11. Mempertegas kewajiban dan tanggung jawab pengelola SDA. (Ps 19 ay 2,
9.
Ps 29 ay 5, Ps 55 ay 1, Ps 56, Ps 57 ay 2, Ps 61 ay 4, Ps 67 ay 3, Ps 74 ay 3, Ps 90, Ps 91)

12. Sumber daya air berfungsi SOSIAL, LINGKUNGAN HIDUP, dan

EKONOMI yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras untuk melindungi kepentingan penduduk yg berkemampuan ekonomi lemah. (Ps 4, Ps 26 ay 2, Ps 26 ay 7, Ps 80 ) 13. Mengadopsi prinsip penggunaan air hujan, air permukaan dan air tanah secara conjunctive. (Ps 26 ay 5) 14. Menekankan asas keseimbangan antara upaya pendayagunaan dengan konservasi, termasuk pemberian sistem insentif kepada pelaku konservasi. (Ps 11 ay 4, Ps 77 ay 1 dan 2 )

GARIS BESAR SUBSTANSI UU No.7/2004 ttg SDA


15. Mengatur prinsip pemanfaat dan pencemar membayar (kecuali untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat) sebagai instrumen untuk berhemat air, yg nilainya disesuaikan dg kemampuan ekonomi kelompok pengguna dan jenis penggunaannya. (Ps 26 ay 7, Ps 77, Ps 78 ay 1, Ps 80 ) 16. Memfasilitasi perlindungan hak penemu dan temuan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi dalam bid. SDA. (Ps 73) 17. Mengatur pengelolaan sistem informasi SDA. (Bab VIII) 18. Mengatur pengusahaan SDA secara lebih ketat. (Ps 26 ay 3, Ps 45,
Ps 46, Ps 47, Ps 48, Ps 49).

19. Mengakomodasi penyelesaian sengketa dan gugatan masyarakat. (Bab XIV ) 20. Memperhatikan perkembangan lingk. global, a.l. tentang pengelolaan SDA pada Wilayah Sungai lintas negara. (Ps 13 ay
3, Ps 14, Ps 49 )

ACUAN DALAM MENYELENGGARAKAN PENGELOLAAN

ACUAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


Berbasis Wil Administrasi: KEBIJAKAN NASIONAL KEBIJAKAN PROPINSI KEBIJAKAN KABUPATEN/ KOTA
Pasal 14, 15, 16

POLA RENCANA PROGRAM

Ps 11 ay 2, Ps 59 ay 3, Ps 62 ay 6

KEGIATAN

Berbasis Wilayah Hidrologis (WilayahSungai)

POLA PENGELOLAAN SDA

Pola Pengelolaan SDA


(berbasis WS)
Pasal 1 angka 8

KERANGKA DASAR dalam: Merencanakan, Melaksanakan, Memantau, dan Mengevaluasi

Kegiatan: KONSERVASI SDA

PENDAYAGUNAAN SDA
Pengendalian daya rusak air

Penetapan WS dilakukan oleh Presiden dg memperhatikan pertimbangan Dewan SDA Nasional. (pasal 13 ayat 2) Prinsip penyusunan Pola Pengelolaan SDA: (pasal 11 ayat 2 dan 4) 1) Keterpaduan antara air permukaan dan air tanah 2) Keseimbangan antara upaya Konservasi dan Pendayagunaan Proses penyusunannya melibatkan peran masyarakat. (pasal 11 ayat 3)

KERANGKA PEMBAGIAN WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB PENGELOLAAN

GARIS BESAR PEMBAGIAN WEWENANG & TANGGUNG JAWAB PENGELOLAAN SDA


PEMERINTAH PUSAT
Pengelolaan SDA yang terletak pada Wil. Sungai: - Lintas Provinsi - Lintas Negara - Strategis Nasional
Pasal 14

PEMERINTAH PROVINSI
Pengelolaan SDA yang terletak pada Wil. Sungai: - Lintas Kabupaten/ Kota
Pasal 15

PEMERINTAH KAB/KOTA
Pengelolaan SDA yang terletak pada Wil. Sungai: - dalam Kabupaten/ Kota.
Pasal 16

Sebagian wewenang Pemerintah (Pusat) dalam pengelolaan SDA dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah sesuai dg peraturan per-UU-an.
(Pasal 18)

MODEL PENGALIHAN WEWENANG KEBAWAH


Pem. Pusat T.P T.P Dk Dk: Dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewenang dari Pem Pusat kpd Gubernur sebagai wakil Pem.Pusat dan/atau perangkat pusat di daerah.
(UU No.22/99 ps 1 huruf f)

Pem. Provinsi

T.P Pem. Kab/Kota T.P Desa

T.P

T.P: Tugas Pembantuan yaitu penugasan dari


Pem.Pusat kpd daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yg disertai pembiayaan sarana dan prasarana serta SDM dg kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan memperTJ-kannya kpd yg menugaskan.
(UU No.22/99 ps 1 huruf g)

KONSEPSI HAK GUNA AIR DAN KONSEPSI PERIZINAN

KETENTUAN UMUM (1/3)


HAK GUNA PAKAI AIR
Hak MEMPEROLEH MEMAKAI air.
angka 14)

untuk dan
(pasal 1

HAK GUNA AIR


Hak untuk MEMPEROLEH dan MEMAKAI atau MENGUSAHAKAN AIR untuk berbagai keperluan. (pasal 1
angka 13)

HAK GUNA USAHA AIR


Hak untuk MEMPEROLEH dan MENGUSAHAKAN air.
(pasal 1 angka 15)

HAK GUNA AIR (2/3)


1. HAK GUNA PAKAI AIR dan HAK GUNA USAHA AIR bukan berarti hak kepemilikan atas air. (Penjelasan Umum angka 2)
2. Baik HAK GUNA PAKAI AIR maupun HAK GUNA USAHA AIR tidak dapat disewakan ataupun dipindahtangankan. (pasal 7 ayat 2). 3. Pengkategorian HAK GUNA PAKAI AIR dan HAK GUNA USAHA AIR semata-mata hanya sebagai nomenklatur untuk membedakan berdasarkan KATEGORI PENGGUNAAN AIRNYA. 4. HAK GUNA AIR bukan berarti hak yang bersifat MUTLAK (tergantung kondisi alami). Apabila terjadi situasi alam yg mengakibatkan tidak dapat mencukupi seluruh kebutuhan air di suatu WS, maka yang akan mendapat prioritas utama adalah untuk kebutuhan pokok sehari-hari, dan irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada. (pasal 29 ayat 3).

5. HGP Air dan HGU Air tidak sama artinya dg HGP dan HGU Tanah (karena
pengertian Hak dalam UUPA berarti memberi wewenang misalnya tidak hanya memanfaatkan tanah ybs, tetapi juga menguasai dan memiliki).

HAK GUNA AIR

(3/3)

6. Penyebutan HGU dalam UU SDA terbatas pada pengukuhan dalam memperoleh/memanfaatkan AIR untuk diusahakan lebih lanjut
(BUKAN HAK MEMILIKI).
Lihat Penjelasan Umum angka 2.

7. Hak Guna Pakai Air diperoleh TANPA IZIN: (pasal 8 ayat 1)


(1)untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan,dan (2) bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi. Untuk kedua jenis kebutuhan seperti tsb diatas, Hak-nya dijamin oleh Pemerintah (tanpa dg susah payah memohon izin).

8. Hak Guna Usaha Air, wajib dilakukan melalui IZIN penggunaan air dari pemerintah.

HAK GUNA AIR dan PERIZINAN


JENIS HAK CARA Memperoleh
UNTUK SIAPA
Perorangan

UNTUK APA

PERSYARATAN

Tanpa Izin
Pasal 8 ayat 1

Kebutuhan pokok sehari-hari


Pertanian rakyat dalam sistem irigasi yg sudah ada Kebutuhan pokok sehari-hari Pertanian di luar sistem irigasi yg sudah ada
Kebutuhan pokok sehari-hari dan kebutuhan sosial
Untuk memenuhi kebutuhan usaha

Tidak mengubah kondisi sumber air

Perorangan atau Kelompok

HAK GUNA PAKAI

Perorangan

Mengubah kondisi sumber air

Dengan Izin
Pasal 8 ayat 2

Perorangan atau Kelompok

Kelompok

HAK GUNA USAHA

Dengan Izin

Perorangan/ Kelompok/ Bdn. Usaha

KONSEPSI PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR

PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR (1/3)


1. PENGUSAHAAN SDA merupakan salah PENDAYAGUNAAN SDA. (Pasal 26 ayat 1). satu lingkup dari

2. PENGUSAHAAN SDA berarti sebagai suatu upaya pemanfaatan SDA untuk tujuan USAHA atau menunjang suatu kegiatan usaha. 3. PENGUSAHAAN SDA dapat dilakukan melalui berbagai jenis/bentuk usaha, a.l : (Penjelasan Umum angka 10)
Pemanfaatan air alam SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PROSES PRODUKSI (misalnya : industri tekstil, pabrik gula, petrokimia, agroindustri, industri pengolahan makanan dan lain-lain). Pemanfaatan air alam SEBAGAI BAHAN BAKU UTAMA SUATU PRODUK (misalnya: produk PDAM, Air Mineral). Pemanfaatan air, sumber air dan daya air, (misalnya usaha PLTA, usaha arung jeram, usaha wisata air, usaha pelayaran di sungai dan usaha pengapungan). Pemanfaatan air SEBAGAI MEDIA atau PENDUKUNG kegiatan usaha tertentu, (misalnya: usaha perikanan, usaha perhotelan, usaha real estate, untuk pendinginan mesin pabrik, pencucian bahan tambang).

PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR (2/3)


4. Pengusahaan SDA yang meliputi satu WS (dari hulu sampai ke hilir) HANYA DAPAT dilaksanakan oleh BUMN/BUMD pengelola SDA (Pasal 45 ayat 2). 5. BUMN dibentuk berdasarkan PP, sedangkan BUMD dibentuk berdasarkan PerDa. 6. Perorangan, badan usaha, atau kerjasama antar badan usaha DAPAT melaksanakan pengusahaan SDA SECARA TERBATAS berdasarkan IZIN Pengusahaan dari pemerintah (Pusat/ Prov/ Kab/ Kota) sesuai dengan kewenangannya dan harus sesuai dg Rencana Alokasi Air yg Ditetapkan (pasal 45 ayat 3 dan pasal 46 ayat 2).

PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR (3/3)


7. Kegiatan pengusahaan, tidak termasuk menguasai sumber airnya, tetapi hanya terbatas pada hak untuk menggunakan air sesuai alokasi yang ditetapkan, dan atau hak menggunakan sebagian sumber air seluas yang diperlukan untuk tapak bangunan (misalnya tapak bangunan bendungan). Lihat Penjelasan Umum angka 10. 8. Pengertian PENGUSAHAAN SDA tidak sama dg PENGUASAAN, dan tidak sama dengan PRIVATISASI.

9. Pengaturan mengenai Pengusahaan SDA dalam UU ini lebih menekankan pada substansi pengaturan ALOKASI air baku (alam) untuk suatu jenis kegiatan usaha tertentu.
10. Pada prinsipnya UU No.7/ 2004 tentang Sumber Daya Air mengatur Pengusahaan SDA jauh lebih ketat daripada UU 11/1974 tentang Pengairan.

Rambu pengaturan mengenai Pengusahaan SDA


KETENTUAN Syarat bagi pihak swasta untuk melaksanakan pengusahaan SDA UU No.11/1974 Cukup dg ijin dari pemerintah, dan berpedoman pada asas usaha bersama dan kekeluargaan
(ps11) 1. 2. 3. 4. 5.

UU No. 7/2004 ttg SDA


Ijin dari pemerintah (ps 45 ayat 3) Tidak boleh meliputi seluruh WS (ps 45
ayat 4).

Berdasarkan rencana alokasi air. (ps 46


ayat 2)

Melalui konsultasi publik (ps 47 ayat 4) Dilarang ditransfer keluar WS, kecuali SDA pada WS ybs surplus. (ps 48 ay 1)

Kewajiban pihak swasta dalam pelaksanaan pengusahaan SDA


Kewajiban Pemerintah

Tidak mengatur

1.
2.

3.

Memperhatikan fungsi sosial dan kelestariannya (ps 45 ayat 1) Wajib ikut serta melakukan konservasi dan meningkatkan kesejahteraan masy di sekitarnya. (ps 47 ayat 3) Mendorong keikut sertaan UKM (ps 47
ayat 5)

Tidak mengatur

1.

Pengawasan mutu layanan pengusaha


(ps 47 ayat 1).

2.

Fasilitasi pengaduan masyarakat(ps 47


ayat 2)

EKSPOR AIR ?

ISSUE EKSPOR AIR


1. Bagaimana sikap politik kita mengenai EKSPOR AIR? 2. UU ini perlu menegaskan sikap politik kita:
- Apakah EKSPOR AIR akan dilarang ataukah diperbolehkan? - Kalau dibolehkan, apa rambu-rambunya.

4. Sikap politik dipilih, dilandasi oleh pertimbangan:


1) Amanat UUD45 khususnya pasal 33. 2) Tanggung jawab kita thd masalah global menurut Pembukaan UUD45 3) Tanggung jawab kita untuk melindungi hak dasar manusia atas air menurut hukum agama.

KETENTUAN TENTANG EKSPOR AIR DALAM UU SDA


1. Pengusahaan air untuk negara lain TIDAK DIIZINKAN, kecuali apabila penyediaan air untuk berbagai kebutuhan (kebutuhan pokok,
sanitasi lingkungan, pertanian, ketenagaan, industri, pertambangan, perhubungan, kehutanan dan keanekaragaman hayati, olahraga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika, serta kebutuhan lain yang ditetapkan) telah dapat terpenuhi. (Pasal 49 ayat 1)

2. Kelayakan mendistribusikan air untuk negara lain HARUS DIDASARKAN pada rencana pengelolaan sumber daya air WS yang akan diambil airnya, serta MEMPERHATIKAN KEPENTINGAN daerah di sekitarnya. (Psl 49 ayat 2) 3. Rencana pengusahaan air untuk negara lain dilakukan melalui proses KONSULTASI PUBLIK oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya. (Ps 49 ayat 3) 4. Pengusahaan air untuk negara lain WAJIB mendapat izin dari Pemerintah berdasarkan rekomendasi dari pemerintah daerah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Pasal 49 ayat 4)

KEBERPIHAKAN terhadap: KEBUTUHAN POKOK SEHARI-HARI dan KEBUTUHAN PERTANIAN RAKYAT

BATASAN KEBUTUHAN POKOK SEHARI-HARI dan PERTANIAN RAKYAT KEBUTUHAN POKOK SEHARI-HARI (akan air) adalah
kebutuhan air untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari guna mencapai kehidupan yang sehat, bersih dan produktif, misalnya untuk keperluan ibadah, minum, masak, mandi, cuci dan peturasan. (Penjelasan pasal 8 ayat 1)

PERTANIAN RAKYAT adalah budi daya pertanian yang


meliputi berbagai komoditi yaitu PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERIKANAN, PETERNAKAN, PERKEBUNAN, dan KEHUTANAN yang dikelola oleh RAKYAT dengan luas tertentu yang kebutuhan airnya tidak lebih dari 2 liter per detik per kepala keluarga. (Penjelasan pasal 8 ayat 1)

PERLINDUNGAN THD KEBUTUHAN POKOK SEHARI-HARI DAN PERTANIAN RAKYAT


1. Negara MENJAMIN HAK SETIAP ORANG untuk mendapatkan air bagi KEBUTUHAN POKOK MINIMAL sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif. (pasal 5). 2. Hak Guna Pakai Air diperoleh TANPA IZIN untuk memenuhi KEBUTUHAN POKOK sehari-hari bagi perorangan, dan PERTANIAN RAKYAT yang berada di dalam jaringan irigasi. (pasal 8 ayat 1). 3. Penyediaan air untuk memenuhi KEBUTUHAN POKOK sehari-hari dan PERTANIAN RAKYAT pada jaringan irigasi merupakan PRIORITAS UTAMA penyediaan SDA diatas semua kebutuhan yang lain. (pasal 29 ayat 3) 4. Pengguna SDA untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk pertanian rakyat TIDAK DIBEBANI BIAYA jasa pengelolaan SDA. (pasal 80 ayat 1). 5. Pemerintah Kabupaten/ Kota berwenang dan bertanggung jawab memenuhi KEBUTUHAN POKOK minimal sehari-hari di wilayahnya atas air. (pasal 16 huruf h).

KETENTUAN LAIN YG PRO MASYARAKAT PETANI (1/2)


1. Penetapan peruntukan air pada sumber air di setiap WS dilakukan dg memperhatikan: ..d. pemanfaatan air yg sudah ada. (pasal 28 ayat 1). 2. Apabila penetapan urutan prioritas penyediaan SDA menimbulkan kerugian bagi PEMAKAI SDA YG TELAH MENGGUNAKAN SDA ybs SEBELUMNYA, Pemerintah atau Pemda wajib mengatur kompensasi kepada pemakainya. (pasal 29 ayat 5) 3. Pengembangan sistem irigasi menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemda. (pasal 41 ayat 2)

4. Pengembangan sistem irigasi dilakukan mengikutsertakan masyarakat. (pasal 41 ayat 4)

dg

5. Pelaksanaan OP sistem irigasi primer dan sekunder menjadi TJ Pemerintah dan Pemda. (pasal 64 ayat 6 huruf a)

KETENTUAN LAIN YG PRO MASYARAKAT PETANI (2/2)


6. Pembiayaan pelaksanaan konstruksi dan OP sistem irigasi primer dan sekunder menjadi TJ Pemerintah dan Pemda, dan dapat MELIBATKAN PERAN MASYARAKAT PETANI.
(pasal 78 ayat 3 huruf a)

7. Pengguna SDA untuk memenuhi kebutuhan pokok seharihari dan untuk pertanian rakyat TIDAK DIBEBANI BIAYA jasa pengelolaan SDA. (pasal 80 ayat 1) 8. Masyarakat mempunyai kesempatan yg sama untuk berperan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan thd pengelolaan SDA. (pasal 84 ayat 1) 9. Masyarakat yg dirugikan akibat berbagai masalah pengelolaan SDA berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan. (pasal 90)

PERHATIAN THD ASPEK KONSERVASI DAN PERLINDUNGAN EKOSISTEM

KONSERVASI DAN PERLINDUNGAN EKOSISTEM (1/6)


1. Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, asas keseimbangan, asas kemanfaatan umum, asas keterpaduan dan keserasian, asas keadilan, asas kemandirian, serta asas transparansi dan akuntabilitas. (Pasal 2) 2. Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (pasal 3) 3. Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras. (pasal 4)

KONSERVASI DAN PERLINDUNGAN EKOSISTEM (2/6)


4. Pendayagunaan sumber daya air DIKECUALIKAN pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
(Pasal 26 ayat 3)

5. Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan : a) mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budidaya; b) ..dst (Pasal 27 ayat 3)
6. Penetapan peruntukan air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) di setiap wilayah sungai dan cekungan air tanah dilakukan dengan memperhatikan : a). daya dukung sumber air; b). .. dst. (Pasal 28 ayat 1).

KONSERVASI DAN PERLINDUNGAN EKOSISTEM (3/6)


7. Potensi dampak yang mungkin timbul akibat dilaksanakannya pengembangan sumber daya air harus ditangani secara tuntas dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait pada tahap penyusunan rencana. (Pasal 34 ayat 5) 8. Pengembangan fungsi dan manfaat air laut yang berada di darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d dilakukan dengan memperhatikan fungsi lingkungan hidup. (Pasal 39 ayat 1) 9. Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian lingkungan. (Ps 45 ay 1) 10. Badan usaha dan perorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib ikut serta melakukan kegiatan konservasi sumber daya air dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. (Ps 47 ayat 3) 11. Pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan dengan memulihkan kembali fungsi lingkungan hidup dan sistem prasarana sumber daya air. (Pasal 57 ayat 1)

KONSERVASI DAN PERLINDUNGAN EKOSISTEM (4/6)


12. Pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air dilakukan berdasarkan norma, standar, pedoman, dan manual dengan memanfaatkan teknologi dan sumber daya lokal serta mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan keberlanjutan fungsi ekologis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 63 ayat
1).

13. Pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah yang memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat air dan sumber air. (pasal 85 ayat 1). 14. Instansi pemerintah yang membidangi sumber daya air bertindak untuk kepentingan masyarakat apabila terdapat indikasi masyarakat menderita akibat pencemaran dan atau kerusakan sumber air yang mempengaruhi kehidupan pokok masyarakat (pasal 91)

KONSERVASI DAN PERLINDUNGAN EKOSISTEM (5/6)


15. Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan atau mengakibatkan pencemaran air. (pasal 24) 16. Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air. (pasal 52).
17. Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengatur dan menetapkan penggunaan sumber daya air untuk kepentingan KONSERVASI, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan sumber daya air. (pasal
33).

KONSERVASI DAN PERLINDUNGAN EKOSISTEM (6/6)


18. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah): a. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya , mengganggu upaya pengawetan air, dan atau mengakibatkan pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, atau b. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagimana dimaksud dalam pasal 52. (pasal 94 ayat 1)

19. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah): Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang atau pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) , (pasal 94 ayat 2)

KETENTUAN MENGENAI
IRIGASI

PELAKSANAAN O&P SISTEM IRIGASI


1. Pelaksanaan O&P prasarana sumber daya air yang dibangun oleh badan usaha, kelompok masyarakat, atau perseorangan menjadi tugas dan TJ pihak-pihak yang membangun. (pasal 64 ayat 4)

2. Masyarakat ikut berperan dalam pelaksanaan O&P sumber daya air.


(pasal 64 ayat 5)

3. Pelaksanaan O&P sistem irigasi PRIMER dan SEKUNDER menjadi wewenang dan TJ Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (pasal 64 ayat 6 huruf a) 4. Pengelolaan irigasi PRIMER dan SEKUNDER:
(penjelasan pasal 41 ayat 2)

a. DI luas< 1.000ha (DI Kecil) DAN berada dalam satu kabupaten/kota menjadi wewenang dan TJ pem. kab/kota. b. DI luas 1.000 ha s/d 3.000 ha (DI Sedang), ATAU DI Kecil lintas kab/kota menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi. c. DI luas >3.000 ha, ATAU (DI Sedang) Lintas Prov menjadi wewenang dan TJ Pemerintah Pusat. 4. Pelaksanaan O&P sistem irigasi TERSIER menjadi hak dan TJ masyarakat petani pemakai air. (pasal 64 ayat 6 huruf b)

PENGEMBANGAN SISTEM IRIGASI


1. Pengembangan sistem irigasi PRIMER dan SEKUNDER:
(pasal 41 ayat 2)

a. Lintas provinsi Pemerintah.

menjadi

wewenang

dan

tanggung

jawab

b. Lintas kabupaten/kota menjadi wewenang dan TJ Pem. Provinsi.

c. Yang utuh pada satu kabupaten/kota menjadi wewenang dan TJ


Pem. Kab/Kota.

3. Pengembangan sistem irigasi dilakukan mengikutsertakan masyarakat. (pasal 41 ayat 4)

dengan

4. Pengembangan sistem irigasi PRIMER dan SEKUNDER dapat dilakukan oleh perkumpulan petani pemakai air atau pihak lain sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. (pasal 41
ayat 5)

5. Pengembangan sistem irigasi TERSIER menjadi hak dan tanggung jawab perkumpulan petani pemakai air. (pasal 41
ayat 3)

PEMBIAYAAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI


1. Pembiayaan pengelolaan sumber daya air yang menjadi TJ Pemerintah dan pemerintah daerah didasarkan pada kewenangan masing-masing dalam pengelolaan sumber daya air. (pasal 78 ayat 2) 2. Pembiayaan pelaksanaan KONSTRUKSI dan OP sistem irigasi PRIMER dan SEKUNDER menjadi wewenang dan TJ Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dg kewenangannya, dan DAPAT melibatkan peran serta masyarakat petani. (pasal 78 ayat 3 huruf a)
3. Pembiayaan pelaksanaan KONSTRUKSI sistem irigasi TERSIER menjadi TJ petani, dan dapat dibantu pemerintah, kecuali bang.sadap, sal.sepanjang 50m dari bang.sadap, dan boks tersier serta bang.pelengkap lainnya menjadi TJ pemerintah. (pasal 78 ayat 3 huruf b) 4. Pembiayaan O&P sistem irigasi TERSIER menjadi TJ petani, dan dapat dibantu Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(pasal 78 ayat 3 huruf c)

KETENTUAN MENGENAI PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR


1. Dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN, dan PEMULIHAN. (pasal
51 ayat 1)

2. Menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, serta pengelola sumber daya air wilayah sungai dan masyarakat. (pasal 51 ayat 3)
3. Mengutamakan upaya PENCEGAHAN melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam POLA pengelolaan sumber daya air.
(pasal 51 ayat 2)

4. Upaya PENCEGAHAN lebih diutamakan pada KEGIATAN NONFISIK. (pasal 53 ayat 2) 5. Kegiatan NONFISIK adalah kegiatan penyusunan dan/atau penerapan piranti lunak yang meliputi antara lain pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.
(penjelasan pasal 53 ayat 2)

MODEL PENGALIHAN WEWENANG


1. Pendelegasian ke bawah:
Sebagian wewenang Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(pasal 18)

2. Penyerahan ke atas:
Dalam hal Pemda BELUM DAPAT dapat melaksanakan sebagian wewenangnya, Pemda ybs dapat menyerahkan wewenang tersebut kepada pemerintah di atasnya sesuai dengan peraturan perundangundangan. (pasal 19 ayat 1)

3. Pengambil alihan (pasal 19 ayat 2):


Pelaksanaan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air oleh Pemda WAJIB diambil oleh pemerintah di atasnya dalam hal: a. Pemda TIDAK melaksanakan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air sehingga dapat membahayakan kepentingan umum; dan/atau b. Adanya SENGKETA antarprovinsi atau antarkabupaten/kota.

IMPLIKASI UU NO.7/2004 terhadap INSTITUSI PEMERINTAH

Implikasi UU No.7/2004 thd Institusi Pemerintah, a.l:


1. Pem. Kabupaten/Kota menjamin kebutuhan pokok minimal sehari-hari akan air. (pasal 16 huruf h)
2. Pem. Daerah memberi masukan kpd Pemerintah dalam penetapan pembagian WS. (penjelasan pasal 13 ayat 2)

3. Menetapkan kebijakan SDA (Nasional, Provinsi, Kabupaten).


(pasal 14, pasal 15, pasal 16 huruf a)

4. Menetapkan Pola, Rencana, dan Program, serta melaksanakan Pengelolaan SDA pada WS yg menjadi kewenangannya. (pasal 14, pasal 15, pasal 16) 5. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin penggunaan dan pengusahaan SDA yg menjadi wewenang dan TJ-nya. (pasal
14, pasal 15, pasal 16) 16).

6. Membentuk wadah koordinasi SDA. (pasal 14, pasal 15, pasal 7. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan SDA yg menjadi wewenang dan TJ-nya. (pasal 14, pasal 15, pasal 16).

Implikasi UU No.7/2004 thd Institusi Pemerintah, a.l:


8. Bertanggung jawab dalam pembiayaan pengelolaan SDA yg menjadi wewenangnya. (pasal 78 ayat 2)
9. Menyediakan dana pelaksanaan KONSTRUKSI dan OP sistem irigasi PRIMER dan SEKUNDER yg menjadi wewenang dan TJ-nya. (pasal 78 ayat 3 huruf a) 10. Menyediakan dana pelaksanaan bang.sadap, sal.sepanjang 50m dari bang.sadap, dan boks tersier serta bang.pelengkap lainnya. (pasal 78 ayat 3 huruf b)

11. Membantu pembiayaan O&P sistem irigasi TERSIER menjadi TJ petani. (pasal 78 ayat 3 huruf c)
12. Bertanggung jawab dalam pengembangan sistem irigasi PRIMER dan SEKUNDER. (pasal 41 ayat 2)

13. Menyediakan informasi SDA bagi semua pihak berkepentingan dalam bidang SDA. (pasal 67 ayat 1)

yg

14. Bertanggung jawab menjamin keakuratan, kebenaran, dan ketepatan waktu atas informasi SDA. (pasal 67 ayat 3)

Implikasi UU No.7/2004 thd Institusi Pemerintah, a.l:


15. Menyelenggarakan pemberdayaan para pemilik kepentingan dan kelembagaan SDA, melalui diklat, litbang, dan pendampingan. (pasal 70 ayat 1 dan ayat 4)
16. Mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat atas rancangan rencana pengelolaan SDA. (pasal 62 ayat 2) 17. Melaksanakan pengawasan thd seluruh proses dan hasil pelaksanaan pengelolaan SDA di setiap WS. (pasal 75) 18. Bertindak apabila terdapat indikasi masyarakat menderita akibat pencemaran dan/atau kerusakan yg mempengaruhi kehidupan masyarakat. (pasal 91) 19. Pemerintah Pusat bertanggung jawab dalam penanggulangan bencana akibat daya rusak air yg berskala nasional. (pasal 55 ayat 1) 20. Dalam keadaan yg membahayakan, Gubernur dan atau Bupati/Walikota berwenang mengambil tindakan darurat guna penanggulangan daya rusak air. (pasal 56)

Anda mungkin juga menyukai