Oleh : Pristiyanto2
1. Latar Belakang
Di sisi lain usaha mikro dan kecil menegah (UMK) yang merupakan representasi
dari pelaku ekonomi rakyat, berdasarkan data BPS (2008) jumlah usaha mikro 50,7 juta
(98,90%) dan usaha kecil 520,2 ribu (1,01%) sehingga total UMKM mencapai 51,22
juta unit usaha atau 99,91 % dari seluruh pelaku usaha nasional, sedangkan usaha
menengah jumlahnya 39,66 ribu (0,08%) dan usaha besar 4,37 ribu (0,01%). Realita
menunjukkan bahwa perlakuan dan perhatian pemerintah tidak sebanding dengan
fasilitas dan kemudahan yang diberikan kepada para pelaku usaha besar. Oleh karena
itu kesan yang muncul adalah marjinalisasi terhadap UMK dan berdasarkan
perbandingan jumlah UMK dan jumah usaha besar maka kontribusi UMK terhadap
pembentukan Product Domestic Brutto (PDB) menjadi rendah, dimana 51,22 juta UMK
1
Dibuat dalam rangka sebagai bahan masukan kepada Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian
Koperasi dan UKM.
2
http://www.google.com/profiles/pristiyanto
1 | Page
miliki kontribusi sebesar Rp 1,979 triliun (42,13 %) dan 4,37 ribu usaha besar miliki
kontribusi sebesar Rp 2,087 triliun (44,44%).
Salah satu peran penting dari sektor UMK dalam perekonomian nasional adalah
kemampuannya menciptakan lapangan kerja yang sangat besar mencapai 87,64 juta
(93,56%) dari total pelaku usaha dan berdasarkan jumlah unit usaha dan tenaga kerja
UMK maka pelaku usaha merupakan pelaku usaha yang mandiri yang dilaksanakan
oleh 1-2 orang tenaga kerja per unit (tenaga kerja/unit usaha UMK = 1,7 orang/unit
usaha). Peran ini bisa dipastikan akan memiliki nilai strategis manakala masalahnya
dikaitkan dengan persoalan cukup pelik yang sejak lama dihadapi bangsa Indonesia
dan tidak pernah kunjung terselesaikan oleh pemerintah yakni pengangguran dan
kemiskinan. Oleh karenanya, apabila seluruh komponen bangsa utamanya pemerintah
tidak melakukan upaya yang sungguh-sungguh dalam mengembangkan sektor UMK,
maka dapat dipastikan akan menjadi permasalahan sosial yang serius menjadi beban
pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Melihat latar belakang tersebut di atas, timbul permasalahan bahwa UMK dan
Koperasi yang secara kuantitas sangat besar yang diharapkan dapat memberikan
kontribusi terhadap ekonomi nasional, tetapi kualitasnya masih kurang memadai. Oleh
2 | Page
karena itu harus diberdayakan dan dikembangkan menjadi UMK dan Koperasi yang
tangguh agar mampu mengentaskan kemiskinan dan memperluas lapangan pekerjaan
yang pada gilirannya akan dapat memantapkan perekonomian nasional.
Hal senada diungkapkan Presiden RI bahwa Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
merupakan institusi yang paling efektif memerangi kemiskinan.3 Sementara itu Haryono
Suyono memiliki pandangan bahwa sektor UMK yang bergerak dalam berbagai horizon
kegiatan ekonomi khususnya di bidang manufaktur dinilai sebagai sektor terpenting dalam
mengatasi pengangguran dan setengah pengangguran. Karena itu pengembangan sektor
yang tersebar di seluruh negeri khususnya di perdesaan dinilai sangat baik dan strategis
tidak saja untuk memperbesar lapangan kerja dan kesempatan usaha, tetapi sekaligus pula
mendorong pembangunan daerah dan kawasan perdesaan di Indonesia.4 Berdasarkan
kajian dan beberapa literature menyebutkan bahwa peran UMK yang mempunyai kontribusi
besar dalam menyerap tenaga kerja ternyata juga dialami di negara-negara maju yang
3
Harian Kompas, Presiden : Bantulah dan Kembangkan Koperasi, 13 Juli 2008 hal. 2
4
Suyono, Haryono, Prof. DR., Pemberdayaan Masyarakat : Mengantar Manusia Mandiri,
Demokratis dan Berbudaya, Jakarta, Khanata Pustaka LP3ES, 2006, Hal : 239.
3 | Page
tergabung dalam kelompok Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD), kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin.5
Namun demikian untuk meningkatkan peran Koperasi dan UMK ini ternyata
masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat eksternal
seperti misalnya antara lain : (1) Iklim usaha yang belum sepenuhnya kondusif, (2)
Terbatasnya sarana dan prasarana usaha, (3) Terbatasnya akses pasar, (4) Produk
UMK yang sifat lifetime-nya pendek, dan (5) Implikasi globalisasi ekonomi dan
perdagangan bebas. Sedangkan yang bersifat internal antara lain adalah : (1) Kondisi
5
Ibid, Hal : 241
4 | Page
obyektif SDM pelaku koperasi dan UMK yang masih rendah dan terbatas, (2)
Manajemen yang tradisional, (3) Kurangnya permodalan, (4) Lemahnya jaringan usaha
dan kemampuan penetrasi pasar.
5 | Page
Dalam menjalankan fungsi perumusan kebijakan nasional di bidang koperasi
dan usaha kecil dan menengah, Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah
menghasilkan beberapa rumusan kebijkan perundang-undangan seperti RUU Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah yang kini sudah menjadi UU No. 20/2008 tentang UMKM,
serta telah menyiapkan RUU Perkoperasian yang saat ini sudah diagendakan dalam
Prolegnas Tahun 2009. Namun dalam melaksanakan koordinasi kebijakan dan program
pemberdayaan Kementerian Negara Koperasi dan UKM mengalami beberapa kendala,
antara lain adalah:
1. Peraturan Menteri yang dibuat Kementerian Negara Koperasi dan UKM tidak dapat
mengikat beberapa pihak terkait untuk tunduk dalam kaitannya terhadap
pemberdayaan koperasi dan UKM
6 | Page
dan Pasal 60
UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian, pemerintah melaksanakan urusan sebagai
berikut : 1) pemberian badan hukum dan pengesahan akta pendirian koperasi; 2)
menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan
serta pemasyarakatan koperasi; dan 3) memberikan bimbingan, kemudahan dan
perlindungan kepada koperasi, dengan demikian Kementerian Negara Koperasi dan
UKM merupakan kementerian teknis yang menangani pemberdayaan koperasi secara
nasional walaupun saat ini melalui UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah urusan
koperasi di Provinsi dan Kabupaten/Kota telah terdesentralisasi. Sedangkan dalam
pemberdayaan usaha mikro belum diakomodir dalam UU No. 39/2008, hanya
pelaksanaan bimbingan/pembinaan di daerah dan kegiatan teknis berskala nasional
bagi Usaha Kecil dan Menengah yang dilaksanakan secara sektoral oleh Kementerian
Teknis, yang menangani urusan pemerintahan yang tersurat dalam UUD’45. Padahal
UU No. No. 20/2008 telah mengamanatkan keberadaan Usaha Mikro yang jumlahnya
terbesar (98,90%) dari seluruh pelaku usaha nasional.
7 | Page
g. kebutuhan penyesuaian peristilahan yangberkembang.
Namun berdasarkan kondisi dan kebutuhan saat ini, maka keberadaan Kementerian
Negara Koperasi dan UKM berdasarkan UU No. 39/2008 perlu disesuaikan atau
tambahkan fungsinya untuk tetap menangani fungsi teknis pelaksanaan pemberdayaan
dan pengembangan koperasi dan usaha mikro dan kecil, dan bahkan ditingkatkan
kedudukannya menjadi lembaga seperti Departemen saat ini dengan pertimbangan
sebagai berikut :
8 | Page
Koperasi dan UKM dapat berubah atau ditambah fungsinya menyesuaikan
dengan kebutuhan, sebagaimana juga saat ini kewenangan untuk
menyelenggarakan fungsi teknis pelaksanaan pemberdayaan koperasi dan usaha
mikro, kecil dan menengah berdasarkan Perpres No. 62/2005.
9 | Page