Anda di halaman 1dari 9

TANTANGAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM DALAM

PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM1

Oleh : Pristiyanto2

1. Latar Belakang

Secara legal formal sistem perekonomian Indonesia disusun berdasarkan pada


UUD 1945 pada Pasal 33 ayat (1) yang berbunyi : ”Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan” dan ayat (4) amandemen yang
menyebutkan : ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional”.

Implementasi pasal 33 UUD’45 sepanjang perjalanan bangsa telah mengalami


pasang surut sesuai dengan persepsi, interpretasi dan kondisi politik pembangunan
bangsa. Pada era orde baru menggunakan pendekatan akselerasi pertumbuhan
ekonomi yang diintegrasikan dengan keamanan dan pemerataan, selanjutnya dikenal
dengan trilogi pembangunan. Kebijakan ini melahirkan perusahaan – perusahaan besar
dan konglomerasi yang bergerak dalam berbagai sektor usaha dan tidak sedikit
diantara mereka menguasai aktivitas usaha dari hulu hingga hilir.

Di sisi lain usaha mikro dan kecil menegah (UMK) yang merupakan representasi
dari pelaku ekonomi rakyat, berdasarkan data BPS (2008) jumlah usaha mikro 50,7 juta
(98,90%) dan usaha kecil 520,2 ribu (1,01%) sehingga total UMKM mencapai 51,22
juta unit usaha atau 99,91 % dari seluruh pelaku usaha nasional, sedangkan usaha
menengah jumlahnya 39,66 ribu (0,08%) dan usaha besar 4,37 ribu (0,01%). Realita
menunjukkan bahwa perlakuan dan perhatian pemerintah tidak sebanding dengan
fasilitas dan kemudahan yang diberikan kepada para pelaku usaha besar. Oleh karena
itu kesan yang muncul adalah marjinalisasi terhadap UMK dan berdasarkan
perbandingan jumlah UMK dan jumah usaha besar maka kontribusi UMK terhadap
pembentukan Product Domestic Brutto (PDB) menjadi rendah, dimana 51,22 juta UMK

1
Dibuat dalam rangka sebagai bahan masukan kepada Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian
Koperasi dan UKM.
2
http://www.google.com/profiles/pristiyanto

1 | Page
miliki kontribusi sebesar Rp 1,979 triliun (42,13 %) dan 4,37 ribu usaha besar miliki
kontribusi sebesar Rp 2,087 triliun (44,44%).

Krisis ekonomi menjadi momentum penting berbaliknya ayunan pendulum dari


dominasi sektor usaha besar menuju meningkatnya peran UMK. Sektor UMK ternyata
lebih tangguh menghadapi krisis dan mampu menyelamatkan ekonomi Indonesia serta
menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. UMK juga
merupakan sumber kehidupan sosial dan ekonomi dari sebagian besar rakyat
Indonesia yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

Salah satu peran penting dari sektor UMK dalam perekonomian nasional adalah
kemampuannya menciptakan lapangan kerja yang sangat besar mencapai 87,64 juta
(93,56%) dari total pelaku usaha dan berdasarkan jumlah unit usaha dan tenaga kerja
UMK maka pelaku usaha merupakan pelaku usaha yang mandiri yang dilaksanakan
oleh 1-2 orang tenaga kerja per unit (tenaga kerja/unit usaha UMK = 1,7 orang/unit
usaha). Peran ini bisa dipastikan akan memiliki nilai strategis manakala masalahnya
dikaitkan dengan persoalan cukup pelik yang sejak lama dihadapi bangsa Indonesia
dan tidak pernah kunjung terselesaikan oleh pemerintah yakni pengangguran dan
kemiskinan. Oleh karenanya, apabila seluruh komponen bangsa utamanya pemerintah
tidak melakukan upaya yang sungguh-sungguh dalam mengembangkan sektor UMK,
maka dapat dipastikan akan menjadi permasalahan sosial yang serius menjadi beban
pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Mengatasi pengangguran dan kemiskinan berdasarkan pengalaman panjang


selama (orde baru) ini ternyata tidak dapat diselesaikan semata-mata hanya melalui
pendekatan pertumbuhan ekonomi yang disandarkan pada para pelaku usaha besar.
Pengalaman menunjukkan bahwa meningkatnya angka pertumbuhan ternyata tidak
dengan serta merta mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Hal ini berarti
tidak dapat mengandalkan usaha besar saja dalam mendongkrak angka pertumbuhan
yang diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, dan tidak dapat dijadikan sebagai
pilihan satu-satunya dalam mengatasi jumlah pengangguran dan kemiskinan yang
terus bertambah setiap tahunnya.

Melihat latar belakang tersebut di atas, timbul permasalahan bahwa UMK dan
Koperasi yang secara kuantitas sangat besar yang diharapkan dapat memberikan
kontribusi terhadap ekonomi nasional, tetapi kualitasnya masih kurang memadai. Oleh

2 | Page
karena itu harus diberdayakan dan dikembangkan menjadi UMK dan Koperasi yang
tangguh agar mampu mengentaskan kemiskinan dan memperluas lapangan pekerjaan
yang pada gilirannya akan dapat memantapkan perekonomian nasional.

2. Pemberdayaan Koperasi dan UMKM

Melihat kondisi, peran dan kontribusi UMK dalam perekonomian Indonesia


berbagai kalangan masyarakat berharap UMK menjadi pondasi yang kuat bagi
pembangunan ekonomi Indonesia. Dasar pemikirannya adalah cukup rasional karena
perekonomian berbasis UMK sesungguhnya lebih baik karena UMK terbukti
mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap krisis, lebih banyak menyerap tenaga
kerja, lebih adil dan lebih memberikan kesejahteraan kepada rakyat kecil. Munculnya
pemikiran seperti itu setidak-tidaknya menjadikan sektor UMK sebagai tumpuan
harapan masa depan terutama untuk memecahkan 2 (dua) masalah besar bangsa
yakni pengangguran dan kemiskinan. Disamping itu, terdapat keunggulan lain dari
sektor UMK ini yakni bahwa pelaku usahanya tidak hanya besar dari segi jumlah
(kwantitas) karena tersebar diberbagai wilayah perdesaan hingga perkotaan dengan
beragam sektor usaha, akan tetapi juga terbukti mampu memberikan penghidupan
yang layak bagi orang-orang yang berkiprah didalamnya beserta dengan keluarganya.

Hal senada diungkapkan Presiden RI bahwa Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
merupakan institusi yang paling efektif memerangi kemiskinan.3 Sementara itu Haryono
Suyono memiliki pandangan bahwa sektor UMK yang bergerak dalam berbagai horizon
kegiatan ekonomi khususnya di bidang manufaktur dinilai sebagai sektor terpenting dalam
mengatasi pengangguran dan setengah pengangguran. Karena itu pengembangan sektor
yang tersebar di seluruh negeri khususnya di perdesaan dinilai sangat baik dan strategis
tidak saja untuk memperbesar lapangan kerja dan kesempatan usaha, tetapi sekaligus pula
mendorong pembangunan daerah dan kawasan perdesaan di Indonesia.4 Berdasarkan
kajian dan beberapa literature menyebutkan bahwa peran UMK yang mempunyai kontribusi
besar dalam menyerap tenaga kerja ternyata juga dialami di negara-negara maju yang

3
Harian Kompas, Presiden : Bantulah dan Kembangkan Koperasi, 13 Juli 2008 hal. 2
4
Suyono, Haryono, Prof. DR., Pemberdayaan Masyarakat : Mengantar Manusia Mandiri,
Demokratis dan Berbudaya, Jakarta, Khanata Pustaka LP3ES, 2006, Hal : 239.

3 | Page
tergabung dalam kelompok Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD), kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin.5

Dalam menumbuhkan kemandirian UMK, dapat diberdayakan untuk


mengembangkan melalui koperasi. Sesuai dengan azasnya yaitu kebersamaan dan
kerjasama, melalui koperasi, para pelaku usaha (mikro dan kecil) yang bergerak pada
usaha-usaha produksi, secara bersama-sama dapat menjual produk yang dihasilkan,
disamping membeli input (bahan baku) dan prasarana (alat/mesin) secara bersama-
sama pula. Dalam kebersamaan itu, akan terjadi penguatan kemampuan bersaing,
baik dalam hal penawaran maupun permintaan. Dengan kebersamaan itu pula, akan
dapat diwujudkan economic of scale serta economic of scope yang menekan besarnya
komponen biaya seperti biaya transportasi atau biaya-biaya lainnya, sehingga dapat
dicapai efisiensi teknis dan ekonomis dalam kegiatan usaha yang dijalankan para
anggota koperasi. Demikian pula halnya dalam aspek pembiayaan dan permodalan,
para pelaku usaha dapat bergabung dalam wadah koperasi untuk membangun
lembaga keuangan sendiri yang mampu memberikan pelayanan pembiayaan dan
permodalan. Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat adalah merupakan salah satu
pilar ekonomi yang kinerjanya terus menerus mengalami pasang dan surut. Corak
koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala usaha mikro dan kecil, karena itu
perlu dukungan pemberdayaan dan pengembangan khususnya dalam rangka
mendorong praktek koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa potensi


dan kontribusi UMK dan koperasi dalam peningkatan pembangunan ekonomi nasional
tidak perlu diragukan lagi. Ini juga sekaligus menegaskan bahwa UMK termasuk
Koperasi merupakan sektor penting yang harus dibangun dan dikembangkan daerah
dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

Namun demikian untuk meningkatkan peran Koperasi dan UMK ini ternyata
masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat eksternal
seperti misalnya antara lain : (1) Iklim usaha yang belum sepenuhnya kondusif, (2)
Terbatasnya sarana dan prasarana usaha, (3) Terbatasnya akses pasar, (4) Produk
UMK yang sifat lifetime-nya pendek, dan (5) Implikasi globalisasi ekonomi dan
perdagangan bebas. Sedangkan yang bersifat internal antara lain adalah : (1) Kondisi

5
Ibid, Hal : 241

4 | Page
obyektif SDM pelaku koperasi dan UMK yang masih rendah dan terbatas, (2)
Manajemen yang tradisional, (3) Kurangnya permodalan, (4) Lemahnya jaringan usaha
dan kemampuan penetrasi pasar.

Mengingat peran yang strategis koperasi dan UMK dalam perekonomian


nasional maka, membangun UMK dan Koperasi yang tangguh harus menjadi bagian
integral dari strategi pembangunan perekonomian Indonesia dalam rangka mencapai
tujuan nasional. Koperasi dan UMK menempati posisi strategis untuk mempercepat
perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai
wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, koperasi
diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat,
sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar melalui dampak
eksternalitas positif yang ditimbulkannya. Sementara itu Koperasi dan UMK berperan
dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap upaya pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi serta
memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya
daya saing dan daya tahan ekonomi nasional.

3. Implementasi UU No. 39 tentang Kementerian Negara dalam rangka


Pemberdayaan Koperasi dan UMKM

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 9/2005, Kementerian Negara Koperasi dan


Usaha Kecil dan Menengah mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan
kebijakan dan koordinasi di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah dan
menjalankan fungsi : 1) perumusan kebijakan nasional di bidang koperasi dan usaha
kecil dan menengah; 2) koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang koperasi dan
usaha kecil dan menengah; 3) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang
menjadi tanggung jawabnya; 4) pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; 5)
penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidarig tugas dan
fungsinya kepada Presiden; dan 6) menyelenggarakan fungsi teknis pelaksanaan
pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah, berdasarkan Perpres
No. 62/2005.

5 | Page
Dalam menjalankan fungsi perumusan kebijakan nasional di bidang koperasi
dan usaha kecil dan menengah, Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah
menghasilkan beberapa rumusan kebijkan perundang-undangan seperti RUU Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah yang kini sudah menjadi UU No. 20/2008 tentang UMKM,
serta telah menyiapkan RUU Perkoperasian yang saat ini sudah diagendakan dalam
Prolegnas Tahun 2009. Namun dalam melaksanakan koordinasi kebijakan dan program
pemberdayaan Kementerian Negara Koperasi dan UKM mengalami beberapa kendala,
antara lain adalah:

1. Peraturan Menteri yang dibuat Kementerian Negara Koperasi dan UKM tidak dapat
mengikat beberapa pihak terkait untuk tunduk dalam kaitannya terhadap
pemberdayaan koperasi dan UKM

2. Kementerian Negara Koperasi tidak dapat melaksanakan koordinasi kebijakan dan


program pemberdayaan yang sinergis dalam rangka pemberdayaan Koperasi dan
UMKM dengan instansi terkait.

Saat ini berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian


Negara, Kementerian yang menangani urusan Koperasi dan UMKM bertugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan untuk membantu Presiden dalam
penyelenggaraan fungsi : (1) perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan
dibidangnya; (2) Koordinasi dan singkronisasi pelaksanaan kebijakan dibidangnya; (3)
Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; (4)
Pengawasan atas pelaksanaan tugas dibidangnya. Dengan demikian ruang gerak
Kementerian Negara Koperasi dan UKM semakin terbatas, tidal lagi melaksanakan
program-program yang selama ini dilakukan dalam rangka pemberdayaan Koperasi dan
UKM.

Beberapa pihak menganggap UU No. 39/2008 prematur karena tidak singkron


secara vertikal dengan UUD 1945 dan secara horizontal UU No. 25/1992 tentang
Perkoperasian dan UU No. 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Koperasi Koperasi dalam pasal 33 UUD 45 memang tidak ditunjukan secara eksplisit,
namun asas kekeluargaan filosofinya menunjuk pada koperasi. Berdasarkan Pasal 9

6 | Page
dan Pasal 60
UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian, pemerintah melaksanakan urusan sebagai
berikut : 1) pemberian badan hukum dan pengesahan akta pendirian koperasi; 2)
menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan
serta pemasyarakatan koperasi; dan 3) memberikan bimbingan, kemudahan dan
perlindungan kepada koperasi, dengan demikian Kementerian Negara Koperasi dan
UKM merupakan kementerian teknis yang menangani pemberdayaan koperasi secara
nasional walaupun saat ini melalui UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah urusan
koperasi di Provinsi dan Kabupaten/Kota telah terdesentralisasi. Sedangkan dalam
pemberdayaan usaha mikro belum diakomodir dalam UU No. 39/2008, hanya
pelaksanaan bimbingan/pembinaan di daerah dan kegiatan teknis berskala nasional
bagi Usaha Kecil dan Menengah yang dilaksanakan secara sektoral oleh Kementerian
Teknis, yang menangani urusan pemerintahan yang tersurat dalam UUD’45. Padahal
UU No. No. 20/2008 telah mengamanatkan keberadaan Usaha Mikro yang jumlahnya
terbesar (98,90%) dari seluruh pelaku usaha nasional.

Dengan mengacu pada Pasal 8 UU No. 39/2008 memang mempersempit ruang


gerak Kementerian Negara Koperasi dan UKM namun yang tidak dapat lagi
melaksanakan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di
daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis berskala nasional, namun dengan mengacu
pada Pasal 18 UU No. 39/2008, maka Presiden mempunyai hak priogratif untuk
mengubah Kementerian sebagaimana dimaksud, dengan mepertimbangkan :

a. efisiensi dan efektivitas;

b. perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi;

c. cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas;

d. kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas;

e. peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah;

f. kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri;


dan/atau

7 | Page
g. kebutuhan penyesuaian peristilahan yangberkembang.

Berdasarkan kewenangan tersebut maka perubahan Kementerian Negara


Koperasi dan UKM menjadi “Departemen” Koperasi, Usaha Mikro dan Kecil atau
menjadi Kementerian Negara yang dapat melaksanakan bimbingan teknis dan
supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di daerah dan pelaksanaan kegiatan
teknis berskala nasional dapat dilaksanakan atas kehendak Presiden.

4. Kelayakan Pembentukan Kementerian Negara Koperasi dan UMKM

Berdasarkan UU No. 39/2008 dari aspek kelembagaan keberadaan Kementerian


Negara Koperasi dan UKM jelas masih ada, hanya terjadi penyederhanaan fungsi
kelembagaan. Selama ini Kementerian Negara Koperasi dan UKM melaksanakan
koordinasi dan kegiatan teknis dirubah hanya melaksanakan koordinasi dan
singkronisasi kebijakan.

Namun berdasarkan kondisi dan kebutuhan saat ini, maka keberadaan Kementerian
Negara Koperasi dan UKM berdasarkan UU No. 39/2008 perlu disesuaikan atau
tambahkan fungsinya untuk tetap menangani fungsi teknis pelaksanaan pemberdayaan
dan pengembangan koperasi dan usaha mikro dan kecil, dan bahkan ditingkatkan
kedudukannya menjadi lembaga seperti Departemen saat ini dengan pertimbangan
sebagai berikut :

(1) Berdasarkan UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian, UU No. 22/1999 tentang


Otonomi Derah dan UU No. 20/2008 tentang UMKM maka terdapat kebutuhan
penanganan fungsi : 1) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di daerah
(pemerintah provinsi) atas urusan perkoperasian secara nasional; dan 2)
kebutuhan penanganan urusan usaha mikro. Berdasarkan kebutuhan tersebut dan
berdasarkan pasal 18 UU No. 39/2008, maka keberadaan Kementerian Negara

8 | Page
Koperasi dan UKM dapat berubah atau ditambah fungsinya menyesuaikan
dengan kebutuhan, sebagaimana juga saat ini kewenangan untuk
menyelenggarakan fungsi teknis pelaksanaan pemberdayaan koperasi dan usaha
mikro, kecil dan menengah berdasarkan Perpres No. 62/2005.

(2) Untuk keberlanjutan/kesinambungan, keserasian dan keterpaduan pelaksanaan


tugas Kementerian Negara Koperasi dan UKM dalam menjalankan pembinaan,
sufervisi monitoring dan evaluasi program teknis di daearah secara nasional, maka
Fungsi Kementerian Koperasi dan UMK seyogyanya dapat lebih diperluas dan
eraborasi lagi sehingga penjabaran dari pasal 5 ayat (3) dan 8 ayat (3) UU No.
39/2008 tentang Kementerian Negara dapat selaras dengan UU No. 25/1992
tentang Perkoperasian dan UU No. 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah.

9 | Page

Anda mungkin juga menyukai