Anda di halaman 1dari 28

Pendahuluan

Penyakit gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang patut untuk diperhatikan dan ditangani dengan baik dan tepat, karena dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan pada umumnya berujung pada gagal ginjal. Menurut data statistik di berbagai negara maju seperti di Amerika, angka kematian akibat gagal ginjal kronik meningkat sekitar 20%.1 Total orang amerika yang terkena penyakit gagal ginjal kronik mencapai 26 juta orang. Menurut data dari WHO, Indonesia termasuk dalam urutan ke-4 sebagai negara dengan penderita gagal ginjal kronik terbanyak yang jumlahnya mencapai 16 juta jiwa.1 Fakta ini dipicu karena pada awalnya penderita gagal ginjal kronik tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit ini. Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang bersifat asimptomatik (tidak menunjukkan gejala klinis) pada awal perjalanan penyakit. Apabila tidak dideteksi sejak dini dan tidak ditangani dengan tepat, maka penyakit gagal ginjal kronik dapat berkembang menjadi stadium akhir penyakit ginjal dan dapat berakibat fatal bagi penderita. Penyebab dari gagal ginjal kronik terbanyak adalah diabetes mellitus dan hipertensi1. Keadaan dimana tekanan darah meningkat ataupun kadar gula darah yang mengalami peningkatan secara drastis didalam tubuh akan memperparah proses sehingga dapat menuju pada keadaan gagal ginjal kronik. Gangguan pada fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi dan keadaan sistem vaskuler pada tubuh manusia sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien tersebut mengalami komplikasi.2 Pada gagal ginjal kronik, fungsi ginjal dari pasien mengalami penurunan yang signifikan, sehingga keadaan ini memerlukan terapi pengganti seperti cuci darah maupun transplantasi ginjal yang memerlukan biaya besar. Dengan demikian, deteksi sejak dini fungsi ginjal berperan sangat vital dan dapat memperlambat ataupun mencegah progresivitas dari penyakit ginjal menuju ke keadaan gagal ginjal.

Definisi Penyakit gagal ginjal kronik adalah keadaan dimana terdapat kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau pertanda
1

kerusakan ginjal seperti adanya protein pada hasil urin (proteinuria). Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2.3 Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik 1. Kerusakan ginjal (renal damage yang terjadi >3 bulan) berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus(LFG), dengan manifestasi : Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam test pencitraan (imaging tests) 2. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) <60 ml / menit / 1,73m 2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Dikutip dari : Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sudoyo, A, Setyohadi, B, Idrus, A, Simadibrata, M, Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid I. Jakarta: FKUI. 2007. Hal 570.

Epidemiologi Menurut data yang dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008, hasilnya adalah penyebab / etiologi terbanyak penyakit ginjal kronik adalah glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).4. Menurut data statistik di berbagai negara maju seperti di Amerika, angka kematian akibat gagal ginjal kronik meningkat sekitar 20%.1 Total orang amerika yang terkena penyakit gagal ginjal kronik mencapai 26 juta orang. Menurut data dari WHO, Indonesia termasuk dalam urutan ke-4 sebagai negara dengan penderita gagal ginjal kronik terbanyak yang jumlahnya mencapai 16 juta jiwa.2 Hal ini cukup signifikan dan buktinya dapat dilihat dari persentase peningkatan jumlah penderita gagal ginjal yang datang ke poli klinik ginjal dan banyaknya penderita yang menjalani program hemodialisis.

Anatomi dan Fisiologi


2

Ginjal merupakan sepasang organ yang berbentuk seperti kacang (beanshaped) yang terletak di tepi tulang belakang dibawah punggung bagian tengah. Setiap ginjal mempunyai berat pound dan terdiri dari kira-kira satu juta unit penyaring, yang disebut nefron. Setiap nefron terbuat dari glomerulus dan tubul. Ginjal terhubung pada kandung kemih melalui ureter. Kandung kemih terhubung ke luar tubuh melalui uretra.1

Gambar 1 Anatomi Ginjal Dikutip dari: http://image.wistatutor.com/content/excretionandosmoregulation/labeledstructure-of-kidney.jpeg

Nefron adalah unit terkecil pada ginjal yang mempunyai struktur dan fungsi sebagai penyaring darah yang terletak pada lapisan terluar (korteks) ginjal. Nefron terdiri atas tubulus, yang terdiri atas tubulus kontortus proksimal dan distal serta tubulus kolektifitus dan buluh malpighi yang terdiri atas glomelorus (yang tersusun atas banyak pembuluh darah dan kapsula bowman). Berikut ini adalah cara kerja dari nefron, meliputi:
1.

Filtrasi

Filtrasi dimulai dengan masuknya darah ke glomerulus dan disaring oleh sel endotelium, kemudian disaring lagi oleh sel podosit didalam kapsula bowman dan jadilah urin primer.
2.

Reabsorbsi Urin primer masuk kedalam tubulus proksimal untuk mengalami reabsorbsi,

yaitu dengan cara menyerap kembali zat-zat yang masih bermanfaat, sehingga menghasilkan urin sekunder.
3.

Augmentasi Proses augmentasi yaitu penambahan cairan ke urin sekunder yang terjadi pada

tubulus distal kemudian menuju tubulus kolektus. Dengan demikian, tugas nefron selesai dan urin akan ditampung didalam kandung kemih untuk segera diekskresikan keluar tubuh.

Gambar 2 Fisiologi ginjal Dikutip dari : http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm/

Fungsi utama ginjal adalah membuang produk yang tidak terpakai dan kelebihan air dari darah. Ginjal memproses sekitar 200 liter darah per hari dan memproduksi sekitar 2 liter urin. Produk yang tak terpakai berasal dari proses metabolik normal termasuk penghancuran jaringan aktif, makanan yang tercerna, dan bahan-bahan lain. Ginjal juga berperan dalam mengatur berbagai macam mineral seperti kalsium, sodium, dan potasium didalam darah.2 Langkah pertama dari filtrasi yaitu darah dibawa ke glomerulus melalui kapiler. Darah disaring dari produk dan cairan yang tak terpakai, sedangkan sel darah
4

merah, protein, dan molekul besar tetap dalam kapiler. Namun, beberapa bahan yang berguna juga ikut tersaring keluar. Bahan-bahan yang tersaring dikumpulkan dalam kapsula Bowman. Selain itu terdapat tubula yang berfungsi memproses filtrat, reabsorb air dan bahan kimia yang berguna bagi tubuh.3 Ginjal menghasilkan hormon-hormon tertentu yang berfungsi penting bagi tubuh, antara lain.3
1.

Bentuk aktif dari vitamin D (calcitriol atau 1.25 dihydroxy-vitamin D) mengatur penyerapan kalsium dan fosfor dari makanan, untuk pembentukan tulang yang kuat. Erythropoietin (EPO) berperan dalam menstimulasi sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah. Renin berperan dalam mengatur volume darah dan tekanan darah.

2.

3.

Etiologi Meskipun gagal ginjal kronik merupakan penyakit primer dari ginjal itu sendiri, penyebab utama gagal ginjal kronik adalah penyakit diabetes melitus dan hipertensi.3 Penyebab gagal ginjal kronik adalah:
1.

Diabetes tipe 1 dan tipe 2 menyebabkan kondisi yang disebut diabetic nephropathy. Tekanan darah tinggi / hipertensi yang apabila tidak terkontrol dapat merusak ginjal. Glomerulonephritis, yang merupakan inflamasi dan kerusakan sistem filtrasi ginjal yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Polycystic kidney disease (penyakit ginjal polycysctic) merupakan contoh penyebab herediter gagal ginjal kronik dimana kedua ginjal memiliki kista multipel.

2.

3.

4.

5.

Artherosklerosis menyebabkan iskemik nefropati, yang merupakan penyebab lain dari kerusakan ginjal yang progresif. Obstruksi saluran urin karena batu, pembesaran prostat, atau kanker dapat menyebabkan penyakit ginjal.
5

6.

7.

Penyebab lain gagal ginjal kronik termasuk infeksi HIV, penyakit sickle cell, ketergantungan heroin, amyloidosis, batu ginjal, infeksi ginjal kronik, dan kanker.

Patofisiologi Fungsi ginjal sangat penting dalam menghasilkan hormon-hormon seperti eritropoetin, vitamin D3 aktif, membersihkan toksin hasil metabolisme didalam darah, mempertahankan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa, serta mengontrol tekanan darah.3 Pada gagal ginjal kronik, ginjal tidak mampu menjalankan beberapa atau semua fungsi tersebut. Penyebab utama gangguan fungsi ginjal tersebut karena berkurangnya massa ginjal yang disebabkan oleh kerusakan akibat proses imunologis yang terus berlangsung, hiperfiltrasi hemodinamik dalam mempertahankan glomerulus, diet protein dan fosfat, proteinuria persisten serta hipertensi sistemik . Berkurangnya massa ginjal akibat kerusakan tersebut, akan menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperfiltrasi dari massa ginjal yang tersisa.3 Akibatnya akan terjadi hipertensi pada massa ginjal tersebut yang dapat menyebabkan sklerosis glomerulus serta fibrosis dari jaringan interstitial. Akhirnya, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, serta terjadi peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal yang juga berperan dalam proses hiperfiltrasi dan sklerosis. Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron ini diperantarai oleh transforming growth factor (TGF-). Beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab progresifitas dari penyakit ini adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, serta dislipidemia.3 Ginjal memiliki kemampuan yang besar untuk melakukan kompensasi. Bila massa ginjal berkurang 50%, maka gejala-gejala pada penderita gagal ginjal kronik masih belum terlihat. Gejala-gejala gagal ginjal kronik mulai tampak bila massa ginjal berkurang 50% sampai 80% misalnya uremia. Uremia merupakan kumpulan gejala akibat terganggunya beberapa sistem organ sebagai akibat penimbunan toksin dari metabolisme protein. Tanda-tanda terjadinya gagal ginjal kronik yaitu adanya ginjal

yang mengecil dari foto X-Ray, osteodistrofi ginjal, neuropati perifer serta terjadinya uremia3

Gambar 3 Patogenesis gagal ginjal kronik Dikutip : http://img.medscape.com/fullsize/migrated/561/254/ki561254.fig1.gif

Gambaran Klinis Pada stadium dini, gagal ginjal tidak menunjukkan gejala yang khas atau lebih ke arah asimptomatik. Gejala klinis akan muncul ketika serum urea meningkat diatas 40 mmol/L, tetapi banyak pasien gagal ginjal mengalami gejala-gejala uremia pada level ureum yang rendah.4 Gambaran klinis pasien gagal ginjal kronik pada stadium dini:4 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mudah lelah dan kurang energi Sulit berkonsentrasi Nafsu makan menurun Sulit tidur (Insomnia) Edema pada tungkai kaki Nocturia dan Poliuria (terutama pada malam hari)
7

7. 8.

Bengkak pada sekeliling mata, terutama pada pagi hari Mual, muntah dan diare Gambaran klinis penderita gagal ginjal kronik sesuai dengan penyakit yang

mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, ataupun hipertensi. Ciri sindrom uremia yaitu lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang hingga koma.5

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium


1.

Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LGF yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kelainan biokimiawi darah meliputi anemia, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.

2.

3.

Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, cast, 1

Radiologi
1. 2.

Foto polos abdomen, dapat tampak batu radio-opak. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.

3. 4.

Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi. Ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.2

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara non-invasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Kontraindikasi biopsi ginjal yaitu pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), hipertensi yang tidak terkendali, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas.2

Deteksi Dini Penyakit ginjal berkembang perlahan-lahan dan seringkali tidak menunjukkan gejala yang khas dan spesifik pada awal perjalanan penyakit. Manifestasi klinis hanya akan muncul pada stadium akhir gagal ginjal ataupun pada saat pasien membutuhkan dialisis.6 Stadium dini penyakit ginjal kronik dapat dideteksi melalui anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium. Pengukuran kadar kreatinin serum dilanjutkan dengan penghitungan laju filtrasi glomerulus dapat mengidentifikasi pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal. Selain itu, pemeriksaan ekskresi albumin dalam urin (albuminuria) dapat mengidentifikasi kerusakan ginjal pada sebagian pasien.6 Menurut data statistik, sebagian besar individu dengan stadium dini penyakit ginjal kronik terutama di negara berkembang tidak terdiagnosis. Oleh sebab itu, deteksi dini kerusakan ginjal sangat penting untuk dapat memberikan terapi dan pengobatan secara maksimal dan efisien sebelum terjadi kerusakan dan komplikasi lebih lanjut. Pemeriksaan skrining pada individu asimtomatik yang menyandang faktor risiko dapat membantu deteksi dini penyakit ginjal kronik.7 Kriteria pasien dengan probabilitas tinggi akan menderita gagal ginjal dan harus dideteksi adalah:7
1. 2.

Individu berusia >50 tahun Individu dengan obesitas dan riwayat merokok.
9

3. 4.

Pasien dengan penyakit vaskuler, seperti penyakit jantung koroner dan stroke. Memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, ataupun gagal ginjal di dalam keluarga.

5.

Pasien yang sedang dalam penggunaan obat hipertensi, seperti ACE Inhibitors (ACEi) atau Angiotensin Receptor Blockers (ARBs).

6. 7. 8.

Pasien dengan riwayat penyakit Diabetes Melitus (DM). Pasien dengan riwayat obstruksi pada bladder. Penderita infeksi saluran kemih yang berulang Pengecekan serum kreatinin, kadar ureum, nilai Laju Filtrasi Glomerulus

(LFG) dan urine dipstick sangat penting dalam mendeteksi ada atau tidak penyakit ginjal. Pemeriksaan-pemeriksaan diatas sensitif untuk mendiagnosis gangguan fungsi ginjal. Kreatinin merupakan produk yang tidak terpakai didalam tubuh yang berasal dari aktivitas otot dan secara normal akan dibuang oleh ginjal dari dalam tubuh, namun apabila ginjal mengalami masalah dan fungsi ginjal mengalami penurunan, maka nilai kreatinin akan meningkat didalam darah. Meskipun peningkatan kadar kreatinin serum spesifik untuk kerusakan ginjal, test ini memiliki sensitivitas yang rendah, dan memerlukan penurunan 50% laju filtrasi glomerulus untuk menyebabkan peningkatan kadar serum kreatinin yang bermakna, disebut creatinine-blind region. Laju filtrasi glomerulus adalah suatu penilaian akan kapasitas penyaringan oleh nefron di ginjal. LFG adalah metode yang sensitif dalam menilai fungsi ginjal secara keseluruhan, dan berperan penting untuk mendeteksi adanya kerusakan ginjal, menilai fungsi ginjal, dan sebagai pedoman untuk pemberian dosis obat. Perubahan nilai pada LFG dapat menentukan sebagai patokan untuk menentukan kapan seseorang harus melakukan dialisis (cuci darah).8 Nilai normal LFG adalah 100 ml/min. Dengan demikian semakin rendah nilai LFG mengindikasikan semakin rendah pula kemampuan ginjal dalam menjalankan tugasnya.8 Metode Penilaian Laju Filtrasi Glomerulus, yang dihitung dengan

mempergunakan rumus Kockcroft-Gault, sebagai berikut:1

10

*) pada perempuan dikalikan 0.85 Kemudian, pengecekan urin juga berperan penting untuk mengetahui fungsi ginjal dan mendeteksi lebih awal penyakit Nefropati Diabetikum. Normalnya protein tidak ditemukan di urin karena akan di-reabsorbsi lagi didalam tubuh, namun apabila terdapat kerusakan ginjal stadium dini, maka mikroproteinuria akan ditemukan pada urin. Selain itu, CT scan juga dapat menentukan penyakit ginjal seperti obstruksi yang disebabkan oleh batu ginjal. Apabila terdapat batu ginjal, maka disarankan untuk melakukan biopsi dan diperiksa dengan menggunakan mikroskop untuk mengetahui hasil biopsi tersebut.8 Selain mengecek fungsi ginjal, deteksi dini gagal ginjal kronik juga harus ditingkatkan apabila seseorang telah divonis menderita penyakit seperti diabetes melitus maupun hipertensi, untuk mencegah terjadinya gagal ginjal sejak dini. Berikut ini adalah pembahasan tentang bagaimana cara mendeteksi sejak awal nefropati diabetikum, retinopati diabetikum serta hipertensi, yaitu:
1.

penyakit

Nefropati Diabetikum (Diabetic Nephropathy) Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyebab utama menuju gagal

ginjal kronik. Komplikasi diabetes melitus yang menyebabkan gagal ginjal disebut Nefropati Diabetikum. Diagnosis nefropati diabetikum dilihat dari adanya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 dan 2. Apabila jumlah protein atau albumin di dalam urin masih sangat rendah sehingga sulit untuk dideteksi namun sudah > 30 mg / 24 jam, keadaan ini disebut juga mikroalbuminuria.9 Sebanyak 43 % pasien diabetes di Amerika Serikat muncul mikroalbuminuria dan 8 % pasien memiliki makroalbuminuria. 10 Tabel 2. Tingkat kerusakan ginjal berkaitan dengan ekskresi albumin / protein dalam urin Kategori Kumpulan urin 24 jam (mg/24 hr) Kumpulan urin sewaktu (g/min)
11

Normal Mikroalbuminuria Albuminuria klinis

<30 30-299 300

<20 20-199 200

Dikutip dari : Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik . Dalam : Sudoyo, A, Setyohadi, B, Idrus, A, Simadibrata, M, Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid I. Jakarta: FKUI. 2007. Hal 535.

Tanda-tanda lainnya yang dapat ditemukan yaitu:9 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tekanan darah tinggi. Bengkak pada tangan dan kaki. Sering kencing, terutama pada malam hari. Level urea dan kreatinin yang tinggi dalam darah. Morning sickness, mual, dan muntah. Rasa lemas, pucat dan anemia.

Nefropati diabetikum dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu : 1. Tahap I : LFG meningkat hingga 40% diatas normal, serta terjadi pembesaran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal. Tahap ini masih reversibel. Dengan pengendalian kadar gula yang ketat akan mengembalikan ukuran dan fungsi ginjal kembali ke normal. 2. Tahap II : Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis DM tegak, saat LFG masih meningkat. Albuminuria timbul pada keadaan tertentu, seperti latihan jasmani, stress, atau keadaan metabolik lainnya yang memburuk. Tahap ini disebut silent stage.

12

3.

Tahap III : Ini adalah tahap awal nefropati (incipient diabetic nephropathy), mikroalbuminuria telah nyata. Terjadi setelah 10-15 tahun diagnosis DM tegak. LFG dan tekanan darah tinggi. Namun pada tahap ini, progresifitas penyakit masih dapat dicegah dengan pengendalian kadar gula dan tekanan darah ketat.

4.

Tahap IV : Merupakan tahap nefropati diabetikum menunjukkan manifestasi klinis dengan proteinuria nyata. Tekanan darah tinggi serta LFG sudah menurun dibawah normal. Terjadi setelah 15-20 tahun diagnosis DM tegak. Progresivitas ke arah gagal ginjal hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa dan tekanan darah.

5.

Tahap V : Ini adalah tahap gagal ginjal. LFG sudah rendah sehingga pasien menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik dan memerlukan tindakan khusus, yaitu dialisis maupun terapi pengganti ginjal.9 Diagnosis dari gagal ginjal kronik harus dilakukan dengan pemeriksaan yang

tepat serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) yang akurat. Selain itu, biopsi ginjal akan diperlukan untuk membuktikan adanya diabetic glomerulopathy. Makroalbuminuria atau mikroalbuminuria pada pasien dengan tipe 1 diabetes yang berlangsung >10 tahun atau adanya diabetic retinopathy mengindikasikan gagal ginjal kronik.10

2. Retinopati Diabetikum (Diabetic Retinopathy) Retinopati Diabetikum merupakan penyebab kebutaan ketiga terbesar di dunia. Penyakit ini merupakan penyakit pada retina karena perubahan yang terjadi pada pembuluh darah mikro (mikrovaskular) di retina. Dengan demikian, deteksi dini dan pencegahan pada pasien DM sebelum terjadinya diabetic retinopathy berperan penting. Menurut studi dari United Kingdom Prospective Diabetes Study, pengobatan dengan menggunakan obat anti hipertensi seperti ACE (Angiotensin Converting Enzyme) inhibitor atau ARB (Angiotensin II Receptor Blocker) agar tekanan darah tetap terkontrol yaitu sistolik <130 dan diastolik <80 mmHg dapat menurunkan resiko terkena penyakit diabetic retinopathy serta serta resiko untuk penurunan penglihatan.11

13

Gejala klinis terdiri atas yang biasanya dikeluhkan oleh pasien ialah kesulitan dalam membaca, penglihatan menjadi kabur, penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata saja, pasien mengaku melihat lingkaran cahaya, melihat bintik-bintik gelap dan cahaya kelap kelip. Gejala objektif yang dapat ditemukan yaitu mikroaneurisma atau penonjolan pada dinding pembuluh darah vena, pendarahan dapat berupa titik-titik, garis maupun bercak-bercak. Selain itu dapat ditemukan hard exudate, yang merupakan infiltrasi lipid kedalam retina. Gambarannya yaitu irregular dan warnanya kekuningan.11 Beberapa cara dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya retinopati diabetikum, yaitu:12 1. Mengontrol kadar gula darah agar tetap normal Kadar gula yang tinggi dalam darah dapat struktur dan fungsi dari pembuluh darah. Untuk itu, kadar gula yang ideal dapat mencegah terjadinya penyakit ini. Kadar HbA1c harus dibawah 7%. 2. Mengontrol tekanan darah Pada penderita retinopati diabetikum, pembuluh darah mikro di retina mengalami kebocoran dan terisi cairan, hal ini menyebabkan retina menjadi membengkak. Apabila mempunyai tekanan darah tinggi, hal ini akan memicu cairan tersebut untuk keluar dan menyebabkan retina menjadi bengkak. 3. Mengkonsumi makanan sehat Makanan sehat dapat membuat kadar gula dalam darah menjadi stabil. Studi membuktikan bahwa karbohidrat dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah, selain itu juga dapat mencegah peningkatan kolesterol darah yang juga dapat menurunkan resiko terkena retinopati diabetikum. 4. Olahraga teratur Olahraga dapat meningkatkan metabolisme tubuh, sehingga kelebihan glukosa didalam tubuh dapat dikeluarkan dan tidak tertimbun didalam tubuh.
14

5.

Rutin memeriksakan mata Pemeriksaan yang rutin setidaknya dua kali dalam setahun terbukti

dapat menurunkan probabilitas terkena retinopati diabetikum. Pencegahan dini ini dapat mencegah kebutaan.

3.

Hipertensi Sekunder Hipertensi (Tekanan darah tinggi) merupakan salah satu penyebab

utama gagal ginjal. Hipertensi Merupakan keadaan dimana tekanan darah 140 mmHg sistolik dan/ 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang menggunakan obat antihipertensi. Hipertensi membuat jantung bekerja lebih keras dan hal ini dapat merusak pembuluh darah ke seluruh tubuh. Jika pembuluh darah di ginjal rusak, maka kemampuan ginjal dalam filtrasi akan berkurang sehingga menyebabkan produk-produk yaang seharusnya dibuang keluar dari dalam tubuh menjadi menumpuk didalam tubuh. Setiap tahun, hipertensi menyebabkan lebih dari 25.000 kasus baru gagal ginjal di Amerika Serikat. 13 Ada beberapa faktor resiko dari hipertensi, yaitu:13
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Usia pada pria > 55 tahun dan wanita >65 tahun Obesitas (IMT >30) Inaktivitas fisik Dislipidemia Diabetes Melitus Riwayat merokok Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular Berbagai obat-obatan dapat digunakan untuk mengatasi hipertensi, dengan

tujuan mencegah terjadinya gagal ginjal kronik. Obat-obatan tersebut adalah diuretik,

15

Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor, Angiotensin Receptor Blocker (ARB), Beta Blockers, dan Calcium Channel Blockers Penelitian telah menunjukkan bahwa ACE inhibitor dan ARB dapat mengurangi proteinuria dan memperlambat kerusakan ginjal. Selain itu, diuretic terbukti membantu seseorang untuk lebih sering buang air kecil dan membuang kelebihan cairan dalam tubuh. Kombinasi dari dua atau lebih obat tekanan darah mungkin diperlukan untuk menjaga tekanan darah tetap di bawah 130/80 mmHg.13

Pencegahan Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal adalah:14 1. Pengobatan hipertensi, memegang prinsip yaitu semakin rendah tekanan darah maka semakin kecil risiko penurunan fungsi ginjal. Idealnya adalah < 130/80 mmHg. 2. Monitor dan pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia. Gula darah harus rutin diperiksa. Selain itu, menjaga berat badan agar tetap ideal, mengatur pola makan yang bergizi serta restriksi kalori dibutuhkan sebagai langkah awal pencegahan. Konsumsi obat diabetic oral diperlukan apabila kadar glukosa darah sewaktu >200. Selain itu, penggunaan obat golongan statin berperan dalam menurunkan jumlah kolesterol didalam darah. Pemberian suplemen zat besi dan vitamin juga diperlukan untuk mencegah terjadinya anemia berat. 3. Urinalisis dan pengecekan kadar protein pada urin. Dapat dijadikan sebagai patokan awal penurunan fungsi ginjal. 4. Lifestyle modification, seperti berhenti merokok, peningkatan aktivitas fisik, maupun penurunan berat badan apabila mengalami overweight atau obesitas. Memilih untuk tidak merokok dapat menurunkan kemungkinan terkena penyakit gagal ginjal kronik sebesar 30%.

16

5.

Mengkonsumsi makanan bergizi dan atur pola makan. Mengurangi konsumsi garam, mengurangi makanan yang mempunyai kadar kalori tinggi dan makanan berlemak disarankan untuk menjaga agar berat badan tetap ideal.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik meliputi:2


1. 2. 3. 4. 5. 6.

Terapi spesifik pada penyakit dasarnya. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid. Memperlambat perburukan fungsi ginjal. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kasdiovaskular Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Tabel 3. Perencanaan Tatalaksana Gagal Ginjal Kronik dengan Derajatnya Derajat 1 LGF (mL/menit/1.73 m2) 90 Rencana Tatalaksana Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,evaluasi perburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil resiko kardiovaskular 2 3 4 5 60 89 30 59 15 29 < 15 Menghambat perburukan fungsi ginjal Evaluasi dan terapi komplikasi Persiapan untuk terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal

Dikutip dari : Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sudoyo, A, Setyohadi, B, Idrus, A, Simadibrata, M, Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid I. Jakarta: FKUI. 2007. Hal 571.

17

Terapi spesifik terhadap penyakit dasar Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan GFR, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20 30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.2

Pencegahan dan terapi pada kondisi komorbid Mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien gagal ginjal kronik sangat penting. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.2

Menghambat perburukan fungsi ginjal Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah dengan pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG 60 mL/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kg.bb/hari, yang 0,35-0,50 gr di antaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskesikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien gagal ginjal kronik
18

akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia.2 Pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein berlebih (protein overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.2

Terapi Farmakologis Terapi Farmakologis yaitu untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa pengendalian tekanan darah mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein, dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria. Proteinuria merupakan faktor risiko terjadinya pemburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.2 Beberapa obat antihipertensi, terutama Angiotensin Converting Enzyme / ACE inhibitor, melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.2 Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi,
19

pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.2

Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang

manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.2 Tabel 4. Komplikasi gagal ginjal kronik Derajat Keterangan LGF(mL/m in/1.73m2) 1 Kerusakan ginjal ringan dengan LGF normal atau meningkat 2 Penurunan fungsi ginjal ringan 3 Penurunan fungsi ginjal sedang 30 59 Hiperfosfatemia, hipokalsemia, anemia, hipertensi, hiperhomosisteinemia 4 Penurunan fungsi ginjal berat 15 29 Malnutrisi, asidosis metabolik, cenderung dislipidemia 5 Gagal ginjal < 15 (atau Gagal jantung, uremia dialisis) hiperkalemia, hiperparatiroid, 60 89 Tekanan darah mulai naik > 90 Komplikasi

Dikutip dari : Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sudoyo, A, Setyohadi, B, Idrus, A, Simadibrata, M, Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid I. Jakarta: FKUI. 2007. Hal 572
20

Anemia Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal konik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoeitin.2 Pemberian eritropoitin merupakan hal yang dianjurkan. Sedangkan pemberian transfusi darah pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.2

Mengatasi hiperfosfatemia Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada pasien penyakit ginjal kronik secara umum yaitu tinggi kalori, rendah protein dan rendah garam, karena fosfat sebagian besar terkandung dalam daging dan produk hewan seperti susu dan telur. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari. Pembatasan asupan fosfat yang terlalu ketat tidak dianjurkan, untuk menghindari terjadinya malnutrisi.2

Pembatasan Cairan dan Elektrolit Pembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar, baik melalui urin maupun insensible water loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui insensible water loss antara 500-800 mL/hari (sesuai dengan luas permukaan tubuh), maka air yang masuk dianjurkan 500-800 ml ditambah jumlah urin.2 Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/Lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk
21

mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema yang terjadi.2

Hemodialisis (HD) Hemodialisis (cuci darah) terbukti sangat bermanfaat dalam memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup penderita gagal ginjal terminal. Pada hemodialisis, darah penderita dipompa oleh mesin kedalam kompartemen darah pada dialyzer . Dialyzer mengandung ribuan serat (fiber) sintetis yang berlubang kecil ditengahnya. Darah mengalir di dalam lubang serat sementara cairan dialisis (dialisat) mengalir diluar serat, sedangkan dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif kedalam kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat terlarut berpindah dari darah kedalam cairan dialisat.15 Indikasi dilakukannya hemodialisis pada penderita gagal ginjal stadium terminal antara lain karena telah terjadi:15 1. 2. Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensepalopati uremik). Gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit, misalnya asidosis metabolik, hiperkalemia, dan hiperkalsemia. 3. Kelebihan cairan ( volume overload ) yang memasuki paru-paru sehingga menimbulkan sesak nafas berat. 4. Gejala-gejala keracunan ureum ( uremic symptoms ) Dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari:15 1. 2. 3. 4. 5. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata. K serum > 6mEq/L Ureum darah > 200 mg/dl pH darah < 7,1 Anuria berkepanjangan (> 5 hari)

22

6.

Fluid overloaded atau kelebihan cairan yang memasuki paru-paru sehingga menimbulkan sesak nafas berat. Kontraindikasi dari hemodialisis:15

1. 2. 3.

Perdarahan Ketidakstabilan hemodinamik Aritmia

Transplantasi (cangkok) ginjal Cangkok ginjal adalah mencangkokkan ginjal sehat yang berasal dari manusia lain (donor) ketubuh pasien gagal ginjal terminal melalui suatu tindakan bedah (operasi).15 Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gagal ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 mL/mnt. Pada keadaan demikian, ginjal tidak dapat mengkompensasi kebutuhan tubuh untuk mengeluarkan zat-zat sisa hasil metabolisme yang dikeluarkan melalui pembuangan urin, mengatur keseimbangan asam-basa dan keseimbangan cairan, menjaga kestabilan lingkungan dalam, sehingga diperlukan penanganan yang disebut Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy).15

Kendala Cangkok Ginjal Kendala yang sering dialami pasien yang ingin atau telah melakukan cangkok ginjal antara lain:15 1. Ketersediaan donor ginjal. Jumlah donor di Indonesia masih sangat kecil. Hanya 15 donor ginjal per tahunnya, dibandingkan dengan terjadinya 2.000 kasus baru penyakit ginjal kronik stadium akhir per tahunnya. 2. Tingginya biaya operasi cangkok ginjal. Total biaya transplantasi di sekitar 80 juta hingga 250 juta rupiah 3. Terjadinya penolakan ( rejection ) setelah operasi cangkok ginjal. Prognosis

23

Pada pasien dengan gagal ginjal kronik, kemungkinan untuk sembuh total sangat kecil apabila tidak dilakukan dialisis ataupun transplantasi organ. Perjalanan penyakit gagal ginjal kronik akan terus berkembang hingga pasien membutuhkan program dialisis dan transplantasi ginjal. Penderita yang menjalani program dialisis / cuci darah memiliki survival rate hingga 32%.14 Deteksi dini serta pencegahan yang tepat dibutuhkan sebelum pasien harus divonis menderita gagal ginjal kronik. Pada kenyataannya, pasien dengan gagal ginjal kronik dapat berkembang menjadi penyakit stroke ataupun serangan jantung.14

Ringkasan Gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang penting dalam ilmu penyakit dalam, karena dapat berakibat fatal bagi penderitanya. Menurut data statistik yang didapat, angka kematian akibat gagal ginjal kronik meningkat sekitar 20%.1 Total orang amerika yang terkena penyakit gagal ginjal kronik mencapai 26 juta orang. Indonesia termasuk dalam urutan ke-4 sebagai negara dengan penderita gagal ginjal kronik terbanyak yang jumlahnya mencapai 16 juta jiwa. 1 Penyakit gagal ginjal kronik adalah keadaan dimana terdapat kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau pertanda kerusakan ginjal seperti adanya protein pada hasil urin (proteinuria). 2 Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m. Penyebab tersering penyakit gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritis, diabetes mellitus, hipertensi dan ginjal polikistik. Penyakit gagal ginjal seringkali tidak terdiagnosis dengan baik. Oleh sebab itu, deteksi dini kerusakan ginjal sangat penting untuk dapat memberikan terapi dan pengobatan secara maksimal dan efisien sebelum terjadi kerusakan dan komplikasi lebih lanjut. Screening test pada individu asimtomatik yang menyandang faktor risiko dapat membantu deteksi dini penyakit ginjal kronik. Deteksi dini bertujuan untuk meminimalisir resiko untuk terkena gagal ginjal. Deteksi dini meliputi anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium yang memadai. Selain itu, pengukuran kadar kreatinin serum dilanjutkan dengan penghitungan laju filtrasi glomerulus dapat mengidentifikasi pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal.
24

Pemeriksaan ekskresi albumin dalam urin (albuminuria) dapat mengidentifikasi kerusakan ginjal pada sebagian besar pasien. Faktor resiko dari gagal ginjal kronik adalah pasien yang memiliki kriteria yaitu berusia >50 tahun, seseorang dengan obesitas dan riwayat merokok, seseorang dengan penyakit vaskuler, seperti penyakit jantung koroner dan stroke, memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, ataupun gagal ginjal di dalam keluarga, seseorang yang sedang dalam penggunaan obat hipertensi, seperti ACE Inhibitors (ACEi) atau Angiotensin Receptor Blockers (ARBs), seseorang dengan riwayat penyakit Diabetes Melitus (DM) dan obstruksi pada bladder, serta penderita infeksi saluran kemih yang berulang. Pengecekan dan kontrol yang rutin terhadap kadar glukosa dalam darah, terapi pada penyakit dasar, memperbaiki gaya hidup ke arah yang sehat, serta pembatasan asupan protein maupun koreksi anemia merupakan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah dan memperlambat perkembangan dari penyakit gagal ginjal kronik. Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan tersebut adalah pengobatan hipertensi, Monitor dan pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia., menjaga berat badan agar tetap ideal, mengatur pola makan yang bergizi serta restriksi kalori Konsumsi obat diabetic oral diperlukan apabila kadar glukosa darah sewaktu >200. penggunaan obat golongan statin berperan dalam menurunkan jumlah kolesterol didalam darah. Pemberian suplemen zat besi dan vitamin juga diperlukan untuk mencegah terjadinya anemia berat, urinalisis dan pengecekan kadar protein pada urin. Dapat dijadikan sebagai patokan awal penurunan fungsi ginjal, mengkonsumsi makanan bergizi dan atur pola makan. Mengurangi konsumsi garam, mengurangi makanan yang mempunyai kadar kalori tinggi dan makanan berlemak disarankan untuk menjaga agar berat badan tetap ideal. Deteksi dini dan pencegahan mutlak diperlukan pada pasien dengan faktor resiko ke arah gagal ginjal kronik, Hal ini penting karena apabila seseorang telah terkena penyakit ini, maka kemungkinan untuk sembuh kembali ke normal sangat kecil. Tidak jarang diperlukan program hemodialisis ataupun transplantasi organ untun meningkatkan kualitas hidup pasien, yang membutuhkan biaya mahal. Penderita yang menjalani program dialisis / cuci darah memiliki survival rate hingga 32%.14
25

Daftar Pustaka 1. Chronic Kidney Disease. National Kidney Foundation. [online] New York. 2010 Diakses dari : http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm/

2. Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sudoyo A, Setyohadi B, Idrus A, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid I. Jakarta: FKUI. 2007. Hal: 570-573.

3. Arora, Pradeep. Chronic Renal Failure. New York Health care System. Nov, 2010. Diakses dari : http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview

4. Soegondo, Notoatmodjo, Sidabutar. Gagal Ginjal Kronik. Universitas Sumatera Utara. 2006. Diakses dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16742/4/Chapter%20II.pdf

5. Kathuria, Pranay. Chronic Kidney Disease. Emedicinehealth, 2010. Diakses dari: http://www.emedicinehealth.com/chronic_kidney_disease/article_em.htm#Chronic Kidney Disease Overview

6. Ninik Soemyarso, dkk. Gagal ginjal kronik. Surabaya: Fakultas Kedokteran UNAIR. 2010.

26

Diakses dari : http://www.pediatrik.com/isi03.php? page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110dchu260.htm 7. Chronic kidney disease. National Kidney Foundation. [online] New York. 2010. Diakses dari : http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm/

8. Graham RD Jones, Ee Mun Lim. Estimation of the Glomerular Filtration Rate. The National Kidney Foundation. Department of Chemical Pathology: St Vincent's Hospital, Sydney. 2010, Diakses dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1853341/

9. Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sudoyo A, Setyohadi B, Idrus A, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid I. Jakarta: FKUI. 2007. Hal: 534-535.

10. William Golden, Robert Hopkins. Diabetes Melitus and Chronic Kidney Disease. Internal Medicine. 2007. Diakses dari: http://findarticles.com/p/articles/mi_hb4365/is_7_40/ai_n29388023/

11. The New England Journal Medicine. Effects of Medical Therapies on Retinopathy Progression in Type 2 Diabetes. The ACCORD Study Group and ACCORD Eye Study Group N Engl J Med 2010; 363:233-244. 2010. Diakses dari: http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa1001288#t=articleDiscussion

12. Troy Bedinghaus, O.D. Top 5 Ways to Lower Risk for Diabetic Retinopathy.
27

2007. Diakses dari : http://vision.about.com/od/eyediseases/tp/Diabetic_Risk.htm

13. The New England Journal Medicine. Intensive Blood-Pressure Control in Hypertensive Chronic Kidney Disease. N Engl J Med 2010; 363:2564-2566 2010. Diakses dari: http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMc1011419

14. World Kidney association. Early detection in chronic kidney disease. 2011. Diakses dari : http://www.worldkidneyday.org/page/importance-of-early- detection1

15. Wijaya, Adi Mulyadi. Terapi Pengganti Ginjal atau Renal Replacement Therapy (RRT). Jakarta. Januari 2010. Diakses dari : http://translate.google.co.id/translate? hl=id&sl=id&tl=en&u=http://www.infodokterku.com/index.php%3Foption %3Dcom_content%26view%3Darticle%26id%3D68:terapi-pengganti-ginjal-ataurenal-replacement-therapy-rrt%26catid%3D29:penyakit-tidak-menular%26Itemid %3D18&anno=2

28

Anda mungkin juga menyukai