Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN

Herpes zoster terjadi dari hasil reaktivasi endogen varicella-zoster virus (VZV) yang telah bertahan laten dalam ganglia sensoris posterior selepas kejadian varisella. Akibatnya, laten VZV hadir dalam ganglia sensoris ini berada pada risiko untuk mengembangkan herpes zoster. Herpes zoster justru dimulai dengan cacar, manifestasi klinis utama infeksi VZV. Ketika cacar, virus ini hadir dalam jumlah yang besar di vesikel cacar, kemudian memasuki ujung saraf sensorik di kulit, menuju ke saraf sensori ke akar dorsal dan sensorik ganglia cranial di mana badan-badan sel saraf berkerumun dan menyebabkan infeksi laten pada sensorik neuron. Akibatnya, akar posterior dan ganglia sensoris kranial bagi penderita cacar air menyebabkan infeksi laten. Mereka mengandungi DNA genomik dari VZV, tetapi tidak terjadi penularan virus. VZV laten ini akhirnya kembali aktif, kemungkinan dalam sensorik neuron tunggal, menyebabkan herpes zoster. Virus yang aktif berkembang biak ini akan menyebar dalam ganglion, menginfeksi banyak neuron dan sel-sel pendukung. Ini adalah proses yang menyebabkan peradangan intens dan nekrosis saraf. Virus ini kemudian berjalan dari ganglion sensorik ke bahagian saraf pada kulit, di mana ia menghasilkan dermatomal karakteristik seperti ruam herpes zoster. Lesi kulit herpes zoster dan cacar air secara histopatologis identik dimana keduanya mengandungi raksasa berinti sel dengan inklusi intranuklear eosinofilik tubuh. Ruam pada herpes zoster mirip dengan cacar air, kecuali herpes zoster terbatas pada satu daerah kulit pada satu sisi tubuh yaitu dermatom diinervasi oleh ganglion dimana terletaknya virus laten ini diaktifkan kembali. Selain itu, lesi herpes zoster terdiri dari kelompok vesikel eritematosa pada suatu dasar sedangkan pada varisella, distribusi vesikelnya adalah secara acak. Perbedaan ini mencerminkan penyebaran virus intraneural ke kulit pada herpes zoster berbeda dengan penyebaran secara viremic pada varisela zoster. Varisela zoster sering terjadi pada epidemi di akhir musim dingin dan awal musim panas, sedangkan herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun. Individu imunokompeten biasanya memiliki herpes zoster hanya sekali, mungkin karena episode herpes zoster yang meningkatkan kekebalan terhadap VZV.1,2,3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Herpes zoster (shingles) atau dikenali sebagai cacar ular, adalah penyakit lokal ditandai dengan nyeri radikuler unilateral dan ruam vesikuler terbatas pada daerah kulit yang diinervasi oleh ganglia pada saraf perifer maupun saraf kranialis.2

2.2 Epidemiologi Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak. Di Amerika herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 66% mengenai usia dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia dibawah 20 tahun dan 5% mengenai usia kurang dari 15 tahun. Walaupun herpes zoster merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang dewasa, namun herpes zoster dapat juga terjadi pada bayi yang baru lahir apabila ibunya menderita herpes zoster pada masa kehamilan. Dari beberapa hasil penelitian, ditemukan sekitar 3% herpes zoster pada anak, biasanya ditemukan pada anak-anak yang imunokompromis dan menderita penyakit keganasan.2

2.3 Etiologi Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella-zoster (Virus V-Z). Virus tersebut juga dapat mengakibatkan varisela. Kedua penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang berbeda. Diperkirakan bahwa setelah ada kontak dengan virus V-Z akan terjadi varisela, kemudian setelah penderita varisela tersebut sembuh, kemungkinan virus tersebut tetap ada dalam bentuk laten tanpa ada manifestasi klinis dan kemudian virus V-Z diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan herpes zoster. Virus V-Z dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varisela. Penyebaran virus ini boleh terjadi melalui sistem pernafasan. Selain itu, individu yang immunokompromis termasuk penerima transplantasi, pasien

terinfeksi HIV dan pasien yang maengambil steroid untuk jangka waktu yang panjang, berada pada risiko yang lebih tinggi terkena herpes zoster dan juga kekambuhan herpes zoster.1,2,3 2

2.4 Pathogenesis Setelah infeksi primer virus varicella zoster, virus tersebut berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Pada orang dengan imunokompeten, infeksi biasanya mempengaruhi satu dermatom, dan pada orang dengan

imunokompromise, infeksi boleh mengenai beberapa dermatom. Penurunan imunitas spesifik terhadap virus karena HIV, keganasan, kemoterapi atau penggunaan lama kortikosteroid dapat mengaktivasi kembali infeksi virus yang mengenai lokasi setingkat dengan daerah persarafan g a n g l i o n ya n g t e r k e n a . R e a k t i v a s i i n i m e n ye b a b k a n p e r a d a n g a n p a d a g a n g l i o n ya n g m e n i m b u l k a n kerusakan neuron dan sel-sel pendukungnya (figure 1). Virus ini juga terbawa ke axon kemudian ke area kulit yang dipersarafi ganglion dan menyebabkan peradangan lokal. Karakteristik oleh masa prodromal adalah rasa terbakar selama 2 sampai 3 hari, kemudian timbul vesikel vesikel pada distribusi dermatom dari ganglion yang terinfeksi. Semua dermatom dapat terkena, namun yang paling umum adalah dermatom T1 sampai L2. Walaupun umumnya neuron sensoris yang terkena tapi neuron motorik juga dapat terkena pada 5%-15% pasien.3,4,5

Figure 1. Primary varicella-zoster virus (VZV) infection (ie, chickenpox) typically occurs during childhood. Viral latency subsequently develops along the spinal cord in dorsal root ganglia. Later in life, the virus reactivates usually in a dermatomaldistributioncausing the secondary infection known as herpes zoster (ie, shingles). Sources: Arvin AM. Varicella-zoster virus. In: Knipe DM, Howley PM, eds. Fields Virology. Vol 2. 4th ed.Philadelphia, Pa: Lippincott Williams & Wilkins (http://www.lww.com); 2001:2731-2767; Straus SE, Oxman MN. Varicella and herpes zoster. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, et al, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Vol 2. 5th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 1999:2427-2450.

2.5 Gambaran klinis Tanda pertama dari herpes zoster adalah rasa terbakar, nyeri yang tajam, kesemutan, atau mati rasa di atas atau di bawah kulit. Mungkin pasien merasa lelah dan sakit disertai demam, menggigil, sakit kepala dan sakit perut. Setelah beberapa hari, akan terlihat ruam kecil yang jelas berisi cairan lepuh pada kulit memerah. Dalam waktu 3 hari setelah ruam tersebut lepuh akan berubah kuning, kemudian kering dan terbentuk kerak. Dua minggu selanjutnya kerak akan berkurang, meninggalkan bekas luka yang kecil. Karena virus cenderung

mengikuti jalur saraf, lepuh biasanya ditemukan dalam satu baris dan sering memperluas dari belakang atau sekitar panggul tapi hanya pada satu sisi. Herpes zoster biasanya tidak lintas garis tengah tubuh. Ruam juga dapat muncul pada satu sisi wajah. Pada fase awal infeksi virus tersebut, pasien akan menderita rasa sakit seperti terbakar dan kulit menjadi sensitif selama beberapa hari hingga satu minggu. Penyebab terjadinya rasa sakit yang akut tersebut sulit dideteksi apabila ruam (bintil merah pada kulit) belum muncul. Ruam shingles mulai muncul dari lepuhan (blister) kecil di atas dasar kulit merah dengan lepuhan lainnya terus muncul dalam 3-5 hari. Lepuhan atau bintil merah akan timbul mengikuti saraf dari sumsum tulang belakang dan membentuk pola seperti pita pada area kulit. Penyebaran bintil-bintil tersebut menyerupai sinar (ray-like) yang disebut pola dermatomal. Bintil akan muncul di seluruh atau hanya sebagian jalur saraf yang terkait. Biasanya, hanya satu saraf yang terlibat, namun di beberapa kasus bisa jadi lebih dari satu saraf. Bintil atau lepuh akan pecah dan berair, kemudian daerah sekitarnya akan mengeras dan mulai sembuh. Gejala tersebut akan terjadi dalam 3-4 minggu. Pada sebagian kecil kasus, ruam tidak muncul tetapi hanya ada rasa sakit.1,4,5 Bila menyerang cabang oftalmikus (N 5), disebut herpes zoster oftalmikus. Sekiranya menyerang nervus fasialis dan optikus boleh terjadi Sindrom Ransay Hunt sehingga memberikan gejala seperti paralisi otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat ganguuan pengecapan. Herpes Zoster Frontalis terjadi sekiranya menyerang cabang saraf trigeminus. Herpes zoster abortif adalah penyakit yang berlangsung dalam waktu yang singkat dan memberikan gejala kelianan kulit berupa vesikel dan eritema. Bila menyerang saraf interkostal disebut herpes zoster torakalis. Bila menyerang saraf daerah lumbal disebut herpes zoster abdominalis.1,4,5 4

2.6 Komplikasi 1. Infeksi sekunder bakteri : sepsis kulit sekunder yang biasanya dari bakteri Streptococcus pyogenes atau Staphylococcus aureus.4,5

2. Posphetic neuralgia : komplikasi yang paling sering, dirasakan sebagai nyeri dermatomal yang menetap setelah penyembuhan. Nyeri biasanya menghilang dalam 6 bulan namun pada beberapa pasien nyeri ini dapat menetap selam beberapa bulan.4,5

3. Okular : Pada daerah ophthalmic dapat terjadi keratitis, episcleretis, iritis, papilitis dan kerusakan saraf, konjungtivitis, keratitis, uveitis, nekrosis retina dan parut kelopak mata4,5.

4. Herpes zoster desiminata yang dapat mengenai organ tubuh seperti otak, paru dan organ lain dan dapat berakibat fatal.4,5

5. Komplikasi sistem saraf pusat ( SSP) : pleiositosis limfositik SSP asimtomatik dengan protein meningkat ringan serta kadar glukosa ringan. Meningoencephalitis, mielitis, dan hemiplegi yang kontralateral akibat angitis granulomatosa tapi jarang terjadi.4,5

6. Zoster paralitik : akibat keterlibatan saraf motorik seperti sindrom Ramsai Hunt, paresis motor (erupsi nyeri pada dan sekitar telinga, paralisis saraf VII ipsi lateral dengan atau tanpa gangguan vestibular), oftalmoplegia eksternal, gangguan kandung kemih dan kelemahan otot ekstremitas 4,5 7. Terbentuk scar 4,5

2.7 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan : 1. Anamnesa Dengan mengunakkan prinsip sacred seven dan basic four, boleh didapatkan lokasi 5

pertama kali

terbentuknya vesikel, kapan mulainya vesikel, seberapa banyak

timbulnya vesikel, apakah ada rasa nyeri atau gatal yang timbul akibat vesikel yang terbentuknya, awal permulaan terbentuknya vesikel, apakah ada faktor yang mempengaruhinya, riwayat cacar air sebelumya, riwayat pengobatan dan riwayat sosial.1,4,5 2. Gejala klinis yang khas 3. Pemeriksaan laboratarium Tzank Smear Salah satu metode laboratorium yang paling murah dan paling sederhana diagnostik untuk varicella-zoster virus (VZV) dan virus herpes lainnya. Tes Tzanck dilakukan dengan mendapatkan scraping dari dasar lesi vesikular segar. Setelah difiksasi, menyebarkan dan pengeringan bahan dikumpulkan pada slide kaca, pewarnaan hasilnya dengan Giemsa, dan memeriksa materi dengan mikroskop untuk karakteristik adanya sel raksasa berinti banyak.

Tes Tzanck tidak dapat membedakan antara VZV dan virus herpes lainnya. Selanjutnya, tes ini memiliki sensitivitas yang terbatas dibandingkan dengan metode diagnostik lain seperti polymerase chain reaction (PCR). Oleh karena itu, hasil negatif tidak menyingkirkan infeksi virus herpes dan tidak boleh menghalangi pengobatan empiris pada pasien.1,4,5 Kultur virus Cairan dari lepuh yang baru pecah dapat diambil dan dimasukkan ke dalam media virus untuk segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila waktu pengiriman cukup lama, sampel dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus varicellazoster akan memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat sensitivitas 3070% dengan spesifitas mencapai 100%.1,4,5 Deteksi antigen Uji antibodi fluoresens langsung lebih sensitif bila dibandingkan dengan teknik kultur sel. Sel dari ruam atau lesi diambil dengan menggunakan scapel atau jarum kemudian dioleskan pada kaca dan diwarnai dengan antibodi monoklonal yang terkonjugasi dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan mendeteksi glikoproten virus.1,4,5 Uji serologi Uji serologi yang sering digunakan adalah ELISA.1,4,5 6

PCR PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam cairan tubuh, contohnya cairan serebrospinal.1,4,5

2.8 Diagnosis banding 1. Herpes Simpleks - hanya dapat dibedakan dengan mencari virus herpes simpleks dalam embrio ayam, kelinci, dan tikus. Paling sering berlokasi pada mukokutan dengan efloresensi berupa vesikel miliar berkelompok dengan membentuk ulkus dangkal dengan eritema disekitarnya.1,4,5 2. Varisela - biasanya lesi menyebar secara sentrifugal dan selalu disertai demam.1,4,5

4. Impetigo Vesikobulosa Lebih sering pada anak-anak dengan gambaran vesikel dan bula yang cepat peach dan menjadi krusta.1,4,5

5. Pada nyeri yang prodromal sering terjadi salah diagnosis dengan penyakit reumatik maupun dengan angina pectoris jika terdapat pada daerah setinggi jantung.1,4,5

2.9 Pengobatan Tujuan terapi pada infeksi herpes zoster adalah untuk memperpendek perjalanan klinis, memberikan analgesia, mencegah komplikasi, dan mengurangi kejadian postherpetic neuralgia. Penggunaan agen antiviral dalam kurun waktu 72 jam setelah terbentuk ruam akan mempersingkatkan durasi terbentuknya vesikel dan meringankan rasa sakit akibat vesikel tersebut. Apabila vesikel telah pecah, maka penggunaan antiviral tidak efektif lagi. Contoh beberapa antiviral yang biasa digunakan untuk perawatan herpes zoster adalah Acyclovir dan Valacyclovir. Untuk meringankan rasa sakit akibat herpes zoster, sering digunakan kortikosteroid oral. Contoh analgesik yang sering digunakan adalah asam mefanamat untuk 7

mengurangi rasa sakit.1,4,5 Antivirus Tujuan dari terapi antiviral adalah untuk mengurangi rasa sakit, menghambat replikasi virus dan mencurahkan, membantu penyembuhan penyakit kulit, dan mencegah atau mengurangi keparahan neuralgia postherpetic.1,4,5

Acyclovir

Acyclovir merupakan turunan guanin yang mencegah varicella-zoster virus (VZV) replikasi melalui penghambatan polimerase DNA virus. Ini mengurangi durasi lesi simtomatik.1,4,5

Valacyclovir

Valacyclovir adalah prodrug dengan konsentrasi dengan plasma lebih tinggi.1,4,5

Kortikosteroid Agen ini memiliki sifat anti-inflamasi dan menyebabkan efek metabolik yang mendalam dan bervariasi. Kortikosteroid memodifikasi respon kekebalan tubuh terhadap rangsangan beragam. Penggunaan kortikosteroid oral atau epidural dalam hubungannya dengan terapi antivirus telah ditemukan untuk menjadi bermanfaat dalam mengobati sedang sampai zoster akut parah, tetapi tidak berpengaruh terhadap perkembangan atau durasi neuralgia postherpetik.1,4,5 Prednisone Steroid yang ditemukan untuk mempercepat resolusi neuritis akut dan memberikan peningkatan yang jelas dalam kualitas hidup tindakan dibandingkan dengan pasien yang dirawat dengan antivirus saja. Penggunaan steroid oral tidak berpengaruh terhadap perkembangan atau durasi neuralgia postherpetik.1,4,5 Analgesik Mengontrol rasa sakit sangat penting untuk kualitas perawatan pasien. Analgesik memastikan kenyamanan pasien, mempromosikan toilet paru dan memungkinkan regimen terapi fisik. Analgesik narkotika bermanfaat bagi pasien yang memiliki lesi kulit.1,4,5

Vaksin Agen ini memperoleh imunisasi aktif untuk meningkatkan resistensi terhadap infeksi. Vaksin terdiri dari mikroorganisme yang dilemahkan atau komponen seluler yang bertindak sebagai antigen. Administrasi merangsang produksi antibodi dengan sifat pelindung khusus1,4,5

Antibiotika Amoksisilin atau Eritromisin diberikan bila terinfeksi sekunder.1,4,5

2.10 Pencegahan Pada anak imunokompeten yang pernah menderita varisela tidak diperlukan tindakan pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang beresiko tinggi untuk menderita varisela seperti neonatus, pubertas ataupun orang dewasa, dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varisela. Tindakan yang dapat diberikan ialah:2,3,5 1. Imunisasipasif Menggunakan VZIG (Varicella Zozter Imunoglobulin). Pemberiannya kurang dari 3 hari setelah terkena VZV. Pada anak imunokompeten terbukti mencegah varicella sedangkan pada anak-anak imunokompromis pemberian VZIG dapat meringankan gejala varisela. Perlindungan ini bersifat sementara.2,3,5

2. Imunisasiaktif Vaksinasinya adalah menggunakan vaksin varisela virus dan kekebalan yang dapat bertahan hingga 10 tahun. Daya proteksinya sekitar 70-100%. Vaksin ini lebih efektif jika diberikan pada anak usia kurang dari satu tahun. Kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel. Vaksin varisela varivax tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat menimbulkan terjadinya kongenital varisela.2,3,5

2.11 Prognosis Umumnya baik. Pada herpes zoster oftalmika bergantung pada tindakan perawatan sejak dini. Penyakit ini bisa bersifat self limited.2,3 9

BAB II1 LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Suku Bangsa Agama Pendidikan Status perkawinan Tanggal pemeriksaan 3.2 Anamnesis Keluhan utama : Timbul bintik bintik berair di pantat dan paha bahagian belakang kiri sejak dua hari yang lalu. Perjalanan penyakit : Penderita datang bersama bapanya ke poliklinik, mengeluhkan timbul bintik bintik berair sejak dua hari yang lalu. Bintik bintik pertama kali muncul di pantat kiri belakang dan seterusnya dijumpai pada paha bahagian belakang kiri. Menurut penderita, awalnya bintik bintik berupa kemerahan di kulit lalu berbentuk bintik bintik dan dengan cepat membesar dan menyebar membentuk bintik bintik berisi air. Penderita juga mengeluhkan rasa nyeri dan gatal pada tempat bintik bintik tersebut dan kaki kiri terasa sedikit meriang. Pasien juga mengeluh demam sebelum terbentuknya bintik bintik berair tersebut. Riwayat pengobatan : Penderita tidak berobat ke dokter kulit malah hanya mengunakan minyak tawon. : Rizky Januaris : 27 tahun : Laki laki : JLN GN Muliawan VI No.6 Tegal Kertha Denpasar Barat. : Mahasiswa : Bali : Indonesia : Muslim : Sarjana : Belum menikah : 23 Augustus 2012

10

Riwayat penyakit terdahulu : Penderita mempunyai riwayat cacar air sewaktu penderita masih bersekolah. Riwayat penyakit dalam keluarga : Di keluarga penderita ,semuanya tidak ada yang menderita penyakit yg sama. Di dalam keluarga penderita hanya penderitalah yang memiliki penyakit seperti itu. Riwayat Atopi: Keluhan asma atau alergi tertentu pada pasien dan keluarganya disangkal. Riwayat Alergi: Alergi obat dan makanan disangkal. Riwayat sosial : Penderita adalah anak kedua di keluargannya dan masih belajar.

3.3 Pemeriksaan Fisik Status Present : Keadaan Umum : Baik Kesadaran Nadi Respirasi Temperatur : Compos Mentis : 88 x/menit reguler : 22 x/menit : 36,8 o C

Status General : Kepala Mata THT Thoraks : Normocephali : Anemia -/-, ikterus -/: Dalam batas normal : Cor : S1 S2 normal, reguler, murmur (-)

Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdoment : dalam batas normal, hepar dan lien tidak teraba Ektremitas : dalam batas normal Status Dermatologi : Lokasi Effloresensi : regio glutea dan paha posterior sinistra (dermatom sakrum 1). : Tampak vesikel,berkelompok, berdinding kendor, berisi cairan serous, diatas kulit eritema, ukuran 0,2-0,4 cm.

11

2. Mukosa 3. Rambut 4. Kuku

: dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

5. Fungsi Kelenjar Keringat : dalam batas normal 6. Kelenjar Limfe 7. Saraf : dalam batas normal : dalam batas normal

3.4 Diagnosis Banding 1. Herpes simpleks 2. Varisella Zoster 3. Impetigo Bulosa

3.5 Pemeriksaan Penunjang Tzank Smear tidak dijumpai sel datia berinti banyak

12

5.6 Resume Penderita laki-laki 27 tahun , Muslim, Bali, mengeluhkan timbul bintik bintik berair sejak dua hari yang lalu pada pantat dan paha bahagian belakang kiri. Bintik bintik pertama kali muncul di pantat kiri dan seterusnya dijumpai pada paha bahagian kiri. Menurut penderita, awalnya bintik bintik berupa kemerahan di kulit lalu berbentuk bintik bintik dan dengan cepat membesar dan menyebar membentuk bintik bintik berisi air. Penderita juga mengeluhkan rasa nyeri dan gatal pada tempat bintik bintik tersebut dan kaki kiri terasa sedikit meriang. Pasien juga mengeluh demam sebelum terbentuknya bintik bintik berair tersebut. Pemeriksaan fisik : Status present : dalam batas normal Satus general : dalam batas normal

Status Dermatologi : Lokasi Effloresensi : Regio glutea dan paha posterior sinistra (dermatom sakrum 1) : Tampak vesikel,berkelompok, berdinding kendor, berisi cairan serous, diatas kulit eritema, ukuran 0,2-0,4 cm.

3.7 Diagnosis Kerja Herpes zoster sakralis (dermatom 1)

3.8 Penatalaksanaan Topikal Sistemik : Asam salisilat 1% : Acyclovir 5X800mg : Asam Mefanamat 3X500mg : Vitamin B1,B6,B12 1X1 KIE : Kontrol Poliklinik : Istirahat dan makan makanan yang bergizi : Lesi jangan digaruk : Boleh dibersihkan dengan air, tapi jangan digosok agar bintik berair tersebut tidak pecah 3.9 Prognosis : Baik 13

BAB IV PEMBAHASAN

Dari anamnesa didapatkan penderita mengeluhkan timbul bintik bintik berair sejak dua hari yang lalu pada pantat dan paha bahagian belakang kiri. Bintik bintik pertama kali muncul di pantat kiri dan seterusnya dijumpai pada paha bahagian kiri. Menurut penderita, awalnya bintik bintik berupa kemerahan di kulit lalu berbentuk bintik bintik dengan cepat membesar dan menyebar membentuk bintik bintik berisi air. Penderita juga mengeluhkan rasa nyeri dan gatal pada tempat bintik bintik tersebut dan kaki kiri terasa sedikit meriang. Pasien juga mengeluh demam sebelum terbentuknya bintik bintik berair tersebut.1,4,5 Pasien memeriksakan diri dua hari setelah pasien mengalami keluhan. Gejala yang dialami oleh pasien sesuai dengan kepustakaan dimana pada hari 1-2 akan timbul rasa gatal, rasa terbakar atau nyeri disertai gejala prodormal yaitu demam dan selanjutnya timbul kemerahan setempat yang disertai edema pada daerah dermatom disusul

timbulnya vesikel yang berkelompok diatas kulit eritema dan bersifat unilateral. Vesikel mula-mula berisi cairan jernih tetapi beberapa hari kemudian akan menjadi purulen dan bila pecah akan membentuk krusta.1,4,5 Dari lokasi dan efloresensi didapatkan sebagai berikut : Lokasi : Regio glutea dan paha posterior sinistra (dermatom sakrum 1) Efloresensi : Tampak vesikel,berkelompok, berdinding kendor, berisi

cairan serous, diatas kulit eritema, ukuran 0,2-0,4 cm. Dari kepustakaan disebutkan bahwa lokasi tersering terkena herpes zoster adalah daerah torakal, namun tak jarang pula virus ini menginfeksi daerah persyarafan lain seperti pada daerah sakralis seperti pada pasien ini, dengan tampakan klinis berupa lesi berbentuk vesikel diatas kulit eritema yang berkelompok-kelompok dengan lesi bersifat unilateral sesuai peta dermatom S1. Dari efloresensi yang tampak pada kulit berupa vesikel yang berkelompok diatas kulit eritema, bersifat unilateral sesuai peta dermatom sangat mendukung kearah diagnosa herpes zoster.1,4,5

14

Kami mendiagnosis banding dengan herpes simpleks, varisela dan impetigo vesikobulosa karena hal sebagai berikut : Herpes Simplek : hanya dapat dibedakan dengan mencari virus herpes simpleks dalam embrio ayam, kelinci, dan tikus. Paling sering berlokasi pada mukokutan dengan efloresensi berupa vesikel miliar berkelompok dengan membentuk ulkus dangkal dengan eritema disekitarnya 4,5
Varisela : biasanya lesi menyebar sentrifugal, selalu disertai demam. Lokalisasi

terutama pada badan, wajah dan ekstremitas dengan efloresensi berupa vesikel miliar sampai lentikuler disekitar daerah eritema dan biasanya ditemui stadium perkembangan vesikel mulai dari eritema, vesikula, pustula, skuama hingga skiatrik.4 Impetigo vesikobulosa : lebih sering terjadi pada anak-anak, dengan gambaran vesikel dan bula yang cepat pecah dan menjadi krusta. Lokasi biasanya pada daerah ketiak, dada dan ekstremitas atas dan bawah, dengan efloresensi berupa bula dengan dinding tebal, berbentuk miliar hingga lentikular, kelit sekitar tidak menunjukan adanya peradangan dan kadang ditemui adanya hipopion.4,5

Pemeriksaan penunjang diagnosis dikerjakan untuk membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah Tzanck Smear. Tes Tzanck Smear dilakukan dengan mendapatkan scraping dari dasar lesi vesikular segar setelah telah difiksasi dan pengeringan bahan dikumpulkan pada slide kaca, pewarnaan hasilnya dengan Giemsa dan memeriksa materi dengan mikroskop untuk karakteristik adanya sel dantia berinti banyak. Dalam hasil Tzanck Smear tidak didapatkan sel dantia berinti banyak. Ini kemungkinan cara pengambilan sampelnya tidak dilakukan secara betul. Tapi, diagnosis bagi pasien sudah cukup ditegakkan dengan penemuan secara klinis karena dengan gejala klinis sudah dapat mendkung kearah diagnosa herpes zoster.1,4,5 Kami mendiagnosis dengan herpes zoster sakralis, karena dari gejala klinis mendukung diagnosa kearah herpes zoster sementara lokalisasi dari herpes zoster pada penderita ini di daerah sakralis yaitu pada regio sakralis posterior sinistra sesuai dengan peta dermatom S1 sehingga kami mendiagnosa dengan herpes zoster sakralis.1,4,5

15

Pada terapi, pemberian acyclovir 5 x 800 mg selama 7 hari sudah tepat. Pemberian acyclovir biasanya diberikan dalam 3 hari pertama sejak munculnya lesi, dimana pada pasienini diberikan pada hari ketiga setelah lesi muncul. Pemberian analgetik bertujuan mengurangi rasa nyeri yang dikeluhkan oleh pasien, sementara pemberian vitamin bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien. Pemberian bedak salisil 1% secara topikal bertujuan untuk protektif untuk mencegah vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder.1,4,5 Pada pasien ini kami sarankan kontrol poliklinik jika obat habis, minum obat teratur, istirahat dan makan makanan yang bergizi, lesi jangan digaruk, lesi boleh dibersihkan dengan air, tapi jangan digosok agar vesikel tidak pecah.1,4,5

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Herpes Zoster : Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin, Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Udayana/RSUP Sanglah Bali , 2000 : 25-26 2. Bethany A.W., Herpes Zoster : Natural History and Incidence, J Am Osteopath Assoc. 2009;109(suppl 2):S2-S6 3. Micheal N.O. MD, Herpes Zoster : Pathogenesis and Cell-Mediated Immunity and Immunoscnescence, , J Am Osteopath Assoc. 2009;109(suppl 2):S2-S6 4. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. 2007. Viral Infection in: Fitzpatricks Colour Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology, 5th Edition, Mc Graw Hill. USA. 5. Paul K.B., 2003. Virak Infection in : ABC of Dermatology, 4th Edition, BMJ Publishing Group Ltd, London.

iii

LAPORAN KASUS

HERPES ZOSTER

Oleh : YUWANESWARY MANIAM (0802005204)

Pembimbing :
Dr. LUH MAS RUSYATI, SpKK

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAG/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD RSUP SANGLAH DENPASAR AUGUSTUS 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa kerana berkat rahmat dan karuniaNya dapat saya menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Herpes Zoster tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik madya di bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Saya menyadari bahwa berbagai pihak telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tugasan ini. Oleh kerana itu.dalam kesempatan ini saya mengucapkan berbanyak-banyak terima kasih kepada: 1. Prof.dr.Made Swastika Adiguna, SpKK (K) selaku kepala bagian/SMF I.K. Kulit & Kelamin, FK UNUD/RS Sanglah 2. Dr, Luh Mas Rusyati, SpKK selaku pembimbing dan penguji dalam pembuatan laporan kasus ini. 3. Para perawat dan staf di bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin FK UNUD/RS Sanglah Denpasar. 4. Rekan-rekan dokter muda dan semua pihak RS Sanglah yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini beserta semua pihak yang telah banyak membantu terutama pasien untuk kasus ini yang memberi kerjasama yang penuh. Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih ada kekurangannya. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan sehingga dapat dihasilkan laporan dan pembahasan kasus yang lebih baik di kemudian hari.

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................ DAFTAR ISI .......................................................................................................... BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi .................................................................................................... 2.2. Epidemiologi.............................................................................................. 2.3. Etiologi ..................................................................................................... 2.4. Patogenesis .............................................................................................. 2.5. Gambaran Klinis . ..................................................................................... 2.6. Komplikasi... 2.7. Diagnosis . ............................................................................................... 2.8. Diagnosis Banding .............................................................................. 2.9. Pengobatan . ........ 2.10 Pencegahan . 2.11 Prognosis. BAB III. LAPORAN KASUS 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 Identitas Pasien ...................................................................................... Anamnesis . ............................................................................................. Pemeriksaan Fisik .................................................................................. Diagnosis Banding ................................................................................. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... Resume ................................................................................................... Diagnosis Kerja ...................................................................................... Penatalaksanaan ..................................................................................... Prognosis ................................................................................................ 10 10 11 12 12 13 13 13 13 14 17 iii 9 5 5 5 7 9 2 2 2 3 4 i ii 1

BAB IV. PEMBAHASAN .................................................................................... BAB V. KESIMPULAN ....................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................

ii

BAB IV KESIMPULAN

Berdasarkan atas tinjauan pustaka dan kasus tersebut diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : a. Diagnosis Herpes Zoster dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dimana penderita biasanya mengeluh pada badan timbul bintik bintik berair yang terasa nyeri dan gatal dusertai gejala prodormal seperti demam. Dari gejala klinis didapatkan vesikel berkelompok sesuai dengan lokasi dermatom diatas kulit eritema bersifat unilateral. b. Penatalaksanaan Herpes Zoster meliputi beberapa hal seperti : pengobatan topikal (asam salisilat), pengobatan sistemik (acyklovir,asam mefanamat,vitamin) dan cara pencegahannya.

17

Anda mungkin juga menyukai