Anda di halaman 1dari 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI DAN HISTOLOGI HEPAR Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen. Macam-macam ligamennya: 1. Ligamentum falciformis. Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di antara umbilicus dan diafragma. 2. Ligamentum teres hepatis = round ligament. Merupakan bagian bawah lig.falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap. 3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis. Merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah prox ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen

hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow. 4. Ligamentum Coronaria Anterior kiri dan kanan dan Lig coronaria posterior kiri dan kanan. Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.

5. Ligamentum triangularis kiri dan kanan. Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri. Secara Mikroskopis, hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapilerkapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobulilobuli, di tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yang lebih besar, air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.

FISIOLOGI HEPAR Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hepar yaitu : 1. Fungsi hepar sebagai metabolisme karbohidrat Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain.Hepar mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hepar kemudian hepar akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hepar merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hepar mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa

mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs). 2. Fungsi hepar sebagai metabolisme lemak Hepar tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen : 1. Senyawa 4 karbon keton bodies 2. Senyawa 2 karbon active acetat (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol) 3. Pembentukan cholesterol 4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid Hepar merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid 5. Fungsi hepar sebagai metabolisme protein Hepar mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hepar juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam

amino.Dengan proses transaminasi, hepar memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hepar merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein. globulin selain dibentuk di dalam hepar, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam hepar.albumin mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000 6. Fungsi hepar sehubungan dengan pembekuan darah Hepar merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi. 7. Fungsi hepar sebagai metabolisme vitamin Semua vitamin disimpan di dalam hepar khususnya vitamin A, D, E, K 8. Fungsi hepar sebagai detoksikasi Hepar adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.

9. Fungsi hepar sebagai fagositosis dan imunitas Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai imun livers mechanism.

10. Fungsi hemodinamik Hepar menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hepar yang normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hepar. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.

CIROSIS HEPATIS Cirosis hepatis (CH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Kejadian di Indonesia menunjukkan bahwa pria lebih banyak dari wanita (2,4-5:1), dimana kelompok terbanyak didapati pada dekade kelima. Sedangkan angka kejadian cirosis hepatis dari hasil otopsi sekitar 2,4% di negara Barat. Lebih dari 40% pasien Cirosis hepatis asimptomatik, pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insiden sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk dan menimbulkan sekitar 35.000 kematian pertahun. Sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di AS dan bertanggungjawab terhadap 1,2% seluruh kematian di AS. Belum ada data resmi nasional tentang cirosis hepatis di Indonesia, namun dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia secara keseluruhan prevalensi sirosis adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hepar yang dirawat. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien cirosis hepatis sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di bagian penyakit dalam.

ETIOLOGI Penyebab utama sirosis di Amerika adalah hepatits C (26%), penyakit hepar alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hepar alkoholik (15%), kriptogenik (18%), hepatitis B, yang bersamaan dengan hepatitis D (15%), dan penyebab lain (5%) Sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B dan C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab cirosis hepatis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya.

Tabel 1. Sebab-sebab sirosis

Gambaran patologi hepar biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hepar yang dipisahkan oleh pita fibrosis yng padat dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi.1 Patogenesis sirosis menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cell), yang berperan dalam keseimbangan matriks ekstraseluler dan proses degradasi, jika terpapar faktor tertentu secara terus menerus (misal hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik) maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen dan jika terus berlangsung maka jaringan hepar normal akan diganti oleh jaringan ikat. Penegakan diagnosa cirosis hepatis saat ini terdiri atas pemeriksaan fisik, laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hepar karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan cirosis hepatis.

KLASIFIKASI Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Cirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu : 1. Mikronodular 2. Makronodular 3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas : 1. Cirosis hepatis kompensata Sering disebut dengan Laten Cirosis hepatis. Pada atadiu kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.

2. Cirosis hepatis Dekompensata Dikenal dengan Active Cirosis hepatis, dan stadium ini biasanya gejalagejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

Skor Child Pugh Pada tahun 1964, Child dan Turcotte mempublikasikan tentang kriteria empiris yang mereka temukan untuk menilai cadangan fungsi hepar pada penderita cirosis hepatis. Variabel penting yang mereka ajukan ada 5 jenis yaitu kadar serum bilirubin, serum albumin, ascites, gangguan neurologis dan status nutrisi. Kemudian pada tahun 1973, Pugh dkk memodifikasi kriteria Child, dimana variabel status nutrisi pada kriteria sebelumnya digantikan dengan waktu protrombin. Untuk kadar albumin, Pugh memberikan batasan terendah 2,8 mg/dL dimana pada kriteria Child batasan terendahnya 3 mg/dL. Selanjutnya kriteria tersebut dikenal dengan modifikasi Child Pugh. Kelima variabel masing-masing dibagi menjadi 3 kelompok yaitu A, B dan C, yang diberi skor 1, 2 dan 3 secara berturut-turut, sehingga berdasarkan nilai total dari kriteria ini dapat diklasifikasikan dalam 3 tingkatan yakni tingkat Child Pugh A dengan skor 5-6, tingkat Child Pugh B dengan skor 7-9 dan Child Pugh C dengan skor total 10-15 (tabel 2).

Tabel 2. Skor Child Pugh

Sampai saat ini kriteria yang dipakai sebagai parameter dalam upaya menentukan prognostik cirosis hepatis adalah skor modifikasi Child Pugh. Kriteria ini juga dapat dipakai untuk menilai keberhasilan terapi konservatif. Prognosis cirosis hepatis berdasarkan skor kriteria Child Pugh yang dihubungkan dengan angka mortalitas terhadap tindakan operasi adalah Child Pugh A 10-15%, Child Pugh B 30% dan Child Pugh C > 60%.1,2

2.2.1. Serum bilirubin Bilirubin adalah suatu pigmen kuning dengan struktur tetrapirol yang tidak larut dalam air, berasal dari destruksi sel darah merah (75%), katabolisma protein hem (22%) dan inaktivasi eritropoesis sum-sum tulang (3%). Bilirubin yang tidak terkonjugasi, di hepar akan mengalami konyugasi dengan enzim glukoronil transferase. Selanjutnya bilirubin terkonjugasi akan dikonversi menjadi urobilinogen di colon dan sebagian direabsorpsi dan diekskresikan ginjal dalam bentuk urobilinogen dan dikeluarkan bersama dengan feses sebagai sterkobilin. Pemeriksaan bilirubin ini dapat dengan menggunakan metode van den Bergh assay, dimana dapat ditentukan tingkat bilirubin total dalam serum dan jumlah bilirubin terkonjugasi ataupun tak terkonjugasi. Pada cirosis hepatis akan dijumpai peningkatan produksi bilirubin.

2.2.2. Serum albumin Albumin merupakan protein plasma terbanyak dalam tubuh manusia. Kadarnya berkisar antara 3,5-5,5 g/dL dan merupakan 60% dari seluruh protein plasma. Kadar albumin darah merupakan hasil kecepatan sintesis hepar dikurangi kecepatan degradasi dan distribusi albumin kedalam ruang intra dan ekstra vaskuler. Sintesa albumin terutama dihepar yaitu sebanyak 9-12 g/hari pada orang dewasa normal dan merupakan 25% dari total protein hepar setiap hari. Katabolisma albumin terjadi di sel hepar, dimana sebanyak 15% albumin yang sudah tua usianya akan diurai kembali menjadi berbagai komponen asam amino yang kemudian siap digunakan untuk berbagai sintesis protein yang dibutuhkan tubuh. Sisanya sebanyak 40-60% di sel otot dan kulit. Distribusi albumin terjadi di dalam pembuluh darah maupun di luar pembuluh darah (cairan intertitial). Pada cirosis hepatis akan dijumpai rendahnya produksi albumin.

2.2.3. Waktu protrombin Protrombin (faktor II), faktor VII, IX dan X merupakan faktor koagulasi yang dihasilkan oleh hepar dimana dalam pembentukannya memerlukan

vitamin K. Vitamin K ini pun dihasilkan di hepar. Adapun peranan vitamin K pada tahap karboksilasi gugus gamma glutamil. Waktu protrombin pertama kali diperkenalkan oleh Quick tahun 1935 dimana prinsip pemeriksaan ini, mengukur lamanya waktu yang dibutuhkan dalam detik untuk pembentukan fibrin dari plasma sitrat, setelah penambahan tromboplastin jaringan dan ion kalsium dalam jumlah optimal. Hasil pemeriksaan waktu protrombin tergantung dari beberapa hal seperti pengambilan bahan, penanganan bahan pemeriksaan, macam reagen yang dipakai dan teknik pemeriksaan. Waktu protrombin merupakan ukuran sintesis sel hepar dan pada cirosis hepatis akan dijumpai pemanjangan waktu protrombin.

MANIFESTASI KLINIS Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan hepar masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejalagejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis

dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. Akibat dari sirosis hepar, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu kegagalan fungsi hepar dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tandatanda klinis ini pada penderita sirosis hepar ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut. Gejala dan tanda dari kelainan fundamental ini dapat dilihat di tabel 2.

10

Tabel 2. Gejala Kegagalan Fungsi Hepar dan Hipertensi Portal

Kegagalan fungsi hepar akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada jaringan parenkim hepar menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hepar sehingga mengakibatkan nekrosis pada hepar. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos.

Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang

11

hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskular sistemik.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan dengan nyeri tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada kedua konjungtiva mata dan ikterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan rambut pada ketiak tidak terlalu signifikan. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam batas normal, tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal fremitus, perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua lapang paru. Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh regio abdomen dengan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness dan gelombang undulasi yang positif. Hepar, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi karena besarnya ascites dan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pada ekstremitas juga ditemukan adanya edema pada kedua tungkai bawah.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gammaglutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan mengalami

12

penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.

Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta.

Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.

13

DIAGNOSIS Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati. Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi

KOMPLIKASI Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya: 1. Ensepalopati Hepatikum Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar darah otak. Peningkatan permeabelitas sawar darah otak ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine, octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.

14

2. Varises Esophagus Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk setiap episodenya.

3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS) Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. PBS sering timbul pada pasien dengan cairan asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli, streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram negatif lainnya. Diagnosis SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites, dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur cairan asites yang positif.

4. Sindrom Hepatorenal Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites. Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnosis sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.5

15

5. Sindrom Hepatopulmonal Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal. Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena hormonhormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluhpembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis

16

Pengobatan sirosis hepatis pada prinsipnya berupa : 1. Simptomatis 2. Supportif, yaitu : a. Istirahat yang cukup b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin c. Pengobatan berdasarkan etiolog, misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan

perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan, pengobatan IFN seperti:

17

kombinasi IFN dengan ribavirin terapi induksi IFN terapi dosis IFN tiap hari 1. Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu. 2. Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB 3. Terapi dosis interferon setiap harii. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.

d. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti: 1. Astises. Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas : - Istirahat - Diet rendah garam. Untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat. - Diuretik. Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalem dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utamadiuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.

18

Terapi lain : Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Childs C protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam. 2. Spontaneous bacterial peritonitis. Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyaki timbul selama masa perawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus. Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporin generasi III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau quinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari)selama 2-3 minggu.

3. Hepatorenal syndrome Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic.Pilihan terbaik adalah

transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.

4. Ensefalophaty hepatic Penentuan diet pada penderita sirosis hati sering menimbulkan dilema. Di satu sisi, diet tinggi protein untuk memperbaiki status nutrisi akan

19

menyebabkan hiperamonia yang berakibat terjadinya ensefalopati. Sedangkan bila asupan protein rendah maka kadar albumin dalam darah akan menurun sehingga terjadi malnutrisi yang akan memperburuk keadaan hati. Untuk itu, diperlukan suatu solusi dengan nutrisi khusus hati, yaitu Aminoleban Oral. Aminoleban Oral mengandung AARC kadar tinggi serta diperkaya dengan asam amino penting lain seperti arginin, histidin, vitamin, dan mineral. Nutrisi khusus hati ini akan menjaga kecukupan kebutuhan protein dan mempertahankan kadar albumin darah tanpa meningkatkan risiko terjadinya hiperamonia. Pada penderita sirosis hati yang dirawat di rumah sakit, pemberian nutrisi khusus ini terbukti mempercepat masa perawatan dan mengurangi frekuensi perawatan. Dengan nutrisi khusus ini diharapkan status nutrisi penderita akan terjaga, mencegah memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga kualitas serta harapan hidup penderita juga akan membaik.

Manajemen Nutrisi - Diet Garam Rendah I (DGR I) Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar Natrium pada Diet garam rendah I ini adalah 200-400 mg Na.

- Diet Hati I (DH I) Diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral dengan asam amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan valin dapat digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum sempurna, pemberian cairan maksimal 1 L/hari. Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat

20

besi, dan tiamin; karena itu sebaiknya diberikan selama beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresis belum membaik, diberikan Diet Garam Rendah I. Untuk menambah kandungan energi, selain makanan per oral juga diberikan makanan parenteral berupa cairan glukosa.

- Diet Hati II (DH II) Diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II kepada pasien dengan nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak / biasa. Protein diberikan 1 g/Kg berat badan dan lemak sedang (20-25% dari kebutuhan energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup mengandung energi, zat besi, vitamin A & C, tetapi kurang kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila asites hebat dan diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet Rendah garam I.

- Diet Hati III (DH III) Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada pasien hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B) dan sirosis hati yang nafsu makannya telah baik, telah dapat menerima protein, lemak, mi9neral dan vitamin tapi tinggi karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati III Garam Rendah I

21

Anda mungkin juga menyukai

  • Daftar Isijhhi
    Daftar Isijhhi
    Dokumen4 halaman
    Daftar Isijhhi
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • CR - Bipolarkj
    CR - Bipolarkj
    Dokumen15 halaman
    CR - Bipolarkj
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Nellhaus Chart
    Nellhaus Chart
    Dokumen1 halaman
    Nellhaus Chart
    Zsa Zsa Maranani
    100% (2)
  • CR DBDJKL
    CR DBDJKL
    Dokumen15 halaman
    CR DBDJKL
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Food Safety
    Food Safety
    Dokumen5 halaman
    Food Safety
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Home Visit
    Home Visit
    Dokumen16 halaman
    Home Visit
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Status Mahasiswa
    Status Mahasiswa
    Dokumen4 halaman
    Status Mahasiswa
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Dih
    Dih
    Dokumen16 halaman
    Dih
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Dih
    Dih
    Dokumen16 halaman
    Dih
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • CIROSIS
    CIROSIS
    Dokumen10 halaman
    CIROSIS
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Status Mahasiswa
    Status Mahasiswa
    Dokumen4 halaman
    Status Mahasiswa
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Buku Gizi Buruk I 2011 - 2 PDF
    Buku Gizi Buruk I 2011 - 2 PDF
    Dokumen41 halaman
    Buku Gizi Buruk I 2011 - 2 PDF
    Nicko Erdy Kusuma
    100% (8)
  • (Pogi or Id) SPMPOGI
    (Pogi or Id) SPMPOGI
    Dokumen150 halaman
    (Pogi or Id) SPMPOGI
    M Fachreza Saputra
    50% (4)
  • Gizi Buruk II Hal 31 50 Ok1
    Gizi Buruk II Hal 31 50 Ok1
    Dokumen22 halaman
    Gizi Buruk II Hal 31 50 Ok1
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Gudang Soal UKDI
    Gudang Soal UKDI
    Dokumen85 halaman
    Gudang Soal UKDI
    Mohammad Izza Naufal Fikri
    Belum ada peringkat
  • Soal Kompetensi 2008 Unsri
    Soal Kompetensi 2008 Unsri
    Dokumen28 halaman
    Soal Kompetensi 2008 Unsri
    Zurezki Yuana Yafie
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Airway
    Manajemen Airway
    Dokumen2 halaman
    Manajemen Airway
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Dih
    Dih
    Dokumen16 halaman
    Dih
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Rumah Sehat
    Rumah Sehat
    Dokumen5 halaman
    Rumah Sehat
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Anestesiedi
    Anestesiedi
    Dokumen77 halaman
    Anestesiedi
    Muhammad Rifki El-Muammary
    Belum ada peringkat
  • Pneumonia DR - Nina
    Pneumonia DR - Nina
    Dokumen26 halaman
    Pneumonia DR - Nina
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Home Visit
    Home Visit
    Dokumen16 halaman
    Home Visit
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • (Pogi or Id) SPMPOGI
    (Pogi or Id) SPMPOGI
    Dokumen150 halaman
    (Pogi or Id) SPMPOGI
    M Fachreza Saputra
    50% (4)
  • lAPSEL GANTI
    lAPSEL GANTI
    Dokumen3 halaman
    lAPSEL GANTI
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Contoh Soal Ipd - Blok Tid
    Contoh Soal Ipd - Blok Tid
    Dokumen4 halaman
    Contoh Soal Ipd - Blok Tid
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Lapsel PPT Fix
    Lapsel PPT Fix
    Dokumen54 halaman
    Lapsel PPT Fix
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Urin
    Urin
    Dokumen2 halaman
    Urin
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat
  • Pola Demam
    Pola Demam
    Dokumen5 halaman
    Pola Demam
    Doni Virgus Sungkar
    Belum ada peringkat
  • Cruris 2
    Cruris 2
    Dokumen18 halaman
    Cruris 2
    Talitha Sayoeti
    Belum ada peringkat