Anda di halaman 1dari 26

PNEUMONIA

Disusun Oleh : Talitha Badzlina Sayoeti Intan Octaviani

Preceptor : dr. Nina Marlina, Sp.P

SMF PENYAKIT DALAM BAGIAN PULMONOLOGI RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG 2013

1.

Definisi Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli). Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculousis tidak termasuk. Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian bawah. Selain itu pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu pneumonia komunitas dan pneumonia nasokomial.

2.

Insidensi

PNEUMONIA

Disusun Oleh : Talitha Badzlina Sayoeti Intan Oktaviani

Preceptor : dr. Nina Marlina, Sp.P

Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Di AS pneumonia mencapai 13% dari semua penyakit infeksi pada anak dibawah 2 tahun. Berdasarkan hasil penelitian insiden pada pneumonia didapat 4 kasus dari 100 anak prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9 tahun,dan 1 kasus ditemukan dari 100 anak umur 9-15 tahun. UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena penyakit pneumonia setiap tahun. Meskipun penyakit ini lebih banyak ditemukan pada daerah berkembang akan tetapi di Negara majupun ditemukan kasus yang cukup signifikan. Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Pada berbagai usia penyebabnya cendrung berbeda-beda, dan dapat menjadi pedoman dalam memberikan terapi.

3.

Epidemiologi Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang

terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Di Inggris pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak dari pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab kematian urutan ke 15. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%. Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati
5

adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relative terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini. 4. Etiologi Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan pneumococcus.

5.

Patofisiologi
6

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 1. Inokulasi langsung 2. Penyebaran melalui pembuluh darah 3. Inhalasi bahan aerosol 4. Kolonisasi dipermukaan mukosa Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi.

Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia. Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas: 1. Stadium kongesti (4 12 jam pertama) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari selsel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya) Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)
8

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. 4. Stadium akhir (resolusi) Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal. 6. Klasifikasi A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi 1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) 2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) 3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host 4. Pneumonia aspirasi B. Berdasarkan lokasi infeksi 1. Pneumonia lobaris Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris/

2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis) Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. 3. Pneumonia interstisial Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.

10

Penilaian derajat keparahan/klasifikasi penyakit. Kriteria pneumonia berat aitu memenuhi salah satu atau lebih, kecuali pada anak (usia 5-18 tahun) merujuk pada pedoman yang sudah ada. Dewasa (18 tahun) 1. Kriteria minor Frekuensi napas > 30/menit Rasio PaCO2/FiO2 < 250 mmHg Foto thorax paru menunjukan kelainan bilateral Foto thorax paru infiltrat meliputi >2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg

2. Kriteria mayor Membutuhkan ventilasi mekanik Pada foto thorax ulang infiltrat bertambah > 50% Membutuhkan vasopresor > 4 jam Kreatinin serum 2mg/dl atau peningkatan 2mg/dl, pada pasien riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis 3. Kriteria rawat inap adalah jika ditemukan neumonia berat dan pneumonia pada pengguna NAPZA 4. Kriteria rawat intensif adalah jika pasien: Mempunyai minimal 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventilasi mekanik dan membutuhkan vasopresor > 4 jam/syok septik) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (rasio PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto thorax paru kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Mengalami respiratory distress/gawat napas Kegawatan napas ditandai dengan frekuensi napas > 30 kali/menit. Analisis gas darah menunjukan tanda-tanda gagal napas dan terdapat tanda-tanda ke arah ARDS
11

7.

Diagnosis Penegakan diagnosis pneumonia berdasarkan: minimal 2 atau lebih dari gambaran klinis, ditambah gambaran infiltrat baru atau infiltrat progresif pada foto thorax. a. Anamnesis b. c. Suhu subfebris atau riwayat suhu subfebris Batuk < 3 minggu Sesak napas Dahak purulen Suhu aksila 38 Takipnea (sesak napas) Dispnea, terutama pada fase inspirasi Napas cuping hidung, retrkasi Ronki basah halus Sianosis Darah tepi: leukositosis (> 10.000u/L) atau leukopeni (< 4.500u/L) Foto thorax: infiltrat luas

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang baku

d. Score Port, penilaian Derajat Keparahan Pneumonia Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan Patient Outcome Research Team (PORT). Penilaian skor PORT ini meliputi 1. Faktor demografi Usia Laki-laki, nilainya = umur (tahun) 10 Perempuan, nilainya = umur (tahun) Perawatan di rumah, nilainya 10 Adanya penyakit penyerta berupa:

12

Keganasan, nilainya 30 Penyakit hati, nilainya 20 Gagal jantung kongestif, nilainya 10 Penyakit CV, nilainya 10 Penyakit ginjal, nilainya 10 Pemeriksaan fisis

Perubahan status mental, nilainya 20 Pernapasan lebih dari atau sama dengan 30 kali per menit, nilainya 20

Tekanan darah sistolik kurang dari atau sama dengan 90 mmHg, nilainya 20

Suhu tubuh kurang dari 35C atau lebih dari atau sama dengan 40C, nilainya 15

Nadi lebih dari atau sama dengan 125 kali per menit, nilainya 10 Hasil laboratorium / radiologi Analisis gas darah arteri didapatkan pH sebesar 7,35, nilainya 30 BUN lebih dari 30 mg/dl, nilainya 20 Natrium kurang dari 130 mEq/liter, nilainya 20 Glukosa lebih dari 250 mg/dl, nilainya 10 Hematokrit kurang dari 30 %, nilainya 10 PO2 kurang dari atau sama dengan 60 mmHg, nilainya 10

Efusi pleura, nilainya 10


13

Indikasi rawat inap penderita pneumonia, antara lain: Skor PORT lebih dari 70 Bila skor PORT kurang dari 70, dengan kriteria seperti pada kriteria minor. Pneumonia pada pengguna NAPZA

8.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan pneumonia dibagi menjadi: a. Rawat jalan Pengobatan suportif/simptomatik Istirahat di tempat tidur Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi Kompres atau minum obat penurun panas, bila panas tinggi Mukolitik dan ekspektoran bila perlu Antibiotik (sesuai tabel 2) harus diberikan kurang dari 4 jam setelah diagnosis

b. Rawat inap di ruang rawat biasa Pengobatan suportif/simptomatik Pemberian terapi oksigen Pemasangan infus untuk rehidrasi koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat simptomatik, antipiretik atau mukolitik Antibiotik injeksi (sesuai tabel 2) harus diberikan kurang dari 4 jam setelah diagnosis c. Rawat inap di ruang rawat intensif Pengobatan suportif/simptomatik Pemberian terapi oksigen Pemasangan infus untuk rehidrasi koreksi kalori dan elektrolit
14

Pemberian obat simptomatik, antipiretik atau mukolitik Antibiotik injeksi (sesuai tabel 2) harus diberikan kurang dari 4 jam setelah diagnosis Monitor tanda vital Bila ada indikasi pasien dipasang ventilator mekanik

Tabel 2. Petunjuk terapi empiris Rawat jalan Golongan laktam + anti laktamase atau cephalosporin G2, G3 oral (cefiksim, cefuroksim) atau fluorokuinolon respirasi (ofloksasin, levofloksasin) Rawat inap Bila dicurigai pneumonia atipik: makrolid baru (klaritromisin, azitromisin) Golongan laktam + anti laktamase iv atau cephalosporin G2, G3 iv atau fluorokuinolon respirasi iv Ruang rawat intensif Bila curiga disertai pneumonia atipik ditambah makrolid baru Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas Cephalosporin G3 iv non pseudomonas ditambah makrolid baru atau florokuinolon resprasi iv Ada faktor resiko infeksi pseudomonas Cephalosporin anti pseudomonas iv atau karbapenem iv Bila ditambah curiga fluorokuinolon disertai anti pseudomonas bakteri atipik lagi (ciprofloksasin) iv atau aminoglikosida iv infeksi cephalosporin anti pseudomonas iv atau carbapenem iv ditambah aminoglikosida iv, ditambah makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi iv Terapi sulih (switch therapy) Masa perawatan dirumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik menjadi obat oral dilanjutkan dengan berobat jalan. Perubahan ini dapat diberikan secara:
15

1. sequential (obat sama, potensi sama) levofloksasin, moksifloksasin 2. switch over (obat berbeda, potensi lama) ceftazidim iv ke sefuroksim oral 3. step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah amoksisilin, sefuroksim, cefotaxim iv ke cefixim oral Obat suntik dapat diberika 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4 diganti dengan obat oral dan pasien dapat berobat jalan Kriteria untuk perubahan obat sunti ke obat orl pada pneumonia: 1. tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi 2. tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna 3. pasien sudah tidak panas 8 jam 4. gejala klinis membaik (misal: frekuensi pernapasan, batuk) 5. leukosit menuju normal

PNEUMONIA NOSOKOMIAL

16

Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah pneumonia yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika Serikat. Angka kematian pada pneumonia nosokomial 2050%.

DEFINISI Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit. Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal.

ETIOLOGI Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti. Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi.

17

PATOGENESIS Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan pneumonia komuniti. Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran napas bagian bawah. Ada empat rute masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu : 1. Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus neurologis dan usia lanjut 2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan pasien 3. Hematogenik 4. Penyebaran langsung

18

FAKTOR PREDISPOSISI ATAU FAKTOR RISIKO PNEUMONIA NOSOKOMIAL Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian: 1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme, azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis 2. Faktor eksogen adalah : a. Pembedahan : Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis pembedahan, yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan operasi abdomen bawah (5%). b. Penggunaan antibiotik : Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang aktif terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran pencernaan. Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan penisilin mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran pencernaan. Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora normal di orofaring melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri gram negatif di orofaring. c. Peralatan terapi pernapasan Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.
19

d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung karena asam lambung dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang tertelan. Pemberian antasid / penyekat H2 yang mempertahankan pH > 4 menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai pH netral 6,4 - 7,0. e. Lingkungan rumah sakit Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur, seperti alat bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter dll Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi

Faktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP (ATS/IDSA 2004) Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir Dirawat di rumah sakit 5 hari Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit tersebut Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi

20

DIAGNOSIS Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut : 1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit 2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar : Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif Ditambah 2 diantara kriteria berikut: - suhu tubuh > 38oC - sekret purulen - leukositosis

Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS 1. Dirawat di ruang rawat intensif 2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O 2 > 35 % untuk mempertahankan saturasi O2 > 90 % 3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat paru 4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi organ yaitu : Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg) Memerlukan vasopresor > 4 jam Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
21

Pemeriksaan yang diperlukan adalah : 1. Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau aspirasi sekret dari selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika fasiliti memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan biakan kuman secara semikuantitatif atau kuantitatif dan dianggap bermakna jika ditemukan 106 colony-forming units/ml dari sputum, 105 106 colony-forming units/ml dari aspirasi endotrracheal tube, 104 105 colony-forming units/ml dari bronchoalveolar lavage (BAL) , 103 colony-forming units/ml dari sikatan bronkus dan paling sedikit 102 colony-forming units/ml dari vena kateter sentral . Dua set kultur darah aerobik dan anaerobik dari tempat yang berbeda (lengan kiri dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur darah dapat mengisolasi bakteri patogen pada > 20% pasien. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada semua pasien pneumonia nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur darah. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang kecil (lpk) dan sel epitel < 10 / lpk. 2. Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit

3. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil melalui tindakan bronkoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL). Tindakan lain adalah aspirasi transtorakal.

22

23

TERAPI ANTIBIOTIK Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah : 1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat 2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik. 3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis. 4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR 5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk 6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.

Tabel 1. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP pada pasien tanpa faktor risiko patogen MDR, onset dini dan semua derajat penyakit (mengacu Antibiotik ATS / IDSA 2004) Patogen direkomendasikan potensial yang

24

Betalaktam + antibetalaktamase Streptocoocus pneumoniae Haemophilus influenzae Metisilin-sensitif Staphylocoocus aureus Antibiotik sensitif basil Gram negatif enterik - Escherichia coli - Klebsiella pneumoniae - Enterobacter spp - Proteus spp - Serratia marcescens (Amoksisilin klavulanat) atau Sefalosporin G3 nonpseudomonal (Seftriakson, sefotaksim) atau Kuinolon respirasi (Levofloksasin, Moksifloksasin)

25

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.2003 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.2003 Bernstein J M. Treatment of Community-Acquired Pneumonia-IDSA guideline. Chest 1999;115: 9s-13s. Shah P B, Giudice J C. The Newer Guidelines for Management of Community-Aquired Pneumonia. JAOA 2004; 104: 521-26. Ausjesky D, Fine M.J. Does Guideline Adherence for Empeiric antibiotic therapy Reduce Mortality in Community-Acquired Pneumonia ? Editorials. Am J respire Crit Care Med 2005; 172: 655-59. Guideline for The Diagnosis and Management of Community Acquired Pneumonia : Adult. . By the Alberta Medical Association 2006 Update.

6.

26

Anda mungkin juga menyukai