Anda di halaman 1dari 5

Selesai.. Dari ust.dzulqarnain Dari dzulqarnain.

net Agus Hendra (abu zaidan fawwaazz): UMUR, ANUGRAH YANG BANYAK DIABAIKAN Ada sebagian kaum muslimin yang masih berprinsip, baru akan memperbanyak ibadah atau mendekatkan diri kepada Allah setelah senja, setelah pensiun atau purna tugas. Padahal pada usia berapa kita mati, kita tak pernah mengetahuinya. 1. Perjalanan yang jauh membutuhkan bekal dan persiapan. Orang yang akan melakukan perjalanan jauh pasti akan menyiapkan perbekalan yang cukup. Lihatlah misalnya orang yang hendak menunaikan ibadah haji. Terkadang ia mengumpulkan harta dan perbekalan sekian tahun lamanya, padahal itu berlangsung sebentar, hanya beberapa hari saja. Maka mengapa untuk suatu perjalanan yang tidak pernah ada akhirnya yakni perjalanan akhirat kita tidak berbekal diri dengan ketaatan?! Padahal kita yakin bahwa kehidupan dunia hanyalah bagaikan tempat penyeberangan untuk sampai kepada kehidupan yang kekal nan abadi yaitu kehidupan akhirat, di mana manusia terbagi menjadi: ashhabul jannah (penghuni surga) dan ashhabul jahim (penghuni neraka). Itulah hakikat perjalanan manusia di dunia ini. Maka sudah semestinya kita mengisi waktu dan sisa umur yang ada dengan berbekal amal kebaikan untuk menghadapi kehidupan yang panjang. Allah l berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Hasyr: 18) Ibnu Katsir berkata: Hisablah diri kalian sebelum dihisab, perhatikanlah apa yang sudah kalian simpan dari amal shalih untuk hari kebangkitan serta (yang akan) dipaparkan kepada Rabb kalian. (Taisir Al-Aliyil Qadir, 4/339). Astagfirulloh wa atuubu ilaihi. Bersambung... Agus Hendra (abu zaidan fawwaazz): Semoga hapuslah dosa2 kita hari ini aamiin.. Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu. (HR. Muslim no. 1162) Mengenai pengampunan dosa dari puasa Arafah, para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dosa kecil. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, Jika bukan dosa kecil yang diampuni, moga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, moga ditinggikan derajat. (Syarh Shahih Muslim, 8: 51)

Sedangkan jika melihat dari penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah, bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni karena hadits di atas sifatnya umum. (Lihat Majmu Al Fatawa, 7: 498-500). Agus Hendra (abu zaidan fawwaazz): Jangan Menunda-nunda Beramal Mungkin kita sering mendengar orang mengatakan: Mumpung masih muda kita puas-puaskan berbuat maksiat, gampang kalau sudah tua kita sadar. Sungguh betapa kejinya ucapan ini. Apakah dia tahu kalau umurnya akan panjang? Kalau seandainya dia ditakdirkan panjang, apa ada jaminan dia akan sadar? Atau justru akan bertambah kesesatannya?! Allah berfirman: Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Luqman: 34) Ibnul Qayyim berkata: Sesung-guhnya angan-angan adalah modal utama orang-orang yang bangkrut. (Maalim Fi Thariqi Thalabil Ilmi hal. 32). Abdullah bin Umar berkata: Apabila engkau berada di waktu sore janganlah menunggu (menunda beramal) di waktu pagi. Dan jika berada di waktu pagi, janganlah menunda (beramal) di waktu sore. Gunakanlah masa sehatmu untuk masa sakitmu dan kesempatan hidupmu untuk saat kematianmu. (HR. Al-Bukhari no. 6416). Selagi kesempatan masih diberikan, jangan menunda-nunda lagi. Akankah seseorang menunda hingga apabila ajal menjemput, betis bertaut dengan betis, sementara lisanpun telah kaku dan tubuh tidak bisa lagi digerakkan? Dan ia pun menyesali umur yang telah dilalui tanpa bekal untuk suatu kehidupan yang panjang?! Allah l berfirman menjelaskan penyesalan orang-orang kafir ketika datang kematian: (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata: Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap apa yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. (Al-Mu`minun: 99-100) Walloohu a'lam Agus Hendra (abu zaidan fawwaazz): JANGAN TERLENA Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallaahu a'laihi wasallam mengatakan kepada seseorang dengan menasihatinya: : Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara: masa hidupmu sebelum matimu, masa sehatmu sebelum sakitmu, masa senggangmu sebelum masa sibukmu, masa mudamu sebelum tuamu, dan masa kaya/kecukupanmu sebelum fakirmu. (HR. Al-Hakim dan selainnya. Dishahihkan oleh AsySyaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami no. 1077). Al-Munawi rahimahullah berkata: Lakukanlah lima perkara sebelum mendapatkan lima perkara. Hidupmu sebelum matimu yakni pergunakan (hidupmu pada) apa yang akan memberi manfaat setelah matimu, karena orang yang mati telah terputus amalannya, pupus harapannya, datang penyesalannya serta beruntun kesedihannya. Maka gadaikanlah dirimu untuk kebaikanmu. Dan masa sehatmu sebelum sakitmu yakni gunakan masa sehat untuk beramal, karena terkadang datang penghalang seperti sakit sehingga kamu mendatangi akhirat tanpa bekal. Dan masa senggangmu

sebelum masa sibukmu yakni manfaatkan (kesempatan) senggangmu di dunia ini sebelum tersibukkan dengan kedahsyatan hari kiamat yang awal persinggahannya adalah kubur. Manfaatkanlah kesempatan yang diberikan, semoga kamu selamat dari adzab dan kehinaan. Dan masa mudamu sebelum tuamu, yakni lakukan ketaatan di saat kamu mampu sebelum kelemahan usia lanjut menghinggapimu, sehingga kamu akan menyesali apa yang telah kamu sia-siakan dari kewajiban terhadap Allah subhaanahu wa ta'ala Dan masa kayamu sebelum fakirmu yakni manfaatkan untuk bersedekah dengan kelebihan hartamu sebelum dipaparkan kepada musibah yang menjadikanmu fakir, (jika demikian) kamu akan fakir di dunia dan akhirat. Kelima hal ini tidak diketahui kadar besarnya kecuali setelah tidak ada. (Faidhul Qadir, 2/21) Walloohu a'lam.. Agus Hendra (abu zaidan fawwaazz): Bukankah Telah Datang Peringatan? Terkadang telah datang kepada seseorang peringatan dari tubuhnya sendiri. Suatu hal yang menjadi cambuk supaya menyadari akan keadaannya. Sungguh uban yang meliputi kepala, kulit yang mulai keriput dan kekuatan yang mulai melemah merupakan peringatan bahwa ajal telah dekat. Allah berfirman: Dan apakah kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? (Fathir: 37). Sebagian ahli tafsir menafsirkan firman Allah di atas: Dan telah datang kepada kamu peringatan yakni: uban. Demikian pula jika Allah telah memberi umur kepada seseorang hingga 60 tahun, berarti Allah tidak meninggalkan lagi sebab untuk seorang memiliki alasan. Kesempatan telah Allah berikan dan umur telah dipanjangkan. Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: Allah telah menyampaikan puncak dalam pemberian udzur/alasan kepada seorang yang diakhirkan ajalnya hingga mencapai umur 60 tahun. (HR. Al-Bukhari no. 6419). Maksud dari hadits ini adalah bahwa tidak lagi tersisa alasan baginya, seperti dengan mengatakan: Kalau dipanjangkan ajalku, niscaya aku akan melakukan apa yang aku diperintah dengannya. Dijadikannya umur 60 tahun sebagai batas udzur seseorang, karena itu adalah umur yang mendekati ajal dan umur (yang seharusnya) seorang itu kembali kepada Allah subhaanahu wa ta'ala , khusyu dan mewaspadai datangnya kematian. Seorang yang berumur lebih dari 60 tahun hendaklah menekuni amalan-amalan akhirat secara total, karena sudah tidak mungkin lagi akan kembali kepada keadaannya yang pertama ketika masih kuat dan semangat. (Lihat Fathul Bari, 11/240). Walloohu a'lam Agus Hendra (abu zaidan fawwaazz): . Umur Umat Ini Allah telah menakdirkan bahwa umur umat ini tidak sepanjang umur umat terdahulu. Yang demikian mengandung hikmah yang terkadang tidak diketahui oleh hamba. Nabi bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah : Umur-umur umatku antara 60 hingga 70, dan sedikit dari mereka yang melebihi itu. (Dihasankan sanadnya oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 11/240) Maksud dari hadits ini adalah bahwa keumuman ajal umat ini antara umur 60 hingga 70 tahun, dengan bukti keadaan yang bisa disaksikan. Di mana di antara umat ini ada yang (mati) sebelum mencapai

umur 60 tahun. Ini termasuk dari rahmat Allah l dan kasih sayang-Nya supaya umat ini tidak terlibat dengan kehidupan dunia kecuali sebentar. Karena umur, badan dan rizki umat-umat terdahulu lebih besar sekian kali lipat dibandingkan umat ini. Dahulu ada yang diberi umur hingga seribu tahun, panjang tubuhnya mencapai lebih dari 80 hasta atau kurang. Satu biji gandum besarnya seperti pinggang sapi. Satu delima diangkat oleh sepuluh orang. Mereka mengambil dari kehidupan dunia sesuai dengan jasad dan umur mereka, sehingga mereka sombong dan berpaling dari Allah. Dan manusia pun terus mengalami penurunan bentuk fisik, rizki, dan ajal. Sehingga menjadilah umat ini sebagai yang terakhir, yang mengambil rizki sedikit, dengan badan yang lemah dan pada masa yang pendek, supaya mereka tidak menyombongkan diri. Ini termasuk dari kasih sayang Allah terhadap mereka. Demikian makna ucapan Al-Imam Ath-Thibi seperti dalam Faidhul Qadir Syarh Al-Jami Ash-Shaghir (2/15). Agus Hendra (abu zaidan fawwaazz): Orang yang Paling Baik. Manusia terbaik adalah yang mengisi waktu-waktunya dengan amalan yang mengantarkan kepada kebaikan dunia dan akhiratnya. Nabi n bersabda: Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalannya. Dan sejelek-jelek manusia adalah orang yang panjang umurnya dan jelek amalannya. (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Bakrah z, lihat Shahih Al-Jami no. 3297) Orang yang banyak kebaikannya, setiap kali dipanjangkan umurnya maka akan banyak pahalanya dan dilipatgandakan derajatnya. Maka bertambahnya umur akan bertambah pula pahala dan amalannya. Dahulu ada dua orang datang kepada Nabi dan sama-sama masuk Islam. Salah satunya lebih semangat beramal dibandingkan temannya. Orang yang lebih semangat itu ikut dalam pertempuran dan terbunuh. Temannya yang satu masih hidup setahun setelahnya, lalu meninggal di atas ranjangnya. Maka ada seorang sahabat bernama Thalhah bin Ubaidillah z bermimpi tentang dua orang tersebut. Dalam mimpinya, keduanya ada di pintu surga. Lalu orang yang matinya di atas ranjangnya dipersilakan untuk masuk surga terlebih dahulu. Setelah itu temannya yang terbunuh dipersilakan masuk. Paginya, Thalhah bercerita kepada orang-orang dan mereka takjub (heran) dengannya. Berita mimpi Thalhah dan takjubnya manusia pun sampai kepada Nabi n. Maka Nabi n mengatakan: Bukankah (orang yang mati di ranjangnya) ia masih hidup setahun setelah (kematian temannya yang terbunuh di jalan Allah) itu? Sahabat menjawab: Benar. Rasulullah n bertanya lagi: Dan ia mendapati bulan Ramadhan lalu ia puasa dan shalat sekian dan sekian dalam setahun? Sahabat menjawab: Benar. Rasulullah n bersabda: Jarak (derajat) antara keduanya lebih jauh daripada jarak antara langit dan bumi. (Lihat Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3185) Agus Hendra (abu zaidan fawwaazz): Mahalnya UMUR Karena mahalnya umur seorang mukmin, maka dahulu ada seorang salaf mengatakan: Sungguh, satu jam kamu hidup padanya yang kamu beristighfar kepada Allah lebih baik daripada kamu mati selama setahun. Dan dahulu ada seorang salaf yang sudah tua ditanya: Apakah kamu ingin mati? Jawabnya: Tidak. Karena masa muda dan kejahatannya telah berlalu, dan kini datang masa tua bersama kebaikannya. Jika aku berdiri aku mengucapkan bismillah, jika aku duduk aku mengucapkan alhamdulillah. Aku ingin untuk terus dalam keadaan seperti ini.

Dan ada (pula) seorang salaf lain yang sudah tua ditanya: Apa yang masih tersisa dari keinginanmu dalam kehidupan ini? Ia menjawab: Menangisi dosa-dosa yang telah aku lakukan. Oleh karena itu, banyak dari salaf kita yang menangis ketika mau meninggal. Bukan karena berpisah dengan kenikmatan dunia, namun karena terputus dari amalan-amalan yang biasa dia lakukan berupa shalat malam, puasa, tilawatul Qur`an dan lainnya. Hal ini seperti yang dialami oleh Yazid bin Aban Ar-Raqqasyi . (Lihat syarah hadits Allahumma biilmika al-ghaib karya Ibnu Rajab t hal. 25-26) Mari pergunakan umur kita sebaik2nya..

Anda mungkin juga menyukai