Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk Allah yang paling mulia dibanding makhluk yang lain, manusia adalah pemimpin atau yang mengatur alam ini, manusia adalah makhluk yang mempunyai kepribadian yang berbeda-beda dan lain sebagainya. Para pemikir, baik Islam ataupun barat mempunyai banyak ragam dalam mengartikan dan memahami manusia itu sendiri. Murtadla Muthahari misalnya, memahami manusia tidak semata-mata digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku pipih, berjalan dengan dua kaki, dan pandai berbicara. Lebih dari itu, manusia lebih luhur dan lebih gaib dari apa yang dapat didefinisikan oleh kata-kata tersebut. Ia membagi sifat manusia dalam dua segi. Pertama segi positif dan kedua segi negatif. Segi positif adalah : a) Manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi b) Manusia mempunyai kapasitas intelegensi yang lebih tinggi dibanding makhluk lainnya. c) Manusia mempunyai kecenderungan untuk dekat dengan Allah. Artinya, ia sadar akan kehadiran Tuhan jauh di dasar sanubari mereka. d) Manusia, dalam fitrahnya, mempunyai sekumpulan unsur surgawi yang luhur yang berbeda dengan unsur badani yang ada pada binatang, tumbuhan, dan benda tak bernyawa. e) Penciptaan manusia telah diperhitungkan dengan benar-benar secara teliti, bukan suatu kebetulan f) Manusia bersifat bebas dan merdeka g) Manusia dikaruniai pembawaan yang mulia dan mempunyai martabat.

h) Manusia memiliki kesadaran moral i) Jiwa manusia tidak akan damai kecuali dengan mengingat Allah j) Segala bentuk karunia duniawi diciptakan untuk kepentingan manusia. Manusia diciptakan untuk menyembah Tuhan dan tunduk patuh merupakan tanggung jawab utama mereka. Sedangkan segi negatifnya, menurut Murtadha Muthahari, manusia memiliki sikap keji dan bodoh yang luar biasa. Dalam konsep teologi yang menjadi sentral pembahasan mengenai manusia adalah kekuatan, kelemahan, kebebasan dan tanggungjawab manusia. Perbuatan manusia adalah ciptaan mereka sendiri. Dengan demikian, manusia bebas menentukan perbuatannya dan bertanggungjawab penuh atas perbuatan tersebut. Manusia menurut kajian ilmu, terdiri dari sel-sel, daging, tulang, syaraf, darah dan lain-lain (materi) yang membentuk jasad renik. Pertemuan zat ayah dan ibu membentuk janin (embrio) dalam rahim ibu, yang tumbuh secara evolusi. Proses Kejadian manusia sebagai individu di uraikan oleh Al-Quran dan hadis. Q.S. Al-Muminun : 12-14 Dan sesungguhnya Kami menciptakan manusia dari sari tanah. Kemudian Kami jadikan sari tanah- itu air mani, (terletak) dalam tempat simpanan yang teguh. Kemudian dari air mani itu Kami ciptakan segumpal darah. Lalu dari segumpal darah itu Kami ciptakan segumpal daging, dan dari segumpal daging itu Kami ciptakan tulang belulang. Kemudian tulang-tulang itu Kami tutup dengan daging. Sesudah itu Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain...... Tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini oleh Allah SWT terdapat pada beberapa kutipan ayat-ayat Al-Quran sebagai berikut : 1. Q.S. Adz Zariyat : 56

Aku ciptakan jin dan manusia supaya mereka memperhamba d iri kepada Ku. Penjelasan QS. Adz Dzariyat ayat 56, manusia diciptakan oleh Allah SWT agar menyembah kepadanya. Kata menyembah sebagai terjemahan dari lafal abida-yabudu-ibadatun (taat, tunduk, patuh). Beribadah berarti menyadari dan mengaku bahwa manusia merupakan hamba Allah yang harus tunduk mengikuti kehendaknya, baik secara sukarela maupun terpaksa. -Ibadah muhdah (murni), yaitu ibadah yang telah ditentukan waktunya, tata caranya, dan syarat-syarat pelaksanaannya oleh nas, baik Al Quran maupun hadits yang tidak boleh diubah, ditambah atau dikurangi. Misalnya shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. -Ibadah ammah (umum), yaitu pengabdian yang dilakuakn oleh manusia yang diwujudkan dalam bentuk aktivitas dan kegiatan hidup yang dilaksanakan dalam konteks mencari keridhaan Allah SWT. 2. Q.S Al-Baqarah : 30-31 30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. 31. Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! 3. Q.S. Al Anaam 165 165. Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain)

beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang Islam adalah Agama yang mengimani satu tuhan, Islam secara bahasa (secara lafaz) memiliki beberapa makna. Islam terdiri dari huruf dasar (dalam bahasa Arab): "Sin", "Lam", dan "Mim". Beberapa kata dalam bahasa Arab yang memiliki huruf dasar yang sama dengan "Islam", memiliki kaitan makna dengan Islam. Islam secara bahasa adalah : Islamul wajh (menundukkan wajah), Al istislam (berserah diri), As salamah (suci bersih), As Salam (selamat dan sejahtera), As Silmu (perdamaian), dan Sullam (tangga, bertahap, atau taddaruj). Secara istilah, Islam berarti wahyu Allah, diin para nabi dan rasul, pedoman hidup manusia, hukum-hukum Allah yang ada di dalam Al Qur'an dan As Sunnah, dan dia merupakan jalan yang lurus, untuk keselamatan dunia dan akhirat. 1.2 Rumusan masalah 1. Bagaimana penyebutan manusia dalam agama? 2. Apa tujuan hidup manusia? 3. Apa kelebihan manusia dari makhluk lain? 4. Bagaiman hubungan manusia dengan agama? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui penyebutan manusia dalam agama. 2. Mengetahui tujuan hidup manusia. 3. Mengetahui kelebihan manusia dari makhluk lain. 4. Mengetahui hubungan manusia dengan agama.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Penyebutan Manusia dalam Agama Tidak diragukan lagi bahwa manusia dijadikan khalifah di atas bumi. Khalifah di sini maksudnya menjadi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan segala isinya. Sebagai pedoman hidup manusia dalam mengelola dan melaksanakan tugas itu, Allah menurunkan agamaNya. Dengan petunjuk agama manusia dapat menjalankan tugasnya sebab agama menjelaskan dua jalan yang akan membahayakannya. Jalan yang pertama disuruh melakukannya, sedang jalan yang kedua disuruh menyingkirkannya. Mengenai manusia dijadikan khalifah di atas bumi dinyatakan dalam alQuran, surat Al Baqarah:30 Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Kemudian ditegaskannya pula, dengan firmanNya dalam surat AlAnam:165

Artinya: dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya

Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalam al-Qur'an, ada tiga kata yang digunakan untuk menunjukkan arti manusia, yaitu kata insan, kata basyar dan kata Bani Adam. Kata insan dalam al-Qur'an dipakai untuk manusia yang tunggal, sama seperti ins. Sedangkan untuk jamaaknya dipakai kata an-nas, unasi, insiya, anasi. Adapun kata basyar dipakai untuk tunggal dan jamak. Kata insan yang berasal dari kata al-uns, anisa, nasiya dan anasa, maka dapatlah dikatakan bahwa kata insan menunjuk suatu pengertian adanya kaitan dengan sikap, yang lahir dari adanya kesadaran penalaran [Musa Asy'arie, 1992 : 22]. Kata insan digunakan al-Qur'an untuk menunjukkan kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain adalah akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan [M.Quraish Shihab, 1996 : 280]. Kata insan jika dilihat dari asalnya nasiya yang artinya lupa, menunjuk adanya kaitan dengan kesadaran diri. Untuk itu, apabila manusia lupa terhadap seseuatu hal, disebabkan karena kehilangan kesadaran terhadap hal tersebut. Maka dalam kehidupan agama, jika seseorang lupa sesuatu kewajiban yang seharusnya dilakukannya, maka ia tidak berdosa, karena ia kehilangan kesadaran terhadap kewajiban itu. Tetapi hal ini berbeda dengan seseorang yang sengaja lupa terhadap sesuatu kewajiban. Sedangkan kata insan untuk penyebutan manusia yang terambil dari akar kata al-uns atau anisa yang berarti jinak dan harmonis, (Musa Asy'arie, 1996 : 20) karena manusia pada dasarnya dapat menyesuaikan dengan realitas hidup dan lingkungannya. Manusia mempunyai kemampuan adaptasi yang cukup tinggi, untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan sosial maupun alamiah. Manusia menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan sebagai makhluk yang berbudaya, ia tidak liar baik secara sosial maupun alamiah.

Kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk baik laki-laki ataupun perempuan, baik satu ataupun banyak. Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah yang berarti kulit. "Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain". AlQur'an menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna [dual] untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyampaikan bahwa "Aku adalah basyar (manusia) seperti kamu yang diberi wahyu [QS. al-Kahf (18): 110]. Di sisi lain diamati bahwa banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui tahapan-tahapan sehingga mencapai tahapan kedewasaan. Firman allah QS.al-Rum (3) : 20 "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya [Allah] menciptakan kamu dari tanah, ketika kamu menjadi basyar kamu bertebaran". Penggunaan kata basyar di sini dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang menjadikannya mampu memikul tanggungjawab. Dan karena itupula, tugas kekhalifahan dibebankan kepada basyar, QS. alBaqarah (2) : 30

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Musa Asy'arie [1996 : 21], mengatakan bahwa manusia dalam pengertian basyar tergantung sepenuhnya pada alam, pertumbuhan dan

perkembangan fisiknya tergantung pada apa yang dimakan. Sedangkan manusia dalam pengertian insan mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang sepenuhnya tergantung pada kebudayaan, pendidikan, penalaran, kesadaran, dan sikap hidupnya. Untuk itu, pemakaian kedua kata insan dan basyar untuk menyebut manusia mempunyai pengertian yang berbeda. Insan dipakai untuk menunjuk pada kualitas pemikiran dan kesadaran, sedangkan basyar dipakai untuk menunjukkan pada dimensi alamiahnya, yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya, makan, minum dan mati. Dari pengertian insan dan basyar, manusia merupakan makhluk yang dibekali Allah dengan potensi fisik maupun psihis yang memiliki potensi untuk berkembang. Al-Qur'an berulangkali mengangkat derajat manusia dan berulangkali pula merendahkan derajat manusia. Manusia dinobatkan jauh mengungguli alam surga, bumi dan bahkan para malaikat. Allah juga menetapkan bahwa manusia dijadikan-Nya sebagai makhluk yang paling sempurna keadaannya dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain [Q.S.95 :4]. Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya . Abdurrahman An-Nahlawi [1995], mengatakan manusia menurut pandangan Islam meliputi : 1. Manusia sebagai makhluk yang dimuliakan, artinya Islam tidak memposisikan manusia dalam kehinaan, kerendahan atau tidak berharga seperti binatang, benda mati atau makhluk lainnya [QS..al-Isro: 7].

Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.Al-Hajj:65

Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. dan dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izinNya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.

2. Manusia sebagai makhluk istimewa dan terpili. Salah satu anugrah Allah yang diberikan kepada manusia adalah menjadikan manusia mampu membedakan kebaikan dan kejahatan atau kedurhakaan dari ketakwaan. Ke dalam naluri manusia, Allah menanamkan kesiapan dan kehendak untuk melakukan kebaikan atau keburukan sehingga manusia mampu memilih jalan yang menjerumuskannya pada kebinasaan. Dengan jelas Allah menyebutkan bahwa dalam hidupnya, manusia harus berupaya menyucikan, mengembangkan dan meninggalkan diri agar manusia terangkat dalam keutamaan [Q.S.as-Syam: 7-10]. 7. Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), 8.Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. 9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, 10. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

3. Manusia sebagai makhluk yang dapat dididik. Allah telah melengkapi manusia dengan kemampuan untuk belajar, dalam surat al-Alaq : 3 dan 5, Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Allah telah menganugrahi manusia sarana untuk belajar, seperti penglihatan, pendengaran dan hati. Dengan kelengkapan sarana belajar tersebut, Allah selalu bertanya kepada manusia dalan firman-Nya "afala ta'kilun", afala tata fakkarun", dan lain-lain pertanyaan Allah kepada manusia yang menunjukkan manusia mempunyai potensi untuk belajar. Al-Qur'an menggambarkan manusia sebagai makhluk pilihan Tuhan, sebagai khalifah-Nya di muka bumi, serta sebagai makhluk semi-samawi dan semi duniawi, yang di dalam dirinya ditanamkan sifat-sifat : mengakui Tuhan, bebas, terpercaya, rasa tanggungjawab terhadap dirinya maupun alam semesta; serta karunia keunggulan atas alam semesta, lagit dan bumi. Manusia dipusakai dengan kecenderungan jiwa ke arah kebaikan maupun kejahatan. Selain itu, al-Qur'an juga menyebutkan sifat-sifat kelemahan dari manusia. Qur'an mencela manusia disebabkan kelalaian manusia akan kemanusiaannya, kesalahan manusia dalam mempersepsi dirinya, dan kebodohan manusia dalam memanfaatkan potensi fitrahnya sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Manusia dicela karena kebanyakan dari mereka tidak mau melihat kebelakang (al'aqiba), tidak mau memahami atau tidak mencoba untuk memahami tujuan hidup jangka panjang sebagai makhluk yang diberi dan bersedia menerima amanah. Manusia tidak mampu memikul amanah yang diberikan Allah kepadanya, maka manusia bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan setan dan binatang buas sekalipun - derajat manusia direndahkan - Firman Allah QS. al-Ahzab : 72 "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatirkan menghianatinya, dan dipukullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh". Selanjutnya dalam firman Allah : QS. at-Tiin (95) : 5-6 : "Kemudian Kami [Allah] kembalikan dia [manusia] ke kondisi paling rendah, kecuali mereka yang beriman kepada Allah dan beramal saleh".

Selain itu al-Qur'an juga mengingat manusia yang tidak menggunakan potensi hati, potensi mata, potensi telinga, untuk melihat dan mengamati tanda-tanda kekuasaan Allah. Pernyataan ini ditegaskan dalam firman Allah QS. al-A'raf : 179 sebagai berikut : "Sesungguhnya Kami Jadikan untuk [isi neraka Jahanam] kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami [ayat-ayat Allah] dan mereka mempunyai mata [tetapi] tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga [tetapi] tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai". 2.2 Tujuan Hidup Manusia Makna tentang tujuan hidup sampai kapan pun masih tetap penting untuk direnungkan. Bagaimanapun seorang Muslim mesti sadar bahwa hidup di dunia ini bersifat sementara tidak kekal bahkan terlalu amat singkat. Rumusan tujuan hidup yang didasari pada nilai ajaran agama menempati posisi sentral, yakni orang yang hormat dan tunduk kepada nilainilai agama yang diyakininya, melalui pemahaman yang benar dan matang terhadap ajaran agama. Menurut ajaran Islam, tujuan hidup manusia ialah untuk menggapai ridha Allah. Allah berfirman Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya (Al Baqarah [2]: ayat 207) Ridha artinya senang. Jadi segala pertimbangan tentang tujuan hidup seorang Muslim, berujung kepada apakah yang kita lakukan dan apa yang kita gapai itu sesuatu yang disukai atau diridhai Allah SWT atau

tidak. Jika kita berusaha memperoleh ridha-Nya, maka apapun yang diberikan Allah kepada kita, kita akan menerimanya dengan ridha (senang) pula. Kita bisa mengetahui sesuatu itu diridhai atau tidak oleh Allah. Tolok ukur pertama adalah syariat atau aturan yang ditetapkan dalam agama kita, sesuatu yang diharamkan atau dilarang oleh Allah pasti tidak diridhai dan bila kita melakukannya atau melanggarnya kita akan mendapat dosa; dan sesuatu yang halal atau diperintahkan agama pasti diridhai yang apabila kita mengerjakannya kita akan mendapat pahala. Selanjutnya nilai-nilai akhlak akan menjadi tolok ukur tentang kesempurnaan, misalnya memberi kepada orang yang meminta-minta dijalanan karena kebutuhan adalah sesuatu yang diridhai-Nya; tidak memberi tidak berdosa tetapi kurang disukai oleh Allah SWT. Nabi bersabda, Bahwa ridha Allah ada bersama ridha kedua orang tua, dan murka Allah ada bersama murka kedua orang tua. Semangat untuk mencari ridha Allah sudah barang tentu hanya dimiliki orang-orang yang beriman, sedangkan bagi mereka yang tidak mengenal Tuhan, tidak mengenal agama, maka boleh jadi pandangan hidupnya dan prilakunya sesat, tetapi mungkin juga pandangan hidupnya mendekati pandangan hidup orang yang beragam, karena setiap manusia memiliki akal yang bisa berfikir logis dan hati yang di dalamnya ada nilai kebaikan. Sebaik apapun manusia, selama dia kafir maka amalan-amalan mereka tidak diterima dan tidak dinilai oleh Allah, sia-sia belaka akibat kekafiran mereka, bagai debu yang berterbangan. Allah berfirman,

Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya (An-Nur[24]: ayat 39) Metode untuk mengetahui ridla Allah SWT juga diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan cara bertanya kepada hati sendiri. Orang bisa berdusta, berbohong dan mengelabui orang lain, tetapi ia tidak dapat melakukannya kepada hati sendiri. Hanya saja hati orang berbedabeda. Hati yang gelap, hati yang kosong, dan hati yang mati, sulit dan bahkan tidak bisa ditanya. Hati juga kadang-kadang tidak konsisten. Nurani berasal arti kata nur, cahaya. Orang yang nuraninya hidup maka ia selalu sambung dengan ridha Tuhan. Problem hati nurani adalah cahaya nurani sering tertutup oleh keserakahan, egoisme, dan kemaksiatan. Menurut ajaran Islam, tugas pokok hidup manusia, sepanjang hidupnya hanya satu tugas, yaitu beribadah kepada Allah, Sang Pencipta. Allah berfirman dalam kitab suci al Quran yang berbunyi (Al_Dzariat [51]: ayat 56) Tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku. Menjalankan ibadah bukanlah tujuan hidup, tetapi merupakan tugas yang harus dikerjakan oleh mahluk Allah sepanjang hidupnya. Ibadah mengandung arti untuk menyadari dirinya kecil tak berarti, meyakini kekuasaan Allah Yang Maha Besar, Sang Pencipta, dan disiplin dalam kepatuhan kepada-Nya. Oleh karena itu orang yang menjalankan ibadah mestilah bersikap rendah hati, tidak sombong, menghilangkan egoisme dan Istiqamah untuk terus berupaya agar selalu dalam ridla dan bimbingan-Nya.

Itulah etos ibadah. Ibadah ada yang bersifat murni, yakni ibadah yang hanya memiliki satu dimensi, yaitu dimensi vertikal, patuh tunduk kepada Allah Yang Maha Kuasa, seperti shalat dan puasa. Ibadah juga terbagi menjadi dua klasifikasi; ibadah wajib dan ibadah sunnah. Ibadah wajib adalah yang bersifat baku yang ketentuannya langsung dari wahyu atau dari Nabi Muhammad SAW ,yaitu perintah shalat 5 waktu, puasa, zakat (zakat fitrah, zakat mal) bagi yang telah memenuhi syaratnya, dan ibadah haji bagi yang mampu. Manusia memiliki dua peran utama di dunia ini: Pertama sebagai hamba Allah, dan peran kedua sebagai khalifah (Wakil) Allah di muka bumi. Sebagai hamba Allah manusia adalah kecil dan tidak memiliki kekuasaan, oleh karena itu tugasnya hanya menyembah kepadaNya dan berpasrah diri kepada-Nya. Kedua, sebagai khalifah di Bumi, manusia diberi fungsi, peran yang sangat besar, karena Allah Yang Maha Besar maka manusia sebagai wakil Allah di muka bumi memiliki tanggungjawab dan otoritas yang sangat besar. Sebagai khalifah manusia diberi tugas untuk mengelola alam semesta ini untuk kesejahteraan manusia Oleh karenanya manusia dituntut beramal shalih, menghindari dosa, menyuruh berbuat baik, melarang berbuat mungkar, jujur dan menghiasi diri dengan sikap yang dianjurkan oleh agama Islam. Didalam Islam sudah jelas digambarkan bahwa kehidupan ini tidak hanya di dunia ini saja, tapi ada kehidupan yang jauh lebih penting yaitu kehidupan akhirat yang amat panjang tanpa batas, kehidupan yang hakiki, yang abadi, selamanya. Agar hidup kita penuh makna dan bermanfaat bagi orang banyak, maka kita harus punya mimpi yang kuat agar tercapai apa yang kita inginkan dan kita cita-citakan tersebut, yaitu bahagia di dunia dan di akhirat, seperti doa yang sering kita panjatkan kehadirat Allah SWT:

Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka (Al-Baqarah [2]: ayat 201) Dalam scope terkecil dalam keluarga yang Islami, kita juga harus punya cita-cita / keinginan yang kuat agar kita dan keluarga kita bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Inilah yang benar-benar kita inginkan, kita rindukan, kita impikan dengan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meraihnya. Allah berfirman, Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim [66]: ayat 6)

2.3 Kelebihan Manusia dari Makhluk Lain Manusia pada hakekatnya sama saja dengan mahluk hidup lainnya, yaitu memiliki hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan didukung oleh pengetahuan dan kesadaran. Perbedaan diantara keduanya terletak pada dimensi pengetahuan, kesadaran dan keunggulan yang dimiliki manusia dibanding dengan mahluk lain. Manusia sebagai salah satu mahluk yang hidup di muka bumi merupakan mahluk yang memiliki karakter paling unik. Manusia secara fisik tidak begitu berbeda dengan binatang, sehingga para pemikir menyamakan dengan binatang. Letak perbedaan yang paling utama antara manusia dengan makhluk lainnya adalah dalam kemampuannya melahirkan kebudayaan.

Dibanding

dengan

makhluk

lainnya,

manusia

mempunyai

kelebihan.kelebihan itu membedakan manusiadengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik di darat, di laut, maupun di udara. Sedangkan binatang hanya mampu bergerak di ruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak di darat dan di laut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa meampaui manusia. Diantara karakteristik manusia adalah : 1. Aspek Kreasi 2. Aspek Ilmu 3. Aspek Kehendak 4. Pengarahan Akhlak Manusia adalah makhluk Allah yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk lain, bahkan malaikat sekalipun. Sedangkan Iblis adalah makhluk Allah yang paling hina, karena oriantasi hidupnya terfokus pada kerusakan dan penyesatan manusia dari jalan yang lurus. Kemuliaan malaikat adalah karena tidak putus-putusnya bertasbih dan memuji kebesaran Tuhan Pencipta. Bahkan setiap saat siap menjalankan perintah dan aturan-Nya. Lain lagi dengan hewan. Hewan adalah makhluk yang tidak punya akal dan perasaan seperti manusia. Desain dan struktur tubuhnya sangat jauh berbeda dibandingkan dengan tubuh manusia. Akan tetapi memiliki nafsu atau syahwat makan dan biologis seperti manusia. Karena syahwat hewaninya yang mendominasi dan menggerakkan kehidupan, maka setiap saat hidup hewan hanya untuk memenuhi syahwat makan dan syahwat biologis. Sebab itu, hewan tidak Allah pilih menjadi Khalifah-Nya di atas bumi. Adapun kemuliaan manusia bermula ketika Allah berkehendak menjadikan Adam sebagai Khalifah-Nya di atas muka bumi dengan misi ibadah kepada-Nya. Kehendak Allah menjadikan manusia sebagai Khalifah-

Nya di bumi itu berdasarkan ilmu dan perencanaan yang sangat matang. Sebab itu, ketika para malaikat mempertanyakan rencana Allah tersebut, Allah menjawabnya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(Q.S. Al-Baqarah (2) : 30)

Kemuliaan tersebut bukan karena subyektivitas Tuhan Pencipta yang Maha Kuasa atas segala makhluk-Nya. Melainkan berdasarkan standar ilmiah terkait dengan rancangan penciptaan yang sangat sempurna baik fisik maupun yang non fisik seperti akal dan qalb (hati), tanpa kenghilangan syahwat dan nafsu hewaninya. Dengan demikian, manusia dianugerahkan berbagai kelebihan. Kelebihan-kelebihan tersebut tidak diberikan Allah kepada makhluk lain selain manusia dan telah pula menyebabkan mereka memperoleh kemualiaan-Nya. Allah menjelaskannya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S. Al-Isra (17):70) Pada prinsipnya, malaikat adalah makhluk yang mulia. Namun jika manusia beriman dan taat kepada Allah SWt ia bisa melebihi kemuliaan para malaikat. Ada beberapa alasan yang mendukung pernyataan tsb. Pertama, Allah SWT memerintahkan kepada malaikat untuk bersyujud (hormat) kepada Adam as. Allah berfirman saat awal penciptaan manusia ;

Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada Malaikat, sujudlah kamu kepada adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabur dan ia adalah termasuk golongan kafir. ( QS. Al Baqarah 34). Kedua, malaikat tidak bisa menjawab pertanyaan Allah tentang al asma (nama-nama ilmu pengetahuan) sedangkan Adam mampu karena memang diberi ilmu oleh Allah SWT. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman, Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang golongan yang benar. Mereka menjawab, Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami katahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman, Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini. Maka setelah diberitahukannya namanama benda itu, Allah berfirman, Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan. ( QS. Al Baqarah 33) Ketiga, kepatuhan malaikat kepada Allah SWT karena sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak memiliki hawa nafsu, sedngkan kepatuhan manusia pada Allah SWT melalui perjuangan yang berat melawan hawa nafsu dan godaan setan. Keempat,manusia diberi tugas oleh Allah menjadi khalifah dimuka bumi. : Ingatlah ketika Tuhan mu berfirman kepada para malaikat, : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi(QS.Al Baqarah 30) Manusia adalah makhluk Allah yang paling mulia selama mereka memanfaatkan secara optimal tiga keistimewaan / kelebihan yang mereka miliki yakni, Spiritual, Emotional dan Intellectual dalam diri mereka sesuai misi dan visi penciptaan mereka. Namun, apabila terjadi penyimpangan misi dan visi hidup, mereka akan menjadi makhluk yang paling hina, bahkan lebih

hina dari binatang dan Iblis bilamana mereka kehilangan kontrol atas ketiga keistimewaan yang mereka miliki.

2.4 Hubungan Manusia dengan Agama Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan tuhan yang lainnya. Manusia merupakan makhluk Tuhan yang memiliki tuntutan untuk menyembah dan bersyukur atas segala sesuatu yang telah diciptakan sehingga manusia dapat bertahan hidup dan melestarikan populasinya. Manusia memiliki kepercayaan yang berbeda-beda. Walaupun kepercayaan manusia banyak yang berbeda tetapi dari seluruh kepercayaan, kepercayaan tersebut memiliki satu tujuan yang jelas. Kepercayaan dan agama memberikan segala sesuatu penjelasan bahwa manusia adalah makhluk yang harus bersyukur kepada Dia dan memiliki potensi utnuk besikap baik atau bersikap buruk, bersikap jujur atau dusta dan dalam diri manusia selalu terdapat aspek hawa nafsu, seks dan rasa ingin berkuasa. Semua sikap yang telah disebutkan dapat dikendalikan oleh manusia tersebut apabila manusia tersebut mempelajari agama sejak usia dini. Sangat bagus apabila sejak dunia dini manusia telah diperkenalkan agama dalam kehidupan mereka karena pada masa kecil lah otak manusia sangat mudah menyerap ilmu pengetahuan dan mempelajari kehidupan sehingga pengetahuan masa kecil lah yang akan mempengaruhi kehidupan mereka kedepan. Apabila nilai-nilai agama yang sudah diperkenalkan sejak usia dini dan diterapkan dalam kehidupan manusia saat manusia beranjak dewasa maka manusia tersebut akan menjadi manusia yang lebih berkualitas, berakhlak dan memiliki mampu mengendalikan diri dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Manusia berlomba-lomba melakukan kebaikan sehingga hidup bermasyarakat menjadi lebih damai dan tenteram. Bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, saling tolong menolong antarumat manusia, saling menghargai, saling menghormati, itu semua merupakan tindakan kebaikan. Semua ini dapat terjadi dikarenakan masyarakat diajarkan peran agama dalam kehidupan bermasyarakat. Para manusia percaya kepada Tuhan sebagai sumber dari segala hukum dan nilai-nilai hidp, manusia percaya adanya adanya hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia percaya wahyu Tuhan yang diberikan kepada Rasul yang bertujuan agar manusia hidup saling berdampingan tak ada peperangan dan melakukan perbuatan yang diperintahkan oleh Tuhan dan tidak melakukan tindakan yang dilarang oleh Tuhan, manusia percaya adanya kehidupan setelah kematian dan kehidupan setelah kematian ditentukan dari perbuatan manusia ketika mereka masih hidup. Jadi pendidikan agama sangat penting karena menyangkut sikap manusia dalam bermasyarakat sehari-hari. Masa depan Negara tergantung dari manusia atau masyarakat yang tinggal di Negara dan bangsa tersebut, maju mundur suatu bangsa dan Negara tergantung dari sikap tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya kerja sama seluruh masyarakat dalam menumbuhkan dan mengembangkan pendidikan agama dalam kehidupn bermasyarakat. Sekurang-kurangnya ada empat alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap Agama. Keempat alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Latar Belakang Fitrah Manusia Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut buat pertama kali ditergaskan dalam ajaran Islam. Yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia sebelumnya. Manusia belum mengenal kenyataaan

ini. Baru masa ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya dalam keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangnya perlunya manusia pada agama.oleh karenanya ketika datang wahyu tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang pukulan dengan fitrahnya itu, dalam konteks ini minsalnya membacakan yang berbunyi. Artinya : Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sesuai dngan fitrah itu. (QS.Al-Rum : 30). Adanya potensi fitarah agama yang terdapat pada manusia tersebut dafat pua dianalisis melalui istilah Ihsan yang digunakan Al-Quran untuk menunjukan manusia. Mengacu kepada informasi yang diberikan Al-Quran, Musa Asyari sampai pada suatu kesimpulan, bahwa manusia Ihsan adalah manusia yang menerima pelajaran dari tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya. Melalui uraian tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi beragama ini memerlukan pembinaan, kepadanya. 2. Kelemahan Dan Kekurangan Manusia. Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagi kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain digunakan oleh kata Al-Nafs menurut Quraish Shihab. Bahwa dalam pandangan Al-Quran Nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi pengarahan, dan seterusnya dengan mengenal agama

dalam manusia inilah yang oleh Al-Quran dianjurkan untuk diberi perhatia lebih besar. Kita minsalnya membacakan ayat yang berbunyi. Artinya : Demi nafs serta demi penyempurna ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya kefasikan dan ketaqwaan.(QS.Al-Syams : 7-8) Dalam literatur teologi Islam kita jumpai pandangan kaum mutazilah yang rasionalis, karena banyak mendahulukan pendapat akal dalam memperkuat argumensinya dari pada pendapat wahyu, namun demikian, mereka sepakat manusia dengan akalnya memiliki kelemahan. Akal memang dapat mengetahui yang baik dan yang buruk. Tetapi tidak semua yang baik dan yang buruk dapat diketahui akal. Dalam hubungan inilah, kaum Mutazilah mewajibkan pada tuhan agar menurunkan wahyu dengan tujuan kekurangan yang dimiliki akal dapat dilengkapi dengan informasi yang datang dari wahyu (agama). Dengan demikian, Mutazilah secara tidak langsung memandang bahwa manusia memerlukan Wahyu. 3. Tentang Manusia Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari luar maupun yang datng dari dalam. Tantangan dari dalam berufa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sedangkan yang datang dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan mnausia dari tuhan. Mereka dengan rela mengeluarka biaya, tenaga, dan fikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari tuhan. Allah berfirman dalam Al-Qran Surat Al-Anfal : 36 sesungguhya orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah.(QS.Al-Anfal:36)

BAB III PENUTUP Dari uraian pada bab sebelumnya, bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Manusia dijadikan khalifah di atas bumi. Khalifah di sini maksudnya menjadi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan segala isinya.

Dalam al-Qur'an, ada tiga kata yang digunakan untuk menunjukkan arti manusia, yaitu kata insan, kata basyar dan kata Bani Adam. 2. Menurut ajaran Islam, tujuan hidup manusia ialah untuk menggapai ridha Allah. Jadi, tugas pokok hidup manusia, sepanjang hidupnya hanya satu tugas, yaitu beribadah kepada Allah, Sang Pencipta. Allah berfirman dalam kitab suci al Quran yang berbunyi (Al_Dzariat [51]: ayat 56) Tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku. 3. Manusia adalah makhluk Allah yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk lain, bahkan malaikat sekalipun. Manusia adalah makhluk Allah yang paling mulia selama mereka memanfaatkan secara optimal keistimewaan / kelebihan yang mereka miliki. 4. Agama dibutuhkan dalam kehidupan manusia karena dalam hidup manusia cenderung mencari kebenaran, selain itu manusia beragama percaya adanya kehidupan gaib selain di dunia, sehingga agama adalah sebagai pedoman untuk mencari kebenaran dan kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.

DAFTAR PUSTAKA Agus, Bustannudin. 2006. Agama Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta. Rajagrafindo Persada Azra, Azyumardi dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Depag RI Darajat, Zakiah dkk.1986.Dasar Dasar Agama Islam. Jakarta Gazalba, Sidi. 1978. Ilmu, Filsafat dan Islam Tentang Manusia dan Agama. Jakarta. Bulan Bintang Keene, Michael. 2006. Agama Agama Dunia. Yogyakarta. Kanisius

Sanaky, Hujair AH. Konsep Manusia Berkualitas Menurut Al-Qur'an Dan Upaya Pendidikan.pdf
Sudrajat, Ajat. Pendidikan Moral Dalam Perspektif Islam.pdf

http://www.w3.org/1999/xhtml http://www.membuatblog.web.id/2010/02/pengertian-hakikatmanusia.html http://wartawarga.gunadarma.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai