Anda di halaman 1dari 24

Clinical Science Session GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Preseptor: dr. H. Tatang Muchtar S., SpKJ(K)

Disusun oleh :

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG 2006

Pendahuluan Secara tradisonal, gangguan otak organik telah didefinisikan sebagai gangguan yang terdapat suatu patologi yang dapat diidentifikasi (contahnya tumor otak, penyakit serebrovaskula, intoksikasi obat). Untuk gangguan otak yang tidak ada dasar organik yang dapat diterima secara umum (contohnya skizofrenia, depresi) disebut sebagai gangguan fungsional. Suatu bagian yang disebut gangguan mental organik dalam DSM IV yaitu delirium, demensia, gangguan amnestik gangguan kognitif lain, dan gangguan mental karena suatu kondisi medis umum. Gangguan Mental Organik Berdasarkan GSM IV A. Delirium delirium karena kondisi medis umum Delirium akibat zat Delirium yang tidak ditentukan (YTT) demensia tipe alzheimer Demensia vaskular Demensia karena kondisi medis umum: . Demensia karena penyakit HIV . Demensia karena trauma kepala . Demensia karena penyakit Parkinson . Demensia karena penyakit Hutington . Demensia karena penyakit Pick . Demensia karena penyakit Creutzfeldt-Jakob Demensia menetap akibat zat Demensia karena penyakit multipel Demensia yang tidak ditentukan (YTT)

B. Demensia

C. Gangguan amnestik Gangguan amnestik karena kondisi medis umum Gangguan amnestik menetap akibat zat Gangguan amnestik yang tidak ditentukan (YTT)

D. Gangguan mental yang tidak ditentukan

Delirium Definisi Delirium adalah suatu gangguan yang ditandai dengan adanya gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi, dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum. Sedangkan tremor, asteriksis, nistagmus, inkordinasi, dan inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya, delirium mempunyai awitan yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium adalah suatu sindrom, bukan suatu penyakit, dan memiliki banyak penyebab. Kebanyakan penyebab dari delirium ini berasal dari luar sistem saraf pusat, contohnya kebanyakan pada gangguan hepar dan ginjal. Seringkali delirium tidak terdiagnosa karena dianggap sebagai bagian dari suatu penyakit lain seperti ensefalopati metabolik, gagal otak akut, dan lain-lain. Dokter harus segera mengenali adanya delirium untuk mengidentifikasi penyakit penyerta dan mencegah komplikasi. Komplikasi delirium antara lain kecelakaan yang tidak sengaja akibat penurunan kesadaran dan kordinasi yang terganggu. Epidemiologi Delirium adalah penyakit yang sering terjadi, sekitar 10-15% pasien yang ada di bangsal bedah dan 15-20% di bangsal ilmu penyakit dalam mengalami delirium selama dirawat. Penyebab delirium pasca operasi termasuk stress

pembedahan, nyeri pasca operasi, gangguan keseimbangan elektrolit, infeksi, deman, dan kehilangan darah. Insidensi delirium meningkat seiring dengan bertambahnya usia pasien. Faktor-faktor predisposisi delirium antara lain usia (usia muda dan usia lanjut lebih dari 65 tahun), kerusakan otak yang mendahului (penyakit serebrovaskuler, tumor), riwayat delirium sebelumnya, kecanduan alkohol, diabetes, kanker, kerusakan sensorik (seperti kebutaan), dan malnutrisi. Etiologi Penyebab-penyebab utama delirium adalah gangguan pada sistem saraf (seperti epilepsi), penyakit sistemik (seperti gagal jantung), intoksikasi obat atau kecanduan zat-zat farmakologi. Ketika mengevaluasi pasien delirium, seorang dokter harus mengetahui apakah pasien sedang dalam terapi obat dengan efek samping delirium. Salah satu penyebab utama delirium adalah toksisitas obat yang memiliki aktifitas antikolinergik yang sering digunakan pada pasien psikiatrik antara lain amitriptilin, doxepin, nortriptilin, imipramine, tioridazin, dan chlorpromazine. Diagnosis Kriteria diagnosis delirium berdasarkan DSM IV dibedakan berdasarkan etiologinya. Tabel 1. Kriteria diagnostik untuk delirium akibat kondisi medis tertentu A. Gangguan kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk memfokuskan diri B. Perubahan fungsi kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan bahasa) C. Awitan yang tiba-tiba (beberapa jam atau hari), singkat dan fluktuatif D. Bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik atau laboratorium yang menunjukan gangguan fisiologis yang berkonsekuensi pada terjadinya delirium Tabel 2. Kriteria diagnostik untuk delirium akibat intoksikasi zat tertentu

A. Gangguan kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk memfokuskan diri B. Perubahan fungsi kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan bahasa) C. Awitan yang tiba-tiba (beberapa jam atau hari), singkat dan fluktuatif D. Bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik atau laboratorium yang menunjukan: (1) Gejala kriteria A dan B terjadi selama intoksikasi zat tertentu, (2) Penggunaan obat sebagai etiologi dari delirium Tabel 3. Kriteria diagnostik untuk delirium akibat withdrawal A. Gangguan kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk memfokuskan diri B. Perubahan fungsi kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan bahasa) C. Awitan yang tiba-tiba (beberapa jam atau hari), singkat dan fluktuatif D. Bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik atau laboratorium yang menunjukan bahwa kriteria A dan B terjadi selama atau seketika setelah obat dihentikan (withdrawal sindrom) Tabel 4. Kriteria diagnostik untuk delirium akibat etiologi multipel A. Gangguan kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk memfokuskan diri B. Perubahan fungsi kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan bahasa) C. Awitan yang tiba-tiba (beberapa jam atau hari), singkat dan fluktuatif D. Bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik atau laboratorium yang menunjukan bahwa delirium memiliki lebih dari 1 etiologi Tabel 5. Kriteria diagnostik untuk delirium yang tidak spesifik Kategori ini digunakan apabila tidak tergolongkan pada kriteria-kriteria delirium spesifik. 1. Delirium yang diperkirakan akibat kondisi medis tertentu, atau intoksikasi namun bukti-bukti yang didapatkan tidak cukup

2. Delirium yang disebabkan oleh suatu penyebab yang tidak tercantum (seperti kekurangan stimulus sensorik) Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium Delirium umumnya didiagnosis pada saat pemeriksaan status mental seperti Mini Mental State Examination (MMSE) dapat digunakan untuk mendokumentasi gangguan kognitif. Pemeriksaan fisik sering mengungkapkan petunjuk pada penyebab delirium. Adanya penyakit fisik yang diketahui atau riwayat trauma kepala atau ketergantungan alkohol atau zat lain meningkatkan kemungkinan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan terdiri dari pemeriksaanpemeriksaan standar sesuai dengan indikasi tergantung situasi. Pada delirium didapatka gambaran elektroencephalogram (EEG) yang menunjukan perlambatan aktivitas dan sangat berguna untuk membedakan antara delirium, depresi, atau psikosis. EEG dari pasien delirium menunjukan adanya area fokus yang mengalami hiperaktivitas. Gambaran Klinis Kunci utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, yang dalam DSM IV digambarkan sebagai penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian. Keadaan delirium mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk, insomnia, halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari dan kegelisahan. Tampaknya gejala tersebut pada seorang pasien yang berada dalam resiko delirium harus mengarahkan dokter untuk mengikuti pasien secara cermat. A. Kesadaran Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium. Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesiagaan. Pasien delirium yang berhubungan dengan putus zat seringkali mempunyai delirium

hiperaktif yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan kulit, pucat, berkeringat, takikardia, pupil dilatasi, mual, muntah, dan hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai sedang depresi, katatonik, atau mengalami demensia. B. Orientasi Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus delirium yang ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain (sebagai contohnya dokter, anggota keluarga) mungkin juga terganggu pada kasus yang berat. Pasien delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri. C. Bahasa dan kognisi Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa seperti melantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan kemampuan untuk mengerti pembicaraan. Tetapi DSM IV tidak lagi memerlukan adanya kelainan bahasa untuk diagnosis, karena kelainan tersebut tidak mungkin untuk mendiagnosis pasien yang bisu. Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun, mempertahankan, dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Pasien delirium juga mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang-kadang paranoid. D. Persepsi Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka. Dengan demikian, pasien seringkali tertarik oleh stimuli yang tidak relevan atau menjadi teragitasi jika dihadapkan oleh informasi baru. Halusinasi juga relatif sering pada pasien delirium. Halusinasi paling sering adalah visual atau auditoris, walaupun halusinasi juga dapat taktil atau olfaktoris. Ilusi visual dan auditoris adalah sering pada delirium

. E. Mood Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan mood. Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan mood lain yang sering ditemukan pada pasien delirium adalah apati, depresi, dan euforia. Beberapa pasien dengan cepat berpindah-pindah di antara emosi tersebut dalam perjalanan sehari. F. Gejala Penyerta Gangguan tidur bangun. Tidur pada pasien delirium secara karakteristik terganggu. Pasien seringkali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tidur sekejap di tempat tidunya atau di ruang keluarga. Tetapi tidur pada pasien delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Seringkali keseluruhan siklus tidur bangun pasien dengan delirium semata-mata terbalik. Pasien seringkali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelu tidur, situasi klinis yang dikenal luas sebagai sundowning. Kadang-kadang mimpi menakutkan di malam hari dan mimpi yang mengganggu pada pasien delirium terus berlangsung ke keadaan terjaga sebagai pengalaman halusinasi. G. Gejala Neurologis Pasien dengan delirium seringkali mempunyai gejala neurologis yang menyertai, termasuk disfasia, tremor, asteriksis, inkordinasi dan inkontinesia urin. Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien dengan delirium. Diagnosa Banding Delirium lawan Demensia Adalah penting untuk membedakan delirium dari demensia dan sejumlah gambaran klinis membantu membedakannya. Gambaran Gangguan daya ingat Gangguan berpikir Delirium +++ +++ Demensia +++ +++

Gangguan pertimbangan Pengaburan kesadaran Defisit perhatian mayor Fluktuasi Disorientasi Gangguan persepsi yang jelas Bicara inkoheren Gangguan siklus tidur bangun Eksaserbasi nokturnal Insight of illness Awitan akut atau sub akut Delirium lawan Psikosis atau Depresi

+++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ ++ ++

+++ + + ++ + + + + + -

Delirium juga harus dibedakan dari skizofrenia dan gangguan depresi. Pasien dengan gangguan buatan mungkin berusaha untuk mensimulasi gejala dari delirium terapi mereka biasanya mengunkapkan sifat berpura-pura dari gejalanya dengan inkonsistensi pada pemeriksaan status mentalnya, dan EEG dapat secara mudah memisahkan kedua diagnosis. Beberapa pasien dengan gangguan psikotik, biasanya skizofrenia atau episode manik mungkin mempunyai episode perilaku yang sangat terdisorganisasi yang mungkin sulit dibedakan dari delirium. Tetapi pada umumnya halusinasi dan waham pada pasien skizofrenik adalah lebih konstan dan terorganisasi lebih baik dari pasien delirium. Pasien skizofrenik juga biasanya tidak mengalami perubahan dalam tingkat kesadaran atau orientasinya. Pasien dengan gejala hipoaktif dari delirium mungkin tampak lebih mirip dengan pasien dengan depresi berat tetapi dapat dibedakan dengan EEG. Diagnostik psikiatrik lain yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding delirium adalah gangguan psikotik singkat, gangguan skizofrenik form dan gangguan disosiatif. Perjalanan Penyakit dan Prognosis Walaupun awitan delirium biasanya mendadak, gejala prodormal ( contohnya kegelisahan dan ketakutan) dapat terjadi pada hari sebelum awitan

yang jelas gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor penyebab yang relevan ditemukan, walaupun delirium biasanya berlangsung selama satu minggu. Setelah identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, gejala delirium biasanya menghilang dalam periode 3 sampai 7 hari, walaupun beberapa gejala mungkin memerlukan waktu sampai 2 minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang diperlukan bagi delirium menghilang. Ingatan tentang apa yang dialami selama delirium, jika delirium telah berlalu, biasanya hilang timbul, dan pasien mungkin mengganggapnya sebagai mimpi buruk atau pengalaman buruk yang diingat secara samar-samar. Apakah delirium berkambang menjadi demensia belum ditunjukan dalam penelitian terkontrol dan cermat, walaupun banyak dokter percaya bahwa mereka telah melihat perkembang tersebut. Delirium dapat diikuti dengan depresi atau gangguan stress pasca trauma. Terapi Tujuan utama terapi adalah mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Jika penyebabnya adalah toksisitas aktif kolinergik maka digunakan physostigmine salicylate (antilirium) 1-2 mg iv atau im dengan dosis ulang dalam 15-30 menit. Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan fisik, sensorik dan lingkungan. Bantuan fisik diperlukan sehingga pasien delirium tidak masuk dalam situasi yang menyebabkan mereka mungkin mengalami kecelakaan. Pasien dengan delirium sebaiknya tidak diberi ransangan sensorik yang berlebihan ataupun tanpa ransangan sensorik. Sebaiknya pasien delirium ditemani oleh teman atau sanak keluarga di dalam ruangan atau adanya penunggu yang teratur. Terdapat juga jam atau kalender sehingga timbul orientasi ruang, tempat, waktu dan orang. Delirium kadang-kadang dapat terjadi pada pasien lanjut usia yang menggunakan penutup mata pasca operasi katarak (black patch delirium) sebaiknya pasien seperti ini dipasang pin hole pada penutup matanya untuk memberikan stimulus. Farmakoterapi:

10

2 gejala utama dari delirum yang membutuhkan terapi farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat pilihan untuk psikosis adalah haloperidol, suatu obat anti psikotik golongan butyrophenone. Tergantung pada usia, berat badan, kondisi fisik pasien, dosis awal 2-10mg im, diulang dalam 1 jam jika pasien tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau berupa tablet dapat dimulai. 2 dosis oral harian harus mencukupi, dengan 2/3 dosis diberikan sebelum tidur untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dosis pareteral. Dosis harian total haloperidol 5-50mg untuk sebagian besar pasien delirium. Droperidol (inapsine) adalah suatu butirophenon yang tersedia sebagai suatu formula intravena alternatif, walaupun monitoring EKG adalah penting pada pengobatan ini. Golongan phenotiazine harus dihindari karena disertai aktivitas kolinergik yang bermakna. Insomnia paling baik diobati dengan golongan obat benzodiazepin dengan paruh waktu pendek atau dengan hydroksizine (vistaril) 25-100 mg.

Demensia Definisi Demensia meruakan suatu sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah intelegensia umum, belajar dan ingatan, berbahasa, memecahkan masalah, daya orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, pertimbangan, dan kemampuan sosial. Kepribadian pasien juga dapat dipengaruhi. Jika pasien mempunyai suatu gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan memenuhi kriteria diagnostik untuk delirium. Di samping itu, suatu diagnosis demensia menurut DSM IV mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berat dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya. Butir klinis penting dari demensia adalah identifikasi sindroma dan pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau statis,

11

permanen atau reversibel. Kemungkinan pemulihan (reversibilitas) demensia adalah berhubungan dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif. Epidemiologi Demensia sebenarnya penyakit penuaan. Di antara orang Amerika yang berusia 60 tahun, kira-kira 5% mengalami demensia berat dan 15% mengalami demensia ringan. Pada usia >80 tahun sekitar 20% mengalami demensia berat. 5060% pasien demensia mengalami demensia tipe Alzheimer yang merupakan demensia tipe tersering. Lebih dari 2 juta orang dengan demensia dirwat di rumah. Faktor resiko terjadinya demensia tipe Alzheimer meliputi wanita, memiliki first degree relative dengan penyakit tersebut, dan memiliki riwayat trauma kepala. Sindrom Down juga berhubungan dengan terjadinya demensia tipe Alzheimer. Demensia tersering kedua adalah demensia vaskular yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular. Hipertensi merupakan faktor predisposisi pada penyakit ini. Demensia vaskular terjadi 15-30% pada semua kasus demensia. Demensia vaskular paling banyak terjadi pada orang-orang berusia 60-70 tahun dan lebih sering pada pria. 10-15% pasien mengalami demensia vaskular dan demensia Alzheimer. Sekatar 1-5% dari kasus demensia memiliki penyebab lainnya antara lain trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, penyakit Huntington, penyakit Parkinson, dan lain-lain. Etiologi Demensia memiliki banyak penyebab namun demensia tipe Alzheimer dan vaskular mencakup 75% kasus. Demensia Alzheimer Diagnosis pasti demensia Alzheimer ini diperoleh dengan pemeriksaan neuropatologi, namun umumnya didiagnosis setelah penyebab-penyebab demensia lain yang tersingkirkan dengan pemeriksaan klinis. Faktor genetik. Penyebab pasti demensia masih belum diketahui berdasarkan penelitian molekular didapatka adanya deposit amiloid pada jaringan

12

otak. 40% penderita Alzheimer didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit yang sama, bahkan pada beberapa kasus transmisi genetik ini bersifat autosomal dominan. Neuropatologi. Pada pemeriksaan otak penderita Alzheimer didapatkan atrofi yang bersifat difus dengan sulkus korteks yang mendatar dan ventrikel otak yang membesar. Pada gambaran mikroskopisnya didapatkan plak senilis, kekusutan serat-serat neuron, hilangnya sel-sel neuron, hilangnya sinaps, dan adanya degenerasi neurovaskular. Neurotransmitter. Neurotransmiter yang berperan dalam patofisiologi Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin, yang didapatkan kurangnya aktivitas kolinergik dan norepinefrin. Beberapa penelitian menunjukan hasil yang mendukung hipotesa adanya degenerasi neuron kolinergik. Selain itu didapatkan juga konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase yang menurun. Kolin asetiltransferase adalah enzim penting untuk sintesis asetilkolin. Hipotesis adanya defisit neurologis ini juga didukung oleh suatu penelitian observasional yaitu penggunaan antagonis kolinergik (seperti skopolamin dan atropin) yang mengganggu fungsi kognitif, dan penggunaan agonis kolinergik (seperti physostigmine dan arecoline) yang meningkatkan kemampuan kognitif. Terdapat 2 neurotransmiter lain yang diduga berperan juga pada patofisiologi penyakit Alzheimer yaitu somatostatin dan kortikotropin. Penyebab lainnya. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan penyakit Alzheimer adalah metabolisme fosfolipid membran saraf yang terganggu dan toksisitas alumunium. Demensia Vaskular Demensia vaskular diduga akibat penyakit vaskular serebral yang bersifat multipel. Demensia vaskular umumnya terjadi pada pria, khususnya mereka yang memiliki hipertensi atau faktor resiko penyakit kardiovaskular. Demensia vaskular merupakan akibat dari adanya oklusi pembuluh darah otak yang kemudian menyebabkan infark dan membentuk lesi parenkim yang bersifat

13

multipel. Oklusi ini dapat berasal dari plak arteriosklerosis atau trombo emboli (misalnya berasal dari katup jantung). Binswangers disease. Disebut juga ensefalopati arteriosklerotik subkortikal, merupakan bagian dari demensia vaskular, yang didapatkan infarkinfark kecil yang bersifat multipel pada substansi alba. Penyakit Pick Pada penyakit Pick ditemukan adanya atrofi pada regio frontotemporal yang luas. Penyebab penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini terjadi sebanyak 5% dari total jumlah demensia ireversibel dan banyak terjadi pada pria. Penyakit Creutzfeldt-Jakob Merupakan penyakit degeneratif otak yang jarang. Disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat dan ditransmisikan, paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung DNA atau RNA. Penyakit Huntington Demensia pada [enyakit Huntington memperlihatkan gerakan motorik yang lambat, namun memori dan bahasa relatif intak pada stadium awal penyakit. Demensia pada penyakit huntington yang berat didapatka depresi dan psikosis yang tinggi serta didapatkan gerakan koreoartetoid yang klasik. Penyakit Parkinson Terjadi akibat adanya gangguan pada ganglia basalis dan umumnya berhubungan dengan demensia dan depresi. Gerakan motorik yang lambat pada penyakit parkinson disertai juga dengan kemampuan berpikir yang lambat. demensia yang berhubungan dengan HIV Infeksi HIV sering menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya. Kuman infeksius lainya yang sering menyebabkan demensia adalah cryptococus. demensia yang berhubungan dengan trauma kepala

14

demensia dapat merupakan suatu sekuele dari trauma kepala, demikian juga berbagai sindrom neuropsikiatrik. Diagnosis Diagnosis demensia berdasarkan DSM IV terdiri dari Tabel 6. kriteria diagnosis demensia tipe alzheimer. A. adanya gangguan kognitif yang multupel dengan manifestasi 1. gangguan memori (gangguan kemampuan untuk mengingat informasi baru dan memanggil kembali informasi lama) 2. satu atau lebih gangguan kognitif berikut a. Afasia atau gangguan bahasa b. Apraksia atau gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengindentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (seperti perencanaan, perorganisasian, berpikir abstrak) B. gangguan fungsi kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan kognitif yang terus-menerus D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan karena salah satu dari berikut: a. Kondisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progesif dalam daya ingat dan kognisi (

15

akibat enyakit otak, biasanya bersifat kronik atau rogesif serta terdaat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multiel), termasuk daya ingat, daya ikir, , daya emahaman, berhitung, kemamuan belajar, , dan daya kemamuan menilai. Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam engendalian emosi, erilaku social, atau motivasi. Sindrom ini terjadi ada enyakit Alzheimer, enyakit serebrovaskuler, dan ada kondisi lain yang secara rimer atau sekunder mengenai otak. Dalam menilai ada atau tidaknya demensia, erhatian khusus erlu diberikan untuk menghindari tanda yang ositif alsu, yaitu factor motivasional atau emosional, terutama deresi, sebagai enyebab dari kegagalan untuk berkarya, disaming gejala tambahan, seerti kelambanan motorik dan kelemahan fisik secara umum, dan jangan hanya menduga sebagai enyebab hilangnya kemamuan intelektual. Demensia menimbulkan enurunan yang cuku besar dalam fungsi intelektual, dan biasanya agak mengganggu kegiatan seseorang dalam kehiduan sehari-hari, seerti mandi, berakaian, makan, kebersihan diri, buang air kecil dan besar. Manifestasi dari enurunan kemamuan ini kebanyakan bergantung ada lingkungan sosial dan budaya asien. erubahan dalam kinerja eran, seerti enurunan kemamuan memertahankan atau mencari ekerjaan, jangan digunakan sebagai criteria enegakkan diagnosis demensia sebab erbedaan besar antar budaya, dan karena sering terdaat erubahan-erubahan yang ditimbulkan dari luar dalam tersedianya ekerjaan dalam suatu budaya tertentu.

edoman Diagnostik Syarat utama untuk enegakkan diagnosis adalah bukti adanya enurunan kemamuan, baik dalam daya ingat mauun daya ikir seseorang sehingga mengganggu kegiatan sehari-hari seerti telah disebutkan diatas. Hendaya daya ingat secara khas memengaruhi roses registrasi, enyimanan, dan memeroleh kembali informasi baru, tetai ingatan yang biasa dan sudah dielajari

16

sebelumnya daat juga hilang, khususnya dalam stadium akhir. Demensia meruakan suatu keadaan yang lebih berat dariada dismnesia : juga juga terdapat hendaya daya pikir dan kemampuan nalar (reasoning) dan berkurangnya alur gagasan. Pemahaman informasi yang baru terganggu, karenanya ia merasa makin sukar untuk memberi perhatian terhadap lebih dar satu ransangan pada saat yang sama, seperti ikut serta dalam percakapan beberapa orang, dan berpindah fokus perhatiaan dari satu topik ke topik yang lain. Bila demensia merupakan satusatunya diagnosis, harus terbukti tidak adanya gangguan kesadaran. Namun, diagnosis ganda seperti seperti delirium yang bertumpang tindih dengan demensia sering ditemukan. Gejala dan hendaya di atas harus sudah nyata untuk setidaktidaknya 6 bulan bila ingin membuat diagnosis klinis dimensia yang mantap. Diagnosis Banding Pertimbangkan gangguan depresif, yang dapat menunjukan banyak gambaran dari demensia dini, terutama hendaya daya ingat, lambannya daya pikir, dan kurangnya spontanita; delirium; retardasi mental yang ringan dan sedang; keadaan subnormal dari fungsi kognitif karena lingkungan sosial yang amat miskin dan pendidikan yang terbatas; dan gangguan iatrogenik karena medikasi. Demensia pada Penyakit Alzheimer Penyakit Alzheimer ialah satu penyakit degeneratif otak primer yang etiologinya tidak diketahui, dengan gambaran neuropatologis dan neurokimiawi yang khas. Biasanya onset dan berkembang secara lambat laun tetapi pasti dalam beberapa tahun, kurun waktunya dapat sependek 2 atau 3 tahun, tetapi suatu waktu dapat juga lebih lama. Onsetnya dapat dimulai pada umur dewasa menengah atau lebih dini (penyakit alzheimer yang beonset prasenil), tetapi angka kejadiannya lebih tinggi pada usia lanjut (penyakit alzheimer yang onset masa senil). Dalam kasus yang beronset sebelum usia 65-70 tahun, biasanya terdapat riwayat keluarga yang sama menderita demensia, perjalanan penyakit yang cepat, dan gambaran yang menonjol dari kerusakan lobi temporalis dan parietalis, termasuk disfasia dan dispraksia. Pada kasus yang onsetnya pada usia lebih tua,

17

perjalanan penyakit cenderung lebih lambat dan ditandai oleh hendaya umum fungsi kortikal yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi penyakit alzheimer. Terdapat perubahan yang khas di dalam otak : berkurangnya secara nyata jumlah neuron, terutama di hipokampus, subtansia inominata, lokus seruleus, dan korteks temporoparietal dan frontal; timbulnya kekusutan neurofibliar yang terbentuk dari pasangan filamen helik, bercak neuritik (argentofil), yang terdiri dari sebagian besar amiloid, dan menunjukan perkembangan yang progesif dan pasti (meskipun bercak tanpa amiloid juga ada) dan bangunan (body) granulovakuolar. Perubahan neuro kimiawi juga ditemukan, termasuk penurunan jumlah enzim kolin asetilkolin, dan juga neurotransmiter dan neuromodulator lainnya. Gambaran klinis penyakit alzheimer cukup jelas dan dapat diduga diagnosisnya berdasarkan gejala klinis saja. Demensia pada penyakit alzheimer hingga saat ini diketahui ireversibel. Pedoman Diagnostik Gambaran tersebut dibawah ini dianggap penting untuk pemastian diagnosis: a. terdapatnya gejala demensia seperti disebut diatas. b. Onset yang tersembunyi dengan deteriosasi lambat. Sementara onset sulit ditentukan saatnya, kenyataan orang lain bisa mendadak menyadari adanya kelainan tersebut. c. Tidak adanya bukti klinis, atau temuan dari penyelidikan khusus, yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidi, hiperkalsemia, defisiensi vitamin B12, defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan normal, atau hematoma subdural). d. Tidak adanya serangan apopletik mendadak, atau gejala neurologis kerusakan otak fokal seperti hemiparesi, hilangnya daya sensorik, defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini di kemudian hari dapat bertumpang tindih)

18

Diagnosis Banding Pertimbangkan: gangguan depresif (F30-F39); delirium (F05); sindrom amnestik organik (F04); demensia primer lainnya seteri pada penyakit Pick. Creutzfeldt-Jakoh atau Huntungton (F02.-); demensia sekunder berkaitan dengan berbagai penyakit fisik, kondisi toksik, dsb. (F02.6); retardasi mental ringan, sedang dan berat (F70-F22). Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Dini Demensia pada penyakit Alzheimer mulai sebelum usia 65 tahun. Secara relatif terdapat deteriosasi yang cepat, dengan gangguan multiplel yang nyata dari fungsi kortikal luhur. Afasia, agrafia, aleksia, dan apraksia terjadi relatif dini dalam perjalanan dari demensia. Pedoman Diagnostik Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun seperti di atas, biasanya disertai perkembangan gejala yang cepat dan progesif. Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit alzheimer merupakan satu faktor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi, sebagaimana ditemukan pada riwayat keluarga dengan sindrom down atau limfoma. Termasuk : - penyakit Alzheimer tipe 2 - demensia prasenil tipe alzheimer Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Lambat Demensia pada penyakit alzheimer yang onsetnya secara klinis terlihat sesudah usia 65 tahun dan biasanya pada akhir usia 70-an atau sesudahnya, dengan perjalanan penyakit kemerosotan yang lamban, dan biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai gambaran utamanya. Pedoman Diagnostik Untuk demensia yang disebut diatas, dengan memperhatikan ada atau tiadanya gambaran yang membedakan gangguan ini dai sub tipe onset dini.

19

Termasuk: - Penyakit Alzheimer tipe 1 - demensia senilis tipe Alzheimer Demensia pada Penyakit Alzheimer, Tipe Tak Khas atau Tipe Campuran Demensia yang tidak cocok dengan gambaran dan pedoman untuk alzheimer onset dini atau lambat harus diklasifikasikan pada golongan ini; campuran demensia alzheimer dan vaskular juga dimasukan pada golongan ini.

Demensia Vaskular Demensia vaskular dahulu dinamakan demensia arteriosklerotik. Termasuk demensia multi-infark, dibedakan dari demensia pada penyakit alzheimer dalam hal riwayat onsetnya, gambaran klinis, dan perjalanan penyakitnya. Yang khas, adanya riwayat serangan iskemia sepintas (transient ischemic attack) dengan gangguan kesadaran sepintas, paresis yang sejenak atau hilangnya penglihatan. Demensia juga dapat terjadi akibat serangkaian gangguan serebrovaskular atau satu serangan stroke yang besar. Hendaya daya ingat dan daya pikir menjadi nyata. Awal terjadinya dapat mendadak, biasanya pada usia agak lanjut, sesudah satu episode iskemik yang jelas, atau mulainya lambat laun. Biasanya demensia itu akibat suatu infark otak. Biasanya demensia itu akibat suatu infark otak karena penyakit vaskular, termasuk penyakit hipertensif serebrovaskular. Biasanya infarknya kecil tetapi efeknya kumulatif. Pedoman Diagnostik Diagnosis dugaan adanya demensia seperti tercantum di atas. Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata, jadi mungkin terdapat hilangnya daya ingat,hendaya intelek, dan tanda neurologi foka. Daya tilik diri (insight) dan daya nilai (judgement) secara relatif tetap baik. Suatu onset yang mendadak atau kemunduran yang lambat laun serta terdapatnya tanda dan gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskular itu, pada beberapa

20

kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT-Scan (computerized axial tomography) atau pemeriksaan neuropatologis. Gambaran penyerta: hipertensi bising karotid labilitas emosional dengan afek sementara tangis dan tawa yang meledak episode kekasadaran berkabut berkabut atau delirium kepribadiannya sering dipertahankan pada taraf yang baik, tetapi perubahan kepribadian dapat nyata pada beberapa kasus apati, disinhibisi, atau aksentuasi dari ciri kepribadian yang sebelumnya sudah ada seperti egosentrisitas, sikap paranoid, atau iritabilitas. Diagnosis Banding Pertimbangkan: Delirium; demensia lain, terutama penyakit alzheimer; gangguan suasana perasaan (mood afektif); retardasi mental ringan dan sedang; perdarahan subdural (traumatik), nontraumatik. Demensia Vaskular Onset Akut Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat trombosis serebro vaskular, embolisme atau perdarahan. Kemungkinan dapat terjadi walaupun jarang satu infark besar sebagai penyebabnya. Demensia Multi-infark Onsetnya lebih lambat lambat daripada bentuk akutnya, biasanya setelah serangkaian episode iskemik minor yang menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak. Termasuk : demensia terutama kortikal Demensia Vaskular Subkortikal

21

Mungkin terdapat riwayat hipertensi dan fokus kerusakan akibat iskemia pada substansial alba di hemisferi serebral, yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT-Scan. Korteks serebri biasanya tetap baik, dan berbeda dengan gambaran klinis yang mirip dengan demensia pada penyakit alzheimer. Demensia Vaskular Campuran Kortikal dan Subkortikal Komponen campuran kortikal dan subkortikal dari demensia vaskular ini dapat diduga dari gambaran klinis, dan hasil pemeriksaan (termasuk autopsi), atau keduanya.

Demensia pada Penyakit Lain TDK Demensia ini disebabkan, atau diduga karena sebab lain selain penyakit alzheimer atau serebrovaskular. Onset pada setiap saat dalam hidup seseorang, jarang pada usia lanjut. Pedoman Diagnostik Adanya demensia seperti yang digambarkan di atas; adanya gambaran yang khas dari salah satu sindrom seperti yang disebutkan dalam kategori di bawah ini. Demensia pada Penyakit Pick Demensia yang progesif muncul pada usia pertengahan (biasanya antara usia 50-60 tahun), ditandai oleh perubahan kemerosotan watak secar lambat-laun dan kemerosotan hubungan sosial seseorang, (diikuti oleh) hendaya fungsi intelek, daya ingat, dan bahas, apati, euforia dan kadang fenomena ekstrapiramidal. Gambaran neuropatologisnya berupa suatu atrofi selektif dari lobi frontalis dan temporalis, tanpa bercak neuritik dan kekusutan neurofibrilar yang melebihi proses menua normal. Kasus yang beronset dini cenderung menunjukan perjalanan penyakit yang lebih ganas. Manifestasi gangguan sosial dan perilakunya sering mendahului gangguan daya ingatnya.

22

Pedoman Diagnostik Gambaran di bawah ini perlu untuk pemastian diagnosis: a. demensia yang progesif; b. gambaran lobus fronbalis yang menonjol dengan euforia, emosi dangkal, dan perilaku sosial yang kasar, disinhibisi dan apati atau gelisah; c. manifestasi gangguan perilaku umunya mendahului gangguan daya ingat. Gambaran gangguan lobus frontalis lebih nyata daripada temporalis dan parietalis, tidak seperti pada penyakit Alzheimer. Diagnosis Banding Pertimbangkan demensia pada penyakit Alzheimer; demensia vaskular; demensia sekunder akibat gangguan lain sepeti neurosifilis; hidrosefalus bertekanan normal (ditandai keterlambatan psikomotor yang ekstrem, dan gangguan gaya berjalan serta gangguan pengendalian stinkter); gangguan neurologis dan metabolik lainya.

Demensia pada Penyakit Creutzfeldt-Jakob Suatu demensia yang progesif dengan tanda neurologis yang luas akibat perubahan neuropatologis yang khas (enselopati spongiform subakut) yang diduga disebabkan disebabkan oleh penyebab yang dapat ditularkan (transmissible agent). Onset pada usia menengah atau lanjut, terutama pada usia 50-an, tetapi mungkin pada usia dewasa. Perjalanan penyakitnya subakut hingga berakhir dengan kematian dalam waktu 1-2 tahun. Pedoman Diagnostik Perjalanan penyakitnya progesif dan cepat dalam waktu beberapa bulan sampai 1-2 tahun yang disetai gejala neurologis multipel. Biasanya terdapat paralisis spatik yang progesif merusak yang progesif dari ekstremitas, disertai dengan tanda ekstrapiramidal dengan tremor, kekakuan, dan gerakan koreoatetoid.

23

Bentuk lain mungkin termasuk ataksia, kegagalan penglihatan, fibrilasi otot, atau atrofi tipe neuron motor atas. Trias yang mengarah pada diagnosis penyakit ini ialah : demensia yang progesif merusak penyakit piramidal dan ekstra piramidal dengan mioklonus elektroensefalogram yang khas (trifasik).

24

Anda mungkin juga menyukai