Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS KINERJA JALAN KOTA METRO BERDASARKAN NILAI DERAJAT KEJENUHAN JALAN

Oleh: Agus Surandono Dosen Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Metro e-mail : agussurandono@yahoo.co.id ABSTRAK Suatu perencanaan transportasi adalah suatu kegiatan dalam perencanaan sistem transportasi yang sistematis dengan tujuan menyediakan layanan transportasi, baik sarana maupun prasarana, yang disesuaikan dengan kebutuhan suatu transportasi bagi masyarakat disuatu wilayah. Penelitian ini dilakukan guna mengetahui Lintas Harian Rata-rata (LHR) yang merupakan data dasar (base data) untuk menghitung kepadatan dan derajat kejenuhan pada ruas jalan di Kota Metro, yang tentu saja berpengaruh pada perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan transportasi. Pengamatan dilakukan di 12 ruas jalan utama di Kota Metro yaitu Jalan Budi Utomo, Cut Nyak Dien, Pattimura, Pangeran Diponegoro, Jend. A.Yani, AH. Nasution, Ki Hajar Dewantara, Gatot Subroto, Sutan Syahrir, Imam Bonjol, Sukarno Hatta, dan ZA. Pagaralam. Dari pengamatan diperoleh data arus lalulintas dari dua arah jalan. Hasil pencacahan kendaraan di lapangan kemudian diolah dan dihitung untuk mendapatkan lintas harian rerata (LHR). Dari perhitungan diperoleh bahwa derajat kejenuhan jalan utama di Kota Metro masih berada di bawah ketentuan dari MKJI 1997 yaitu 0,75 sampai 0,8. Ruas jalan yang diperkirakan rawan adalah Jalan Pangeran Diponegoro, tepatnya di titik pengamatan depan Polres Kota Metro yang memiliki derajat kejenuhan 0,725 dengan arus lalu lintas maksimum 1842,2 smp/jam. Secara keseluruhan, nilai derajat kejenuhan jalan yang menggambarkan kinerja jalan di kota Metro masih cukup baik, tetapi mendekati titik rawan yang harus diantisipasi sejak dini. Kata Kunci: Survey Lalu lintas, Kinerja Jalan, Derajat Kejenuhan Jalan I. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Kota Metro mempunyai kedudukan sangat penting dalam perekonomian . Kota Metro menjadi pusat pertumbuhan utama bagi daerah-daerah belakangnya, seperti Lampung Timur dan Lampung Tengah yang membentuk suatu pola ruang dan saling memacu pertumbuhan kota. Keadaan ini menyebabkan adanya kecenderungan penduduk dari daerah sekitarnya untuk melakukan urbanisasi ke dalam kota Metro. Sehingga mengakibatkan meningkatnya jumlah penduduk di

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

Kota Metro. Peningkatan penduduk ini menyebabkan meningkatnya kegiatan pergerakan di Kota Metro, yang selanjutnya dapat mempengaruhi pola lalu lintas yang ada di Kota Metro. Peningkatan pergerakan penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan ketersediaan prasarana dan sarana angkutan. Kebutuhan prasarana dan sarana angkutan meliputi pertambahan panjang jalan, peningkatan kualitas jalan yang sudah ada, pertambahan jumlah kendaraan serta fasilitas lainnya yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan tersebut. Dalam menentukan kebutuhan prasarana dan sarana angkutan memerlukan perencanaan yang matang dan data aktual tentang kondisi lalu lintas daerah tersebut. 1.2 Perumusan Masalah

Peran dan fungsi Kota Metro yang disertai dukungan pelayanan transportasi darat, semakin meningkatkan daya tarik kota. Sifat perkembangan Kota Metro yang masih sangat signifikan mengakibatkan perkembangan permukiman dan perdagangan ke berbagai arah di Kota Metro. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan sebuah survey lalulintas untuk mengetahui nilai volume lalulintas di Kota Metro, dan pola pergerakan masyarakat Kota Metro untuk menghitung kinerja jalan berdasarkan nilai derajat kejenuhan jalan. 1.3 Maksud dan Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja jalan di Kota Metro berdasarkan nilai derajat kejenuhan jalan terutama di 12 ruas pengamatan yaitu jalan Budi Utomo, Cut Nyak Dien, Pattimura, Pangeran Diponegoro, Jend. A.Yani, AH. Nasution, Ki Hajar Dewantara, Gatot Subroto, Sutan Syahrir, Imam Bonjol, Sukarno Hatta, dan ZA. Pagaralam. II. 2.1 ISI Tinjauan Pustaka

2.1.1 Kapasitas Ruas Jalan

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

Kapasitas ruas jalan (C), berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, adalah arus maksimum yang dapat dipertahankan persatuan jam yang melewati suatu titik di jalan dalam kondisi yang ada. Perhitungan kapasitas ruas jalan untuk jalan perkotaan dilakukan dengan menggunakan formula: C C Co FCw FCsp FCsf FCcs = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (smp/jam) = Kapasitas (smp/jam) = Kapasitas dasar (smp/jam) = Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalulintas = Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah = Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping = Faktor penyesuaian kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk) (1) dengan:

Kapasitas dasar (Co), berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, adalah kapasitas segmen jalan pada kondisi geometri, pola lalulintas, dan faktor lingkungan yang ditentukan sebelumnya. Kapasitas dasar ini ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai yang diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1 Kapasitas Dasar (MKJI, 1997)
Tipe Jalan Kapasitas Dasar (Co) (smp/jam) Keterangan

Untuk Jalan Perkotaan: 4 lajur tak terbagi (4/2 UD) 2 lajur tak terbagi (2/2 UD) 1.500 2.900 Per lajur Total dua arah

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

Untuk Jalan Luar Kota: 4 lajur tak terbagi (4/2 UD) - Datar - Bukit - Gunung 2 lajur tak terbagi (2/2 UD) - Datar - Bukit - Gunung Per lajur

1700 1650 1.600

3.100 3.000 2.900

Total dua arah

2.1.2 Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan (DS), berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, adalah perbandingan antara jumlah arus total dengan kapasitas jalan. Derajat kejenuhan dinyatakan dengan formula: DS DS Q C Q = Q/C = Derajat kejenuhan = Arus total (smp/jam) = Kapasitas (smp/jam) = Qkend x smp (3) (2) dengan:

Arus total (Q) dihitung berdasarkan formula: dengan: Qkend = Arus kendaraan/jam Fsmp = Faktor untuk mengubah arus dari kendaraan/jam menjadi smp/jam Fsmp dihitung berdasarkan jenis kendaraan yang telah dikonversi ke dalam satuan mobil penumpang dengan formula: Fsmp = (LV% + HV% . empHv + MC% . emp MC ) / 100 dengan: LV % = proporsi kendaraan ringan (%) HV % = proporsi kendaraan berat (%) MC % = proporsi sepeda motor (%) (4)

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

emp

= ekivalen mobil penumpang.

Ekivalen mobil penumpang (emp) adalah suatu angka yang digunakan untuk mengkonversi kendaraan berat dan sepeda motor ke suatu kendaraan penumpang standar (kendaraan ringan). Kendaraan ringan adalah kendaraan dengan jumlah as roda dua, seperti kendaraan sedan dan kendaraan angkutan penumpang, sedangkan kendaraan berat adalah kendaraan yang mempunyai jumlah as roda lebih dari dua, seperti truk gandeng. 2.2 Bagan Alir Penelitian

Mulai

Peta Administrasi Peta Jalan Literatur

Survey Lapangan Lapangan

Traffic Counting

Hambatan Samping

Spot Speed

Perhitungan LHR Kecepatan Sesaat Volume Lalu Lintas Kapasitas Jalan Derajat Kejenuhan

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

Analisis Kesimpulan

Selesai

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian 2.3 Hasil dan Pembahasan

2.3.1 Kondisi Geografi Kota Metro terletak antara 1050 17 Bujur Timur dan 50 6 50 8 Lintang Selatan dengan luas wilayah 68,74 Km2 dengan ketinggian 25 - 60 m di atas permukaan laut, suhu udara berkisar antara 290 320 C. Merupakan tanah dataran yang terdiri dari areal persawahan dan permukiman serta tempat-tempat pelayanan dan jasa. Secara administratif batas-batas wilayah Kota Metro adalah : Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat : : : Berbatasan Berbatasan Tengah dengan dengan dan Kecamatan Pekalongan dan Kabupaten Lampung Timur. Kecamatan Kecamatan Pekalongan Metro Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur. Kibang Kabupaten Lampung Timur. Berbatasan dengan Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah. Sebagai kota yang berciri khas Agraris maka mata pencaharian pokok sebagian besar penduduk Kota Metro adalah bertani, yang berusaha di sub sektor pertanian

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

tanaman pangan. Mata pencarian lainnya adalah dagang, buruh/jasa, pegawai negeri/karyawan dan usaha lain yang bersifat sampingan. Kapasitas ( C ) adalah arus maksimum persatuan waktu yang dapat melewati suatu potongan melintang jalan dalam kondisi tertentu. Analisis kapasitas ruas jalan lingkar dan ruas jalan lama (dalam kota) dilakukan dengan berpedoman pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. 1. Jalan Budi Utomo Tabel 2 Data Perhitungan Kapasitas Jalan Budi Utomo
Parameter Kapasitas dasar (Co) Lebar jalur efektif Pembagian arah Hambatan samping Jumlah Penduduk Kondisi Dua lajur tanpa pembatas Median 6m 55-45 Sangat Rendah, lebar bahu >2,0 m 150.950 jiwa Nilai 2.900 smp/jam 0,87 0,97 1,01 0,90

Formula : C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (smp/jam)

Sehingga diperoleh nilai kapasitas ruas jalan Budi Utomo: C = = 2.900 x 0,87 x 0,97 x 1,01 x 0,90 smp/jam 2224,605 smp/jam

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

2. Jalan Sukarno Hatta Tabel 3. Data Perhitungan Kapasitas Jalan Sukarno Hatta
Parameter Kapasitas dasar (Co) Lebar jalur efektif Pembagian arah Hambatan samping Jumlah penduduk Kondisi Dua lajur tanpa pembatas Median 7,0 m 60-40 Rendah, lebar bahu 1,5 m 150.950 jiwa Nilai 2.900 smp/jam

1,00
0,94 0,97 0,90

Sehingga diperoleh nilai kapasitas ruas jalan Sukarno Hatta: C = = 2.900 x 1,00 x 0,94 x 0,97 x 0,90 smp/jam 2379,798 smp/jam

3. Jalan Cut Nyak Dien Tabel 4. Data Perhitungan Kapasitas Jalan Cut Nyak Dien
Parameter Kapasitas dasar (Co) Lebar jalur efektif Pembagian arah Hambatan samping Jumlah penduduk Kondisi Dua lajur tanpa pembatas Median 4,5 m 55-45 Sangat rendah, lebar bahu 1,5 m 150.950 jiwa Nilai 2.900 smp/jam

0,56
0,94 0,99 0,90

Sehingga diperoleh nilai kapasitas ruas jalan Cut Nyak Dien: C = = 2.900 x 0,56 x 0,94 x 0,99 x 0,90 smp/jam 1360,16496 smp/jam

4. Jalan Imam Bonjol Tabel 5. Data Perhitungan Kapasitas Jalan Imam Bonjol
Parameter Kapasitas dasar (Co) Lebar jalur efektif Kondisi Dua lajur tanpa pembatas Median 8,0 m Nilai 2.900 smp/jam

1,14

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

Pembagian arah Hambatan samping Jumlah penduduk

55-45 Sangat rendah, lebar bahu 1,0 m 150.950 jiwa

0,97 0,96 0,90

Sehingga diperoleh nilai kapasitas ruas jalan Imam Bonjol: C = = 2.900 x 1,14 x 0,97 x 0,96 x 0,90 smp/jam 2770,69248 smp/jam

5. Jalan Pangeran Diponegoro Tabel 6. Data Perhitungan Kapasitas Jalan Pangeran Diponegoro
Parameter Kapasitas dasar (Co) Lebar jalur efektif Pembagian arah Hambatan samping Jumlah penduduk Kondisi Dua lajur tanpa pembatas Median 8,0 m 70-30 Sangat rendah, kreb lebar bahu 1,5 m 150.950 jiwa Nilai 2.900 smp/jam

1,14
0,88 0,97 0,90

Sehingga diperoleh nilai kapasitas ruas jalan Pangeran Diponegoro: C = = 2.900 x 1,14 x 0,88 x 0,97 x 0,90 smp/jam 2539,80144 smp/jam

6. Jalan Pattimura Tabel 7. Data Perhitungan Kapasitas Jalan Pattimura


Parameter Kapasitas dasar (Co) Lebar jalur efektif Pembagian arah Hambatan samping Jumlah penduduk Kondisi Dua lajur tanpa pembatas Median 6,0 m 60-40 Sangat rendah, lebar bahu 1,0 m 150.950 jiwa Nilai 2.900 smp/jam

0,87
0,94 0,96 0,90

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

Sehingga diperoleh nilai kapasitas ruas jalan Pattimura: C = = 2.900 x 0,87 x 0,94 x 0,96 x 0,90 smp/jam 2049,07968 smp/jam

7. Jalan Jenderal Ahmad Yani Tabel 8. Data Perhitungan Kapasitas Jalan Jend. Ahmad Yani
Parameter Kapasitas dasar (Co) Lebar jalur efektif Pembagian arah Hambatan samping Jumlah penduduk Kondisi Dua lajur tanpa pembatas Median 10,0 m 50-50 Rendah, kreb lebar bahu 2,0 m 150.950 jiwa Nilai 2.900 smp/jam

1,29 1,00
0,97 0,90

Sehingga diperoleh nilai kapasitas ruas jalan Jend. Ahmad Yani: C = = 2.900 x 1,29 x 1,00 x 0,97 x 0,90 smp/jam 3265,893 smp/jam

8. Jalan Ki Hajar Dewantara Tabel 9. Data Perhitungan Kapasitas Jalan Ki Hajar Dewantara
Parameter Kapasitas dasar (Co) Lebar jalur efektif Pembagian arah Hambatan samping Jumlah penduduk Kondisi Dua lajur tanpa pembatas Median 6,0 m 70-30 Rendah, lebar bahu 1,0 m 150.950 jiwa Nilai 2.900 smp/jam

0,87
0,88 0,94 0,90

Sehingga diperoleh nilai kapasitas ruas jalan Ki Hajar Dewantara: C = = 2.900 x 0,87 x 0,88 x 0,94 x 0,90 smp/jam 1878,32304 smp/jam

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

9. Jalan Sutan Syahrir Tabel 10. Data Perhitungan Kapasitas Jalan Sutan Syahrir
Parameter Kapasitas dasar (Co) Lebar jalur efektif Pembagian arah Hambatan samping Jumlah penduduk Kondisi Dua lajur tanpa pembatas Median 6,0 m 70-30 Sangat rendah, lebar bahu >2,0 m 150.950 jiwa Nilai 2.900 smp/jam

0,87
0,88 1,01 0,90

Sehingga diperoleh nilai kapasitas ruas jalan Sutan Syahrir: C = = 2.900 x 0,87 x 0,88 x 1,01 x 0,90 smp/jam 2018,19816 smp/jam

10. Jalan A.H. Nasution Tabel 11. Data Perhitungan Kapasitas Jalan A.H. Nasution
Parameter Kapasitas dasar (Co) Lebar jalur efektif Pembagian arah Hambatan samping Jumlah penduduk Kondisi Dua lajur tanpa pembatas Median 7,0 m 55-45 Sangat rendah, lebar bahu 1,5 m 150.950 jiwa Nilai 2.900 smp/jam

1,00
0,97 0,99 0,90

Sehingga diperoleh nilai kapasitas ruas jalan A.H. Nasution: C = = 2.900 x 1,00 x 0,97 x 0,99 x 0,90 smp/jam 2506,383 smp/jam

11. Jalan Gatot Subroto Tabel 12. Data Perhitungan Kapasitas Jalan Gatot Subroto
Parameter Kondisi Nilai

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

Kapasitas dasar (Co) Lebar jalur efektif Pembagian arah Hambatan samping Jumlah penduduk

Dua lajur tanpa pembatas Median 6,0 m 50-50 Sangat rendah, lebar bahu 1,0 m 150.950 jiwa

2.900 smp/jam

0,87
1,00 0,96 0,90

Sehingga diperoleh nilai kapasitas ruas jalan Gatot Subroto: C = = 2.900 x 0,87 x 1,00 x 0,96 x 0,90 smp/jam 2179,872 smp/jam

12. Jalan Zainal Abidin Pagaralam Tabel 13. Data Perhitungan Kapasitas Jalan Z.A. Pagar Alam
Parameter Kapasitas dasar (Co) Lebar jalur efektif Pembagian arah Hambatan samping Jumlah penduduk Kondisi Dua lajur tanpa pembatas Median 6,0 m 60-40 Sangat rendah, lebar bahu 1,0 m 150.950 jiwa Nilai 2.900 smp/jam

0,87
0,94 0,96 0,90

Sehingga diperoleh nilai kapasitas ruas jalan Pagar Alam: C = = 2.900 x 0,87 x 0,94 x 0,96 x 0,90 smp/jam 2049,07968 smp/jam

2.3.2 Derajat Kejenuhan (DS) Perkembangan dan perubahan guna lahan di wilayah studi mengakibatkan bertambahnya pergerakan lokal ke dalam pergerakan menerus yang melintasi jalan pada daerah penelitian. Namun perkembangan guna lahan dan jumlah penduduk memungkinkan terjadi perubahan karakter lalulintas pada masa yang

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

akan datang, yang sangat berpengaruh terhadap kinerja jalan tersebut. Untuk mengetahui besarnya pengaruh perkembangan dan perubahan guna lahan terhadap kinerja pelayanan ruas jalan di wilayah studi maka dilakukan analisis tentang kapasitas jalan dan derajat kejenuhan jalan. Tabel 14 Derajat Kejenuhan Jalan
Jalan Budi Utomo Kapasitas Jalan (smp/jam) 2224,604 Volume Lalulintas (smp/jam) 533,3 Derajat Kejenuhan (DS) 0,239

Sukarno Hatta Cut Nyak Dien Imam Bonjol Diponegoro Pattimura Ahmad Yani KH. Dewantara Sutan Syahrir A.H. Nasution Gatot Subroto Z.A. Pagaralam

2379,798 1360,165 2770,692 2539,801 2049,079 3265,893 1878,323 2018,198 2506,383 2179,872 2049,079

1109,4 796,8 1196,4 1842,2 1125,8 1423,6 801,2 794,8 1407,4 259,4 754

0,466 0,586 0,431 0,725 0,549 0,436 0,426 0,393 0,561 0,119 0,368

Tabel derajat kejenuhan di atas merupakan perbandingan antara arus lalulintas maksimum dengan kapasitas ruas jalan daerah studi. Ruas jalan yang diambil pada perhitungan ini adalah ruas jalan di kota Metro yang cukup padat pada jamjam sibuk. Dari perhitungan terlihat bahwa jalan Diponegoro hamper mendekati standar kejenuhan jalan yaitu 0,725, sedangkan batas atas pada derajat kejenuhan menurut MKJI 1997 adalah 0,75 sampai 0,8. Arus tertinggi terjadi pada titik pengamatan depan Polres Kota Metro. Selain jalan Pangeran Diponegoro, jalan lain yang perlu dilakukan penanganan untuk mengantisipasi buruknya kinerja jalan adalah jalan Cut Nyak Dien, A.H.

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

Nasution, Pattimura dan Sukarno Hatta. Penanganan pada ruas-ruas jalan tersebut tidak mungkin dilakukan dengan cara pelebaran jalan, tetapi bisa dengan perbaikan manajemen lalulintas seperti pengaturan rute (pemberlakuan jalan satu arah), marka jalan, dan rambu-rambu lalulintas yang lain. III. KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Arus lalulintas maksimum terjadi pada ruas Jalan Pangeran Diponegoro karena jalan tersebut merupakan salah satu jalur jalan utama di Kota Metro. Arus maksimum terjadi pada hari Senin jam puncak siang (12.00 13.00 WIB) yaitu 1842,2 smp/jam. 2. Kinerja ruas jalan berdasarkan nilai derajat kejenuhan pada daerah penelitian masih berada di bawah nilai standar yaitu 0,75. Hanya ruas jalan Pangeran Diponegoro saja yang hamper mendekati kondisi rawan yaitu 0,725. Tetapi secara umum kinerja ruas jalan utama di Kota Metro masih cukup baik, meskipun di beberapa ruas sudah harus dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya permaslahan lalulintas di Kota Metro. IV. SARAN

Berdasarkan uraian dan hasil analisis, serta melihat kondisi wilayah studi yang sedemikian rupa, perkembangan dan perubahan guna lahan sangat mempengaruhi kinerja ruas daerah studi. Untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan lalulintas di Kota Metro, maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: a. Pengaturan terhadap perkembangan kegiatan-kegiatan guna lahan yang berada di sepanjang ruas jalan agar tidak mengganggu lalulintas yang melintasi jalan tersebut sehingga fungsi dan peranan jalan di Kota Metro dapat dipertahankan sesuai dengan fungsinya. b. Perlu dilakukan kajian penanganan terhadap ruas jalan di Kota Metro untuk dapat melayani pengguna jalan, terutama untuk lalulintas lokal pada level yang optimum. Penerapan manajemen lalulintas dapat dilakukan sebagai alternatif pemecahan masalah lalulintas yang mungkin terjadi di Kota Metro

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

pada masa yang akan datang. c. d. e. Survey lalulintas secara berkala. Survey bangkitan dan tarikan lalulintas di Kota Metro. Studi yang menerapkan sistem yang dapat menyediakan kebutuhan transportasi bagi penduduk Kota Metro, yang mampu menciptakan pergerakan yang efisisen dan efektif sehingga menjadi sistem transportasi yang berkelanjutan untuk jangka panjang yang akan memperbaiki sistem transportasi di Ruas Jalan Kota Metro. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia , Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakata, Indonesia. Anonim, 2004, Pedoman Pencacahan Lalu Lintas Dengan Cara Manual, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah , Jakata, Indonesia. Anonim, 1997, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakata, Indonesia. Avin, U., Cervero, R., and Cauble, B., Integrating Land Use and Transportation Planning : A Case Study of Charlotte-Mecklenburg Country, APA National Planning Conference, Washington, 1999. Hobbs, F.D., Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas. Gadjah Mada University Press, 1995. Morlok, E.K, 1988 Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, (terjemahan), Erlangga, Jakarta Tamin, O.Z., Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi Kedua, Penerbit ITB, Bandung, 2000. Tamin, O.Z., Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi Kesatu, Penerbit ITB, Bandung, 1997.

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

Anda mungkin juga menyukai