Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Pembangunan bidang kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan penting, karena pada dasarnya ini berkaitan erat dengan peningkatan mutu sumber daya manusia yang merupakan modal dasar pembangunan. Karena itu pembangunan kesehatan ditujukan kepada seluruh masyarakat

Indonesia. Melalui upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak diharapkan derajat kesehatan meningkat, yang pada gilirannya akan memperbaiki produktivitas kerja dan kualitas hidup bangsa Indonesia dimasa yang akan dating (Syaifuddin, 2002). Dalam sistem kesehatan nasional dikatakan bahwa tujuan pembangunan nasional yakni tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dan tujuan nasional (Syaifuddin,2002). Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya usaha dan kesadaran bersama usaha yang terpadu diperlukan dalam mengatasi masalah kesehatan yang terdapat dalam masyarakat sangat diharapkan (Syaifuddin,2002).

Dalam usaha mencapai Indonesia Sehat 2010 maka Departemen Kesehatan telah menyusun langkah-langkah untuk pemantapan dan perkembangan sistem kesehatan nasional. Dalam peningkatan upaya kesehatan ibu dan anak ditetapkan sebagai program prioritas. (Depkes, 1999) Kehamilan dan persalinan merupakan keadaan fisiologis yang dapat dialami setiap wanita dalam masa reproduksinya. Namun keadaan itu tidak terlepas dari risiko yang senantiasa dapat membahayakan hidup ibu dan bayi yang dikandungnya. Salah satu keadaan yang dapat membahayakan tersebut adalah preeklampsia yang merupakan salah satu bentuk komplikasi kehamilan. Preeklampsia sebagai tahap awal dari eklampsia tercatat sebagai salah satu penyebab utama tingginya kematian maternal dan perinatal (Manuaba, 1999). Di seluruh dunia tiap tahun diperkirakan 500 ibu meningggal akibat kehamilan atau persalinan dan 99% dari kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Angka kematian maternal ini tertinggi di Asia dan Afrika. Sedangkan terendah di Amerika Utara dan Eropa. Di Indonesia angka kematian maternal adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup dan bila dibandingkan dengan negara maju adalah 40-50 kali lebih tinggi

(Soejoeno, 1992). Pada tahun 1992 angka kematian ibu adalah 425 per 100.000 kelahiran hidup, menurun menjadi 384 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995 (http://www.dinkes.jateng.go.id). Sementara di

Sulawesi Selatan sendiri angka kematian ibu pada tahun 1996 sebanyak 170 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 sebesar 160 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 1998 sebesar 192 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 1999 sebesar 176 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes, 1999). Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya di samping perdarahan dan eklampsia di Indonesia merupakan sebab utama tingginya kematian maternal dan kematian perinatal 20.000 ibu hamil meninggal akibat komplikasi obstetri 90% disebabkan oleh trias klasik yaitu perdarahan 4060%, eklampsia 21-30%, infeksi 20-30%. Penelitian yang dilakukan di RSUP Purworejo tahun 1990 1995 didapatkan bahwa dari 85 kasus kematian maternal 77,2% disebabkan oleh perdarahan, 22% disebabkan karena preeklampsia/eklampsia, 19,1% karena infeksi dan lain-lain 4,4%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Salmiah dkk di RSU Labuang Baji Makassar pada tahun 1998 tercatat dari 169 kehamilan dengan komplikasi terdapat 40,8% perdarahan, 29,7% infeksi, dan 29,5% preeklampsia-eklampsia. Khusus di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Pertiwi Provinsi Suilawesi Selatan Pada tahun 2009 tercatat dari 153 kehamilan dengan komplikasi terdapat 31,4% perdarahan, 28,1% preeklampsia-eklampsia dan 40,5% karena infeksi (Data Sekunder RSIA Pertiwi).

Preeklampsia merupakan tahap dini dan eklampsia, dan telah ketahui termasuk salah satu penyebab kematian maternal di Indonesia dan penyebab lainnya yaitu perdarahan dan infeksi. Dimana perdarahan dan infeksi ini sudah dapat ditanggulangi dengan perkembangan antibiotika dan kegiatan transfusi darah. Sedangkan preeklampsia sendiri masih merupakan masalah besar dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan anak, karena penyebabnya sampai saat ini belum diketahui. Dengan demikian upaya penanggulangannya diarahkan

kepada faktor-faktor risiko preeklampsia.

B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Apakah umur ibu merupakan faktor risiko kejadian preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2010 ? 2. Apakah paritas merupakan faktor risiko kejadian preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Kota Makassar tahun 2010 ? 3. Apakah pemeriksaan antenatal merupakan faktor risiko kejadian preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Provinsi Silawesi Selatan tahun 2010 ?

4.

Apakah jenis kehamilan merupakan faktor risiko kejadian preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2010 ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui beberapa faktor risiko kejadian preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2010. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui faktor risiko umur ibu terhadap kejadian preeklampsia b. Untuk mengetahui faktor risiko paritas terhadap kejadian

preeklampsia c. Untuk mengetahui faktor risiko pemeriksaan antenatal terhadap kejadian preeklampsia d. Untuk mengetahui faktor risiko jenis kehamilan terhadap kejadian preeklampsia. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat ilmiah Sebagai sumbangan ilmiah dan bahan bacaan bagi masyarakat dan peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Institusi Sebagai bahan bagi instansi yang terkait baik pemerintah maupun swasta dalam penentuan langkah-langkah dan kebijaksanaan dalam menekan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. 3. Manfaat Praktis Sebagai pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti dalam rangka memperluas dan menambah wawasan dalam melakukan penelitian selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Preeklampsia Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai edema,

proteinuria atau kedua-duanya yang disebabkan oleh kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi setelah kehamilan berumur 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer, 2001). Tanda-tanda preeklampsia timbul dalam suatu urutan yakni pertumbuhan berat badan yang berlebihan diikuti edema, hipertensi dan akhirnya proteinuria pada preeklampsia ringan tidak ditemukan gejalagejala subyektif. Namun para preeklampsia berat ditemukan tanda-tanda subyektif yaitu sakit kepala gangguan penglihatan dan nyeri epigastrium (Rachimhadi, 1991). Diagnosis preeklampsia didasarkan atas adanya dua dari trias utama : Edema, hipertensi dan proteinuria. Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan melebihi 1 kg atau lebih dalam seminggu. Hipertensi adalah tekanan darah 140 mmHg atau 90 mmHg atau kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg dan diastolik naik 15 mmHg pada dua kali pengukuran dengan jarak waktu sekurangnya

enam jam, proteinuria adalah adanya protein dalam air kencing sebanyak 0,3 gr/l atau lebih dengan tingkat kualitatif + 1 atau 2 dalam dua kali pengambilan urine dengan jarak waktu enam jam. Frekuensi preeklampsia untuk tiap-tiap negara berbeda-beda karena banyaknya faktor yang mempengaruhi seperti jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain dalam kepustakaan dilaporkan berkisar (Rachimhadi, 1991) Sampai saat ini penyebab dari preeklampsia belum juga diketahui. Telah banyak teori yang dikemukakan namun tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan bagaimana hubungan-hubungan diantaranya. Namun akhir-akhir ini banyak dianut pendapat tentang peningkatan reaktifitas akibat ketidakseimbangan antara prostasiklin dan tromboksan (Wikajosastro, 1999). Seoranng ahli berpendapat bahwa pada preeklampsia terjadi kekurangan prostasiklin yang berpengaruh dalam menurunkan reaktifitas vaskuler sehingga terjadi vasokonstriksi dan mempertahankan volume darah sebaliknya tromboksan yang mempunyai fungnsi sebagai antara 3-10%

vasokonstriktor kuat ditemukan dalam jumlah banyak pada kehamilan tua. Tromboksan (Wikajosastro, yang berlebihan ini berasal itu dari produksi dari plasenta

1999).

Sementara

penyebab

menurunnya

prostasiklin yang merupakan vasodilator kuat dan penghambat pengaruh

dari tromboksan antara lain, kurangnya arachidonic acid, cepatnya penghancuran dari prostasiklin dan adanya intibitur endogen. Dewasa ini juga dikemukakan tentang iskemia plasenta sebagai penyebab dari preeklampsia. Sebagai akibat dari bertambahnya umur kehamilan, terjadi perubahan plasenta. Keadaan ini dipercepat prosesnya pada penderita preeklampsia. Pada preeklampsia terjadi spasme arteriola spiralis decidua yang mengakibatkan menurunnya aliran darah plasenta. Hal ini disebabkan oleh karena kurangnya invasi trombosplast pada arteri spiralis yang merupakan mekanisme adaptasi morfofungsional pembuluh darah uterus (Rachimhadhi. T, 1991). Di samping teori tentang iskemia plasenta seperti yang

diterangkan di atas juga disebutkan tentang maladatasi interaksi immunologi feto-maternal dan teori yang menyangkut tropoblast. Karena sampai saat ini penyebab preeklampsia belum diketahui secara pasti dan karena jarang yang mengetahui tanda-tanda ancaman preeklampsia. Deteksi dini penyakit tersebut memerlukan pengamatan yang diteliti dengan interval yang memadai terutama pada wanita yang diketahui mempunyai predisposisi, preeklampsia. Faktor-faktor

predisposisi utama adalah primigravida, riwayat preeklampsia-eklampsia keluarga, janin multipel, diabetes, penyakit vaskuler atau ginjal kronik, molahidatidosa, dan hidrops fetalis. (Rachimhadi. T, 1991).

10

Walaupun

timbulnya

preeklampsia

tidak

dapat

dicegah

sepenuhnya namun dengan pemeriksaan antenatal yang cukup teratur dan teliti dapat ditemukan tanda-tanda dini dari preeklampsia dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya faktor-faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas. Dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil diharapkan frekuensi preeklampsia bisa ditekan. Penerangan yang dimaksud adalah tentang manfaat istirahat dan diet yang berguna, dalam pencegahan preeklampsia (Manuputty, 1987). Adapun pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtumatis karena etiologi preeklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkan belum diketahui. Tujuan utama penanganan adalah : 1. Mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia 2. Melahirkan janin hidup 3. Melahirkan dengan trauma sekecil-kecilnya (Rachimhadi. T, 1991) B. Tinjauan Umum tentang Umur Ibu Penderita Preeklampsia Umur ibu pada saat kehamilan merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat risiko kehamilan dan persalinan. Umur optimum berproduksi adalah antara 20 35 tahun. Makin jauh umur ibu dari kisaran ini makin besar risiko terjadinya komplikasi sehubungan dengan

11

kehamilan dan persalinan. Atas dasar ini pula, maka seorang ibu akan lebih rentan terhadap preeklampsia, jika mengalami kehamilan diusia yang terlalu muda (< 20 tahun) atau teralu tua (> 35 tahun). Preeklampsia cenderung ditemukan lebih sering pada ibu yang hamil dalam usia muda. Dari beberapa literatur disebutkan bahwa umur < 20 tahun dan > 35 tahun sekalipun beberapa penelitian telah mengemukakan dan menunjukkan hal yang sama namun apa yang jadi faktor penyebabnya sampai saat ini belum ada teori yang dapat menerangkan secara pasti. Beberapa literatur menerangkan bahwa ibu yang berusia terlalu muda atau terlalu tua akan mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami preeklampsia karena ibu yang hamil pada usia yang terlalu muda mengalami perubahan hormonal yang hebat dalam masa kehamilannya sedangkan ibu yang hamil pada usia terlalu tua mengalami kemampuan adaptasi yang menurun terhadap perubahan hormonal (Rachimhadi. T, 1991) C. Tinjauan Umum tentang Paritas Penderita Preeklampsia Kehamilan adalah peristiwa berlangsungnya pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi dari uterus seorang wanita sebelum konsepsi dilahirkan, sedangkan persalinan adalah proses dikeluarkannya janin dan plasenta dari uterus jumlahnya persalinan dengan usia

12

kehamilan yang telah sampai pada tingkat viabilitas janin memberi paritas pada seorang ibu. Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama (primigravida) dan jarang dijumpai lagi pada kehamilan berikutnya. Keadaan ini diterangkan secara imunologi bahwa pada kehamilan pertama

pembentukan antibodi terhadap antibodi plasenta tidak sempurna sehingga respon umun yang tidak menguntungkan terhadap histo incompabilitas plasenta. Pada kehamilan berikutnya pembentukan dari bloking antibodi ini lebih banyak akibat respon yang terjadi pada kehamilan pertama yang lalu. Selanjutnya yang mendukung adalah teori yang dikemukakan bahwa patogenesis preeklampsia terjadi karena maladaptasi pada sirkulasi uteroplasenter. Pada primigravida terjadi adaptasi sirkulasi uteroplasenter yang tidak adekuat pada multigravida. (Rachimhadi. T, 1991). D. Tinjauan Umum tentang Pemeriksaan Antenatal Penderita

Preeklampsia Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil secara berkala untuk menjaga kesehatan ibu dan janin yang meliputi pemeriksaan kehamilan dan tindak lanjut terhadap penyimpanan yang ditemukan pemberian intervensi dasar serta mendidik dan memotivasi ibu agar dapat merawat dirinya selama hamil dan mampu

13

mempersiapkan persalinannya. Pemeriksaan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan dan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dilakukan lebih sering dan intensif. Menurut Depkes, keteraturan waktu pelayanan antenatal adalah kunjungan pertama (KI) yaitu kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilannya segera setelah haid terlambat satu bulan (Trimester I) kunjungan ulang minimal 1 kali pada kehamilan 4 6 bulan (trimester II) kunjungan

berikutnya minimal 2 kali pada kehamilan 7-9 bulan (trimester III) dan mendapat pelayanan 7 T (K4) yaitu : 1. Timbang BB, TB, LILA 2. Periksa TD 3. Periksa TFU 4. Pemberian imunisasi TT 5. Pemberian tablet Fe, minimal 90 tablet selama hamil 6. Tes PMS 7. Temu wicara Menurut menggambarkan L. Ratna Budiarso yang dalam tidak Ariyanti Arif (2001)

bahwa

ibu

melakukan

pemeriksaan

kehamilan secara teratur mempunyai risiko dibanding ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur.

14

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fonny Jos

dan

M. Taufik dalam Ariyanti Arif (2001), didapatkan bahwa penderita hipertensi pada kehamilan termasuk didalamnya preeklampsia pada umumnya tidak melakukan pemeriksaan sebanyak 61,65%. Dua tanda utama yang penting pada preeklampsia hipertensi dan proteinuria merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Kemudian dia akan mengalami gejala-gejala seperti sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium. Kelainan tersebut sudah berat. Dengan demikian, jelas bahwa perawatan atau pemeriksaan antenatal penting dalam mendeteksi dini dan penanganan komplikasi ini. E. Tinjauan Umum tentang Jenis Kehamilan Penderita Preeklampsia Kehamilan ganda dan molahidatidosa merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya preeklampsia. Kedua jenis kehamilan tersebut ditemukan trofoblas dalam jumlah berlebihan yang dianggap penting dalam terjadinya preeklampsia. Pada preeklampsia, kehamilan tidak perlu harus ada dalam uterus dan tidak perlu ada jaminan misalnya preeklampsia yang terjadi pada kehamilan abdominalis dan kehamilan molahidatidosa. Syarat utama ialah adanya trofoblast dan ini didukung pula oleh kenyataan bahwa preeklampsia akan membaik setelah plasenta lahir. Makin banyak jumlah dari tropoblast makin besar kemungkinan terjadinya preeklampsia.

15

Bahkan dapat terjadi pada akhir trimester kedua kehamilan. Ini terlihat pada kehamilan molahidatidosa dan gamelli. Dari sisi lain frekuensi preeklampsia yang dilaporkan lebih sering pada kehamilan kembar (gamelli) dapat diterangkan bahwa pada kehamilan kembar terjadi keregangan uterus yang berlebihan, hal ini menyebabkan sirkulasi utero plasenter terganggu, terjadi iskemia uterus yang mendasari terjadinya preeklampsia. Plasenta pada molahidatidosa sebagian dari Villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan, tidak terdapat pembuluh darah dan tidak ada proliferasi dari tropoblast. Keadaan ini menyebabkan tidak terjadinya invasi tropoblast pada arteri spinalis yang merupakan mekanisme morfofungsional pembuluh darah uterus. Seperti telah dijelaskan terlebih dahulu, ini merupakan dasar patogenesa terjadinya preeklampsia (Manuaba, I : 1999).

16

F. Kerangka Teori

Umur Ibu

Paritas

Kemampuan adaptasi menurun

Maladaptasi sirkulasi uteroplasenta

Pre Eklamsia

Kurang deteksi dini

Trofoblast berlebihan

ANC

Jenis Kehamilan

17

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti Kehamilan dan persalinan sebagai keadaan fisiologis yang dialami seorang ibu tidak terlepas dari risiko yang dapat membahayakan ibu dan janinnya. Preeklampsia sebagai tahap awal dari ekslampsia merupakan salah satu dari trias komplikasi yang memegang peranan utama dalam memperbesar risiko kematian ibu dan janinya. Saat ini belum diketahui penyebabnya, sehingga penting untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya preeklampsia. Seperti : umur ibu, paritas, pemeriksaan antenatal dan jenis kehamilan (Ariyanti Arif, 2001). 1. Umur ibu Umur ibu yang terlalu muda (< 20 tahun) dan terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami

preeklampsia, karena ibu yang hamil pada usia terlalu muda mengalami perubahan yang hebat dalam masa kehamilannya, sedangkan ibu yang hamil pada usia yang terlalu tua mengalami kemampuan adaptasi yang menurun terhadap perubahan hormonal (Ariyanti Arif, 2001).

18

2. Paritas Telah dikemukakan bahwa ibu primigravida adalah faktor predisposisi terjadinya penyakit preeklampsia. Hal ini didukung oleh teori yang dikemukakan bahwa patogenesa preeklampsia terjadi karena maladaptasi dari sirkulasi uteroplasenta dan interaksi

immunologik feto maternal. Pada primigravida adaptasi tidak sebaik pada multigravida (Salmiah. Dkk,. 1998) 3. Pemeriksaan Antenatal Dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dapat dilakukan pencegahan dan deteksi dini terhadap gejala-gejala preeklampsia. Oleh karena itu ibu dengan pemeriksaan antenatal yang teratur merupakan kelompok yang mempunyai risiko rendah menderita preeklampsia. Sebaliknya ibu dengan pemeriksaan antenatal yang tidak teratur digolongkan kedalam kelompok yang berisiko menderita preeklampsia (Ariyanti Arif, 2001). 4. Jenis Kehamilan Yang dimaksud disini adalah kehamilan tunggal, kehamilan kembar dan molahidatidosa. Kehamilan kembar dan molahidatidosa adalah faktor risiko preeklampsia karena pada kedua jenis kehamilan tersebut ditemukan trofoblast dalam jumlah berlebihan yang dianggap penting dalam terjadinya preeklampsia (Salmiah, 1998).

19

B. Variabel Yang Diteliti Pada penelitian ini variabel yang akan diteliti terdiri atas : 1. Variabel dependen : preeklampsia 2. Variabel independen a. Umur ibu b. Paritas c. Pemeriksaan antenatal d. Jenis kehamilan

20

C. Pola Pikir Variabel Yang Diteliti Variabel Independen Umur Ibu Paritas Variabel Dependen

Pemeriksaan Antenatal

Preeklampsia

Jenis Kehamilan

Sosial Ekonomi

Riwayat Preeklampsia Ekslapsia Penyakit ginjal, vaskuler dan diabetes Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

21

D. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif 1. Preeklampsia Yang dimaksud preeklampsia dalam penelitian ini adalah apabila ditemukan dua dari trias utama yaitu edema, hipertensi dan proteinuria pada ibu hamil oleh dokter yang bersangkutan. Kriteria objektif : Kasus : Jika hasil diagnosa dokter yang tercantum pada kartu

status menunjukkan ibu hamil menderita preeklampsia. Kontrol : Jika hasil diagnosa dokter yang tercantum pada kartu status tidak menunjukkan ibu hamil menderita

preeklampsia. 2. Umur ibu Yang dimaksud dengan umur ibu dalam penelitian ini adalah umur ibu yang tercantum dalam kartu status yang dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir. Kriteria objektif : Risiko Tinggi : Jika umur ibu dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun

Risiko Rendah : Jika umur ibu 20 35 tahun. 3. Paritas Yang dimaksud paritas dalam penelitian ini adalah jumlah persalinan yang pernah dialami oleh ibu selain abortus yang tercatat pada kartu status.

22

Kriteria Objektif : Risiko Tinggi : Bila ibu belum pernah melahirkan anak hidup (P = 0)

Risiko Rendah : Bila ibu sudah pernah melahirkan anak hidup (P 1)

4. Pemeriksaan antenatal Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan sejak awal kehamilan hingga melahirkan ditempat pelayanan kesehatan. Kriteria objektif : Risiko Tinggi : Pemeriksaan tidak teratur (< 4 kali dan tidak mendapat pelayanan 7T yang lengkap) Risiko Rendah : Pemeriksaan teratur 4 kali dan mendapatkan pelayanan 7T secara lengkap. 5. Jenis kehamilan Jenis kehamilan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kehamilan kembar atau molahidatisida dan kehamilan tunggal. Kriteria objektif : Risiko Tinggi : Kehamilan kembar (jenis kehamilan yang

mengandung dua janin atau lebih), molahidatidosa (hamil anggur). Risiko Rendah : Kehamilan tunggal (jenis kehamilan yang

mengandung satu janin).

23

E. Hipotesis Penelitian 1. Umur ibu merupakan faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia

2. Paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia 3. Pemeriksaan antenatal merupakan faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia 4. Jenis kehamilan merupakan faktor risiko terhadap kejadian

preeklampsia

24

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan menggunakan pendekatan Case Control Study. Skema rangcangan kasus kontrol adalah : Faktor risiko (+) Kasus Faktor risiko (-) Sampel Faktor risiko (+) Kontrol Faktor risiko (-) B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih adalah Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2010. Populasi

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi penelitian adalah semua ibu hamil dan bersalin yang dirawat di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009, sebanyak 750 orang.

25

2. Sampel a. Kasus : Semua ibu hamil dan bersalin menderita preeklampsia b. Kontrol : Semua ibu hamil dan bersalin normal (tidak menderita preeklampsia) dan mempunyai data tentang variabel yang diteliti. 3. Pengambilan Sampel a. Sampel kasus diambil secara keseluruhan sebanyak 68 orang, berdasarkan tabel Lemeshow b. Sampel kontrol diambil secara acak sederhana (simple random sampling) sebanyak 68 orang. c. Jumlah sampel keseluruhan (kasus dan kontrol) sebanyak 136 orang. D. Pengumpulan Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari kartu status ibu hamil dan bersalin yang dirawat di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan.

E. Pengolahan dan Penyajian Data Data yang terkumpul akan diolah dengan menggunakan komputer (program SPSS versi 10,0) kemudian data tersebut disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan.

26

F. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan pengujian hipotesis. Hipotesis yang digunakan adalah Uji Odds Ratio (OR). Faktor Risiko Faktor risiko positif Faktor risiko negatif Total Kelompok Studi Kasus Kontrol a c a+c b d b+d Total a+b c+d a+b+c+d

Untuk menghitung nilai OR digunakan :


OR = ad bc

Keterangan : a = Jumlah kasus dengan risiko positif b = Jumlah kontrol dengan risiko positif c = Jumlah kasus dengan risiko negatif

d = Jumlah kontrol dengan risiko negatif

27

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah sample secara keseluruhan sebanyak 136 ibu yang hamil. Data hasil penelitian dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian dan diuraikan sebagai berikut : 1. Analisis Deskriptif a. Umur Tabel 1. Distribusi Umur Ibu Hamil di RSIA Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 Umur Risiko tinggi Risiko rendah Jumlah Sumber : RSIA Pertiwi Frekuensi 63 73 136 Persentase 46,3 53,7 100.0

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 136 ibu hamil di RSIA pertiwi, terbanyak berumur 20-36 tahun (risiko rendah) sebanyak 53,7 %, dan yang berumur < 20 tahun atau > 35 tahun (risiko tinggi) sebanyak 46,3%.

b. Paritas Tabel 2. Distribusi Paritas Ibu Hamil di RSIA Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010

28

Paritas Risiko tinggi Risiko rendah Jumlah Sumber : RSIA Pertiwi

Frekuensi 71 65 136

Persentase 52,2 47,8 100.0

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 136 ibu hamil di RSIA pertiwi, terbanyak memiliki paritas 0 (risiko tinggi) sebanyak 52,2 %, dan yang memiliki paritas 1 atau lebih (risiko rendah) 47,8%. sebanyak

c. Antenatal Care Tabel 3. Distribusi Antenatal Care Ibu Hamil di RSIA Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 Antenatal care Risiko tinggi Risiko rendah Jumlah Sumber : RSIA Pertiwi Frekuensi 70 66 136 Persentase 51,4 48,6 100.0

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 136 ibu hamil di RSIA pertiwi, terbanyak anteatal carenya tidak lengkap (risiko tinggi) sebanyak 51,4 %, dan yang antenatal carenya lengkap (risiko rendah) sebanyak 48,6%.

d. Jenis Kehamilan

29

Tabel 4. Distribusi Jenis Kehamilan Ibu Hamil di RSIA Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 Jenis Kehamlan Risiko tinggi Risiko rendah Jumlah Sumber : RSIA Pertiwi Frekuensi 8 128 136 Persentase 5,8 94,2 100.0

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 136 ibu hamil di RSIA pertiwi, terbanyak jenis kehamilannya tunggal (risiko rendah) sebanyak 94,2 %, dan yang memiliki kehamilan ganda (risiko tinggi) sebanyak 5,8%.

e. Pre-Eklamsia Tabel 5. Distribusi Kejadian Pre Eklmasia pada Ibu Hamil di RSIA Pertiwi Provinsi Sulawesi SelatanTahun 2010 Pre Eklamsia Frekuensi Persentase Kasus Kontrol Jumlah Sumber : RSIA Pertiwi 68 68 136 50,0 50,0 100.0

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 136 ibu hamil di RSIA pertiwi, yang terpilih sebagai sampel masing-masing terdiri dari 68 kasus dan 68 kontrol.

2. Analisis Bivariat a. Faktor Risiko Umur terhadap Pre-eklamsia

30

Tabel 6. Faktor Risiko Umur Ibu Terhadap Kejadian Pre-eklamsia di RSIA Pertiwi Kota Makassar Tahun 2010
Kejadian Pre-eklamsia Umur Kasus Kontrol Jumlah OR

Risiko Tinggi Risiko Rendah

Jumlah Sumber : RSIA Pertiwi

N 47 21 68

% 69,1 30,9 100,0

N 16 52 68

% 23,5 76,5 100,0

63 73 136

7,2

Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 68 ibu hamil yang menderita pre-eklamsia sebagian besar berumur <20 tahun dan > 35 tahun (risiko tinggi) yaitu sebesar 69,1%, sedangkan dari 68 ibu hamil yang tidak menderita pre-eklamsia sebagian besar berumur 20-35 tahun (risiko rendah) yaitu sebesar 76,5%. Hasil analisis Odds Ratio diperoleh nilai OR=7,2, hal ini berarti ibu hamil yang berumur < 20 tahun atau > 35 tahun berisiko 7,2 kali lebih besar menderita pre-eklamsia dibandingkan ibu yang berumur 20-35 tahun.

b. Faktor Risiko Paritas terhadap Pre-eklamsia Tabel 7. Faktor Risiko Paritas Ibu Terhadap Kejadian Pre-eklamsia di RSIA Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010

31

Kejadian Pre-eklamsia Paritas Kasus Kontrol Jumlah OR

Risiko Tinggi Risiko Rendah

Jumlah Sumber : RSIA Pertiwi

N 51 17 68

% 75,0 25,0 100,0

N 20 48 68

% 29,4 70,6 100,0

71 65 136

7,1

Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 68 ibu hamil yang menderita pre-eklamsia sebagian besar paritas 0 (risiko tinggi) yaitu sebesar 75,0%, sedangkan dari 68 ibu hamil yang tidak menderita preeklamsia sebagian besar memliki paritas 1 atau lebih (risiko rendah) yaitu sebesar 70,6%. Hasil analisis Odds Ratio diperoleh nilai OR=7,1, hal ini berarti ibu hamil yang memiliki paritas 0 berisiko 7,1 kali lebih besar menderita pre-eklamsia dibandingkan ibu yang memiliki paritas 1 atau lebih.

c. Faktor Risiko Antenatal Care terhadap Pre-eklamsia Tabel 8. Faktor Risiko Antenatal Care Terhadap Kejadian Pre-eklamsia di RSIA Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010
Kejadian Pre-eklamsia Antenatal Care Kasus Kontrol Jumlah OR

32

Risiko Tinggi Risiko Rendah

Jumlah Sumber : RSIA Pertiwi

49 19 68

72,0 28,0 100,0

21 47 68

30,8 69,2 100,0

70 66 136

6,7

Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 68 ibu hamil yang menderita pre-eklamsia sebagian besar antenatal carenya tidak lengkap (risiko tinggi) yaitu sebesar 72,0%, sedangkan dari 68 ibu hamil yang tidak menderita pre-eklamsia sebagian besar antenatal carenya lengkap (risiko rendah) yaitu sebesar 69,2%. Hasil analisis Odds Ratio diperoleh nilai OR=6,7, hal ini berarti ibu hamil yang antenatal carenya tidak lengkap berisiko 6,7 kali lebih besar menderita pre-eklamsia dibandingkan ibu yang antenatal carenya lengkap.

d. Faktor Risiko Jenis Kehamilan terhadap Pre-eklamsia Tabel 9. Faktor Risiko Jenis Kehamilan Terhadap Kejadian Pre-eklamsia di RSIA Pertiwi Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010
Kejadian Pre-eklamsia Jenis Kahamilan Kasus Kontrol Jumlah OR

Risiko Tinggi Risiko Rendah

Jumlah Sumber : RSIA Pertiwi

N 5 63 68

% 7,3 92,7 100,0

N 3 65 68

% 4,4 95,6 100,0

8 128 136

1,7

33

Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 68 ibu hamil yang menderita pre-eklamsia sebagian besar jenis kehamilannnya tunggal yaitu sebesar 92,7%, sedangkan dari 68 ibu hamil yang tidak menderita preeklamsia sebagian besar kehamilannnya tunggal yaitu sebesar 95,6%. Hasil analisis Odds Ratio diperoleh nilai OR=1,7, hal ini berarti ibu hamil yang memiliki kehamilan ganda berisiko 1,7 kali lebih besar menderita pre-eklamsia dibandingkan ibu yang memiliki kehamilan tunggal.

B. Pembahasan 1.Umur Umur ibu pada saat kehamilan merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat risiko kehamilan dan persalinan. Umur optimum berproduksi adalah antara 20 35 tahun. Makin jauh umur ibu dari kisaran ini makin besar risiko terjadinya komplikasi sehubungan dengan kehamilan dan persalinan. Atas dasar ini pula, maka seorang ibu akan lebih rentan terhadap preeklampsia, jika mengalami kehamilan diusia yang terlalu muda (< 20 tahun) atau teralu tua (> 35 tahun). Hasil penelitian diperoleh bahwa dari 136 ibu hamil di RSIA pertiwi, terbanyak berumur 20-36 tahun (risiko rendah) sebanyak 53,7 %, dan yang berumur < 20 tahun atau > 35 tahun (risiko tinggi) sebanyak 46,3%. Bila dikaitkan dengan kejadian preeklamsia diperleh bahwa dari 68 ibu

34

hamil yang menderita pre-eklamsia sebagian besar berumur <20 tahun dan > 35 tahun (risiko tinggi) yaitu sebesar 69,1%, sedangkan dari 68 ibu hamil yang tidak menderita pre-eklamsia sebagian besar berumur 20-35 tahun (risiko rendah) yaitu sebesar 76,5%. Hasil analisis Odds Ratio diperoleh nilai OR=7,2, hal ini berarti ibu hamil yang berumur < 20 tahun atau > 35 tahun berisiko 7,2 kali lebih besar menderita pre-eklamsia dibandingkan ibu yang berumur 20-35 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sakka yang mengatakan bahwa preeklampsia cenderung ditemukan lebih sering pada ibu yang hamil dalam usia muda. Dari beberapa literatur disebutkan bahwa umur < 20 tahun dan > 35 tahun sekalipun beberapa penelitian telah mengemukakan dan menunjukkan hal yang sama namun apa yang jadi faktor penyebabnya sampai saat ini belum ada teori yang dapat menerangkan secara pasti. Beberapa literatur menerangkan bahwa ibu yang berusia terlalu muda atau terlalu tua akan mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami preeklampsia karena ibu yang hamil pada usia yang terlalu muda mengalami perubahan hormonal yang hebat dalam masa kehamilannya sedangkan ibu yang hamil pada usia terlalu tua mengalami kemampuan adaptasi yang menurun terhadap perubahan hormonal (Rachimhadi. T, 1991).

35

2.Paritas Kehamilan adalah peristiwa berlangsungnya pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi dari uterus seorang wanita sebelum konsepsi dilahirkan, sedangkan persalinan adalah proses dikeluarkannya janin dan plasenta dari uterus jumlahnya persalinan dengan usia kehamilan yang telah sampai pada tingkat viabilitas janin memberi paritas pada seorang ibu. Hasil penelitian diperoleh bahwa dari 136 ibu hamil di RSIA pertiwi, terbanyak memiliki paritas 0 (risiko tinggi) sebanyak 52,2 %, dan yang memiliki paritas 1 atau lebih (risiko rendah) sebanyak 47,8%. Bila

dikaitkan dengan kejadian preeklamsia diperoleh bahwa dari 68 ibu hamil yang menderita pre-eklamsia sebagian besar paritas 0 (risiko tinggi) yaitu sebesar 75,0%, sedangkan dari 68 ibu hamil yang tidak menderita preeklamsia sebagian besar memliki paritas 1 atau lebih (risiko rendah) yaitu sebesar 70,6%. Hasil analisis Odds Ratio diperoleh nilai OR=7,1, hal ini berarti ibu hamil yang memiliki paritas 0 berisiko 7,1 kali lebih besar menderita preeklamsia dibandingkan ibu yang memiliki paritas 1 atau lebih. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rachimhadhi yang mengatakan bahwa preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama (primigravida) dan jarang dijumpai lagi pada

36

kehamilan berikutnya. Keadaan ini diterangkan secara imunologi bahwa pada kehamilan pertama pembentukan antibodi terhadap antibodi plasenta tidak sempurna sehingga respon umun yang tidak

menguntungkan terhadap histo incompabilitas plasenta. Pada kehamilan berikutnya pembentukan dari bloking antibodi ini lebih banyak akibat respon yang terjadi pada kehamilan pertama yang lalu. Selanjutnya yang mendukung adalah teori yang dikemukakan bahwa patogenesis preeklampsia terjadi karena maladaptasi pada sirkulasi uteroplasenter. Pada primigravida terjadi adaptasi sirkulasi uteroplasenter yang tidak adekuat pada multigravida. (Rachimhadi. T, 1991).

3.Antenatal Care Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil secara berkala untuk menjaga kesehatan ibu dan janin yang meliputi pemeriksaan kehamilan dan tindak lanjut terhadap penyimpanan yang ditemukan pemberian intervensi dasar serta mendidik dan memotivasi ibu agar dapat merawat dirinya selama hamil dan mampu mempersiapkan persalinannya. Pemeriksaan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan dan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dilakukan lebih sering dan intensif. Menurut Depkes, keteraturan waktu pelayanan antenatal adalah kunjungan pertama (KI) yaitu kontak ibu hamil yang pertama kali dengan

37

petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilannya segera setelah haid terlambat satu bulan (Trimester I) kunjungan ulang minimal 1 kali pada kehamilan 4 6 bulan (trimester II) kunjungan

berikutnya minimal 2 kali pada kehamilan 7-9 bulan (trimester III) dan mendapat pelayanan 7 T (K4). Hasil penelitian diperoleh bahwa dari 136 ibu hamil di RSIA pertiwi, terbanyak anteatal carenya tidak lengkap (risiko tinggi) sebanyak 51,4 %, dan yang antenatal carenya lengkap (risiko rendah) sebanyak 48,6%. Bila dikaitkan dengan pre eklamsia diperoleh bahwa dari 68 ibu hamil yang menderita pre-eklamsia sebagian besar antenatal carenya tidak lengkap (risiko tinggi) yaitu sebesar 72,0%, sedangkan dari 68 ibu hamil yang tidak menderita pre-eklamsia sebagian besar antenatal carenya lengkap (risiko rendah) yaitu sebesar 69,2%. Hasil analisis Odds Ratio diperoleh nilai OR=6,7, hal ini berarti ibu hamil yang antenatal carenya tidak lengkap berisiko 6,7 kali lebih besar menderita pre-eklamsia dibandingkan ibu yang antenatal carenya lengkap. Menurut menggambarkan L. Ratna Budiarso yang dalam tidak Ariyanti Arif (2001)

bahwa

ibu

melakukan

pemeriksaan

kehamilan secara teratur mempunyai risiko dibanding ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur.

38

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fonny Jos

dan

M. Taufik dalam Ariyanti Arif (2001), didapatkan bahwa penderita hipertensi pada kehamilan termasuk didalamnya preeklampsia pada umumnya tidak melakukan pemeriksaan sebanyak 61,65%. Dua tanda utama yang penting pada preeklampsia hipertensi dan proteinuria merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Kemudian dia akan mengalami gejala-gejala seperti sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium. Kelainan tersebut sudah berat. Dengan demikian, jelas bahwa perawatan atau pemeriksaan antenatal penting dalam mendeteksi dini dan penanganan komplikasi ini.

4.Jenis Kehamilan Kehamilan ganda dan molahidatidosa merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya preeklampsia. Kedua jenis kehamilan tersebut ditemukan trofoblas dalam jumlah berlebihan yang dianggap penting dalam terjadinya preeklampsia. Hasil penelitian diperoleh bahwa dari 136 ibu hamil di RSIA pertiwi, terbanyak jenis kehamilannya tunggal (risiko rendah) sebanyak 94,2 %, dan yang memiliki kehamilan ganda (risiko tinggi) sebanyak 5,8%. Bila dikaitkan dengan kejadian preeklamsia diperoleh bahwa dari 68 ibu hamil yang menderita pre-eklamsia sebagian besar jenis kehamilannnya tunggal yaitu sebesar 92,7%, sedangkan dari 68 ibu hamil yang tidak menderita

39

pre-eklamsia sebagian besar kehamilannnya tunggal yaitu sebesar 95,6%. Hasil analisis Odds Ratio diperoleh nilai OR=1,7, hal ini berarti ibu hamil yang memiliki kehamilan ganda berisiko 1,7 kali lebih besar menderita pre-eklamsia dibandingkan ibu yang memiliki kehamilan tunggal. Pada preeklampsia, kehamilan tidak perlu harus ada dalam uterus dan tidak perlu ada jaminan misalnya preeklampsia yang terjadi pada kehamilan abdominalis dan kehamilan molahidatidosa. Syarat utama ialah adanya trofoblast dan ini didukung pula oleh kenyataan bahwa preeklampsia akan membaik setelah plasenta lahir. Makin banyak jumlah dari tropoblast makin besar kemungkinan terjadinya preeklampsia. Bahkan dapat terjadi pada akhir trimester kedua kehamilan. Ini terlihat pada kehamilan molahidatidosa dan gamelli. Dari sisi lain frekuensi preeklampsia yang dilaporkan lebih sering pada kehamilan kembar (gamelli) dapat diterangkan bahwa pada kehamilan kembar terjadi keregangan uterus yang berlebihan, hal ini menyebabkan sirkulasi utero plasenter terganggu, terjadi iskemia uterus yang mendasari terjadinya preeklampsia. Plasenta pada molahidatidosa sebagian dari Villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan, tidak terdapat pembuluh darah dan tidak ada proliferasi dari tropoblast. Keadaan ini menyebabkan tidak terjadinya invasi tropoblast pada arteri spinalis yang merupakan

40

mekanisme morfofungsional pembuluh darah uterus. Seperti telah dijelaskan terlebih dahulu, ini merupakan dasar patogenesa terjadinya preeklampsia (Manuaba, I : 1999).

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Hasil penelitian yang telah dilakukan, maka ditarik

beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut : 1. Umur ibu merupakan faktor risiko kejadian pre-eklamsia dengan nilai OR=7,2 2. Paritas ibu merupakan faktor risiko kejadian pre-eklamsia dengan nilai OR=7,1 3. Antenatal care ibu merupakan faktor risiko kejadian preeklamsia dengan nilai OR=6,7 4. Jenis Kehamilan merupakan faktor risiko kejadian pre-eklamsia dengan nilai OR=1,7

B. Saran

41

Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka di sarankan sebagai berikut : 1. Perlunya penyebaran informasi mengenai risiko umur terhadap kejadian preeklamsia, agar dapat memperhatikan

kehamilannnya khususnya pada umur kurang dari 20 tahun dan menghentikan kehamilan pada umur diatas 35 tahun 2. Ibu yang memiliki paritas 0 sebaiknya lebih sering

memeriksakan

kehamilannya

untuk

mencegah

terjadinya

masalah selama kehamilan. 3. Perlunya penelitian lanjut mengenai pre eklamsia

42

DAFTAR PUSTAKA Arief, Ariyanti, Beberapa Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia, Skripsi Sarjana tidak diterbitkan FKM UNHAS, Makassar, 2001. Jumalia, S. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Preeklampsia/ Eklampsia di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Skripsi Sarjana tidak diterbitkan FKM UNHAS, Makassar, 2000.

Manuaba, I,B. Preeklampsia dan Ekslampsia, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, 1999. Mansjoer , A, Preeklampsia dan Ekslampsia, Kapita Selekta Kedokteran , Jilid I Edisi ke-3, Fakultas Kedokteran UI, 2001. Manuputty, J, Penatalaksaan Kehamilan dengan Hipertensi, Majalah Dokter Keluarga, Volume 6, No. 5, 1987. Rachimhadhi, T, dkk, Preeklampsia dan Ekslampsia, Ilmu Kebidanan , Edisi Ke-3, Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1991. Saifuddin, Bari, Penanganan Khusus Hipertensi Pada Kehamilan , Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 2002. Simanjuntak, P. Pedoman Penanganan Hipertensi dalam Kehamilan , Simposium Gestosis Pogi, Medan, 1991. Sulaiman, S, Penyakit-Penyakit Hipertensi dalam Kehamilan , Obstetri Patologi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung, 1984. Sakka, Salmia, Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Penderita Preeklampsia, Skripsi Sarjana tidak diterbitkan Fakultas Kedokteran, UNHAS, 1998. Soejones, A, Peran Serta Masyarakat Dalam Upaya Menurunkan Kematian Maternal, Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Volume 18. No. 1, 1992. Soekidjo, N, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta

43

Wiknjosastro, Hanifa, Penyakit Trofoblast, Ilmu Kandungan, Edisi ke-3 Cetakan Ke-3, Jakarta, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Departemen Kesehatan, Jakarta, 1999. Sehat 2010,

44

Kuesioner Faktor Risiko Pre Eklamsi Pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 I. Identitas Responden Nama :. Umur ibu :. tahun Pendidikan ibu :. Pekerjaan ibu :. Alamat : .. II. Kasus : 1=Pre eklamsia 2=Tidak preeklamsia III.Paritas 1. Berapa jumlah anak ibu yang lahir hidup ? .................... 2. Kehamilan sekarang merupakan kehamilan yang keberapa ? ........ IV.Jenis Kehamilan 1. Menurut diagnosa dokter, apakah kehamilan ibu kembar ? a. Ya b. Tidak 2.Berapa bulan usia kehamilan ibu ? .............. V.ANC 1. Berapa kali ibu memeriksakan kehamilannya pada Trimester I ?.........kali 2. Berapa kali ibu memeriksakan kehamilannya pada Trimester II ?.......kali 3. Berapa kali ibu memeriksakan kehamilannya pada Trimester III ?.......kali 4. Apakah ibu sudah mendapatkan elayanan 7T ? a. Ya b. Tidak

45

HASIL PENELITIAN FAKTOR RISIKO PRE EKLAMSI PADA IBU HAMIL DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PERTIWI PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2010

OLEH: RISDA

PROGRAM DIPLOMA IV BIDAN PENDIDIK UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR MAKASSAR 2010

46

Anda mungkin juga menyukai