Anda di halaman 1dari 2

Anak Puber, Hindari Blaming

Posted on 09 August, 2009 by admin ROSES tumbuh-kembang anak pasti melalui masa pubertas. Ketika hormon berubah, fisik dan psikis anak pun berubah. Perubahan perilaku yang biasanya dialami anak puber seperti, lebih memperhatikan penampilan dan egois yang tinggi. Sedangkan orangtua jangan sampai menyalahkan (blaming) atas perubahan sikap anak. Setiap orangtua yang punya anak remaja tentu pernah merasakan perubahan fisik dan perilaku putra- putrinya manakala memasuki periode pubertas. Masa puber berlangsung antara usia 12 hingga 18 tahun yang diawali prapubertas, yakni peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Pada fase ini, anak biasanya menunjukkan sikap tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi dan mulai tumbuh sikap kritisnya. Dalam hal fungsi tubuh, anak mencapai titik kematangan tertentu. Untuk wanita ditandai menstruasi, payudara membesar, tumbuhnya rambut kemaluan dan rambut ketiak, pertumbuhan badan, dan muka yang rawan berjerawat. Anak wanita umumnya mengalami hal ini pada rentang usia 7 hingga 13 tahun. Sementara anak laki-laki biasanya kejadiannya lebih lambat, sekitar usia 10 hingga 14 tahun. Ciri khas anak laki-laki pubertas ditandai mimpi basah, perubahan suara, rambut di badan, dan jakun yang mulai tumbuh. Masa pubertas umumnya terjadi pada usia 14 hingga 16 tahun dan merupakan awal masa remaja. Secara alamiah, seseorang yang memasuki masa pubertas akan mengalami sejumlah perubahan, yang antara lain disebabkan perubahan hormon, kemudian mempengaruhi fungsi otak. Seperti dikatakan Psikolog Indah Kumala Hasibuan, sifat khas pubertas seperti rasa marah, bahagia, putus asa, malas, meledak-ledak, tidak punya inisiatif karena dipengaruhi fungsi kerja otak. Pada anak yang sedang puber, aspek emosional biasanya sangat berperan terhadap perubahan perilaku. Selain itu, kata wanita yang bertugas di RSU Pirngadi Medan ini, anak pubertas memiliki sikap tidak menentu atau plin-plan dan suka berkelompok atau membentuk gank bersama teman sebaya atau senasib. Jika tak disikapi dengan bijak, perubahan pada si anak puber tak jarang menjengkelkan orangtua sehingga timbul konflik antara keduanya. Sifat yang muncul tersebut bukan sifat yang dibuat-buat anak pubertas. Tapi muncul seiring dengan perkembangannya. Orangtua jangan sampai menyalahkan (blaming) agar tidak terjadi konflik dengan anak, tambahnya. Ketika anak beranjak puber, perbedaan pendapat dengan orangtua kerap jadi sumber masalah. Orangtua seharusnya jangan menganggap perbedaan itu sebagai bentuk pembangkangan si anak, melainkan pengayaan pikiran. Orangtua sering kali marah kalau anak remajanya berbeda. Akibat tidak sejalan dengan mindset orangtua, sering kali cara berpikir anak yang berbeda dianggap aneh atau absurd oleh orangtuanya. Padahal, perbedaan harus berkembang dan dihormati, urai Indah. Orangtua harus sadar bahwa masa puber pada anak adalah saat-saat penting dalam upaya menghantarkan kedewasaan anak. Untuk itu, kasih sayang dan sikap respek terhadap orang

lain perlu ditanamkan dan ditunjukkan orangtua sebagai panutan. Kalau orangtuanya saja tidak respek, bagaimana anak bisa punya respek terhadap orang lain, tegasnya. Kesabaran orangtua dalam menjelaskan dengan bahasa yang halus juga diperlukan, terutama ketika anak timbul sikap ego dan otoriternya. Jangan sampai orangtua terpancing ikut-ikutan emosi yang akhirnya bisa berbuah konflik. Sikap membanding-bandingkan, menyalahkan (blaming), terlalu menggurui, atau menasihati sebaiknya juga dihindari, sebab bisa memprovokasi emosional anak. Ganti dengan menawarkan solusi, saran, atau pilihan, pungkas Indah.

Anda mungkin juga menyukai