Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Rata-rata berat bayi normal (usia gestasi 37 sampai 42 minggu) adalah 3200 gram. Secara umum, bayi berat lahir rendah (< 2500 gram) dan bayi dengan berat berlebih ( 3800 gram) memiliki resiko lebih besar untuk mengalami masalah.1 Masa gestasi juga merupakan indikasi kesejahteraan bayi baru lahir karena semakin cukup masa gestasi, semakin baik kesejahteraan bayi. Sejak akhir tahun 1960an konsep bayi berat lahir rendah tidak sinonim dengan prematuritas telah diterima secara luas. Tidak semua BBL yang memiliki berat lahir kurang dari 2500 gram lahir BKB. Demikian pula tidak semua BBL dengan berat lahir lebih dari 2500 gram lahir aterm.1,2 Hubungan antara umur kehamilan dengan berat lahir mencerminkan kecukupan pertumbuhan intrauterin. Identifikasi antenatal terhadap penyimpangan pertumbuhan intrauterin mempermudah perencanaan persalinan dan resusitasi neonatal jika diperlukan.Asfiksi amerupakan salah satu keadaan yang paling sering menyertai BBLR. Secara definisi asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.2 Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Keadaaan ini dapat menyebabkan perkembangan kecerdasan otak bayi tidak optimal.2,3Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap lingkungan ekstrauterin. Penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berebdes pada tahun 1996 yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.2Menurut WHO, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, 4 juta bayi lahir mati dan 4 juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari. Sebanyak 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Sebanyak 98 % dari kematian bayi terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. BBLR dan asfiksia neonatorum merupakan penyebab utama kematian neonatal dengan persentasi BBLR (29%) dan asfiksia neonatorum (27%).4
1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) 2.1.1 Definisi BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi.1 Dimana definisi berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.5 Pengukuran ini dilakukan setelah badan bayi dikeringkan dari air ketuban dan pada tempat pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dan Polindes) sedangkan bayi yang lahir di rumah, waktu pengukuran berat badan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam.1 2.1.2 Klasifikasi Secara umum BBLR dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu:2 1. Prematuritas murni Ialah neonatus dengan usia kehamilan < 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan yang disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB-SMK). 2. Dismaturitas Ialah neonatus dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan. Hal ini karena mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil untuk pertumbuhan masa kehamilan. Dismatur dapat terjadi pada aterm dan post term. Pertumbuhan dalam rahim terhambat dapat disebabkan dari faktor bayi sendiri, plasenta, ataupun faktor ibu (KMK).

Klasifikasi BBLR berdasarkan masa gestasi atau umur kehamilan:1 1. Bayi Kurang Bulan (BKB) adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (<259 hari). 2. Bayi Cukup Bulan (BCB) adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 37-42 minggu (259-293 hari). 3. Bayi Lebih Bulan (BLB) adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (294 hari). Klasifikasi BBLR berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, dibedakan dalam:6 1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), beratlahir 1500-2499 gram. 2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram. 3. Bayi Berat Lahir Ekstrim rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram. Klasifikasi bayi menurut berat lahir/umur kehamilan:1,2 1. Sesuai Masa Kehamilan (SMK) yaitu bayi dilahirkan dengan berat lahir yang terletak antara persentil ke-10 dan persentil ke-90. 2. Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu bayi dilahirkan dengan berat lahir < 10 persentil menurut grafik Lubhenco. 3. Besar Masa Kehamilan (BMK) yaitu bayi dilahirkan dengan berat lahir > 90 persentil menurut grafik Lubhenco. 2.1.3 Epidemiologi Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-3,8% sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosioekonomi rendah.1,2 Bayi BBLR mempunyai resiko meninggal 40 kali lebih tinggi di bandingkan bayi dengan berat badan normal pada tahun pertama. Angka kematian prenatal pada BBLR di Indonesia tinggi yaitu 181,1 tiap 1000 kelahiran bayi hidup 22,34 penyebab BBLR sampai saat ini masih terus dikaji. Beberapa studi menyebutkan bahwa penyebab BBLR adalah multi faktor, antara lain faktor demografi, biologi ibu, status gizi obstetric,
3

morbiditas ibu hamil, perilaku atau kebiasaan ibu dan keluarga yang kurang mendukung, tabu, pelayanan kesehatan dan gizi termasuk deteksi dini BBLR serta upaya intervensinya. 3,4 Makin kecil berat bayi lahir maka makin tinggi kejadian kelainan neurologis dan pisikomotorik bayi.3 Kejadian BBLR yang tinggi menunjukkan bahwa kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat itu masih rendah. Untuk itu diperlukan upaya untuk menurunkan angka kejadian BBLR agar kualitas kesehatan dan kesejahteraan menjadi meningkat.3 Kejadian BBLR ini bisa dicegah bila kita mengetahui faktor-faktor penyebabnya. 2.1.4 Etiologi Faktorfaktor yang dapat mempenngaruhi berat bayi lahir dikelompokan sebagai berikut:3,4 1. Faktor lingkungan internal, yang meliputi umur ibu, parietas, jarak kelahiran, kesehatan ibu, kadar haemoglobin ibu hamil serta ukuran antropometri ibu hamil. 2. Faktor lingkungan eksternal, yang meliputi kondisi lingkungan, masukan makanan ibu selama hamil, jenis pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu dan bapak (kepala keluarga), pengetahuan gizi dan tingkat social ekonomi. 3. Faktor (ANC). Sulit untuk menentukan secara pasti penyebab BBLR, namun ada beberapa faktor resiko yang erat hubungannya dengan kejadian BBLR.1,4,6 Adapun faktor-faktor resiko tersebut adalah: 1. Faktor ibu. a. Penyakit: malaria, anemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain. b. Komplikasi pada kehamilan: komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm. c. Usia Ibu dan paritas: usia < 20 tahun atau >40 tahun. d. Faktor kebiasaan ibu: ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika. 2. Faktor Janin Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom. pengunaan pelayanan kesehatan yaitu frequensi pemeriksaankehamilan

3. Faktor Lingkungan Tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun. 2.1.5 Diagnosis Penegakkan diagnosis BBLR didapatkan melalui anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1,2,5 1. Anamnesis Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR: a. Umur ibu; b. Riwayat hari pertama haid terakir; c. Riwayat persalinan sebelumnya; d. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya; e. Kenaikan berat badan selama hamil; f. Aktivitas; g. Penyakit yang diderita selama hamil; h. Obat-obatan yang diminum selama hamil. 2. PemeriksaanFisik Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain : a. Berat badan <2500 gram; b. Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan); c. Tulang rawan telinga belum terbentuk; d. Masih terdapat lanugo; e. Refleks masih lemah; f. Alat kelamin luar; perempuan: labium mayus belum menutup labium minus; lakilaki: belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata; g. Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan); h. Tidak dijumpai tanda prematuritas; i. Kulit keriput;
5

j. Kuku lebih panjang Tabel 1. Ciri-ciri BBLR BBLR Kurang Bulan <47> - Dada <29> - Umbilikus di bawah perut - Kurang aktif - Tangis lemah - Menghirup kurang kuat - Merah lembek, transparan. - Lemak sub kutan tipis Datar Lembut Pipih, lembek Lembut, hanya beberapa garis Lembut tidak sampai ujung jari - Wanita : labia mayora belum menutupi labia minora - Laki-laki : testis di dalam abdomen atau di kanal BBLR Cukup Bulan 50-52 cm - 33 cm - Umbilikus pada pusat - Aktif - Tangis kuat - Menghirup kuat BBLR Lebih Bulan 50-52 cm - 33 cm - Umbilikus sama dengan aterm - Aktif - Tangis kuat - Menghirup kuat spt lapar - Merah muda - Kering, keriput

PB Proporsi

Vitalitas

Kulit

- Merah muda segar - Lemak sub kutan positif (+) Panjang, kokoh Tegak, keras Penuh garis-garis Keras memenuhi ujung jari - Wanita : labia mayora sudah menutupi labia minora - Laki-laki : testis di dalam skrotum

Papila mamae Rambut Telinga Telapak kaki Kuku Genetalia

(+) Panjang, kokoh Kenyal Penuh garis-garis Keras melebihi ujung jari - Wanita,labia mayora sudah menutupi labia minora - Laki-laki : sudah menutup

3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain : 1. Pemeriksaan skor ballard.

Skor Ballard Tabel 2. Maturitas Neuromuskular

Tabel 3. Maturitas Fisik

Table 3. Nilai Score Ballard dan Masa Gestasi.

2. Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan. Interpretasi: Positif (+) : Bila terdapat gelembung-gelembung yang membentuk cincin artinya surfaktan terdapat dalam paru dengan jumlah cukup. Negatif (-) Ragu : Bila tidak ada gelembung berarti tidak ada surfaktan. : Bila terdapat gelembung tapi tidak ada cincin.

3. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah. 4. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas. 5. USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan kurang lebih.
8

2.1.7 Penatalaksanaan 1. Medikamentosa Pemberian vitamin K1 : a. Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau b. Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu). 2. Diatetik Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama, apabila : a. Bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali. b. Bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.1,5 3. Suportif Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal, yakni: a. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk. b. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin c. Ukur suhu tubuh dengan berkala.5 Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah : a. Jaga dan pantau patensi jalan nafasPantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit.

b. Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia). c. Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya. d. Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.3,5 4. Pemantauan (Monitoring) 4.1 Pemantauan Saat Dirawat a. Terapi 1. Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan. 2. Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu b. Tumbuh kembang 1. Pantau berat badan bayi secara periodik. 2. Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir 1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir <1500 gram. 3. Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari: a. Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari. b. Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari c. Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari. d. Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu.5 4.2 Pemantauan Setelah Pulang Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut : 1. Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.
10

2. Hitung umur koreksi. 3. Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala. 4. Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST). 5. Awasi adanya kelainan bawaan.5 2.1.8 Komplikasi Komplikasi dari BBLR, diantaranya:1,5,6 1. Bayi prematur: asfiksia, sindroma gawat nafas neonatus, hipotermia, hipoglikemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, perdarahan periintraventrikular, perdarahan paru dan enterokolitis nekrotikan. 2. Bayi kecil masa kehamilan: hipoglikemia, asfiksia, infeksi, aspirasi mekoneum, polisitemia, hiperbilirubinemia, dan kelainan kongenital. Gangguan yang mungkin terjadi pada bayi BBLR antara lain: a. Pusat pengaturan suhu tubuh yang belum matur sehingga menyebabkan mudah mengalami hipotermi. b. Sistem immunologi belum berkembang dengan baik sehingga rentan infeksi. c. Sistem saraf pusat belum matur menyebabkan perdarahan periventrikuler. d. Sistem pernafasan belum matur terutama paru-paru menyebabkan mudah terkena penyakit membran hyalin. e. Immaturitas hepar sehingga metabolisme bilirubin terganggu (hiperbilirubinemia). Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain :1,5 1. Gangguan perkembangan. 2. Gangguan pertumbuhan. 3. Gangguan penglihatan (Retinopati).
11

4. Gangguan pendengaran. 5. Penyakit paru kronis. 6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit. 7. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan. 2.1.9 Prognosis Prognosis BBLR tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa gestasi (semakin muda dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematiannya), komplikasi yang menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler, infeksi, gangguan metabolik, dll).1 Prognosis akan lebih buruk bila BB makin rendah, angka kematian sering disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi, pneumonia, perdarahan intrakranial, hipoglikemia. Bila hidup akan dijumpai kerusakan saraf, gangguan bicara, IQ rendah.1,6

12

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien Nama Jenis Kelamin Umur BBL AS Tanggal Lahir No. MR Identitas Keluarga Ibu Nama Umur Pendidikan/Berapa tahun Pekerjaan Alamat Ny M 31 SMA IRT Ayah Tn D 30 th SMA Buruh Montong, Tanjung, KLU : Bayi Ny. M 1 : Laki-laki : 1 hari : 1800 gram : 6-8 : 29 Januari 2013, pukul 14.30 WITA : 503943

Tanggal Masuk RS Diagnosis MRS Tangggal Keluar RS Lama perawatan

: 29-01-2013 : BBLR, Gemeli, Asfiksia sedang, Hipotermi : Masih dalam perawatan :-

Keadaan saat Keluar RS : -

13

3.2 Anamnesis (Tanggal 30 Januari 2013) Keluhan Utama: Berat badan lahir rendah dan asfiksia berat. Riwayat Penyakit Sekarang : Bayi lahir di ruang operasi RSUP NTB, dilahirkan melalui SC indikasi Gemeli + malpresentasi + PPI. Bayi masuk NICU dengan keadaan umum lemah, tangis merintih, tampak napas sesak serta retraksi dinding dada, pada bibir tampak biru (sianosis) dan pada ekstremitas teraba hangat. Riwayat Kehamilan Ibu : Ibu os mengaku ini adalah kehamilannya yang kedua. HPHT tanggal 27 Juli 2012. Ibu biasa ANC di posyandu yang diperiksa oleh bidan. Ibu os rutin melakukan ANC. ANC dilakukan 6 kali selama kehamilan. Selama hamil ibu os tidak pernah mengalami sakit berat ataupun sampai dirawat di PKM atau RS. Ibu os mengaku empat hari sebelum kelahiran mengeluh nyeri perut terus menerus, terasa seperti kram diseluruh perut tapi bukan mules mau melahirkan. Riwayat keluar darah dari jalan lahir ataupun keluar cairan dari jalan lahir sebelumnya disangkal. Riwayat minum-minum obat atau jamu-jamuan ketika hamil disangkal. Riwayat Persalinan : Bayi lahir melalui SC dengan indikasi Gemeli + Malpresentasi + PPI, berat bayi ketika lahir 1800 gram, panjang badan 42 cm, lingkar kepala 30 cm, lingkar lengan atas 9 cm, anus (+), apgar skor 6-8, tangis bayi merintih, tampak sianosis dan hipotermi (+). Dari ballard score di dapatkan nilai 21, sehingga usia kehamilan bayi 32-34 minggu. 3.3 Pemeriksaan Fisik(Tanggal 30 Januari 2013) Keadaan Umum Kesadaran Ballard score Score Down : Lemah : Waspada : 21 (sesuai usia kehamilan 32-34 minggu) :5
14

1. Tanda Tanda Vital : Suhu DJ Respirasi Tekanan Darah Berat Badan Panjang Badan Lingkar Kepala : 36 oC : 142 x/menit : 40 x/menit : Tidak dievaluasi

2. Menilai Pertumbuhan : : 1800 gram : 42 cm : 30 cm

Lingkar Lengan Atas: 9 cm 3. Penampakan Umum : Aktivitas Warna Kulit : menurun : kemerahan

Cacat Bawaan Yang Tampak : (-) 4. Kepala Bentuk kepala : simetris, lonjong, lecet (-), ubun ubun besar terpisah, teraba datar, sutura normal, craniosynostosis (-), molding (-), caput sucendaneum (-), dan cephal hematom (-). 5. Leher Rooting refleks (+), hematom pada SCM (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), leher pendek (-). 6. Muka Mata Hidung Mulut Telinga 7. Thoraks Inspeksi Palpasi : dinding dada simetris, retraksi dinding dada (+) subcostal dalam. : gerakan diding dada simetris
15

: katarak kongenital (-), SCB (-), conjunctivitis (-). : atresia choana (-/-), napas cuping hidung (-/-), rhinore (-/-). : palatoschizis (-), frenulum pendek (-), makroglosia (-). : low set ears (-/-)

Perkusi Auskultasi

: sonor dikedua lapang paru : bronkovesikuler +/+, rh -/-, wh -/-

Penilaian pernapasan : napas teratur (+), tachypnea (-), stridor (-), tarikan dinding dada (+/+) subcostal, sianosis (-). 8. Jantung S1S2 tunggal regular, mur mur (-), gallop (-). 9. Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi 10. Umbilicus Tampak basah, tidak layu, warna kuning kehijauan (-), bau (-), edema (-), kemerahan (-) pada pangkal umbilicus. 11. Genitalia Skrotum tampak simetris, hipospadia (-). 12. Anus dan rektum Anus (+), mekoninum (+) 24 jam pertama. 13. Ekstremitas Normal. Syndactyli (-), polidactyli (-), talipes equinovarus (-/-) 14. Tulang belakang, pinggul dan system syaraf Dalam batas normal 3.3 Pemeriksaan Penunjang : 1. GDS stik 2. SpO2 : 128 : 77% dengan O2 : distensi (-), organomegali (-), kelainan congenital (-) : bising usus Normal : massa (-), supel (+), hepar-lien tidak teraba. : timpani (+) diseluruh lapang abdomen

16

3.4 Diagnosis Kerja BBLR (NKB-SMK) + Gangguan Napas Sedang + Hipotermia Ringan 3.5. Rencana Tatalaksana 1. Rencana Diagnostik Pemeriksaan Darah Lengkap Pemeriksaan Analisis Gas Darah Pemeriksaan Elektrolit Pemeriksaan Foto Thoraks

2. Rencana Terapi IVFD D10% O2 Cefotaxim Gentamicin 7 tts/menit (mikro) 3 lpm 100 mg/12jam IV 10mg/24jam IV

Hangatkan dengan pemancar panas

3. Rencana Monitoring Pemeriksaan TTV dan SpO2 minimal 4 kali dalam sehari Pemeriksaan penunjang: GDS tiap pagi

17

FOLLOW UP Hari/ tgl I 30/01/2013 S O A BBLR (NKBP IVFD D10% 7 tts/menit (mikro)

Aktifitas (+) RR: 40 x/m lemah Tangis merintih. Respon (+). HR: 140 x/m (+) T : 36.0 oC BB: 1800 gram GDS: 128 SpO2: dengan O2 81%

SMK) + O2 3 lpm dengan Ganggua CPAP n Napas Hangatkan dengan Sedang + pemancar panas Hipoterm Cefotaxim ia Ringan 2x100mg Gentamicin 2x10mg Dexamethason 2x1/4 Ampul

II 31/01/2013

Aktifitas (+) RR: 44 x/m baik. Menangis(+). Respon (+). HR: 140 x/m T : 37,0 C BB : 1800 gram GDS : 132 mg/dl SpO2 : 100%
0

BBLR (NKB-

IVFD D10% 6 tts/menit (mikro)

SMK) + O2 3 lpm dengan Ganggua CPAP n Napas Hangatkan dengan Sedang pemancar panas Cefotaxim 2x100mg Gentamicin 2x10mg Dexamethason 2x1/4 Ampul Sonde ASI/PASI 8x5cc

dengan CPAP

18

III 01/02/2013

Aktifitas (+) RR: 45 x/m. baik. Respon (+). Menangis (+) keras HR: 132 x/m. T : 36,2 C BB: 1620 gram GDS:163 mg/dl SpO2 : 93%
0

BBLR (NKB-

IVFD D10% 6 tts/menit (mikro) Hangatkan dengan pemancar panas

SMK) + O2 3 lpm Ganggua n Napas

Sedang + Cefotaxim Hipoterm 2x100mg ia Ringan Gentamicin 2x10mg Sonde ASI/PASI 8x5cc

dengan O2

IV 02/02/2013

Aktifitas (+) RR: 38 x/m. baik. Respon (+). Menangis (+) keras Kulit terlihat kuning bayi GDS: 64 mg/dl SpO2 : 99% HR: 131 x/m. T : 35,90C BB: 1380 gram

BBLR (NKB-

IVFD D10% 7 tts/menit (mikro)

SMK) + O2 3 lpm dengan Ganggua CPAP n Napas Hangatkan dengan Sedang + pemancar panas Hipoterm Cefotaxim ia Ringan 2x100mg Gentamicin 2x10mg Sonde ASI/PASI 8x5cc Fototerapi

dengan O2

19

BAB IV PEMBAHASAN

Pada kasus diatas, pasien neonatus berusia 1 hari didiagnosis dengan BBLR (Prematuritas murni/NKB SMK), Gangguan Napas Sedang dan Hipotermia. Diagnosis BBLR tegak dengan melihat berat badan lahir pasien < 2500gram. Hasil Ballard Score pada pasien 21 yang sesuai dengan Usia kehamilan 32-34 minggu, dimana dengan berat lahir 1800 gram pasien memiliki berat lahir yang sesuai dengan umur kehamilan. Sehingga BBLR pada pasien murni merupakan prematuritas atau dalam istilah lain NKB-SMK (Neonatus Kurang Bulan - Sesuai Masa Kehamilan). Diagnosis Gangguan napas sedang pada pasien ditegakan dengan penilaian Skor Down 5. Penilaian Skor Down ini didapat dengan melihat klinis pasien dimana frekuensi pernapasan 40x/mnt, adanya retraksi subcostal yang dalam, sianosis menghilang setelah terapi oksigen, pasien merintih yang terdangar dari stetoskop, dan air entry menurun parsial. Sedang Hipotermi sedang ditegakan dengan melihat suhu pasien 36,0C. Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 C. Gangguan napas sedang dan Hipotermia ringan dapat merupakan gangguan/kelaian yang menyertai kondisi BBLR. Hal ini dikarenakan pasien BBLR, terutama yang premature, memiliki kemampuan adaptasi yang masih belum adekuat untuk dapat hidup diluar kandungan. Gangguan napas sedang pada BBLR premature dapat disebabkan karena pembentukan surfaktan yang masih belum adekuat sehingga pengembangan paru setelah lahir menjadi tidak optimal. Selain itu, pasien yang dilahirkan dengan cara perabdominal (SC) dapat menyebabkan terlambatnya absorbsi cairan paru setelah kelahiran yang juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya gangguan napas. Hipotermia dapat disebabkan ketidaksanggupan menahan panas atau kurangnya produksi panas. Adapun ketidakmampuan menahan panas dapat disebabkan permukaan tubuh yang relatif luas terpapar lingkungan dengan suhu lebih rendah, ketidaksanggupan mengurangi permukaan tubuh, yaitu dengan memfleksikan tubuhdan tonus otot yang lemah yang mengakibatkan hilangnya panas yang lebih besar pada BBLR. Kurangnya metabolism untuk menghasilkan panas, seperti defisiensi brown-fat disebabkan bayi preterm atau kecil masa kelahiran. Selain itu juga dapat disebabkan pusat pengaturan suhu di hypothalamus belum berkembang sempurna terutama pada bayi premature. Kelenjar keringat belum berfungsi normal, mudah kehilangan
20

panas tubuh (perbandingan luas permukaan dan berat badan lebih besar, tipisnya lemak subkutan, kulit lebih permeable terhadap air), sehingga neonatus sulit mengatur suhu tubuh dan sangat terpengaruh oleh suhu lingkungan. Pada bayi baru lahir, akan memiliki mekanisme pengaturan suhu tubuh yang belum efisien dan masih lemah, sehingga penting untuk mempertahankan suhu tubuh agar tidak terjadi hipotermi.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama Cetakan Pertama. Jakarta: IDAI. 2. Hassan, Rusepno, dkk. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3 Cetakan Kesebelas. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. Mardiyaningrum, D. 2011. Hubungan Beberapa faktor Ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di Badan RSUD Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005. Available from http://eprints.undip.ac.id/4714/(Accessed January19th). 4. Desfauza, E. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asphyxia

Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Yang Dirawat Di RSU Dr Pirngadi Medan Tahun 2007.
th

Available

from ew

http://library.usu.ac.id/index.php?option=com_journal_review&id=12582&task=v (Accessed January 19 ).

5. Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1. Jakarta: IDAI. 6. Manuaba, I. 1997.- Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan Kedokteran. Jakarta. EGC 7. Purwadianto. A. 2000. Kedaruralan Medik. Bina Rupa Aksara Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai