Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

Pada umumnya meningitis purulenta timbul sebagai komplikasi dari septikemia. Pada meningitis meningokokus, prodromnya ialah infeksi nasofarings, oleh karena invasi dan multiplikasi meningokokus terjadi di nasofarings. Baik meningokokus, maupun Hemofilus influenza dan Pneumokokus dapat menjadi kausa dari otitis media. Meningitis purulenta dapat menjadi komplikasi dari otitis media akibat infeksi kuman-kuman tersebut. Tanda-tanda patognomonik yang memberikan pengarahan kepada jenis bakteri yang bersangkutan ditemukan dalam bentuk : (a) Peteki dan purpura adalah khas untuk infeksi meningokokus, (b) Eksantema adalah indikatif untuk pneumokokus dan hemofilus influenza, (c) Arthritis dan anthralgia sering mengiringi infeksi meningokokus dan H. Influenza, (d) Otitis media yang hilang timbul dengan banyak mengeluarkan eksudat dan menunjuk pada infeksi Pneumokokus, (e) Hemoragi pada kulit yang cepat timbul dan berkombinasi dengan keadaan syok adalah indikatif untuk septikemia Meningokokus.

Tanda lokalisatorik yang khas untuk meningitis purulenta ialah kaku kuduk dan likuor yang memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut : (a) Pleiositosis polinuklearis yang berjumlah lebih dari 1000 per mm kubik; (b) (c) (d) Kadar glukosa yang rendah ; Protein dalam likuor yang meninggi dan Preparat dan biakan likuor memperlihatkan bakteri.(1)

BAB II ISI 2.1. Defenisi Meningitis adalah suatu radang yang mengenai sebagian atau semua lapisan selaput otak yang membungkus jaringan otak sampai sumsum tulang belakang. Sedangkan, Meningitis purulenta ialah radang selaput otak (arakhnoidea dan piamater) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. (2,3)

2.2. Etiologi Sebagai kuman penyebab ialah jenis Pneumokokus, Hemophilus influenza, Staphylokokus, Streptokokus, E. Coli, Meningokokus dan Salmonella, Listeria, Klebsiela. Di Jakarta penyebab terbanyak ialah Pneumokokus dan H. Influenza. Di negeri barat penyebab terbanyak Meningokokus, sedangkan di Jakarta jarang ditemukan. (2) Etiologi Meningitis Purulenta Akuta Menurut Urutan Frekuensi(1) Neonatus Bayi dan anak Dewasa E. Coli H. influenza Pneumokokus Streptokokus Stafilokokus pneumokokus Meningokokus Pneumokokus E. Coli Streptokokus 2.3. Epidemiologi Meningokokus Stafilokokus Streptokokus H. influenza

Meningitis Purulenta pada bayi dan anak di Indonesia, khususnya di Jakarta masih merupakan penyakit yang belum mengurang. Angka kejadian tertinggi umur antara 2 bulan 2 tahun. Umumnya terdapat pada anak yang distrofik, yang daya tahan tubuhnya rendah. Di negeri yang sudah maju, angka kejadian sudah sangat berkurang.(2)

2.4. Patogenesis Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui : 1. Aliran darah (hematogen) karena infeksi di tempat lain seperti faringitis, tonsilitis, endokarditis, penumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan otak. 2. Perluasan langsung dari infeksi (per kontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus kavernosus. 3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, punksi lumbal, dan mielokel. 4. Meningitis pada neonatus dapat terjadi karena : Aspirasi dari cairan amnion yang terjadi pada saat bayi

melalui jalan lahir atau oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir. Infeksi bakterial secara transplantasi terutama listeria. (4)

Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyerangan hematogen. Saluran napas merupakan port dentree utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta. Proses terjadinya diawali dengan perlekatan bakteri pada sel epitel mukosa nasofaring dan melakukan kolonisasi, kemudian menembus rintangan mukosa dan memperbanyak diri dalam aliran darah dan menimbulkan bakteremia. Selanjutnya, bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri di dalamnya. Bakteri ini menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.(2, 4)

2.5. Manifestasi Klinis 1. Gejala infeksi akut Anak menjadi lesu, mudah terangsang, panas muntah, anoreksia dan pada anak yang besar mungkin didapatkan keluhan sakit kepala. Pada infeksi yang disebabkan oleh meningokokus terdapat petekia dan herpes labialis. 2. Gejala Tekanan intrakranial yang meninggi Anak yang sering muntah, nyeri kepala (pada anak besar), moaning cry (pada neonatus) yaitu tangis yang merintih. Kesadaran bayi/anak menurun dari apatis sampai koma. Kejang yang terjadi dapat bersifat umum, fokal atau twitching. Ubun-ubun besar menonjol dan tegang, terdapat gejala kelainan serebral lainnya seperti paralisis, strabismus, Crack pot sign dan pernapasan Cheyne Stokes. Kadang-kadang pada

anak besar terdapat hipertensi dan Chocked disc dari papila nervus optikus. 3. Gejala rangsangan meningeal Terdapat kaku kuduk, malahan dapat terjadi regiditas umum. Tandatanda spesifik seperti kernig, brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atas terjadi, sering terdapat keluhan di daerah leher dan punggung. Bila terdapat gejala tersebut di atas, selanjutnya dilakukan punksi lumbal untuk mendapatkan cairan serebrospinal. Umumnya cairan serebrospinal berwarna opalesen sampai keruh, tetapi pada stadium dini dapat dijumpai cairan yang jernih. Reaksi Nonne dan Pandy umumnya positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter kubik cairan yang sebagian besar terdiri dari sel polimorfonukleus. Pada stadium dini didapatkan jumlah sela hanya ratusan per milimeter kubik dengan hitung jenis lebih banyak limfosit daripada segmen. Oleh karena itu pada keadaan demikian, punksi lumbal perlu diulangi keesokan harinya untuk menegakkan diagnosis yang pasti. Keadaan seperti ini juga ditemukan pada stadium penyembuhan meningitis purulenta. Kadar protein dalam likuor meninggi. Kadar gula menurun tetapi tidak serendah pada meningitis tuberkulosa. Kadar klorida kadang-kadang merendah. Dari pemeriksaan sediaan langsung di bawah mikroskop mungkin dapat ditemukan kuman penyebab (jarang). Diferensiasi kuman yang dapat dipercaya hanya dapat ditentukan secara pembiakan dan percobaan binatang. Tidak ditemukan kuman pada sediaan langsung bukanlah indikasi kontra terhadap

diagnosis. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri. Umumnya terdapat anemia megaloblastik. (2) Pada anak, tanda-tanda awal serangan meningitis : demam kurang nyaman enggan minum sakit kepala menangis terus-menerus bunyi tangisan berubah tangisan bernada tinggi. (high pitch cry)

tanda-tanda akhir serangan meningitis : muntah epilepsi menjauhkan diri dari cahaya lampu atau cahaya yang terang lemah ruam seperti lebam tidak sadar. (5)

2.6. Pemeriksaan Penunjang Lakukan punksi lumbal pada setiap pasien dengan kecurigaan meningitis. Meskipun hasilnya normal, observasi pasien dengan ketat sampai keadaannya kembali normal. Punksi lumbal dapat diulang setelah 8 jam bila diperlukan. Selama fase akut sel yang dominan adalah PMN sampai sekitar 95 %. Dengan perjalanan penyakit ada kenaikan bertahap limfosit dan mononuklear. Selain itu,

terdapat kenaikan kadar protein sampai di atas 75 % dan penurunan kadar glukosa sampai di bawah 20 %. Pengobatan antibiotik sebelumnya dapat mengcaukab gambaran cairan serebrospinal. Pewarnaan gram cairan serebrospinal berguna untuk menentukan terapi awal. Kultur dan uji resistensi dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat. (4)

2.7. Diagnosis Ditentukan atas dasar gejala klinik dan hasil pemeriksaan mikroskopik likuor serebrospinalis yang didapatkan dengan punksi lumbal pada saat anak masuk rumah sakit. Diagnosis dapat diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan langsung sediaan berwarna di bawah mikroskop dan hasil biakan. Namun, hasil negatif daripada 2 jenis pemeriksaan ini tidak merupakan indikasi kontra terhadap pengobatan secara meningitis purulenta. (2)

2.8 Diganosis Banding Gejala awal yang tidak khas menyebabkan pasien diduga menderita demam tifoid atau sakit dengan penyebab panas yang lain. (7)

2.9 Komplikasi Ventrikulitis, efusi subdural, gangguan cairan dan elektrolit, meninitis berulang, abses otak (gejala neurologik fokal, leukositosis), paresis/paralisis, ataksia, tuli, hidrosefalus, retardasi mental, epilepsi,syok septik, trombosis sinus vena (gangguan kesadaran). (2,6)

2.10 Penatalaksanaan - Cairan intravena - Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit - Atasi kejang - Kortikosteroid. Berikan dexamethason 0,6 mg/kgbb/hari selama 4 hari, 15 20 menit sebelum pemberian antibiotik - Antibiotik. Terdiri dari 2 fase, yaitu empirik dan setelah ada hasil biakan dan uji resistensi. Pengobatan empirik pada neonatus adalah kombinasi ampisilin dan amoniglikosida atau ampisilin dan sefotaksim. Pada umur 3 10 tahun kombinasi ampisilin dan kloramfenikol atau sefuroksim/sefotaksim/seftriakson. Pada usia lebih dari 10 tahun digunakan penisilin. Pada neonatus pengobatan selama 21 hari, pada bayi dan anak 10 14 hari. (4) Tabel : Terapi Antibiotik untuk meningitis purulenta(6) BAKTERI Tak diketahui Streptokokus grup B E. Koli Pseudomonas Klebsiela Listeria Tidak diketahui ANTIBIOTIK Neonatus Ampisilin + gentamisin Penisilin G Ampisilin + Gentamisin Gentamisin Gentamisin Ampisilin Bayi dan anak kecil Ampisilin + kloramfenikol Penisilin + kloramfenikol Streptokokus Pneumoniae Hemofilus influenza tipe B Sefalosforin (sefotaksim, Seftriakson) Penisilin G Ampisilin + gentamisin Kloramfenikol

Anak dan orang dewasa Neisseria meningitidis (meningokoki) Penisilin G 2.11 Prognosis Berat ringannya penyakit ini tergantung pada umur (makin muda makin berat), jenis kuman, berat ringannya infeksi, lama sakit sebelum diobati, kepekaan kuman terhadap antibiotik (sering jenis kuman tidak teridentifikasi) dan komplikasi yang timbul. (2,8) Prognosis buruk pada usia lebih muda, infeksi berat yang disertai DIC (Disseminated Intravascular Coagulation).

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Meningitis purulenta ialah radang selaput otak (arakhnoidea dan piamater) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus.

10

Kuman penyebab ialah jenis Pneumokokus, Hemophilus influenza, Staphylokokus, Streptokokus, E. Coli, Meningokokus dan Salmonella, Listeria, Klebsiela.

Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain dan penyebaran yang paling umum adalah hematogen.

Hasil negatif pada pemeriksaan langsung sediaan berwarna di bawah mikroskop dan hasil biakan kuman tidak merupakan indikasi kontra terhadap pengobatan secara meningitis purulenta.

DAFTAR PUSTAKA 1. Mardjono, Mahar, Neurologi Klinik Dasar, Edisi V, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 1998. 2. Mansjoer, Arief, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III Jilid II, Penerbit Media Aeskulapius, FKUI, Jakarta, 2000. 3. Poerwodibroto, Soebianto, Prof, Dr. Dalam : srimaid@inco.com 4. Hassan R, Dr, dkk, Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, Cetakan ke 8, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Jakarta, 1998.

11

5. Yosri,

Mohammed,

Penyakit

Meningitis,

dalam

http://www.health.com/my/baby/baby24.html 6. Krawinkel, M. Praktik Kedokteran di Negara Berkembang, Edisi I, Penerbit Widya Medika, Jakarta, 2001. 7. www.dhs.vic.gov.au/phd.

12

Anda mungkin juga menyukai