Anda di halaman 1dari 10

STABILITAS MINUMAN SARI BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) YANG DIBERI PENSTABIL CMC (Carboxy Methyl Cellulose)

DAN KARAGENAN
Stability of the Red Dragon Fruit Drinks (Hylocereus polyrhizus) are given Stabilizer CMC (Carboxy Methyl Cellulose) and Carrageenan. Nidia Linggawati Chandra Jurusan Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran 2013

ABSTRACT Red dragon fruit containing total dissolved solids are rich in organic acids, proteins, minerals, vitamins and some phytochemical compounds such as flavonoids, phenolic and betasianin. Red dragon fruit can be processed into fruit juice. Problems often arise in the fruit juice product is instability characterized by the separation of the dispersed phase and the dispersing phase during storage. Stabilizer that can be used is carboxy methyl cellulose (CMC) and carrageenan. The purpose of this study to establish the stability of the red dragon fruit juice ( Hylocereus polyrhizus) were given CMC and carrageenan stabilizer. The method used is the method of trial (explanatory research) with descriptive research method was followed by a regression test consisted of giving treatment CMC stabilizer carrageenan 0.5% and 0.5% with 3 replications. The results observed indicate that the red dragon fruit juice treatment CMC 0.5% and 0.5% carrageenan for 12 days decreased storage stability, pH, viscosity, and the content of vitamin C, while the total dissolved solids increased. Red dragon fruit juice of 0.5% CMC treatment have better stability during storage of 12 days. Stability value of 95.68%, the viscosity of 94.33 cP, 12 oBrix total dissolved solids, pH ranged from 2.83 to 3.57, and the vitamin C content of 7.09 mg/100g. Keywords: Red dragon fruit, Fruit juice, Stability, CMC, Carrageenan PENDAHULUAN Tuntutan konsumen terhadap bahan pangan sekarang ini mengalami perubahan. Bahan pangan yang kini banyak diminati konsumen bukan saja bahan pangan yang mempunyai komposisi gizi baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh (Astawan, 2003). Saat ini kecenderungan makanan dan minuman kesehatan semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat. Hal ini mendorong konsumen untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang mendukung kesehatan, salah satunya dengan menerapkan prinsip back to nature yaitu sedapat mungkin memanfaatkan bahan segar alami untuk kebutuhan pangan sehari-hari. Buah-buahan merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki kandungan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah mengandung berbagai bahan minor, khususnya vitamin dan mineral, serta karbohidrat yang merupakan komponen dominan serta sejumlah kecil protein dan lemak. Salah satu buah yang saat ini sedang dikembangkan di Indonesia yaitu buah naga. Buah naga umumnya dikonsumsi dalam bentuk segar sebagai penghilang dahaga karena buahnya mengandung kadar air yang cukup tinggi yaitu sekitar 83% dari berat buah dan memiliki rasa manis serta sedikit asam. Pada saat musim panen tertentu seringkali terjadi peningkatan jumlah produksi buah naga. Dalam kondisi tersebut, buah tersedia secara berlebih sehingga diperlukan suatu alternatif lain untuk memanfaatkannya yaitu salah satunya dengan menjadikan buah sebagai produk olahan dalam usaha diversifikasi produk, misalnya minuman sari buah sehingga nilai guna buah tersebut dapat ditingkatkan. Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (Badan Standardisasi Nasional, 1995). Minuman sari buah secara komersial dikenal dengan nama juice dibuat dengan cara ekstraksi buah ditambah dengan air dan gula sebanyak 5 - 10 % kemudian dipasteurisasi (Margono, Suryati, dan Hartinah, 1993). Pengolahan buah menjadi minuman sari buah didasarkan pada nilai nutrisi, flavour, aroma dan warna. Beberapa dari nutrisi tersebut berada dalam konsentrasi yang

lebih tinggi di dalam sari buah dibandingkan dengan makanan lainnya (Philip, 2005). Berdasarkan hal tersebut, minuman sari buah penting dalam nutrisi manusia di luar dari penggunaannya sebagai sumber cairan yang menyegarkan untuk dikonsumsi. Sari buah hasil ekstraksi dari buah-buahan mengandung pulp yang tersuspensi yaitu terdiri dari protein, polisakarida, lemak, serat dan beberapa pigmen sehingga sari buah tampak keruh. Pulp yang tersuspensi dalam sari buah juga mengandung pektin yang berfungsi sebagai penstabil suspensi tersebut. Pektin merupakan senyawa polimer yang dalam larutan akan bersifat sebagai pembentuk koloid yang dapat mencegah pengendapan suspensi sari buah. Pada proses ekstraksi sari buah, pektin akan dihidrolisis oleh enzim pektin metilesterase (PM) sehingga kehilangan sifat koloidnya. Akibatnya partikel-partikel tersuspensi termasuk pektin yang menyebabkan kekeruhan pada sari buah akan mengendap (Eskin, 1971). Sari buah yang mengalami pengendapan biasanya kurang disukai dan dapat menyebabkan menurunnya mutu produk dari sisi organoleptik. Hal ini dapat berpengaruh terhadap penerimaan konsumen terutama apabila minuman sari buah dikemas dalam kemasan yang tembus pandang dan disimpan dalam waktu lama. Menurut Earle (1982), suatu sistem suspensi dapat disebut stabil jika tidak terjadi pemisahan partikel suspensi. Keadaan tersebut dapat dicapai dengan cara memperkecil perbedaan kerapatan antara fase tersuspensi dan fase pensuspensi yang dilakukan dengan meningkatkan viskositas fase pensuspensi dengan penambahan bahan penstabil. Bahan penstabil yang umumnya digunakan yaitu Carboxy Methyl Cellulose. Carboxy Methyl Cellulose (CMC) sudah banyak digunakan oleh industri produk minuman karena mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat air, memiliki sifat tidak beracun, mudah didapat, harganya relatif murah dan mudah terdispersi dalam air panas maupun dingin (Fardiaz, 1989). Beberapa jenis penstabil lainnya juga memungkinkan digunakan untuk dapat menghasilkan stabilitas minuman sari buah yang baik. Salah satu bahan penstabil yang dapat diaplikasikan penggunaannya dalam minuman sari buah adalah karagenan. Karagenan berfungsi sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), gelling agent (pembentuk gel), pengemulsi dan lain-lain. Penggunaan karagenan sebagai penstabil dalam produk minuman sari buah masih belum banyak dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu untuk meneliti mengenai kemungkinan penggunaan bahan penstabil lain selain CMC yaitu karagenan dalam usaha menstabilkan minuman sari buah naga merah serta melihat perbandingan efektifitas kestabilan yang didapatkan dari kedua jenis penstabil tersebut.

yang didapat dari perkebunan di daerah Bogor, Jawa Barat, air, gula, asam sitrat, Carboxy Methyl Cellulose (CMC), dan karagenan. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain, aquades, asam oksalat 5%, larutan Iod 0,01N dan indikator PP. Alat Percobaan Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain pH-meter, hand-refraktometer, viscometer Brookfield, kromameter, beaker glass, tabung reaksi, pipet tetes, pipet ukur, bulb pipet, labu ukur, erlenmeyer, termometer, corong, blender, gelas ukur, neraca digital, botol kaca, kain saring, pengaduk, pisau, panci stainless steel, baskom plastik, kompor gas dan lemari pendingin. Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan (Explanatory Research) dengan metode penelitian deskriptif kemudian dilanjutkan dengan uji regresi. Berikut persamaan Explanatory research : Yi = a + bXi Persamaan di atas menggambarkan nilai X sebagai variabel bebas dan nilai Y sebagai variabel terikat. Perlakuan yang dicobakan adalah pemberian penstabil CMC 0,5% dan karagenan 0,5%. Penelitian ini dilakukan dengan tiga kali ulangan. Variabel bebas yang ditetapkan adalah lama hari pengamatan (penyimpanan hari ke-0, hari ke-3, hari ke-6, hari ke-9 dan hari ke-12). Variabel terikat adalah variabel yang akan dianalisis yaitu, stabilitas, pH, total padatan terlarut, viskositas dan vitamin C. Untuk analisis regresi menggunakan software SPSS versi 17.0. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Stabilitas Menurut Earle (1983), suatu larutan dikatakan stabil apabila tidak terjadi pemisahan antara fase terdispersi dengan fase pendispersi. Ketidakstabilan pada minuman sari buah ditunjukkan oleh terpisahnya antara bagian jernih dan bagian keruh. Perubahan kestabilan minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC 0,5% dan karagenan 0,5% selama penyimpanan 12 hari disajikan pada Gambar 6. Hasil uji penambahan bahan penstabil (CMC dan karagenan) menunjukkan bahwa kestabilan minuman sari buah naga merah menurun selama penyimpanan 12 hari, baik yang ditambah CMC maupun karagenan.

METODOLOGI Bahan dan Alat

Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman sari buah naga merah ini adalah buah naga merah berumur panen 1,5 - 2,5 bulan (warna daging buah merah keunguan) Gambar 6. Kurva Stabilitas Minuman Sari Buah Naga Merah Selama Penyimpanan 12 Hari

Berdasarkan hasil uji statistika Lampiran 10, menunjukkan bahwa lama penyimpanan pada setiap perlakuan memengaruhi kestabilan minuman sari buah naga merah. Analisis regresi setiap perlakuan menghasilkan model persamaan penduga linier. Koefisien korelasi (r) dari minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC dan karagenan masing-masing sebesar -0,9489 dan -0,9776, yang berarti korelasi yang dihasilkan adalah sangat kuat. Hubungan stabilitas minuman sari buah naga merah baik yang ditambahkan CMC maupun karagenan menunjukkan adanya korelasi negatif, dimana stabilitas akan mengalami penurunan seiring dengan lamanya penyimpanan. Berdasarkan grafik pada Gambar 6, kestabilan minuman sari buah naga merah yang ditambahkan CMC masih bernilai 100% sampai pada penyimpanan hari ke-3. Kestabilan minuman sari buah naga merah berangsur-angsur menurun pada hari selanjutnya sampai pada penyimpanan hari ke-12. Penurunan kestabilan minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC dari awal penyimpanan sampai penyimpanan hari ke-12 adalah sekitar 4,32 %. Kestabilan minuman sari buah naga merah yang ditambah karagenan bernilai 100% hanya sampai pada penyimpanan kira-kira hari ke-1. Hari selanjutnya kestabilan terus menurun sampai pada penyimpanan hari ke-12, hanya saja penurunan kestabilan minuman sari buah naga merah yang ditambah karagenan lebih besar yaitu sebesar 11,22%. Nilai koefisien regresi perlakuan karagenan lebih besar dibandingkan perlakuan CMC yaitu 0,0100 > 0,0037, sehingga dapat diketahui bahwa laju kecepatan terbentuknya endapan selama penyimpanan pada minuman sari buah naga merah yang ditambah karagenan lebih cepat dibandingkan dengan minuman sari buah naga merah yang ditambahkan CMC. Akibatnya kestabilan minuman sari buah naga merah yang ditambah karagenan pun menurun lebih cepat selama penyimpanan. Penurunan kestabilan pada kedua perlakuan ini berkaitan dengan kemampuan bahan penstabil mengikat air dan viskositas larutan yang dihasilkan. Hukum Stokes, menyatakan bahwa semakin tinggi viskositas medium pendispersi maka kecepatan gerak partikel medium terdispersi semakin kecil sehingga partikel-partikel semakin sulit untuk bergabung kembali (Klose and Glicksman, 1975). Penambahan karagenan pada minuman sari buah naga merah menghasilkan viskositas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan penambahan CMC. Rendahnya viskositas medium pendispersi minuman sari buah naga merah yang ditambahkan karagenan menyebabkan partikel-partikel akan bergabung kembali dengan mudah membentuk endapan dan semakin cepat pula menurunkan kestabilan produk apabila disimpan lebih lama. Selain itu, viskositas minuman sari buah naga merah yang ditambah karagenan menurun lebih cepat akibat adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan yang akan menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Penurunan kestabilan juga disebabkan oleh penurunan daya ikat penstabil terhadap partikel-partikel koloid yang tersuspesi. Menurut Priatmoko (1981), penyimpanan akan mempengaruhi daya ikat dari bahan penstabil, sehingga terjadi penguraian struktur gel antara penstabil dan air. Penguraian struktur gel

penstabil diakibatkan karena asam dan kation-kation bebas yang terbentuk selama penyimpanan. Pelepasan partikel atau penguraian struktur gel ini berlangsung bertahap, semakin lama penyimpanan, penguraian semakin banyak, sehingga viskositas semakin kecil dan kestabilan menurun. Penambahan CMC dalam minuman sari buah naga merah dapat mempertahankan kestabilan lebih baik yaitu sebesar 95,68% selama penyimpanan 12 hari. Adanya penambahan CMC mampu mencegah terjadinya pengendapan protein pada titik isoelektrik dan meningkatkan viskositas produk pangan, disebabkan bergabungnya gugus karboksil CMC dengan gugus muatan positif dari protein (Fardiaz, 1986). Menurut Fardiaz (1989), CMC mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat air. Kemampuan CMC dalam mengikat air sehingga molekul air terperangkap dalam struktur gel yang terbentuk. Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butirbutir Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan viskositas (Fennema, 1996). Mekanisme dari Na-CMC mengikuti bentuk konformasi extended atau streched Ribbon (tipe pita). Tipe tersebut terbentuk dari 1,4 D glukopiranosil yaitu dari rantai selulosa. Bentuk konformasi pita tersebut karena bergabungnya ikatan geometri zig-zag monomer dengan jembatan hidrogen dengan 1,4 - D glukopiranosil lain, sehingga menyebabkan susunannya menjadi stabil. Na-CMC yang merupakan derivat dari selulosa memberikan kestabilan pada produk dengan memerangkap air dengan membentuk jembatan hidrogen dengan molekul Na-CMC yang lain (Belitz dan Grosch, 1986). 2. Viskositas Perubahan viskositas minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC 0,5% dan karagenan 0,5% selama penyimpanan 12 hari disajikan pada Gambar 7. Hasil uji pengaruh penambahan bahan penstabil (CMC dan karagenan) menunjukkan bahwa viskositas minuman sari buah naga merah meningkat pada penyimpanan hari ke-3 dan ke-6, kemudian viskositas berangsur-angsur menurun seiring lamanya penyimpanan sampai pada hari ke-12, baik yang ditambah CMC maupun karagenan.

Gambar 7. Kurva Viskositas Minuman Sari Buah Naga Merah Selama Penyimpanan 12 Hari

Berdasarkan hasil uji statistika Lampiran 11, menunjukkan bahwa lama penyimpanan pada setiap perlakuan memengaruhi viskositas minuman sari buah naga merah. Koefisien korelasi (r) dari minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC dan karagenan adalah sebesar +0,9447 dan +0,8830, yang berarti korelasi yang dihasilkan adalah sangat kuat. Berdasarkan Gambar 7., terlihat bahwa viskositas minuman sari buah naga merah kedua perlakuan pada awal penyimpanan berbeda. Viskositas minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC lebih tinggi daripada yang ditambah karagenan. Kondisi ini dipengaruhi oleh sifat CMC yang mudah terdispersi dalam air. CMC bersifat hidrofilik yang akan menyerap air pada sari buah sehingga terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya terdapat di luar granula dan bebas bergerak, dengan adanya CMC maka kandungan air pada sari buah tidak dapat bergerak dengan bebas sehingga terjadi peningkatan viskositas (Fennema, 1996). Perbedaan viskositas juga dipengaruhi oleh kemampuan mengikat air dan perbedaan berat molekul dari kedua penstabil tersebut. Menurut Belizt (1986), viskositas dipengaruhi oleh konsentrasi dan BM penstabil. Viskositas minuman sari buah naga merah baik yang ditambah CMC maupun karagenan meningkat pada penyimpanan hari ke-3 sampai hari ke-6. Menurut Staindby (1977) dikutip Farikha dkk (2013) kenaikan viskositas dapat disebabkan oleh partikel-partikel tersuspensi dalam sari buah naga merah seperti pektin dan air yang berikatan dengan kompleks protein dengan adanya penambahan bahan penstabil. Viskositas minuman sari buah naga merah kemudian menurun sejak penyimpanan hari ke-7 sampai pada penyimpanan hari ke-12, baik yang ditambah CMC maupun karagenan. Seiring dengan semakin lamanya penyimpanan, viskositas produk semakin menurun. Penurunan kestabilan dan viskositas disebabkan oleh penurunan daya ikat penstabil terhadap partikel-partikel koloid yang tersuspensi. Ikatan yang terbentuk antara bahan penstabil dengan partikel-partikel yang semula kuat menjadi melemah seiring lamanya penyimpanan. Selain itu menurut Isnaini (2006), rusaknya struktur ikatan penstabil-protein menyebabkan air yang terperangkap pada struktur akan keluar. Semakin lama produk disimpan, semakin banyak air yang keluar dan viskositas larutan pun akan menurun. Viskositas minuman sari buah naga merah pada perlakuan CMC berdasarkan kurva terlihat menurun lebih besar dibandingkan dengan perlakuan karagenan. Viskositas minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC ini menurun karena terjadinya pula penurunan nilai pH yang cukup besar selama penyimpanan. Menurut Winarno (1986), viskositas larutan yang ditambah CMC dipengaruhi oleh pH dikarenakan CMC mempunyai gugus karboksil. Meningkatnya kekuatan ionik dan menurunnya pH mengakibatkan penurunan viskositas akibat polimernya bergulung. Sedangkan menurunnya viskositas minuman sari buah naga merah yang ditambah karagenan dipengaruhi oleh adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan yang akan menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Viskositas larutan akan menurun seiring dengan

lamanya penyimpanan dan juga perubahan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi karagenan. 3. Total Padatan Terlarut (TPT) Perubahan nilai total padatan terlarut minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC 0,5% dan karagenan 0,5% selama penyimpanan 12 hari disajikan pada Gambar 8. Hasil uji pengaruh penambahan bahan penstabil (CMC dan karagenan) menunjukkan bahwa total padatan terlarut minuman sari buah naga merah berangsur-angsur meningkat selama penyimpanan 12 hari, baik yang ditambah CMC maupun karagenan.

Gambar 8. Kurva Total Padatan Terlarut Minuman Sari Buah Naga Merah Selama Penyimpanan 12 Hari. Berdasarkan hasil uji statistika Lampiran 12, menunjukkan bahwa lama penyimpanan pada setiap perlakuan memengaruhi total padatan terlarut minuman sari buah naga merah. Analisis regresi setiap perlakuan menghasilkan model persamaan penduga linier. Koefisien korelasi (r) dari minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC dan karagenan adalah sebesar +0,9272 dan +0,9920, berarti korelasi yang dihasilkan adalah sangat kuat. Hubungan total padatan terlarut baik yang ditambahkan CMC maupun karagenan menunjukkan adanya korelasi positif, dimana total padatan terlarut akan mengalami kenaikan seiring dengan lamanya penyimpanan. Berdasarkan Gambar 8., terjadi kecenderungan kenaikan total padatan terlarut minuman sari buah naga merah, baik yang diberi penstabil CMC maupun karagenan selama penyimpanan 12 hari. Menurut Susanto (1986) dikutip Yusuf (2002), sebagian besar perubahan total padatan pada minuman ringan adalah gula. Kenaikan total padatan terlarut dapat disebabkan karena senyawa-senyawa polimer tidak larut seperti protopektin yang terkandung dalam sari buah akan terurai menjadi senyawa-senyawa larut menjadi gula-gula sederhana (Santosa, 1985). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Eskin (1971), bahwa selama penyimpanan akan terjadi penguraian komponen-komponen yang menyebabkan adanya zat terlarut, seperti komponen pektin. Selain itu penurunan pH yang terjadi pada minuman sari buah naga merah selama penyimpanan berkaitan dengan kenaikan total padatan terlarut. Larutan yang berada pada suasana asam dapat menjadi penyebab terjadinya inversi sukrosa, hal ini dikemukakan oleh Ranggana (1977), yang

menyatakan bahwa keberadaan asam sitrat akan mempengaruhi konversi kadar total padatan terlarut walaupun sedikit. Gula invert memiliki kelarutan yang sangat besar, sehingga padatan terlarut meningkat (Winarno, 1997). Total padatan terlarut minuman sari buah naga merah pada perlakuan CMC lebih tinggi dibandingkan perlakuan karagenan (Gambar 8). Hal ini menunjukkan bahwa CMC mampu mengikat sejumlah partikel-partikel yang berada dalam sari buah lebih besar karena adanya gugus Na+ yang memiliki kemampuan mengikat padatan-padatan yang terdapat dalam bahan pangan, serta karboksil yang akan mengikat air dengan membentuk jembatan hidrogen dengan molekul NaCMC lain (Belitz and Grosch, 1986). Persamaan penduga linier dari hasil yang diperoleh (Gambar 8) menunjukkan seolah-olah bahwa minuman sari buah akan terus mengalami peningkatan total padatan terlarut selama penyimpanan. Hal tersebut tidak sepenuhnya benar dikarenakan komponen tidak larut akan larut semua sehingga selanjutnya tidak akan menambah total padatan terlarut lagi (Haririwoko, 2007). 4 pH Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen yang menggambarkan tingkat keasaman. Pengukuran pH perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman/kebasaan suatu produk dan ada kaitannya dengan keamanan pangan serta umur simpan produk tersebut. Semakin tinggi nilai pH berarti tingkat keasaman semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai pH tingkat keasaman semakin tinggi. Nilai pH minuman sari buah naga merah setelah penambahan CMC dan karagenan selama penyimpanan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai pH Minuman Sari Buah Naga Merah Selama Penyimpanan Perlakuan Hari keCMC Karagenan 3,34 3,48 0 3,57 3,66 3 3,45 3,69 6 3,26 3,63 9 2,83 3,58 12 Minuman sari buah naga merah yang diberi CMC dan karagenan pada awal penyimpanan memiliki pH sebesar 3,34 dan 3,48. Menurut Fardiaz (1992) minuman yang memiliki pH di bawah 4,5 termasuk minuman berasam tinggi. Keasaman sari buah dipengaruhi oleh jumlah asam-asam organik dan anorganik yang terlarut dalam masing-masing jenis bahan. Menurut Bennion (1980), pH merupakan log konsentrasi ion (H+) dari asam-asam organik dan anorganik, sedangkan pada buah-buahan jumlah asam-asam organik dan anorganik dipengaruhi oleh umur fisiologis. pH minuman sari buah naga merah meningkat pada penyimpanan hari ke-3 dan ke-6, kemudian pH berangsur menurun pada penyimpanan hari selanjutnya sampai hari ke12, baik yang diberi perlakuan CMC maupun yang diberi karagenan (Gambar 9).

Gambar 9. Kurva pH Minuman Sari Buah Naga Merah Selama Penyimpanan 12 Hari Hasil uji statistika Lampiran 13, menunjukkan bahwa lama penyimpanan pada setiap perlakuan tidak memengaruhi pH minuman sari buah naga merah. Perlakuan penambahan bahan penstabil (CMC 0,5% dan karagenan 0,5%) pun tidak memberikan pengaruh terhadap pH produk karena karagenan dan CMC tidak bermuatan (nonionik), sehingga ketika pengukuran pH, kedua bahan tersebut tidak memberikan kontribusi berupa ion H+ yang dapat mempengaruhi pH (Lampiran 7). Berdasarkan Gambar 9, terlihat bahwa pH minuman sari buah naga merah menurun selama penyimpanan dalam kurun waktu 12 hari, baik yang ditambah CMC 0,5% maupun karagenan 0,5%. Penurunan pH minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC terlihat lebih besar dibandingkan minuman sari buah naga merah yang ditambah karagenan. CMC mengandung gugus karboksil yang mudah terhidrolisis sehingga memungkinkan terjadinya pelepasan ion H yang dipengaruhi pula oleh keadaan larutan selama penyimpanan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Wills, et al. (1998) dikutip Abou-Arab, Ferial, dan Esmat (2011), menyatakan bahwa pH bergantung pada konsentrasi ion H yang bebas atau isomer dari total asam organik yang telah berubah. Ion H bebas ini berasal dari pelepasan ion H dari senyawa karboksil (-COOH). Selain itu penurunan nilai pH yang terjadi selama penyimpanan ini diduga merupakan akibat terjadinya fermentasi karbohidrat serta adanya aktivitas respirasi mikroorganisme yang menghasilkan CO2 dengan cara melepaskan atom hidrogen secara bertahap sehingga dapat menurunkan pH minuman (Fardiaz, 1992). Menurut Desrosier, 1988), Penurunan nilai pH disebabkan oleh terbentuknya asam karena adanya reaksi spontan antara CO2 dengan H2O. Gas CO2 terbentuk karena penguraian sukrosa menjadi unit-unit yang lebih sederhana karena aktivitas mikroba dalam proses fermentasi. Keadaan tersebut mungkin terjadi karena pada pembuatan minuman sari buah naga merah ini tidak dilakukan penambahan bahan pengawet yang dapat membunuh mikroorganisme secara keseluruhan. Jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh pada pH rendah terutama khamir dan kapang. Menurut Sudarmadji et al. (1989), fermentasi alkohol yang dilakukan oleh khamir tidak hanya menghasilkan etanol dan karbondioksida, tetapi juga menghasilkan hasil samping berupa asam suksinat, asam asetat, dan asam laktat. Asam-

asam tersebut yang diduga berkontribusi menurunkan pH produk selama penyimpanan. 5. Vitamin C Vitamin C minuman sari buah naga merah menurun selama penyimpanan 12 hari, baik yang ditambah CMC 0,5% maupun karagenan 0,5%. Berdasarkan hasil uji statistika Lampiran 14, lama penyimpanan pada setiap perlakuan tidak memengaruhi vitamin C minuman sari buah naga merah.

penyimpanan yang dilakukan. Pengaruh suhu dalam menyimpanan produk dan sinar atau cahaya (adanya cahaya lampu dalam lemari pendingin) diduga menjadi salah satu penyebab menurunnya kandungan vitamin C. Cahaya dapat menguraikan vitamin C dan menyebabkan kerusakan (Andarwulan dan Koswara, 1992). Selain itu adanya ruang kosong yang cukup banyak di dalam botol pengemasan juga dapat mempengaruhi kandungan vitamin C selama penyimpanan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Nagy dan Smoot (1997), bahwa adanya ruang kosong dalam botol yang mengandung udara memungkinkan terjadinya pemecahan vitamin C secara aerobik menjadi senyawa hidroksi furfural. Vitamin C bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh luar seperti suhu, cahaya, konsentrasi gula dan garam, pH, oksigen, enzim (Andarwulan dan koswara, 1992). Menurut Winarno (1997), asam askorbat mudah sekali teroksidasi menjadi asam L- dehidroaskorbat yang secara kimia sangat labil dan mengalami perubahan-perubahan lebih lanjut menjadi asam L-ketogulonat dimana tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi. Penurunan vitamin C sari buah dapat tergantung dari jenis produk, varietas, kadar total padatan dalam sari buah dan jenis kemasan (Andarwulan dan koswara, 1992). 6. Warna (Kromameter) 6.1 Nilai L* (Lightness) Nilai L* merupakan atribut nilai yang menunjukkan tingkat kecerahan suatu sampel. Nilai L* memiliki kisaran 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L* yang mendekati nol menunjukkan sampel memiliki kecerahan rendah (gelap). Sedangkan nilai L* yang mendekati 100 menunjukkan sampel memiliki kecerahan tinggi (terang). Semakin tinggi nilai L*, warna produk semakin cerah. Berdasarkan hasil uji, nilai L* minuman sari buah naga merah pada awal penyimpanan (hari ke-0) adalah sekitar 27,35-30,36 dan berubah menjadi 21,89-24,35 pada akhir penyimpanan (hari ke-12). Penurunan nilai L* ini mengindikasikan bahwa terjadi penurunan tingkat kecerahan minuman sari buah naga merah selama penyimpanan. Menurut Dirjen POM (1995), jika bahan penstabil seperti CMC dan karagenan dilarutkan ke dalam air maka akan membentuk larutan koloidal yang jernih, transparan atau tidak berwarna, sehingga tidak akan mengubah warna larutan ataupun tingkat kecerahannya. Tingkat kecerahan berasal dari senyawa flavonoid yang terkandung di dalam buah naga merah. Menurut Harborne (1987), semua senyawa fenol memiliki serapan kuat di daerah ultraviolet karena memiliki struktur cincin aromatik. Terjadinya penurunan tingkat kecerahan pada minuman sari buah naga merah kedua perlakuan ini diduga berasal dari pengaruh kekentalan atau viskositas larutan yang dihasilkan sehingga seolah-olah kecerahan produk berkurang atau menjadi lebih gelap. 6.2 Nilai a* Nilai a* menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau. Nilai a* yang semakin positif menunjukkan derajat kemerahan yang

Gambar 10. Kurva Vitamin C Minuman Sari Buah Naga Merah Selama Penyimpanan 12 Hari Berdasarkan Gambar 10, terlihat bahwa vitamin C minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC 0,5% dan karagenan 0,5% semakin menurun selama penyimpanan 12 hari. Penurunan vitamin C pada minuman sari buah naga merah ini jumlahnya tidak terlalu besar. Vitamin C minuman sari buah naga merah pada awal penyimpanan adalah 7,53 mg/100g kemudian seiring dengan lamanya penyimpanan terjadi penurunan vitamin C menjadi 7,04-7,09 mg/100g. Penurunan vitamin C ini erat hubungannya dengan sifat vitamin C yang mudah teroksidasi. Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), kehilangan vitamin C pada sari buah selama penyimpanan mungkin lebih besar dibandingkan kehilangan pada waktu pengolahan. Pada minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC, penurunan vitamin C lebih kecil dibandingkan minuman sari buah naga merah yang ditambah karagenan. Adanya penarikan partikel-partikel koloid yang lebih banyak pada sari buah naga merah yang ditambahkan CMC maka lebih sedikit oksigen bebas yang dapat menyebabkan reaksi oksidasi terhadap sari buah. Oksigen bebas yang terdapat dalam sari buah menyebabkan tingginya oksidasi yang terjadi sehingga mampu menurunkan kadar vitamin C (Tressler and Joslyn, 1961 dikutip Farikha dkk, 2013). Penurunan vitamin C yang terjadi pada minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC dan karagenan pada penelitian ini juga dapat dimungkinkan akibat kondisi

semakin tinggi. Nilai a* yang semakin negatif menunjukkan derajat kehijauan yang semakin tinggi. Minuman sari buah naga merah memiliki nilai a* positif yang menunjukkan minuman tersebut memiliki unsur warna merah. Unsur warna merah ini berasal dari pigmen alami betasianin yang terkandung dalam buah naga merah. Menurut Rebecca et al (2010), buah naga merah mengandung pigmen betalain yang terdiri dari dua komponen yaitu betasianin (red violet) dan betaxanthin (yellow). Nilai a* minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC 0,5% adalah 29,96 menjadi 28,29, sedangkan yang ditambah karagenan 0,5% adalah 27,12 menjadi 25,00. Terlihat bahwa nilai a* minuman sari buah naga merah baik yang ditambah CMC 0,5% maupun karagenan 0,5% menurun selama penyimpanan 12 hari. Penurunan nilai a* menggambarkan terjadinya penurunan intensitas warna merah (a*) minuman sari buah naga merah selama penyimpanan yang mungkin terjadi akibat degradasi pigmen. Kondisi pH larutan yang menurun selama penyimpanan mengakibatkan terjadinya degradasi pigmen. Betalain stabil pada pH 3-7 ( Jacksman and Smith, 1996 dikutip Azeredo, 2006). Selain itu adanya ruang kosong di dalam botol yang mengandung oksigen juga dapat memicu terjadinya degradasi pigmen betalain. Stabilias pigmen betalain dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pH, aw, oksigen, cahaya, logam, dan suhu (Azeredo, 2006). 6.3 Nilai b* Nilai b* menyatakan warna kromatik campuran birukuning dengan nilai positif dari 0 127 untuk warna kuning dan nilai negatif 0 127 untuk warna biru. Minuman sari buah naga merah memiliki nilai b* positif yang menunjukkan minuman tersebut memiliki unsur warna kuning. Warna kuning ini berasal dari pigmen alami yang terkandung dalam buah naga merah yaitu pigmen betaxanthin yang berasal dari pigmen betalain (Rebecca et al, 2010). Nilai b* minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC 0,5% meningkat dari 6,80 menjadi 8,36, sedangkan nilai b* minuman sari buah naga merah yang ditambah karagenan 0,5% menurun dari 6,02 menjadi 5,21. Terjadinya peningkatan nilai b* menandakan terjadinya pergeseran warna ke arah derajat kekuningan yang lebih tinggi. Peningkatan nilai b* ini dimungkinkan adanya senyawa NaOH yang berasal dari penstabil CMC yang digunakan sehingga mempengaruhi perubahan warna kuning dalam minuman sari buah naga merah. Menurut Piateli dalam Vargas (2000), pigmen betalain akan berubah menjadi warna kuning dengan adanya NaOH atau penambahan NaOH. 6.4 Hue Derajat Hue (oHue) merupakan istilah yang digunakan untuk klasifikasi warna merah, kuning, biru, dan berbagai warna campuran yang dihasilkannya (MacDougall, 2002). Nilai oHue dan kisaran warna minuman sari buah naga merah disajikan pada Tabel 5.
o

Tabel 5. Nilai oHue Minuman Sari Buah Naga Merah Selama Penyimpanan Perlak uan CMC 0,5% Karage nan 0,5% Nilai Parameter Warna Hari L* 0 12 0 12 30,36 21,89 27,35 24,35 a* 29,96 28,29 27,12 25,00 b* 6,80 8,36 6,02 5,21 13,65 16,47 12,52 11,77
o

Hue

Daerah Kisaran Warna Merah keunguan Merah keunguan Merah keunguan Merah keunguan

Perubahan oHue dipengaruhi oleh perubahan intensitas warna merah (a*) dan kuning (b*). Perubahan intensitas a* dan b* pada minuman sari buah naga merah yang ditambah CMC 0,5% dan karagenan 0,5%, tidak memberi perubahan warna yang berarti. Berdasarkan kombinasi antara nilai a* dan b* yang dapat dilihat pada Tabel 5., nilai oHue minuman sari buah naga merah kedua perlakuan berada pada kisaran angka 11,77 16,47, dimana kisaran angka tersebut tergolong ke dalam warna Red Purple atau merah keunguan. Minuman sari buah naga merah baik yang ditambah CMC 0,5% maupun karagenan 0,5% selama penyimpanan 12 hari memiliki warna merah keunguan. Dirjen POM (1995), menyatakan jika bahan penstabil seperti CMC dan karagenan dilarutkan ke dalam air maka akan membentuk larutan koloidal yang jernih, transparan atau tidak berwarna, sehingga tidak akan mengubah warna larutan. Berdasarkan hal tersebut, penambahan CMC maupun karagenan pada konsentrasi yang sama tidak menghasilkan warna yang berbeda pada minuman sari buah naga merah yang memiliki warna asal merah keunguan. 7. Rendemen Rendemen merupakan perbandingan berat produk yang diperoleh terhadap berat bahan baku. Rendemen yang dihasilkan berguna sebagai acuan estimasi penggunaan buah segar untuk pengolahan lebih lanjut. Berikut ini disajikan hasil rendemen sari buah naga merah dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rendemen Sari Buah Naga Merah Proses Pengolahan Awal (bahan baku) Ekstraksi (sari buah) Bobot rata-rata (%) 100 60,58

Rendemen akhir sari buah naga merah yang dihasilkan adalah sebesar 60,58%. Rendemen sari buah ini menunjukkan banyaknya sari buah yang terekstraksi. Rendemen sari buah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tekstur buah, varietas buah derajat kematangan, tingkat kesegaran buah dan metode ekstraksi (Bielig dan Werner, 1986). Menurut Apandi (1984), rendemen juga dipengaruhi oleh kadar air dalam daging buah, sedangkan kadar air daging buah dipengaruhi oleh jenis kultivar dan umur fisiologis.

Kesimpulan Minuman sari buah naga merah perlakuan CMC 0,5% maupun karagenan 0,5% selama penyimpanan 12 hari mengalami penurunan kestabilan, pH, viskositas, dan kandungan vitamin C, sedangkan total padatan terlarut meningkat. Minuman sari buah naga merah dari perlakuan CMC 0,5% mempunyai stabilitas yang lebih baik selama penyimpanan 12 hari. Nilai kestabilannya sebesar 95,68%, viskositas sebesar 94,33 cP, total padatan terlarut 12 oBrix, pH berkisar 2,83-3,57, dan kandungan vitamin C 7,09 mg/100g. Saran Perlu dicari metode lain pada proses ekstraksi untuk mempermudah proses penyaringan sehingga mendapatkan rendemen sari buah naga yang lebih baik, penggunaan kemasan untuk meminimalisasi terjadinya penurunan pH dan vitamin C, serta penelitian lanjutan pembuatan minuman sari buah naga merah dengan menggunakan konsentrat sari buah, penentuan umur simpan, atau kajian kandungan antioksidan.

Bielieg, H. Jdan J. Werner. 1986. Fruit Juice Processing. FAO, The United Nation. Roma. Bramayadi, 1986. Stabilitas Minuman Yoghurt dengan Homogenisasi dan Penambahan CMC Sn Tween 40. Skripsi S1. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Breene, W. M. 1977. Industrial Processing of Fruit and Vegetables. The University of Minnesota. Minnesota. Buckle, K. A., R. A. Edwards,G. H. Fleet, dan M. Wotton. 1981. Ilmu Pangan. Penerjemah : Adi Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Cahyono B. 2009. Buku Terlengkap Sukses Bertanam Buah Naga. Jakarta. Pustaka Mina. Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan Muchji Muljoharjo. UI Press. Jakarta. Direktorat Jendral Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia : Edisi ke 4, Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Distantina S, Fadilah, Danarto YC, Wiratni, Fahrurrozi M. 2009. Penentuan viskositas intrinsik karaginan dari rumput laut Euchema cottonii. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. Jurusan Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Emil, S. 2011. Untung Berlipat Dari Bisnis Buah Naga Unggul. Penerbit Lily Publisher. Yogyakarta. Emil, S. 2011. Untung Berlipat Dari Bisnis Buah Naga Unggul. Penerbit Lily Publisher. Yogyakarta. Eskin, N. A. M., H. M. Henderson, and R. J. Townsend. 1971. Biochemistry of Food. Academic Press. New York. Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Penerjemah : Zein Nasution. Sastra Hudaya IKAPI. Bogor Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor Farikha, I. N, C. Anam, E. Widowati. 2013. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil Alami Terhadap Karakteristik Fisikokimia Sari Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizuz) Selama Penyimpanan. Jurnal Teknosains Pangan Vol.2 (1). Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekeer, Inc. New York. Glicksman, M. 1969. Gum Technology in the Food Industry. Academic Press, New York. New York. . 1983. Food Hidrocolloids Volume II. CRC Press. Boca Raton. Florida.

DAFTAR PUSTAKA Abou-Arab, A. A., Ferial, M. Abu-Salem, dan Esmat A. Abou-Arab. 2011. Physico-chemical Properties of Natural Pigments (Anthocyanin) extractd from Roselle Calyces (Hibiscus sabdariffa). Journal of American Science, 2011 : 7(7). AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Association of of Official Analytical Chemist., Arllington. Virginia. Andarwulan, N. dan Sutrisno K.1992. Kimia Vitamin. Rajawali. Jakarta Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni Bandung. Astawan, M. 2003. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Available online at : http://www.kompas.com (diakses 9 November 2011). Azeredo, H. 2006. Betalains : Properties, Sources, Application, and Stability. Embrapa Agroindustria Tropical, CEP: 60511-110, Fortaleza, Ceara. Brazil Badan Standardisasi Nasional. 1995. Syarat Mutu Minuman Sari Buah (SNI-01-3719-1995). Jakarta. Belitz, H. D. And W. Grosch. 1986. Food Chemistry. Springer Verlag Berlin Heldenberg. New York. Bellec FL, Vaillant F, Imbert E. 2006. Pitahaya (Hylocereus spp.): A new crop,a market with future. Fruits 61: 237-250. Bennion. 1980. The Science of Food. John Wiley And Sons. New York.

Gould, W. A. 1977. Food Quality Assurance. AVI Publishing, Westport. Hariwiwoko, B. 2007. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Penstabil Terhadap Beberapa Karakteristik Minuman Sari Buah Campuran Mengkudu (Morinda citrifolia) dan Sirsak. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, UNPAD. Bandung. Helfrerch, W and D.C Westhoff. 1980. All About Yogurt. Pratice Hall. Inc. New York. Hidayat, N, dan W. A. P. Dania. 2005. Minuman Berkarbonasi dari Buah Segar. Trubus Agrisana. Surabaya. Imeson, A. 1992. Thickening Ana Gelling Agent for Food. Blackie Academic Ana Profesional, New York. New York. Imeson. A. P. 2000. Carrageenan di dalam Handbook of Hydrocolloids. G. O.Phillips dan P. A. Williams (eds.). CRC Press. New York. Isnaini, D. 2006. Pengaruhh Penambahan Karagenan Terhadap Stabilitas Minuman Fermentasi Air Kelapa Degan Menggunakan Bakteri Asam Laktat. Skripsi. Universitas Padjadjaran. Jacobs, M. B. 1980. The Chemistry Ana Technology of Food Ana Food Product. Vol I. Interscience Publ. Co, New York. New York. Jaya, I.K.D. 2010. Morfologi Dan Fisiologi Buah Naga Dan Prospek Masa Depannya Di Indonesia. Crop Agro 3 : 44-50. Keller, J. D. 1986. Sodium Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Dalam Glicksman, M. (Ed) : Food Hydrolloid Volume III. CRC Press, Boca Raton. Florida. Man, J. M. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah : Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Margono, T., D. Suryati, dan S. Hartinah, 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation. Jakarta McMahon, G. 2003. Pitaya (Dragon Fruit). Northern Territory Government. FF12: 1-2. (FF12pitaya) Murray, J. F., Hercules L., dan Regate. 2000. Cellulosies. Dalam Phillips, G. O., dan P. A. Williams (Ed) : Handbook of Hydrocoloids. CRC Press. Washington D. C. Nagy, S., and Smoot, J.M., 1997, J. Agric. Food Chem., 25, 1, 135138. Nicol, W. M. 1982. Sucrose, The Optimum Sweetener. Dalam Nutritive Sweetener Applied Science Publishing. New York.

Nurdini, R. 2004. Pembuatan Sari Buah Mengkudu Dengan Off-Odour Minimal. Skripsi. Fateta IPB. Bogor. Phillips, G. O and P. A. Williams. 1989. Handbook of Hydrocolloids. CRC Press. Boca Raton Boston, New York. Washington DC. Phillips, R.A. 2005. Chemistry and Technology of Soft Drinks and Fruit Juices. (Ed). Ashurst and Associates Consulting Chemists for the Food Industry. Publishing Blackwell. Hereford, UK. Potter, N. N. 1986. Food Science. Chapman 7 Hall, Inc. New York. Pushpakumara, DKNG, Gunasena, Kariyawasam M. 2007. Dragon Fruit Hylocerus undatus Haw. Britton and Rose. In: Pushpakumara, D.K.N.G., Gunasena, H.P.M. and Singh, V.P. Underutilized fruit trees in Sri Lanka. New Delhi: World Agroforestry Centre, South Asia Office. p. 110-142. Ranggana, S. 1977. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Product. McGraw Hill Publishing Company, New Delhi. Rosaeka. 20011. Sari Buah Jernih (Clear Fruit Juice) Available online at : http://sudarmantosastro.wordpress.com (diakses 9 November 2011). Rebecca O. P. S, A. N Boyce dan S. Chandran. 2010. Pigment Identification and Antioxidant Properties of Red Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizuz). African Journal of Biotechnology : Vol. 9 (10). Santosa, M. 1985. Pengaruh Bahan Penstabil, Bahan Pengawet, Dan Lama Penyimpanan Pada Pembuatan Sari Buah Asam Jawa. Skripsi. FATETA. IPB. Bogor. Satuhu, S. 1994. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. Stainby, G. 1977. The Physical Chemistry of Gelatin in Solution. Di dalam Ward, A. G. dan A. Courts (Ed). The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New York Sudarmadji, S., R. Kasmidjo, Sardjono, D. Wibowo, S. Margiono, dan E. S. Rahayu. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas (PAU) Universitas Gadjahmada, Yogyakarta. Tjahyadi, C. 2008. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah. Widya Padjadjaran. Jatinangor. Tranggono. 1990. Bahan Tambahan Makanan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta. Tresnida, A. 2008. Pengaruh Konsentrasi Carboxcy Methyl Cellulose (CMC) Terhadap Beberapa Karakteristik Minuman Serbuk Alpukat (Persea americanan Mill).

Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, UNPAD. Bandung. Tressler, K. A. and M. A. Joslyn. 1961. Fruit and Vegetables Juice Processing and Technology. The Avi Publishing Co. lnc. Westport, Connecticut. Vargas, F. D. 2000. Natural Pigments : Carotenoids, Anthocyanins, and, Betalains-Characteristics, Biosynthesis, Processing, and Stability. Critical Reviews in Food Science and Nutritition 40(3). Winarno, F. G. S. Fardiaz dan Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wirakusumah, E. S. 1996. Juice Buah dan Sayur Suatu Alternatif Pengganti Soft Drink. Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Subang. Woodroof, J. C dan D. K Tressler. 1989. Food Formulary : Fruit and Vegetable. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Yusuf, R. R. 2002. Formulasi, Karakteristik Kimia, dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk Minuman Fungsional Tradisional Sari Jahe (Zingiber officinale Rosc.) dan Sari Sereh Dapur (Cymbopogon flexuosus). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai