Anda di halaman 1dari 11

TUBERKULOSIS DAN EFUSI PLEURA

TUBERKULOSIS

Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang meyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.

Patofisiologi Penularan TB terjadi melalui droplet per inhalasi yang mencapai alveoli. Disana makrofag alveolar yang teraktivasi mencerna bacili. Pada saat ini, makrofag dapat menahan multiplikasi bacili dengan menghasilkan enzim proteolitik dan sitokin atau bacili mulai berkembang biak. Jika bacili bermultiplikasi, makrofag akan lisis. Monosit yang tidak teraktivasi yang ditarik oleh berbagai faktor kemotaksis akan mencerna bacili yang dilepaskan makrofag yang lisis. Fase ini biasanya asimtomatik. Setelah 2-4 minggu infeksi, 2 respon pejamu terhadap bacili terbentuk. Respon yang merusak jaringan dan respon yang mengaktivasi makrofag. Respon yang merusak jaringan adalah hasil dari hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen bakteri, respon ini menghancurkan makrofag yang tidak teraktivasi yang mengandung bacili. Respon yang mengaktivasi makrofag adalah fenomena yang dimediasi sel menghasilkan aktivasi makrofag yang mampu membunuh dan mencerna bacili. Meskipun kedua respon ini mampu menghambat pertumbuhan bakteri, keseimbangan keduanya menentukan bentuk TB yang akan terjadi. Dengan perkembangan imunitas spesifik dan akumulasi makrofag pada lokasi lesi primer, lesi granulomatus (tuberkel) terbentuk. Lesi ini terdiri dari limfosit dan makrofag teraktivasi, seperti sel epiteloid dan sel raksasa. Awalnya, respon yang merusak jaringan adalah satu-satunya kejadian yang menghambat pertumbuhan bakteri dalam makrofag. Respon ini, dimediasi oleh bermacam-macam produk bakteri, tidak hanya menghancurkan makrofag tapi juga menghasilkan nekrosis padat awal di tengah tuberkel. Meskipun bakteri dapat bertahan hidup, pertumbuhannya dihambat dalam lingkungan nekrotik ini oleh rendahnya tekanan oksigen dan pH. Pada saat ini,

sebagian lesi dapat sembuh meninggalkan fibrosis dan kalsifikasi, sedangkan sisanya berevolusi lebih lanjut. Imunitas seluler sangat penting di fase awal. Pada kebanyakan individu yang terinfeksi, makrofag lokal diaktivasi saat antigen bakteri yang diproses oleh makrofag merangsang limfosit T untuk melepaskan bermacam-macam limfokin. Sel-sel ini berkumpul di sekitar pusat lesi dan menetralisasi tuberkel tanpa menyebabkan kerusakan jaringan lebih luas. Pada pusat lesi, bahan nekrotik menyerupai keju lunak (caseous necrosis). Ketika penyembuhan berlangsung, bacili dapat tinggal dorman dalam makrofag atau dalam bahan nekrotik selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Lesi yang sembuh dalam parenkim paru dan nodus limfe hilar dapat mengalami kalsifikasi. Pada sebagian kecil kasus, respon yang mengaktivasi makrofag lemah, dan perkembangan bakteri hanya dapat dihambat oleh reaksi hipersensitivitas lambat, yang mengakibatkan kerusakan jaringan. Lesi ini terus membesar, merusak jaringan sekitarnya. Dinding bronkus dan pembuluh darah dihancurkan, dan terbentuklah kavitas. Pada fase awal infeksi, bacili biasanya dihantar oleh makrofag ke kelenjar limfe regional. Dari sana mereka menyebar ke banyak organ dan jaringan. Lesi yang terbentuk dapat mengalami evolusi yang sama seperti di paru. Imunitas seluler memberikan perlindungan parsial terhadap TB, sedangkan peranan imunitas humoral masih belum jelas. Ada 2 macam sel yang penting : makrofag yang memfagosit tuberkel, dan sel T (terutama limfosit CD4+), yang melindungi melalui produksi limfokin, terutama interferon (IFN ). Setelah infeksi TB, makrofag alveolar mensekresi beberapa sitokin : IL-1 menyebabkan demam, IL-6 menyebabkan hiperglobulinemia, TNF- membunuh bakteri, membentuk granuloma, dan menyebabkan demam maupun turunnya berat badan. Makrofag juga penting dalam memproses dan membawa antigen ke limfosit T, hasilnya adalah proliferasi CD4+. Gangguan pada sel CD4+ menjelaskan mengapa infeksi HIV menyebabkan gagalnya perlindungan terhadap proliferasi bakteri. Limfosit CD4+ reaktif memproduksi sitokin dari pola TH1 dan ikut menghancurkan sel terinfeksi dalam MHC kelas II. Sel CD4+ TH1 menghasilkan IFN- , IL-2 dan meningkatkan imunitas seluler. TH2 menghasilkan IL-4, IL-5, IL-10 dan meningkatkan imunitas humoral.

Reaksi hipersensitivitas tipe lambat adalah dasar tes kulit PPD. Mekanisme seluler yang menyebabkan reaksi PPD berhubungan dengan limfosit CD4+ yang tersensitisasi dan tertarik ke lokasi tes kulit. Disana, mereka memproduksi sitokin.

Anamnesis Gejala umum : batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala lain : dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, malaise, keringat malam, demam meriang lebih dari sebulan.

Pemeriksaan fisik Dapat ditemukan ronchi atau amphoric breath sounds pada daerah dengan kavitas luas.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan dahak secara mikroskopis : BTA positif pada 2 dari 3 spesimen SPS. Foto thoraks : infiltrat dengan kavitas pada lobus atas paru.

Suspek TB

Periksa dahak sewaktu, pagi, sewaktu (SPS)

BTA +++ BTA ++Periksa rontgen dada

BTA +--

BTA ---

Antibiotik spektrum luas

Mendukung TB

Tidak mendukung

Perbaikan (-)

Perbaikan (+)

TB BTA positif

Ulangi SPS

BTA +++ BTA ++BTA +--

BTA ---

Rontgen dada Mendukung TB Tidak mendukung

TB BTA Neg Rontgen pos

Bukan TB

Klasifikasi penyakit TB paru (TB parenkim paru, tidak termasuk pleura) dibagi dalam : 1. TB paru BTA positif : minimal 2 dari 3 spesimen SPS BTA positif, 1 spesimen BTA positif dan rontgen dada gambaran TB aktif. 2. TB paru BTA negatif : 3 spesimen BTA negatif dan rontgen dada gambaran TB aktif. Dibagi menjadi berat (jika gambaran rontgen milier dan atau keadaan umum penderita buruk) dan ringan. TB ekstra paru dibagi dalam : 1. TB ekstra paru ringan : TB limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, adrenal. 2. TB ekstra paru berat : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, usus, saluran kencing, alat kelamin.

Tipe penderita 1. Kasus baru : belum pernah diobati OAT, atau sudah pernah berobat OAT kurang dari 30 dosis harian. 2. Kambuh (relaps) : pernah diobati, dinyatakan sembuh, kemudian berobat lagi dengan dahak BTA positif. 3. Pindahan (Transfer In) : sedang mendapat obat di kabupaten lain, kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Harus membawa surat rujukan. 4. Drop-out : sudah berobat minimal 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian berobat lagi. 5. Gagal : BTA positif dan tetap positif atau kembali positif setelah akhir bulan ke-5 atau lebih. Atau BTA negatif rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2. 6. Kronis : BTA tetap positif setelah pengobatan ulang kategori 2.

Pengobatan TB Jenis OAT : 1. INH (H) : do 5 mg/kgBB (harian), 10 mg/kgBB (intermiten) 2. Rifampisin (R) : do 10 mg/kgBB

3. Pirazinamid (Z) : do 25 mg/kgBB (harian), 35 mg/kgBB (intermiten) 4. Streptomisin (S) : do 15 mg/kgBB 5. Etambutol (E) : do 15 mg/kgBB (harian), 30 mg/kgBB (intermiten)

Kategori 1 :

2HRZE/4H3R3

Untuk : Kasus baru BTA positif BTA negatif rontgen positif yang sakit berat TB ekstra paru berat Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Untuk : Relaps Gagal Drop-out Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Untuk : BTA negatif rontgen positif sakit ringan TB ekstra paru ringan Sisipan : HRZE

Untuk : bila akhir tahap intensif kasus baru BTA positif kategori 1 atau BTA positif pengobatan ulang kategori 2, hasil dahak masih BTA positif.

Daftar pustaka : 1. Raviglione MC, OBrien RJ. Tuberculosis. In : Kasper DL, Braunwald E, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Edition. New York : McGrawHill 2005. p 953-966. 2. Roa, CC. Pulmonary Tuberculosis. In : Ong WT, et al. Medicine Blue Book 5th Edition. Mandaluyong City : Cacho Hermanos Inc 2001. p 46-52. 3. Pedoman Penanggulangan TB Indonesia.

EFUSI PLEURA

Definisi Efusi pleura adalah keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah berlebihan dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal jumlah cairan dalam pleura sekitar 10-20 cc.

Patofisiologi Akumulasi cairan pleura terjadi ketika pembentukan cairan pleura melebihi absorbsi. Dalam keadaan normal, cairan memasuki rongga pleura dari kapiler dalam pleura parietalis dan dikeluarkan lewat saluran limfe dalam pleura parietalis. Cairan dapat juga memasuki rongga pleura dari ruang interstitial paru melalui pleura visceralis atau dari rongga peritoneum melalui lubang-lubang kecil pada diafragma. Saluran limfe memiliki kemampuan absorbsi 20 kali lipat lebih besar dari jumlah yang diproduksi normal. Sehingga efusi pleura terjadi ketika terdapat pembentukan berlebihan (dari ruang interstitial paru, pleura parietalis, atau rongga peritoneal) atau ketika terdapat penurunan absorbsi cairan melalui saluran limfe. Gagal jantung kanan, gagal jantung kiri, dan sindroma vena cava superior akan meningkatkan tekanan intravaskuler pleura, sehingga terjadi peningkatan pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura. Tekanan intra pleura yang rendah, yang disebabkan oleh atelektasis atau penebalan pleura visceralis juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pleura. Selain itu, defek diafragma dapat mengakibatkan hubungan pleura dengan rongga peritoneum. Peningkatan tekanan vena sistemik juga akan menghambat pengosongan cairan limfe pada pleura. Abnormalitas pleura dengan peningkatan permeabilitas seperti pada malignansi atau inflamasi juga menyebabkan akumulasi cairan. Secara umum, cairan transudat akan terbentuk jika terdapat perubahan faktorfaktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan absorbsi cairan pleura, misalnya pada gagal jantung dan sirosis. Sedangkan eksudat terbentuk karena perubahan faktorfaktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan absorbsi cairan pleura, misalnya pada

infeksi, keganasan, emboli paru, ruptur esofagus, maupun reumatoid pleuritis. Infeksi yang terbanyak menyebabkan efusi pleura di Indonesia adalah TB paru.

Anamnesis Gejala umum : Sesak nafas, nyeri pleuritik. Gejala-gejala lain yang berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan efusi, seperti batuk, hemoptisis, pembengkakan tungkai, riwayat penyakit paru, ginjal, jantung, hati, perut membuncit, keluhan buang air kecil, riwayat atopi.

Pemeriksaan fisik Kesadaran dapat menurun jika dalam keadaan syok. Tanda-tanda vital : nadi dapat meningkat, respirasi cepat dan dangkal. Tekanan darah dapat meningkat jika terdapat penyakit lain. Kepala : kadang didapatkan pernafasan cuping hidung Leher : KGB dapat teraba pada TB. Trakea terdorong ke sisi yang sehat bila efusi masif. Thoraks : Inspeksi : bentuk dan gerak asimetris. Sisi yang sakit lebih cembung, pergerakan tertinggal Palpasi : sela iga lebih lebar pada sisi yang sakit, vokal fremitus menurun/hilang Perkusi : flat Auskultasi : suara pernafasan berkurang sampai menghilang di atas efusi, terdapat pleural friction rub Abdomen : asites, hepar teraba (pada penyakit hepar) Ekstremitas : bisa didapatkan kelainan jika terdapat penyakit lain

Pemeriksaan penunjang Foto thoraks PA dan lateral dekubitus : gambaran radio opak mengisi sudut kostofrenikus anterior, batas tegas, sisi lateral tampak lebih tinggi, dapat menggeser jantung dan mediastinum ke sisi sehat.

Darah : darah lengkap. Bila dicurigai terdapat penyakit lain diperiksa sesuai underlying disease. Protein dan LDH serum diperiksa untuk dibandingkan dengan hasil pungsi pleura. Biopsi pleura bila dicurigai keganasan. Pungsi pleura (thoracosentesis) : Makroskopis : jernih kekuningan (transudat), kuning keruh (infeksi), hijau keruh (reumatoid pleuritis), putih susu (chylothoraks), pus (empyema), darah (keganasan) Sel darah : hitung jumlah dan jenis Biokimia : protein, LDH, glukosa cairan pleura Bakteriologi : pewarnaan Gram, BTA, kultur Sitologi Kriteria Lights untuk eksudat jika salah satu dari : protein cairan pleura/serum > 0,5 LDH cairan pleura/serum > 0,6 LDH cairan pleura > 2/3 batas atas normal serum

Penatalaksanaan Oksigen kanul Indikasi pemasangan CTT : 1. Pus masif pada cairan pleura 2. Ditemukan organisme pada pewarnaan Gram cairan pleura 3. Glukosa cairan pleura < 50 mg/dL 4. pH cairan pleura dibawah 7.00 dan 0,15 unit lebih rendah dari pH arteri Terapi medikamentosa : sesuai underlying disease

Efusi pleura

Torakosentesis diagnostik Periksa protein dan LDH cairan pleura

Ya

Didapatkan satu di bawah ini: Pleura/serum protein > 0,5 Pleura/serum LDH > 0,6 LDH pleura > 2/3 batas atas

Tidak

Eksudat Cairan pleura : glukosa, amilase, sitologi, hitung jenis, kultur, pewarnaan Gram, BTA

Transudat Adakah CHF, sirosis, nefrosis

Amilase meningkat Kemungkinan : Ruptur esofagus Efusi dari pankreas Keganasan

Tidak ada diagnosis

Glukosa < 60 mg/dL Kemungkinan : Keganasan Infeksi bakteri Pleuritis rheumatoid

Kemungkinan emboli pulmonal (CT spinal atau lung scan) Penanda TB

Terapi emboli

Terapi TB

Torakoskopi atau open pleural biopsy

Gejala membaik

Observasi

10

Daftar pustaka : 1. Light, RW. Disorders of the Pleura, Mediastinum, Diaphragm, and Chest Wall. In : Kasper DL, Braunwald E, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Edition. New York : McGraw-Hill 2005. p 1565-1568. 2. Roa, CC. Pleural Effusion and Thoracentesis. In : Ong WT, Ong ALR, Nicolasora NP. Medicine Blue Book 5th Edition. Mandaluyong City : Cacho Hermanos Inc 2001. p 55.

11

Anda mungkin juga menyukai