Asuhan Keperawatan Pada NN
Asuhan Keperawatan Pada NN
B INTRA OPERATIF LAPARASCOPY APPENDIKTOMY DENGAN INDIKASI APPENDICSITIS DIRUANG OPERASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA NN.B INTRA OPERATIF LAPARASCOPYAPPENDIKTOMY DENGAN INDIKASI APPENDICSITIS DIRUANG OPERASI
A. Pengertian Appendisitis adalah Appendiks yang mengalami obstruksi dan rentan terhadap infeksi. Appendisitis dapat terjadi pada setiap usia, perbandingan antara pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita penyakit ini. Namun penyakit ini paling sering dijumpai pada dewasa muda antar umur 10-30 tahun (Smeltzer, 2002). Satu dari 15 orang pernah menderita apendisitis dalam hidupnya. Insiden tertinggi terdapat pada laki-laki usia 10-14 tahun dan wanita yang berusia 15-19 tahun. Laki-laki lebih banyak menderita apendisitis dari pada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun. Apendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun (Smeltzer, 2002). (Brunner & Suddarth, 1995 : 45 ).
Appendisitis mengacu pada radang appendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tidak berfungsi terletak pada bagian inferior dari seikum ( Barbara Engram, 1998:215). Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000). Apendisitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989). Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat appendiks yang meradang (Smeltzer, 2002).
B. 1.
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture. 2. Faktor Bakteri Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%. 3. Kecenderungan familiar Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen. 4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.
5. Faktor infeksi saluran pernapasan Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis.
C.
Patofisiologi
Menurut Mansjoer, 2000: Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang. Tahapan Peradangan Apendisitis adalah 1. Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)
2. Apendisitis akuta perforate (termasuk apendisitis gangrenosa, karena dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi) D. Manifestasi klinis 1. Menurut Betz, Cecily, 2000 :
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah Anoreksia Mual Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar). Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis. Nyeri lepas. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali. Konstipasi. Diare.
10) Disuria. 11) Iritabilitas. 12) Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
E.
Komplikasi
Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994 : 1) 2) 3) 4) 5) Perforasi. Peritonitis. Infeksi luka. Abses intra abdomen. Obstruksi intestinum.
F.
Penatalaksanaan
Pemasangan kateter untuk control produksi urin. Rehidrasi Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2.
Operasi
Apendiktomi. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3.
Pasca operasi
Observasi TTV. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 230 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
1. PENGKAJIAN 1.1 IDENTITAS Nama Pasien No. RM Tanggal lahir Umur Agama Alamat : Nn. B : 0193114 : 4 Desember 1998 : 13 tahun : Islam : Taman Duta Mas Blok B.4
a) Keluhan Utama Klien mengatakan nyeri dengan skala 4 di bagian abdomen kanan bagian bawah.
b) Riwayat kesehatan sekarang klien datang ke RS. Awal Bros tanggal 09 Mei 2012 jam 21.40 WIB ( lihat distatus pasien ). Klien mengatakan nyeri pada bagian abdomen bawah sebelah kanan. Pada tanggal 10 Mei 2012 jam 04.00 WIB, klien mulai puasa. pada jam 10.20 WIB klien datang ke ruang operasi. Pada jam 10.30 Wib dilakukan anastesi, operasi dilakukan pada jam 11.15 WIB dan operasi selasai pada jam 12.00 WIB. Pada jam 12.20 WIB klien di antar ke ruangan.
2. PEMERIKSAAN FISIK Sebelum dilakukan operasi a. Keadaan umum : Lemah : Compos mentis GCS E 4, M 5, V 6 = 15 Tanda vital Tekanan darah Suhu Nadi Pernafasan : 110/70 mmHg : 36.4oc : 83 x/menit : 21 x/menit
Kesadaran
Rambut bewarna hitam panjang, rambut kelihatan bersih, tidak ada ketombe dan tidak ada kutu, rambut tidak berminyak. b) Palpasi
Posisi mata simetris, konjungtiva pucat, tidak ada secret, warna sclera putih, , tidak menggunakan alat bantu kaca mata ataupun soft lensa b) Palpasi
5. Telinga a) Inspeksi
Bentuk telinga simetris, tidak adanya serumen, tidak ada edema, tidak adanya lesi, kondisi bersih.
Wajah berbentuk simetris, tidak ada lesi maupun edema, tidak ada benjolan pada leher, b) Palpasi
Tidak ada pembengkakan pada leher dan vena jugularis. 7. Dada a) Inspeksi
Pernafasan teratur,ekspansi dadasimetris, tidak ada lesi, payudara simetris dan kelihatan simetris. b) Palpasi
Bentuk simetris, adanya bekas luka operasi pada bagian pusat, abdomen bawah sebelah kiri dan sebelah kanan 10. Ekstremitas a) Inspeksi
Jumlah jari-jari tangan dan kaki sama, tidak ada fraktur, lesi tidak ada, tidak adaodema dan tidak ada pembekakan.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Tanggal : 09 mei 2012 Jam Hasil : Jenis pemeriksaan Hemoglobin LED Lekosit Hitung jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Hematokrit pcv Trombosit Eritrosit Nilai eritrosit (MCV, MCH, MCHC) Ver (MCV) Her (MCH) 70,4 fl 22,6 pg 82-92 27-31 0,2% 0,4 % 63,7 % 25,7 % 10,0 % 30,5 vol % 399,000 /ul 4,33 juta/ul 50-70 20-40 2-10 37-43 150.000-500.000 4-5 0-1 1-3 Nilai hasil 9,8 g/dl 30 mm /1 jam 8,390/ul Nilai normal 11-15 <20mm/1 jam 5000 - 11.000 : 19.27 WIB
32,0 g/dl
32-36
2 /dt 7/dt
Hasil USG tanggal 8 Mei 2012 Hepar : Bentuk dan ukuran baik, permukaan licin, ekhstruktur parenkhim homogen, system billerintrahepatik tak melebar
Kandung empedu : Bentuk dan ukuran baik, tak tampak batu, dinding tak menebal
Ginjal kanan
Bentuk dan ukuran baik, diferensiasi kortek medulla jelas tak tampak pelebaran pelviokalises, tak tampak lesi
Ginjal kiri Bentuk dan ukuran baik, diferensiasi kortek medulla jelas tak tampak pelebaran pelviokalises, tak tampak lesi
Area Mc. Burney : Tampak target sign ukuran 0,7 cm,non kompresibel, non peristaltic
Buli buli Bentuk dan ukuran baik,tak tampak batu, dinding tak menebal
Kesan : Appendisitis Tak tampak kelainan organ lain pada USG abdomen saat ini
4. Operasi Sekarang a. Pre op ( jam 10.20 WIB) Dx pre op Jenis operasi : Appendisitis : Pro laparaskopi appendektomi
Pasien sampai d OK Mulai anastesi Jenis anastesi Operasi di mulai Operasi selesai Pindah ke ruangan
: Jam 10.20 WIB : Jam 10.30 WIB : General : 11.15 WIB : 12.00 WIB : 12.20 WIB
b.
Intraoperatif
Pada jam 11.15 WIB dilakukan operasi dengan menggunakan laparaskopi, operasi dilakukan pada bagian pusat, abdomen Left Lower Quadran (LLQ) dan Right Lower Quadran (RLQ). Operasi dilakukan selama 45 menit dengan posisi telentang.
: 21 x / menit
5. PENATALAKSANAAN MEDIS / KOLABORASI Tanggal 09 mei 2012 Anestesi general Jenis Sedacum ( 10.30 WIB) Fentanyl ( 10.30 WIB ) Recofol ( 10.30 WIB ) reculax( 10.30 WIB ) keterrogen ( 10.30 WIB ) farmadol( 11.00 WIB ) Infus asering Jumlah 5 mg ( 1amp) 1 amp 1 amp 1 amp 60 mg 1000 mg 500 ml ( 2 pack )
Ds : Do : Terpasang pendingin ruangan AC Pemajan tubuh dan jaringan interval terhadap lingkungan di dalam ruang operasi Pengaruh obat-obatan anastesi
Pemajanan tubuh dan jaringan internal terhadap lingkungan Paparan suhu yang dingin Resiko perubahan suhu tubuh
Ds : Do : Dilakukanya prosedur pembedahan laparaskopi pada area abdomen/prosedur invasive Terpajan lingkungan diruang operasi
Proses pembedahan
Resiko infeksi
Resiko infeksi
Fentanyl ( 10.30 WIB ) Recofol ( 10.30 WIB ) reculax( 10.30 WIB ) keterrogen ( 10.30 WIB) farmadol( 11.00 WIB) Jam 11.15 WIB R : 23 x / menit
4.
DS : DO : Terdapat instrument bedah dekat dangan klien Posisi klien yang terlentang dengan kepala di hiperekstensi saat di operasi Penggunaan obat anastesi
Proses pembedahan Penggunaan instrument bedah Pengaruh obat anastesi Resiko cedera
Resiko cedera
NO 1.
DIAGNOSA Resiko perubahan suhu tubuh : hipotermi bd penggunaan obat anastesi dan pemajanan lingkungan operasi.
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi perubahan suhu tubuh,. Dengan kriteria hasil : ` Suhu tubuh dalam batas normal
RASIONAL Intervensi mandiri 1. Digunakan sebagai dasar untuk memantau suhu intra operasi. Elevasi suhu pra operasi adalah indikasi dari proses penyakit, misalnya appendicitis
3. Kehilangan panas dapat terjadi waktu kulit(misalnya tungkai, lengan kepala) dipajankan pada lingkungan yang dingin
3.
Sediakan
4. Penghangatan/pendinginan yang terus menerus yang melembabkan inhalasi anastesi digunakan untuk
selimut penghangat
2.
Setelah dilakukan tindakan keperawatanresiko infeksi tidak terjadi.. Dengan kriteria hasil : - Tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi mandiri
Intervensi mandiri
1. Mencegah kontaminasi 1. Lakukan cuci silang tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2. Lakukan teknik aseptic pada saaat membuka peralatan operasi yang sudah steril
2. Kontaminasi dengan lingkungan dan kontak personal akan menyebabkan daerah yang steril menjadi tidak steril sehingga dapat meningkatkan resiko infeksi
3. Buang sisa/bekas kassa yang terkontaminasi pada tempattempat tertentu didalam ruang operasi 3. Resiko perubahan pola nafas tidak efektifb.d pnggunaan obat anastesi Setelah dilakukan tindakan keperawatanresiko perubahan pola nafas tidak efektiftidak terjadi.. Dengan kriteria hasil : Bebas dari sianosis Bebas dari tanda-tanda hipoksia Pola nafas normal 2. Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot bantu napas Intervensi mandiri 1. Observasi TTV, terutana pernapasan
3. Penampungan cairan tubuh, jaringan, dan sisa dalam kontak dengan luka/pasien yang terinfeksi akan mencegah penyebaran infeksi pada lingkungan/pasien
2. Dilakukan untuk memastikan keefektifan pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segea dilakukan
3.
napas
3. Pertahankan jalan napas dengan memiringkan kepala, Intervensi kolaborasi hiperekstensi rahang. 1. Dilakukan untuk meningkatkan dan memaksimalkan pengambilan Intervensi oksigen. kolaborasi 1. Berikan tambahan oksigen bila diperlukan 4. Resiko cedera b.d pemajanan peralatan dan instrument, penggunaan obat anastesi Setelah dilakukan Intervensi tindakan keperawatanresiko cedera tidak mandiri terjadi 1. Lepaskan perhiasan pada Dengan kriteria hasil : praoperasi Tmengidentifikasi faktor-faktor resiko cedera individu Intervensi mandiri 1. Benda-benda yang terbuat dari logam akan berkonduksi dengan alat-alat elektrik dan membahayakan tubuh terhadap pemakaian elektrokauter
3. Meja di ruang operasi dan papan lengan sangat sempit dan pasien ataupun lengan dan
3. Amankan pasien dimaja operasi dengan sabuk pengaman pada paha sesuai indikasi
CATATAN KEPERAWATAN TANGGAL JAM NO. DX IMPLEMENTASI & RESPON/HSIL NAMA PERAWAT
10 Mei 2012
11.15WIB 1
1.
Hasmiah
Hasil : Hasil : suhu 36,4 oc, TD 110/70 mmHg, RR 20x/menit, nadi 88x/menit
2.
4.
11.20WIB 2
1. Melakukan cuci tangansebelum dan sesudah tindakan. 2. Melakukan teknik aseptic pada saaat membuka peralatan operasi yang sudah steril. Hasil : membuka kassa steril dengan menggunakan teknik steril. 3. Membuang sisa/bekas kasa yang terkontaminasi pada tempat-tempat tertentu didalam ruang operasi Hasil : sisa-sisa kasa yang tekontaminasi dibuang pada tempat sampah yang sudah disediakan
Hasmiah
11.25 WIB
1.
Hasil : pernafasan 23 x / menit 2. Mengobservasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot bantu napas Hasil : tidak mnggunakan otot bantu napas, frekuensinya teratur. 3. Mempertahankan jalan napas dengan
memiringkan kepala, hiperekstensi rahang. Hasil : kepala dimiringkan ke samping kanan dan dilakukan hiperekstensi rahang di RR.
11.25 WIB
Hasmiah
Hasil : melepaskan perhiasan yang dipakai klien 2. Memeriksa identitas klien, pastikan secara verbal nama, dan nama dokter. Hasil : nama Nn.B, doter yang melakukan pembedahan Dr. M, dokter anastesi Dr. B 3. Mengamankan pasien dimaja operasi dengan sabuk pengaman pada paha sesuai indikasi Hasil : telah di pasangan sabuk pengaman pada bagian paha dan kedua lengan
Catatan Perkembangan Tanggal 10 mei 2012 Jam 12.00 WIB No.Dx 1 Perkembangan klien (SOAP) S:O:TTV TD : 100/88 mmHg Nama Perawat Hasmiah
N R
: 89 x / menit : 21 x / menit
Saturasi : 98 % A: resiko perubahan suhu : hipotermi tidak terjadi P: Intervensi di lanjutkan di ruangan ursinia. Tubuh tidak menggigil Klien menggunakan selimut penghangat.
10 mei 2012
12.00WIB
Hasmiah
Tidak terdapat pus pada lukabekas laparaskopi Balutan luka di bagian abdomenterlihat kering A: Resiko infeksi tidak terjadi P: Intervensi di lanjutkan di ruangan ursinia
10 mei 2012
`12.10WIB 3
Hasmiah
Jam 12.00 WIB R : 21 x / menit tidak mnggunakan otot bantu napas, frekuensinya teratur A : Resiko perubahan pola nafas tidak efektif tidak
terjadi P : Intervensi di lanjutkan di ruanganursinia. 10 mei 2012 12.20WIB 4 S:O:Pengaman bed sudah terpasang A : Resiko cedera tidak terjadi P : Intervensi di lanjutkan di ruanganursinia.