Anda di halaman 1dari 11

ARTIKEL ILMIAH

PENGARUH PENAMABAHAN PROTEIN FERTILITY ASSOCIATED ANTIGEN (FAA) TERHADAP KAPASITASI DAN REAKSI AKROSOM SPERMATOZOA PADA SEMEN BEKU SAPI SIMENTAL PASCA SENTRIFUGASI

Oleh : TRENDIE AULI PRADHIPTA 060710097

Oleh : BETA PURNAMA SARI 060810050

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2012

THE EFFECT OF GIVING PROTEIN FERTILITY ASSOCIATED ANTIGEN (FAA) TO CAPACITATION AND ACROSOME REACTION ON FROZEN SEMEN SIMENTAL BULL AFTER CENTRIFUGATION Beta Purnama Sari1), Wurlina2), Lucia Tri Suwanti3) Veteriner 3)Parasitologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga ABSTRACT The purpose of this study was calculate to percentage of capacitation and acrosome reaction in the media freezing plus the FAA after centrifugation. Semen from simental bull was used to acquaire protein FAA. Treatments were devided into four groups; first group as a control were not given FAA, second group were given FAA 5g, third group were given FAA 10g, fourth group were given FAA 15g. After be thawing, centrifugation, given EBSS and incubation at CO2 incubator than perfomed capacitation and acrosome reaction spermatozoa. The data were compared using ANOVA test and Duncan multiple range test. The results of capacitation and acrosome reaction on frozen semen after centrifugation were showed significant difference between treatments (p<0,05). The conclution of this study 15g/200 million were able increased capacitation and acrosome reaction on frozen semen after centrifugation Key words : fertility associated antigen, capacitation, acrosome reaction Menyetujui untuk dipublikasikan dengan Author Beta Purnama Sari, Surabaya, 30 Mei 2012

1)Mahasiswa, 2)Reproduksi

Mahasiswa

Menyetujui Dosen Pembimbing I

Menyetujui Dosen Pembimbing II

(Beta Purnama Sari) (Prof.Dr.Wurlina, M.S.,drh) NIM. 060810050 NIP.195409181983012001 Menyetujui DosenTerkait I Menyetujui Dosen Terkait II

(Dr.Lucia Tri Suwanti, M.P.,drh) NIP. 196208281989032001 Menyetujui DosenTerkait III

(Prof.Dr.Ismudiono,M.S.,drh) (Dr. Budi Utomo, M.Si.,drh) (Dr. Suherni Susilowati, M.Kes.,drh) NIP. 195295161978031002 NIP. 195905181987011002 NIP. 195906261987072001

PENGARUH PENAMBAHAN PROTEIN FERTILITY ASSOCIATED ANTIGEN (FAA) TERHADAP KAPASITASI DAN REAKSI AKROSOM SPERMATOZOA PADA SEMEN BEKU SAPI SIMENTAL PASCA SENTRIFUGASI
1)Mahasiswa, 2)Reproduksi

Beta Purnama Sari1), Wurlina2), Lucia Tri Suwanti3) Veteriner 3)Parasitologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan FAA dalam media pembekuan semen sapi simental terhadap peningkatan persentase kapasitasi dan reaksi akrosom setelah dilakukan sentrifugasi. Semen sapi simental jantan digunakan untuk memperoleh protein FAA. Dosis yang digunakan terbagi atas empat perlakuan; perlakuan pertama sebagai kontrol tidak ditambahkan FAA, perlakuan kedua ditambahkan 5g FAA, perlakuan ketiga ditambahkan 10g FAA, dan perlakuan keempat ditambahkan FAA 15g FAA. Setelah dilakukan thawing, sentrifugasi, penambahan EBSS dan inkubasi pada inkubator CO2 kemudian dilakukan pemeriksaan kapasitasi dan reaksi akrosom spermatozoa. Data yang diperoleh diolah menggunakan ANOVA dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan dengan taraf signifikan sebesar 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitasi dan reaksi akrosom pada semen beku setelah sentrifugasi menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan di antara perlakuan (p<0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah pada dosis 15g/200 juta spermatozoa dapat meningkatkan kapasitasi dan reaksi akrosom pasca sentrifugasi. Key word : Fertility associated antigen, kapasitasi, reaksi akrosom

PENDAHULUAN Sapi yang mempunyai kualitas semen sama kadang-kadang memiliki persentase yang berbeda-beda dalam membuahi sel telur. Penelitian baru menemukan protein FAA yang terkandung dalam semen sapi jantan dan berfungsi sebagai fasilitator dalam kapasitasi. Fertility Associated Antigen (FAA) merupakan protein yang dihasilkan oleh kelenjar assesoris yang terkandung dalam semen sapi jantan yang berfungsi sebagai fasilitator kapasitasi spermatozoa sehingga

meningkatkan kesuburan sapi. Pejantan dengan spermatozoa terdeteksi FAA akan mempunyai tingkat kesuburan yang lebih tinggi antara 9 - 40% bila dibanding dengan semen pejantan tanpa FAA (Novosad, 2007 dan Bellin et al., 1998). Kapasitasi dan reaksi akrosom adalah dua proses yang sangat fundamental dalam proses fertilisasi. Kapasitasi merupakan proses fisiologis yang terjadi selama spermatozoa melalui saluran reproduksi betina dimana terjadi perubahan kestabilan membran plasma, serta memperoleh kemampuan bergerak atau motil (Djuwita et al., 2000). Reaksi akrosom yaitu peleburan membran plasma dengan membran akrosom dari spermatozoa yang memungkinkan pengeluaran enzimenzim hidrolitik yang terkandung di dalam tudung akrosom (Djuwita et al., 2000, Garner dan Hafez, 2000 dan Anderson, 1977). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan FAA dalam media pembekuan semen sapi simental terhadap peningkatan persentase kapasitasi dan reaksi akrosom setelah dilakukan sentrifugasi. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi terhadap persentase kapasitasi dan reaksi akrosom spermatozoa sapi yang di dalam media pembekuannya ditambah FAA setelah dilakukan sentrifugasi.

METODE PENELITIAN Penampungan semen sapi dilakukan dengan menggunakan vagina buatan kemudian dilakukan pemeriksaan makroskopis, mikroskopis, dan pemberian perlakuan. Pemberian perlakuan dengan cara masing-masing tabung berisi semen

dengan konsentrasi 200 juta spermatozoa, 1,75 ml diluter A dan 2ml diluter B. Tabung dengan kode P0 sebagai kontrol tidak ditambahkan FAA, tabung dengan kode P1 sebagai perlakuan I ditambahkan FAA 5g, tabung dengan kode P2 sebagai perlakuan II ditambahkan FAA 10g, dan tabung dengan kode P3 sebagai perlakuan III ditambahkan FAA 15g. Kemudian semen tersebut dikemas dalam straw untuk dilakukan pembekuan. Setelah semen tersebut beku, kemudian di thawing lalu dimasukkan ke dalam tabung sentrifus sebanyak 0,1 ml kemudian diberi 0,5 ml medium EBSS dan di sentrifus dengan kecepatan 1800 rpm selama 5 menit. Setelah sentrifugasi selesai, buang plasma semen yang berada di bagian atas tabung dengan menggunakan pipet secara hati-hati kemudian tambahkan EBSS sebanyak 0,5 ml pada masing-masing tabung, kemudian inkubasi pada inkubator CO2 selama 30 menit lakukan pemeriksaan kapasitasi dan reaksi akrosom. Setelah itu dilakukan pengujian terhadap kapasitasi dan reaksi akrosom menurut Fuller dan Whittingham (1996) yang dikutip dari J.Wattimena (2006) dengan pewarnaan Chlor Tetracycline (CTC) dengan mikroskop flurosent perbesaran 400x. Gambaran perpendaran spermatozoa yang tampak adalah kepala spermatozoa seluruhnya berfluoresen adalah spermatozoa yang tidak mengalami kapasitasi, kepala spermatozoa separuh bagian atas berfluoresen adalah spermatozoa yang mengalami kapasitasi dan kepala spermatozoa tidak berfluoresen dan hanya bagian segmen equatorial yang berfluoresen adalah spermatozoa yang mengalami reaksi akrosom.

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 4.2. Rata-rata persentase kapasitasi dan reaksi akrosom Rata-rata SD Tanpa FAA 82c 0,71 Kapasitasi 5g FAA 86b 1,22 10g FAA 86b 0,71 15g FAA 89a 0,71 Tanpa FAA 2c 0,71 Reaksi Akrosom 5g FAA 5b 0,71 10g FAA 6b 0,71 15g FAA 9a 0,71 Superskrip yang berbeda dalam satu kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

A C

B
Gambar 4.2.3. Gambar perpendaran spermatozoa A. Spermatozoa yang mengalami kapasitasi, B. Spermatozoa yang mengalami reaksi akrosom, C. Spermatozoa yang tidak mengalami kapasitasi Perlakuan penambahan protein FAA dengan kadar yang berbeda sebelum pembekuan kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan dan lama waktu yang sama ternyata memberikan perbedaan yang nyata diantara perlakuan terhadap kapasitasi spermatozoa. Hal ini dapat diketahui dari perlakuan penambahan protein FAA dengan kadar 15g memberikan rata-rata kapasitasi sebesar 89 0,71 (%) dan rata-rata reaksi akrosom sebesar yaitu 9 0,71 (%), sedangkan perlakuan

penambahan protein FAA dengan kadar 10g memberikan rata-rata kapasitasi sebesar 86 0,71 (%) dan rata-rata reaksi akrosom sebesar 6 0,71 (%), sedangkan perlakuan penambahan protein FAA dengan kadar 5g memberikan rata-rata kapasitasi sebesar 86 1,22 (%) dan rata-rata reaksi akrosom sebesar 5 0,71 (%), serta pada perlakuan tanpa penambahan FAA memberikan rata-rata kapasitasi sebesar 82 0,71 (%) dan rata-rata reaksi akrosom sebesar 2 0,71 (%). Pada perlakuan penambahan protein FAA dengan kadar 15g didapatkan hasil kapasitasi dan reaksi akrosom spermatozoa tertinggi, hal ini dikarenakan faktor dekapasitasi yang terkandung dalam plasma semen yang melindungi spermatozoa akan hilang setelah diberi perlakuan penambahan protein FAA yang kemudian dilakukan sentrifugasi dengan ditambahkan medium EBSS sebagai medium kapasitasi sehingga proses kapasitasi dan reaksi akrosom dapat berlangsung. Penambahan FAA dalam media pembekuan akan memicu peningkatan reseptor FAA pada membran spermatozoa, selanjutnya akan menggertak sinyal transduksi melalui peningkatan adenilat siklase. Peningkatan adenilat siklase akan mengaktifkan cAMP dan akan menimbulkan aktivitas protein kinase A (PK A). Aktivitas PK A yang meningkat akan menggertak tirosin kinase dan terjadi fosforilasi tirosin.. Peningkatan fosforlasi tirosin kinase akan meningkatkan hiperaktivasi motilitas spermatozoa yang sangat diperlukan dalam proses penetrasi ke dalam zona pelusida sel ovum. Perubahan ion intraseluler terjadi selama proses kapasitasi dalam keadaan konsentrasi K+ intraseluler dijaga tetap tinggi. Keadaan tersebut diatur oleh ikatan NA+-K-ATPase yaitu pemompaan ion Na+ keluar dan ion K+ masuk ke dalam

sel, serta Ca2+-K-ATPase yang merupakan peristiwa pemompaan Ca2+ keluar (Visconti and Kopf, 1998, Naz dan Rajesh, 2004, dan Yanagimachi 1994). Susilawati (2000) menyatakan bahwa reaksi akrosom melibatkan fusi antara membran plasma dengan membran luar akrosom dan ditandai dengan peningkatan konsentrasi ion Ca2+ pada daerah ekuator membran kepala spermatozoa sehingga spermatozoa menjadi labil dan terlepasnya enzim-enzim yang ada di akrosom. Menurut Breitbart and Naor (1999) yang dikutip Suprayogi, dkk (2010) menyatakan bahwa mekanisme molekuler yang terjadi pada reaksi akrosom karena

teraktivasinya PK A menyebabkan channel voltage dependent Ca2+ membuka, sehingga Ca2+ dalam akrosom keluar ke sitoplasma. Ca2+ ekstraseluler masuk dan membran bersifat fusogenik untuk terjadi fusi membran. Setelah terjadi fusi membran, terjadi vesikulasi dan hilangnya membran akrosom plasma dan membran luar yang memungkinkan pelepasan enzim-enzim dalam akrosom (Wasserman, 1990). Enzim-enzim tersebut antara lain : hialuronidase, Corona Penetrating Enzyme (CPE), akrosin, neuromidase, ATP-ase, fosfatase, asparatil amidase dan glukoronidase (Polakoski and Zenevald, 1996). Yanagimachi (1994) menyatakan bahwa untuk menjalani reaksi akrosom spermatozoa harus mampu bertahan cukup lama dalam konsentrasi K+ intraseluler di jaga tetap tinggi dan konsentrasi Na+ dan Ca2+ intraseluler dijaga tetap rendah yang sangat penting bagi kelangsungan hidup spermatozoa selain itu juga berfungsi sebagai pelindung dari reaksi akrosom premature bagi spermatozoa.

Berdasarkan serangkaian mekanisme kapasitasi dan reaksi akrosom tersebut dapat disimpulkan bahwa ketidakstabilan lebih terjadi pada kapasitasi jika dibandingkan dengan reaksi akrosom sehingga kemampuan untuk motil atau bergerak lebih cepat terjadi saat kapasitasi. Hal ini ditunjukkan dengan influk Ca2+ spermatozoa lebih banyak pada kapasitasi jika dibandingkan dengan reaksi

akrosom yang menampakkan perpendaran antara ikatan fluor dan fosfor lebih banyak pada kapasitasi jika dibandingkan dengan reaksi akrosom Menurut Mattioli et al., 1996 yang dikutip Trinil Susilowati (1999) kapasitasi dan reaksi akrosom tersebut ditunjukkan dengan perpendaran di bawah mikroskop fluoresen yang menunjukkan Pada spermatozoa yang belum kapasitasi penyebaran Ca2+ merata di seluruh kepala spermatozoa sehingga seluruh kepala spermatozoa tampak berpendar kuning. Sedangkan yang sedang mengalami kapasitasi ion Ca2+ terdapat hanya pada 2/3 bagian ekuator kepala spermatozoa. Pada akhir kapasitasi, spermatozoa ditandai dengan terjadinya proses reaksi akrosom, yaitu membran kepala spermatozoa mejadi tidak stabil atau luruh yang ditandai dengan kandungan Ca2+ yang rendah, sehingga kepala spermatozoa tampak tidak berpendar dan hanya terdapat gambaran pita di kepala spermatozoa. Sistem pewarnaan yang digunakan adalah tampak warna fluoresen pada kepala spermatozoa bila memang mengandung Ca2+. Pada perlakuan tanpa penambahan FAA menunjukkan rataan kapasitasi dan reaksi akrosom terendah karena pada perlakuan tanpa penambahan FAA tidak dilakukan penambahan protein FAA sehingga tidak adanya protein yang memicu

peningkatan reseptor FAA pada membran spermatozoa yang mengakibatkan sinyal transduksi untuk memicu terjadinya peningkatan fosforilasi torosin tidak terjadi.

KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa penambahan protein FAA pada semen sapi dapat meningkatkan persentase kapasitasi dan reaksi akrosom spermatozoa dan peningkatan tertinggi tercapai pada dosis 15g FAA/200 juta spermatozoa.

DAFTAR PUSTAKA Anderson, G. B. 1977. Fertilization, early development, and embryo transfer. In Reproduction in domestic animal. 3th. Academic Press New York San Fransisco London. Bellin, M. E., J. N. Oyarzo, H. E. Hawkins, H. Zhang, R. G. Smith, D. W. Forrest, L. R. Sprott. 1998. Fetility-associated Antigen on Bull Sperm Indicates Fertility Potential. Journal of Animal Science Vol. 76: 2032-2039. Breitbart H., and Z. Naor. 1999. Protein Kinases in Mammalian Sperm Capacitation and The Acrosomal Reaction reevisi Reproduction. J. Soc.. Reprod. And Fert. Vol. 4: 151-159. Cropp, A. R. et al. 2005. In: Proc. Of 108th Annual Meeting Minnesota Veterinary Medical Association., pp. 1-5. Djuwita, I, Boediono, A., Mohamad, K. 2000. Embriologi. Laboratorium EmbriologiBagian Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan-Institut Pertanian Bogor. Bogor Garner, D. L and Hafez, E. S. E. 2000. Spermatozoa and seminal plasma. In: Reproduction in farm animals. Ed-7. Edited by E. S. E. Hafez and B. Hafez. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia. Hardijanto, Susilowati S., Hernawati, T., Sardjito, T., Suprayogi, T.W. 2010. Buku

Ajar Inseminasi Buatan. Airlangga University Press. Surabaya. Mattioli, M., B. Barboni, P. Lucidi, and E. Seren. 1996. Identification of capacitation in boar spermatozoa by chlortetracycline staining. Theriogenology, Vol. 4 : 373376. Naz R.K. and Rajesh P.B. 2004. Role of Tyrosine Phosphorilation in Sperm Capacitation / Acrosome Reaction. Reproductive Biology and Endocrinology. Vol. 2: 75-86. Novosad, A. M. 2007. Pubertal Changes in the Expresion of Fertlity Assosiated Antigen in Bos Indicus and Bos Taurus Bulls. A&M University Texas. Texas. Polaloski KL and Zanevald LJD. 2000. Proteinase and protein inhibitor in andrology. Human semen and fertility regulation in men. CV Mosby Company. ST Louis London. Revell S.G and R.A Mrode. 1994. An Usmotic resistanel test for bovine semenan J. Aniem. Reprod. Sci. Vol. 36: 77-86. Susilawati T. 2000. Analisis Membran Spermatozoa Sapi Hasil Filtrasi Sephadeks dan Sentrifugasi Gradien Densitas Percoll pada Proses Seleksi Jenis Kelamin. Disertasi Surabaya: Universitas Airlangga: 15-20. Wasserman, P. M. 1990 Profile of a mammalian sperm receptor. Development Vol. 108: 1-17. Visconti, P.E. and G.S Kopf. 1998. Regulation of Protein Phosphorilation During Sperm Capacitation. Biol. Of Reprod. Vol. 59 : 1-6. Yanagimachi, R. 1994. Mammalian fertilization. In E. Knobiland J. D. Neill (eds.) The Phisiology of Reproduction, 2nd Ed. Raven Press. New York Yovich, J. L., 1995. Sperm preparation for assisted conception. In: Grudzinskas JG, Yovich JL. Gametes The Spermatozoon. Cambridge University Press.New York.

Anda mungkin juga menyukai