Anda di halaman 1dari 15

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis Kelamin Alamat Masuk rumahsakit : An. P : 13 Tahun : laki-laki : kesambi : 20 juli 2012

II.

ANAMNESA Keluhan Utama Keluhan Tambahan : Sakit kepala : mual,muntah tidak mau makan

Riwayat Penyakit Sekarang

Os datang ke RSUD Gunung Jati pada tanggal 20 Juli 2012 dengan keluhan sakit kepala sudah 1 bulan SMRS, sakit kepala dirasakan awalnya hilang timbul tapi makin hari makin sering, os juga mengeluh setiap kepala sakit dan makan os merasa mual dan muntah, berat badan menurun.

III.

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran Vital Sign : Composmentis. GCS: E4M6V5 : Tekanan Darah Nadi Respirasi : 110/70 : 90 kali/menit : 28 kali/menit
1

Suhu Kepala Mata : Normocephal

: 36,5 C

: Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-) Eksoftalmus (-/-) Pupil isokor 3mm/3mm

THT

: Kedua telinga lapang, tidak keluar cairan Hidung simetris, rhinorrhea (-) Tenggorokan tidak hiperemis

Leher

: JVP tidak meningkat Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran thyroid

Thoraks

: Cor BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-) takikardi Pulmo vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronki -/-

Abdomen Ekstremitas

: Datar, Bising Usus (+) : Akral hangat Edema (-) Sianosis (-)

Status Lokalis Inspeksi : kepala normochepal

Status Neurologis Kesadaran Rangsang Meningeal : Compos mentis, GCS E4 V5 M6 = 15 : Kaku Kuduk (-), Brudzinsky I/II (-/-), Kernig (-)
2

Pemeriksaan N.Cranialis N I (N. Olfactorius) : (+)

N II (N. Opticus)

:RCL (+/+)

RCTL (+/+)

N III, IV, VI (N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abdusen) Gerakan bola mata Pupil Kelopak mata : Mata kanan dan kiri dalam batas normal : Isokor 3ml/3ml : udem pada palpebra superior dan inferior

N V (N. Trigeminus) Sensorik Motorik : Sensibilitas wajah baik : Gerakan mengunyah baik

N VII ( N. Fasialis): Mengangkat alis Membuka mata Lipatan nasolabial (-/+) (+/+) (-/+)

N VIII ( N. Vestibulo-Cochlearis) Tidak dilakukan

N IX, X ( N. Glossopharingeus, N. Vagus ) Gerakan menelan baik, Posisi uvula berada di tengah

N XI ( N. Accesorius) Mengangkat bahu (+/+)

Menoleh kanan dan kiri (+/+)

N XII ( N. Hipoglossus ) Tidak ada deviasi lidah

Fungsi Motorik Kekuatan otot : Ekstremitas superior (5/5) Ekstremitas inferior (5/5) Fungsi Sensorik Raba : Ekstremitas superior (+/+) Ekstremitas inferior (+/+) Nyeri : Ekstremitas superior (+/+) Ekstremitas inferior (+/+) IV. DIAGNOSA SEMENTARA Cephalgia

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG CT-Scan Kepala :

Hasil:

Lab darah rutin

VI.

RESUME

VII.

DIAGNOSA KERJA Hidrochepalus + SOL a/r fossa posterior susp meduloblastoma

VIII. THERAPY IVFD Nacl 0,95 Antibiotik Analgetik

Operasi: Vp-shunt Reseksi tumor

IX.

PROGNOSIS Quo ad vitam : ad bonam


5

Quo ad functionam

: ad bonam

EPIDURAL HEMATOMA

I.

Latar Belakang Epidural hematoma adalah penumpukan darah didalam ruang antara dura dan tulang, bisa intracranial atau spinal. Intracranial epidural hematoma rata-rata terdapat pada 2% pasien dengan pasien trauma kepala dan 5-15% pada pasien dengan trauma kepala berat. Intracranial epidural hematoma merupakan komplikasi paling serius pada trauma kepala, memerlukan diagnosis dan operasi secepatnya. Intracranial epidural hematoma bisa terjadi akut (58%), subakut (31%), atau kronik (11%). Spinal epidural hematoma mungkin saja membahayakan, namun dapat sembuh spontan.

II.

Insiden dan epidemiologi


6

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian epidural hematoma hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat. Orang yang beresiko mengaami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh. 60% penderita epidural hematoma adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1

III.

Etiologi Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, keadaan yang menyebabkan epidural hematoma adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Epidural hematoma terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.

IV.

Anatomi Otak Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal dan terletak didalam ruangan yang tertutup oleh tulang yaitu cranium (tengkorak). cranium ini secara absolute tidak dapat bertambah volumenya terutama pada orang dewasa. Jaringan otak dilindungi oleh beberapa pelindung yaitu rambut, kulit kepala, tengkorak, selaput otak (meningens), dan cairan otak (liquor cerebro spinal). Selaput otak terdiri dari tiga lapisan: 1. Duramater adalah meningens terluar yang merupakan gabungan dari dua lapisan selaput, yaitu: lapisan bagian dalam (yang berlanjut ke duramater spinal dan lapisan bagian luar (yang sebenarnya merupakan lapisan periosteum tengkorak). lapisan bagian dalam akan melekuk-lekuk membentuk sekat-sekat otak (falks, tentorium). Lapisan luar merupakan jaringan fibrosa yang lebih padat dan mengandung vena serta arteri untuk memberi makan tulang. Gabungan kedua lapisan ini melekat erat dengan
7

permukaan dalam tulang sehingga tidak ada celah diantaranya. Kedua lapisan duramater ini pada lokasi-lokasi tertentu akan terpisah dan membentuk rongga (sinus duramater) berisi darah vena serta berfungsi untuk drainase otak. Dibawah duramater terdapat rongga subdural yang tidak berisi liquor cerebro spinalis 2. Arakhnoid merupakan lapisan tengah antara duramater dan piamater. Dibawah

lapisan ini adalah rongga subarachnoid yang mengandung trabekula dan dialiri liquor cerebro spinalis. Lapisan arakhnoid tidak memiliki pembuluh darah, tetapi pada rongga subarachnoid terdapat pembuluh darah. 3. Piamater merupakan lapisan selaput otak yang paling dalam yang langsung berhubungan dengan permukaan jaringan otak serat mengikuti konvolusinya. Ditempat - tempat tertentu, duramater membentuk sekat-sekat rongga cranium. Tentorium merupakan sekat yang membagi rongga cranium menjadi kompartemen supratentorial dan infratentorial (memisahkan postero-inferior hemisfer serebri dari serebelum). Tentorium berbentuk seperti kubah, bagian anteriornya melekat pada bagian depan prosessus klinoideus anterior dan posterior, melebar ke lateral dan melekat pada Krista petrosa kanan dan kiri. Di bagian belakang melekat pada Krista oksipitalis interna. Tentorium akan bertemu dengan falks serebri digaris tengah bagian posterior. Bagian tengah tentorium membentuk lubang berbentuk bulat telur yaitu hiatus tentorium. Kompartemen supratentorial dibagi dua oleh falks serebri yang membentang sepanjang garis tengahnya, dan memisahkan hemisfer serebri kanan dan kiri. Falks berjalan mulai dari fronto-basal melekat pada Krista Galli, tepi atasnya mengikuti garis tengah dan sutura sagitalis. Tepi atas falks berisi sinus sagitalis superior dan tepi bawahnya berisi sinus sagitalis inferior.

V.

Patofisiologi Epidural hematoma adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering

terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga dikelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura. Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama a.meningea media yang masuk didalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater dan tulang dipermukaan dalam os.temporal. ketika pembuluh darah mengalami kerobekan maka darah

akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inilah yang dikenal dengan sebutan epidural hematoma. Pada epidural hematoma, perdarahan terjadi diantara tulang tengkorak dan duramater. Perdarahan ini lebih sering terjadi didaerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak didaerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi didaerah frontal atau oksipital. Epidural hematoma sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan linier fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venosous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural. Desakan oleh hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. Epidural hematoma tanpa cedera lain biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media. Kelainan ini pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda. Baru setelah hematom bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan peningkatan tekanan intracranial. Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah terutama Arteri meningea media yang masuk didalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater dan tulang dipermukaan dalam os temporal. Perdarahan yang terjadi menimbukan epidural hematoma. Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah kecelakaan disebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada epidural hematoma. Pada keadaan ini dapat juga dijumpai hemiparesis dan dilatasi pupil. Jika terjadi pada fosa posterior, akan timbul sakit kepala dan kaku kuduk. Pada keadaan ini harus dicurigai adanya massa infratentorial jika penurunan kesadaran selama observasi tidak disertai dengan tanda-tanda fokal, terutama jika disertai adanya jejas pada bagian occipital (setelah trauma occipital) Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.
9

Sumber perdarahan: Artery Meningea, Sinus Duramatis, Diploe (lubang yang mangisi Calvaria cranii) yang berisi a.diploica dan vena diploica. Bila perdarahan berasal dari vena atau diploe, maka gambaran bikonveks yang terbentuk lebih tipis. Epidural hematoma bifrontal sering terjadi pada anak dan bayi, biasanya berasal dari vena. Perdarahan ini jarang terjadi diatas usia 60 tahun, mungkin karena duramater melekat lebih kuat ke tabula interna pada usia tua. Pada anak dan usia lanjut sering disebabkan oleh robekan bridging vein yang menghubungkan permukaan korteks dengan sinus vena. Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi dibedah saraf karena progesifitasnya yang cepat karena duramater melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial. Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera dirawat dan diperiksa dengan teliti.

VI.

Gambaran Klinis Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Gejala yang sering tampak: Sakit kepala Mual / Muntah Kejang Deficit neurogik focal (aphasia, lemah, numbness) Keluar cairan darah dari hidung atau telinga Nampak luka yang dalam atau oresan pada kulit kepala Mual Pusing Berkeringat Pucat
10

Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

VII. Gambaran Radiologi 1. Foto Polos Kepala Pada kasus epidural hematoma tidak diperlukan foto polos kepala karena kita tidak dapat mendiagnosa pasti epidural hematoma dengan foto polos. Dengan proyeksi Antero-Posterior (AP) dan lateral dengan sisi yang mengalami trauma untk mencari adanya fraktur. 2. Ct-Scan Bukan hanya untuk melihat adanya fraktur tulang, tp juga dapat langsung melihat gambaran epidural hematoma. Akan terlihat bentuk bikonveks, paling sering didaerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong kesisi kontralateral. Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada penderita cedera kepala: GCS <15 atau terdapat penurunan kesadaran >1 point selama observasi Cedera kepala ringan yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak. Adanya tanda klinis fraktur basis cranii Disertai dengan kejang Adanya tanda neurologis fokal Sakit kepala yang menetap.

3. MRI ( Magnetik Resonance Imaging) MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenih pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis. VIII. Diagnosa Banding Hematoma subdural Terjadi akibat pengumpulan darah diantara duramater dan arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa disebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak
11

a.kortikalis. biasanya disertai dengan perdarahn jaringan otak. Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit. Hematoma subarachnoid Perdarahan subarachnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluuh darah didalamya. IX. Penatalaksanaan a. Primary Survey A: Airway Pembersihan jalan nafas, pengawasan vertebra servikal hingga diyakini tidak ada cedera. B: Breathing Penilaian ventilasi dan gerakan dada, gas darah arteri C: Circulation Penilaian kemungkinan kehilangan darah, pengawasan secara rutin tekanan darah pulsasi nadi, pemasangan IV line D: Dysfunction.Penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) secara rutin b. Secondary Survey E: Exposure Identifikasi seluruh cedera, dari ujung kepala hingga ujung kaki, dari depan dan belakang. Penatalaksanaan darurat: Dekompresi dengan trepanasi sederhana, dengan tujuan melakukan evakuasi hematom dan menghentikan perdarahan. Kraniotomi untuk mengeluarkan hematoma Head up Elevasi kepala setinggi 30 - 45 dari tempat tidur setelah dinyatakan tidak ada cidera spinal. Untuk mengoptimalkan aliran balik vena dari kepala Posisi Trendelenburg terbalik untuk mengurangi tekanan intracranial dan

meningkatkan drainase vena. Penanganan Medikamentosa: Manitol 20% (dosis 1-3mg/kgBB/hari) untuk mengurangi tekanan intracranial. Dexametason, dosis awal 10mg kemudian dilanjutkan 4mg tiap 6 jam Analgetik Sedasi, jika penderita gaduh gelisah Antibiotika, untuk pengobatan terhadap infeksi dan profilaksis
12

Terapi Operatif Operasi dilakukan bila terdapat: Volume hematoma >30 ml Keadaan pasien memburuk Pendorongan garis tengah > 3mm

Indikasi operasi dibidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebu maka operasinya menjadi operasi emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini disebabkan oleh lesi desak ruang. Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume: X. > 25cc : desak ruang supratentorial > 10cc: desak ruang infratentorial > 5 cc: desak ruang thalamus Prognosis Prognosis tergantung pada: Lokasi Besarnya Kesadaran saat masuk kamar operasi

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.

FRAKTUR TULANG TENGKORAK Tulang Tengkorak terdiri dari tiga lapisan, yaitu: a. Tabula eksterna b. Diploe c. Tabula interna Klasifikasi fraktur tulang tengkorak dapat dilakukan berdasarkan: 1 Gambaran fraktur, dibedakan atas: a. Linier, garis fraktur tunggal pada tengkorak yan meliputi seluruh ketebalan tulang
13

b. Diastase, fraktur yang terjadi pada sutura sehingga terjadi pemisahan sutura cranial c. Comminuted, fraktur dengan dua atau lebih fragmen fraktur d. Depressed, fraktur dengan tabula eksterna pada satu atau lebih tepi fraktur terletak dibawah level anatomic normal dari tabula interna tulang tengkorak sekitarnya yang masih utuh. 2 Lokasi anatomis, dibedakan atas: a. Konveksitas (kubah tengkorak) b. Basis crania ( dasar tengkorak) 3 Keadaan luka, dibedakan atas: a. Terbuka b. Tertutup

DAFTAR PUSTAKA Sjamsuhidajat.R, de Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi revisi.Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC, 1997 Liebeskind,D.S, Epidural Hematoma, www.emedicine.medscape.com Satyanegara, Ilmu bedah saraf. Edisi IV. Jakarta : penerbit gramedia pustaka utama, 2010 Astaqauliyah, referat-epidural-hematoma, 2007 Bedah umum, trepanasi/kraniotomi pada epidural hematoma, 2009 Price,D,D, Epidural hematoma in emergency medicine, www.emedicine.medscape.com

14

15

Anda mungkin juga menyukai